Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Alasan Hakim Vonis Hasto 3,5 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

    Alasan Hakim Vonis Hasto 3,5 Tahun Penjara, Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3,5 tahun lantaran terbukti memberikan suap terkait dengan penetapan anggota DPR 2019–2024 untuk Harun Masiku.

    Hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yakni 7 tahun penjara. Hasto dinyatakan terbukti memberikan uang suap secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan alternatif JPU.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan [3,5 tahun] dengan pidana denda sebesar Rp 250 juta. Dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

    Selain itu, denda yang dijatuhi ke Hasto juga lebih ringan yaitu Rp600 juta subsider enam bulan kurungan.

    Adapun, Hasto dibebaskan dari dakwaan kesatu JPU yakni perintangan penyidikan sebagaimana diatur pada pasal 21 UU Tipikor jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    JPU dinilai tidak bisa membuktikan dan memberikan bukti konkret di pengadilan terkait dengan upaya Hasto merintangi maupun mencegah penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan saksi di persidangan.

    Sebelumnya, pada sidang pembacaan tuntutan dari JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan.

    JPU meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melakukan obstruction of justice yakni mencegah penyidikan pada 8 Januari 2020, serta merintangi penyidikan pada 6 Juni 2024. Hakim juga diminta menyatakan Hasto terbukti ikut memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, di antaranya senilai Rp400 juta.

    KPK pun menyatakan bahwa sudah berusaha menyampaikan seluruh bukti keterlibatan Hasto, yang diperoleh dari penyelidikan hingga penuntutan perkara tersebut. Lembaga antirasuah memastikan bakal menghormati putusan hakim.

    “Kita tinggal sama-sama menunggu dan kita tentunya akan menghormati putusan yang disampaikan atau dibuat oleh majelis hakim. Seperti itu. Kita tunggu,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

  • Tok! Hasto Kristiyanto Divonis 3,5 Tahun Penjara Terkait Suap Harun Masiku

    Tok! Hasto Kristiyanto Divonis 3,5 Tahun Penjara Terkait Suap Harun Masiku

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan atau 3,5 tahun pada kasus Harun Masiku. 

    Putusan itu dibacakan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

    Majelis Hakim juga mengatakan Hasto dikenakan denda Rp250 juta subsidair 3 bulan penjara. Menurut hakim, Hasto terbukti memberikan uang suap secara bersama-sama dan berlanjut terkait dengan kasus Harun Masiku.

    “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

    Meski demikian, Hasto dinyatakan tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan sebagaimana dakwaan kesatu pasal 21 U Tipikor jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

    Adapun vonis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU. Sebelumnya, pada sidang pembacaan tuntutan dari JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.

    JPU meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melakukan obstruction of justice yakni mencegah penyidikan pada 8 Januari 2020, serta merintangi penyidikan pada 6 Juni 2024. Hakim juga diminta menyatakan Hasto terbukti ikut memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, di antaranya senilai Rp400 juta.

    KPK pun menyatakan bahwa sudah berusaha menyampaikan seluruh bukti keterlibatan Hasto, yang diperoleh dari penyelidikan hingga penuntutan perkara tersebut. Lembaga antirasuah memastikan bakal menghormati putusan hakim.

    “Kita tinggal sama-sama menunggu dan kita tentunya akan menghormati putusan yang disampaikan atau dibuat oleh majelis hakim. Seperti itu. Kita tunggu,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

  • Hasto Kristiyanto Pose Salam Metal dan Teriak Merdeka di Ruang Sidang Jelang Vonis Hakim

    Hasto Kristiyanto Pose Salam Metal dan Teriak Merdeka di Ruang Sidang Jelang Vonis Hakim

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) tiba di ruangan sidang Kusumah Atmaja di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat untuk menghadiri pembacaan putusan perkara suap dan perintangan penyidikan, Jumat (25/7/2025). 

    Hasto terlihat memasuki ruangan sidang sekitar pukul 13.51 WIB dan disambut oleh sejumlah tokoh politisi dari PDIP seperti Djarot Saiful Hidayat, Adian Napitupulu, Ribka Tjiptaning, FX Rudy dan lain-lain. 

    Dengan mengenakan setelan jas hitam dan kemeja putih yang selalu dipakainya selama persidangan, Hasto sempat berpose tiga jari atau salam metal. Dia lalu mengepalkan tangannya ke udara sambil berteriak ‘Merdeka!’ sebelum Majelis Hakim memasuki ruangan sidang. 

    Adapun setibanya Majelis Hakim, para pengunjung ruangan sidang termasuk media diminta untuk tidak mengambil foto selama berjalannya persidangan. Hakim Ketua Rios Rahmanto juga meminta agar pengunjung tidak membuat gaduh di dalam ruang sidang. Untuk itu, personil kepolisian pun berjaga langsung di dalam ruangan sidang. 

    “Mohon tidak berbuat kegaduhan yang dapat mengganggu jalannya persidangan, dan minta bantuannya kepada petugas pengamanan apabila memang ada pengunjung yang membuat gaduh, dengan atau tanpa perintah majelis mohon dikeluarkan,” ujar Hakim Ketua Rios Rahmanto di PN Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). 

    Sebelum memulai persidangan, para awak media pun dipersilakan untuk mengambil foto Hasto. Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu berdiri dan kembali berpose mengepalkan tangan untuk terakhir kalinya. 

    “Izin, Yang Mulia,” ucap Hasto meminta izin Majelis Hakim agar fotonya diambil para pewarta.

    Untuk diketahui, pada sidang pembacaan tuntutan dari JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.

    JPU meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melakukan obstruction of justice yakni mencegah penyidikan pada 8 Januari 2020, serta merintangi penyidikan pada 6 Juni 2024. Hakim juga diminta menyatakan Hasto terbukti ikut memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, di antaranya senilai Rp400 juta. 

    KPK pun menyatakan bahwa sudah berusaha menyampaikan seluruh bukti keterlibatan Hasto, yang diperoleh dari penyelidikan hingga penuntutan perkara tersebut. Lembaga antirasuah memastikan bakal menghormati putusan hakim. 

    “Kita tinggal sama-sama menunggu dan kita tentunya akan menghormati putusan yang disampaikan atau dibuat oleh majelis hakim. Seperti itu. Kita tunggu,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Sementara itu, usai pembacaan duplik, Jumat (18/7/2025), Hasto kukuh menyatakan bahwa perkara yang menjeratnya ini semakin membuktikan adanya rekayasa hukum dan kriminalisasi. 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu berpesan kepada para kader, anggota dan simpatisan Partai Banteng itu, untuk menunggu keputusan hakim dengan memohon doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

    “Dan apapun putusan yang diterima, yang diputuskan dalam pengadilan ini tradisi kita ketika peristiwa 27 Juli, adalah taat kepada hukum. Keputusan akan diambil 2 hari jelang 27 Juli peringatan Kuda Tuli yang terjadi pada 1996, semoga ini menjadi suatu nafas bagi berhembusnya angin keadilan dan kebenaran di dalam penegakan hukum yang sarat tekanan-tekanan politik ini,” ucapnya. 

  • Jelang Pembacaan Vonis, Simpatisan Hasto Padati PN Jakpus

    Jelang Pembacaan Vonis, Simpatisan Hasto Padati PN Jakpus

    Bisnis.com, JAKARTA — Simpatisan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto meramaikan jalanan di depan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat jelang sidang pembacaan putusan perkara suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku, Jumat (25/7/2025). 

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, simpatisan Hasto sudah berkumpul dan bernyanyi bersama di depan PN Jakpus sekitar pukul 13.00 WIB selepas salat Jumat. 

    Sebagian besar mengenakan pakaian serba hitam dan atribut maupun aksesoris berwarna merah. Ada yang mengenakan kaos bertuliskan #BebaskanHasto. 

    Satu mobil bak besar berada di tengah-tengah kerumunan para simpatisan dan berorasi. Namun, mereka tidak bisa memasuki bagian depan PN Jakpus lantaran sudah dipagari polisi. 

    Penjagaan juga terpantau cukup ketat. Hanya pihak-pihak berkepentingan seperti jaksa dan penasihat hukum, kerabat dan keluarga Hasto, serta media yang boleh memasuki Gedung PN Jakpus. Namun, pihak pengadilan membatasi siapa saja yang boleh memasuki ruangan sidang, Kusumah Atmaja. 

    Jurnalis yang masuk ke ruangan sidang pun dibatasi. Mereka harus terdaftar oleh pihak PN dan nantinya diberikan ID bertuliskan ‘Pers’, serta berkalung oranye.

    Rencananya, sidang pembacaan vonis Hasto Kristiyanto akan digelar pukul 14.00 WIB. 

    Sebelumnya, pada sidang pembacaan tuntutan dari JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),  Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.

    JPU meminta Majelis Hakim menyatakan Hasto terbukti melakukan obstruction of justice yakni mencegah penyidikan pada 8 Januari 2020, serta merintangi penyidikan pada 6 Juni 2024. Hakim juga diminta menyatakan Hasto terbukti ikut memberikan suap kepada Wahyu Setiawan, di antaranya senilai Rp400 juta. 

    KPK pun menyatakan bahwa sudah berusaha menyampaikan seluruh bukti keterlibatan Hasto, yang diperoleh dari penyelidikan hingga penuntutan perkara tersebut. Lembaga antirasuah memastikan bakal menghormati putusan hakim. 

    “Kita tinggal sama-sama menunggu dan kita tentunya akan menghormati putusan yang disampaikan atau dibuat oleh majelis hakim. Seperti itu. Kita tunggu,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Sementara itu, usai pembacaan duplik, Jumat (18/7/2025), Hasto kukuh menyatakan bahwa perkara yang menjeratnya ini semakin membuktikan adanya rekayasa hukum dan kriminalisasi. 

    Sekjen PDIP sejak 2015 itu lalu berpesan kepada para kader, anggota dan simpatisan Partai Banteng itu, untuk menunggu keputusan hakim dengan memohon doa kepada Tuhan yang Maha Kuasa.

    “Dan apapun putusan yang diterima, yang diputuskan dalam pengadilan ini tradisi kita ketika peristiwa 27 Juli, adalah taat kepada hukum. Keputusan akan diambil 2 hari jelang 27 Juli peringatan Kuda Tuli yang terjadi pada 1996, semoga ini menjadi suatu nafas bagi berhembusnya angin keadilan dan kebenaran di dalam penegakan hukum yang sarat tekanan-tekanan politik ini,” ucapnya. 

  • Beda Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

    Beda Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Kehutanan berbeda pandangan mengenai tambang ilegal di kawasan hutan. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa hasil kajian dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring serta Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) menunjukkan, ternyata tidak semua pemegang IUP itu memiliki izin untuk beroperasi di kawasan hutan.

     “Nah ini ada IUP yang kemudian dia memiliki PPKH, Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Tapi ada yang tidak punya,” ujarnya pada konferensi pers bersama dengan tujuh kementerian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Setyo tidak memerinci lebih lanjut berapa tambang yang dimaksud olehnya diduga beroperasi ilegal di hutan. Namun demikian, dia menyebut ada total 9.009 tambang dengan kepemilikan IUP. Hanya lebih dari setengahnya yang diketahui aktif.

    Temuan itu berdasarkan kajian ataupun gerakan yang dilakukan oleh KPK sejak beberapa tahun lalu. “IUP itu ada 9.000-an lah. Kemudian dari 9.000 itu yang aktif 4.252. Berarti sisanya 4.755 itu [ditemukan] enggak aktif,” terangnya.

    Adapun, lanjut Setyo, pemerintah telah mengatur bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). 

    Modus Tambang Ilegal 

    Setyo juga menambahkan bahwa KPK menemukan modus bahwa meski perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki IUP itu tanpa mengantongi izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Namun, mereka tetap menyetorkan jaminan reklamasi. 

    Kementerian ESDM mengatur bahwa jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh Pemegang IUP atau IUPK sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan reklamasi. Setyo menyebut, jaminan reklamasi disetorkan bagi pemegang IUP yang juga mengantongi PPKH apabila beroperasi di kawasan hutan. 

    “Harusnya kewajiban untuk menyetorkan jaminan reklamasi adalah IUP yang sudah memiliki PPKH. Tetapi, kemudian Kedeputian Pencegahan menemukan meskipun dia tidak memiliki PPKH, tapi dia setor juga,” ungkapnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Setyo menyebut masalah terkait dengan penyetoran jaminan reklamasi oleh pemegang IUP tanpa PPKH tidak sampai di situ saja. KPK menemukan bahwa penyetoran dana itu ke negara diterima dan dikhawatirkan disalahgunakan oleh para perusahaan yang diduga beroperasi ilegal di dalam hutan. 

    “Ini tentu menjadi permasalahan seolah-olah pelaku usaha itu kemudian menganggap legal dia beroperasional di kawasan hutan kemudian dia sudah menyetorkan jaminan reklamasinya. Nah ini menurut kami juga tidak tepat. Harusnya itu sudah ditolak gitu, pada saat sistem membaca karena PPKH-nya tidak ada, harusnya ditolak,” terang mantan Direktur Penyidikan KPK itu.

    Beda Pandangan

    Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni masih enggan memberikan data yang dihimpun kementeriannya ihwal jumlah IUP yang beroperasi tanpa PPKH. 

    Raja Juli mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kedeputian Pencegahan untuk melakukan rekonsiliasi data. Menurutnya, data soal luas lahan tambang yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin pun masih berbeda antar kementerian dan lembaga. 

    “Sementara, data yang kami miliki masih selisih sekitar 50.000 hektare dengan KPK, kami juga memiliki data berbeda dengan [BKPM, red],” ujarnya.

    Pria yang juga Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menargetkan, kementeriannya bakal mengundang lagi KPK untuk rekonsiliasi data terkait dengan IUP tanpa PPKH itu. 

    “Apakah kesalahannya karena memang data yang belum komplit atau metodologinya, berdasarkan citra satelit, tingkat kepercayaannya berapa persen sehingga memiliki implikasi pada berapa luasan sebenarnya,” ujarnya.

    Kawasan Tambang 

    Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral alias ESDM mengikuti rekomendasi KPK. Mereka bahkan mensyaratkan jaminan reklamasi bagi perusahaan tambang yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mulai tahun 2025. 

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) ESDM Tri Winarno mengatakan, pihaknya telah mengubah aturan pengajuan RKAB dari tiga menjadi satu tahun. Hal itu sejalan dengan rekomendasi perbaikan kebijakan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Perubahan itu, terangnya, sudah akan berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang mengajukan RKAB mulai dari Oktober 2025 mendatang. Hal itu kendati pengajuan RKAB yang sebelumnya sudah disetujui untuk 2025, 2026 hingga 2027 belum menerapkan syarat jaminan reklamasi. 

    “Mulai tahun 2026 pengajuan RKAB pada Oktober 2025 sudah mempunyai syarat yaitu jaminan reklamasi. Jadi apabila perusahaan belum menempatkan jaminan reklamasi maka RKAB-nya tidak mendapatkan persetujuan,” terang Tri pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Tri kemudian memaparkan sejumlah rekomendasi atau perbaikan lain dari KPK yang sudah dilakukan Kementerian ESDM. Misalnya, meluncurkan sistem informasi data Minerba One Data Indonesia (MODI) dan Minerba One Map Indonesia (MOMI). 

    Kemudian, rekomendasi perbaikan tata kelola penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan sistem ePNBP. Digitalisasi sistem PNBP itu mulai efektif berlaku 2019, dan Tri mengeklaim sistem itu berdampak positif pada penerimaan negara. 

    “Apabila dibandingkan 5 tahun setelah 2019, itu kira-kira penerimaan negaranya kurang lebih 2-3 kali lipatnya,” ujarnya

  • Selain Bank Indonesia, KPK Telisik Dugaan Korupsi Program Sosial OJK

    Selain Bank Indonesia, KPK Telisik Dugaan Korupsi Program Sosial OJK

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut mendalami dugaan korupsi terkait dengan penyelewengan dana program sosial di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini sejalan dengan pengusutan kasus serupa yang tengah dilakukan di Bank Indonesia (BI).

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK beberapa kali sempat menyebut adanya dugaan bahwa praktik penyelewengan dana ‘CSR’ itu tidak hanya terjadi di BI.

    Beberapa kali pun penyidik telah memanggil saksi dari OJK, atau pihak-pihak yang berkaitan dengan salah satu anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu. 

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, kedua lembaga keuangan di Indonesia itu sama-sama memiliki program sosial layaknya CSR. Kendati demikian, istilah CSR lebih tepatnya digunakan untuk korporasi, bukan institusi negara. 

    Sampai dengan saat ini, penyidik telah memeroleh bukti-bukti yang lebih banyak pada dugaan korupsi penyelewengan dana Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Namun, pendalaman terhadap dugaan praktik yang sama di OJK juga tetap dilakukan. 

    “Tidak hanya dari BI saja, dari OJK juga ada. Jadi yang punya program sosial itu yang diselesaikan di BI. Kemudian juga ada yang dari OJK,” terang Asep pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (25/7/2025). 

    Asep pun menyebut program-program sosial serupa juga ada yang dikeluarkan oleh institusi-institusi lain. Namun, dia tidak memerinci apabila KPK juga mendalami praktik rasuah di beberapa institusi itu. 

    Menurut pria yang juga Direktur Penyidikan KPK itu, praktik korupsi yang diduga terjadi pada penggunaan dana program sosial BI atau OJK berupa di antaranya penerimaan gratifikasi. 

    “Makanya pasal yang diterapkan oleh kami di antaranya adalah pasal, ada gratifikasinya ya. Gratifikasi Pasal 12B [UU Tipikor],” tuturnya.

    Adapun mengenai penyidikan perkara di BI, Asep mengaku pihaknya bakal segera menetapkan tersangka paling lambat sebelum akhir Agustus 2025. 

    “Kemarin kami sudah expose dan kemarin, minggu ini, mungkin dalam waktu dekat lah, tidak lewat bulan Agustus mudah-mudahan sudah kami umumkan termasuk nama-namanya,” ujarnnya. 

    Keterlibatan Anggota DPR

    Pada keterangan sebelumnnya, KPK menyebut penyidikan yang berlangsung masih difokuskan untuk mengusut keterlibatan dua anggota DPR RI, yang sebelumnya menjabat anggota Komisi XI. Mereka adalah Satori (Nasdem) dan Heri Gunawan (Gerindra). 

    Satori dan Heri, maupun staf keduanya di DPR juga telah diperiksa beberapa kali sebagai saksi. Rumah kedua anggota legislatif itu juga telah digeledah penyidik beberapa waktu lalu. 

    Meski demikian, kasus yang naik ke tahap penyidikan sejak Desember 2024 itu belum memiliki tersangka. Lembaga antirasuah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum guna melakukan pemeriksaan, penggeledahan maupun upaya lain. 

    KPK menduga Satori dan Heri melalui yayasannya telah menerima dana PSBI. Namun, KPK menduga lembaganya yayasan-yayasan tersebut tidak menggunakan dana CSR itu sesuai dengan fungsinya. 

    Misalnya, apabila awalnya dana CSR ditujukan untuk membangun rumah rakyat 50 unit, kenyataan di lapangan rumah yang dibangun tidak sampai jumlah tersebut. 

    “Tidak 50-nya dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya ke mana? Ya itu tadi. Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti. Yang baru ketahuan baru seperti itu,” kata Asep, pada kesempatan terpisah. 

  • KPK Periksa Mantan Kapolres Tapsel di Kasus Proyek Jalan Sumut

    KPK Periksa Mantan Kapolres Tapsel di Kasus Proyek Jalan Sumut

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap identitas polisi yang diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di lingkungan Dinas PUPR Sumatera Utara (Sumut) dan Satker Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.

    Dia adalah mantan Kapolres Tapanuli Selatan (Tapsel) AKBP Yasir Ahmadi. Berdasarkan penelusuran yang dilakukan, Yasir sudah digeser ke jabatan lain di lingkungan Polda Sumut dan digantikan oleh AKBP Yon Edi Winara. 

    “Itu mantan Kapolres Tapanuli Selatan,” ungkap Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Asep menyebut AKBP Yasir sudah diperiksa oleh KPK, namun tidak diperinci lebih lanjut kapan.

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut anggota kepolisian itu diperiksa terkait dengan proyek-proyek pembangunan jalan di Sumut, proses pengadaannya, serta ke mana saja aliran uang dari proyek dimaksud.

    “Itu semuanya ditelusuri oleh penyidik sehingga dalam perkembangannya juga tidak hanya terkait dengan proyek-proyek di balai besar PJN 1 wilayah Sumut, dan juga di PUPR provinsi Sumatera Utara ya,” ungkapnya. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, KPK telah menetapkan lima orang tersangka yaitu Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rasuli Efendi Siregar, serta PPK Satker PJN Wilayah I Sumut Heliyanto. 

    Kemudian, dua orang tersangka swasta meliputi Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup M. Akhirun Efendi Siregar, serta Direktur PT Rona Na Mora Rayhan Dulasmi Pilang. 

    Terdapat empat proyek di lingkup Dinas PUPR Sumut yang diduga terkait dengan suap dimaksud, sedangkan dua proyek di lingkungan Satker PJN Wilayah I Sumut. Total nilai proyek yang tengah diusut KPK yaitu Rp231,8 miliar. 

    Para tersangka penyelenggara negara diduga melakukan penunjukan langsung kepada para tersangka swasta untuk menggarap sejumlah proyek pembangunan jalan itu. 

    Para tersangka swasta lalu diduga memberikan uang melalui transfer atas pengaturan proses e-katalog. 

    Penyidikan kasus tersebut berangkat dari kegiatan operasi tangkap tangan beberapa waktu lalu usai memperoleh informasi terkait dengan pertemuan dan penyerahan sejumlah uang. 

    Kemudian, terdapat informasi penarikan uang sebesar Rp2 miliar tersangka swasta untuk dibagi-bagikan ke pihak terkait. Untuk itu, KPK memutuskan untuk segera melakukan tangkap tangan kepada para pihak terkait untuk mencegah para tersangka swasta memeroleh proyek pembangunan jalan senilai total Rp231,8 miliar itu. 

    Hal tersebut kendati barang bukti yang berhasil diamankan masih sedikit yakni Rp231 juta, yang diduga sebagian atau sisa dari commitment fee proyek-proyek tersebut. 

    “Sehingga kita berharap nilai kontrak Rp231,8 miliar untuk membangun jalan di beberapa ruas jalan di Sumatra bisa dimenangkan perusahaan yang kredibel. Sehingga hasilnya nanti jalan yang dihasilkan bisa lebih baik, kualitasnya lebih baik, ini akan jadi hal positif untuk masyarakat,” papar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers beberapa waktu lalu.

  • Lagi, Dugaan Korupsi Google Cloud di Kemendikbudristek Muncul

    Lagi, Dugaan Korupsi Google Cloud di Kemendikbudristek Muncul

    Jakarta, Beritasatu.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan korupsi dalam pembayaran layanan Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek)  yang digunakan untuk pembelajaran dalam jaringan (daring) saat pandemi Covid-19.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, perkara ini berkaitan dengan pengadaan perangkat pembelajaran digital, seperti Chromebook, yang digunakan selama pembelajaran daring.

    “Pembelajaran waktu itu dilakukan secara daring. Data tugas dan ujian siswa disimpan melalui layanan cloud, salah satunya Google Cloud,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (24/7/2025) malam dilansir Antara.

    Menurut Asep, KPK tengah mendalami dugaan penyimpangan dalam proses pembayaran layanan cloud tersebut. “Kita mau simpan data di cloud saja harus bayar. Nah, ini yang sedang kami dalami, apakah ada unsur korupsinya,” ujarnya.

    Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan. Sementara Kejaksaan Agung tengah menangani kasus terpisah terkait pengadaan Chromebook pada program digitalisasi pendidikan Kemendikbudristek tahun 2019–2022, dan telah menetapkan empat tersangka, termasuk mantan staf khusus Mendikbudristek dan pejabat eselon II.

  • Ini Alasan KPK Menahan 4 Tersangka Lagi dalam Kasus Dugaan Korupsi Pengurusan TKA di Kemenaker – Page 3

    Ini Alasan KPK Menahan 4 Tersangka Lagi dalam Kasus Dugaan Korupsi Pengurusan TKA di Kemenaker – Page 3

    Asep melanjutkan, sosok berikutnya adalah PCW alias Putri Citra Wahyoe, JMS atau Jamal Shodiqin, dan ALF yakni Alfa Eshad. Mereka adalah Staf pada Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta & PKK) Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2019-2024.

    “KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para tersangka untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 24 Juli 2025 sampai dengan tanggal 12 Agustus 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” dia menandasi.

    Sebagai informasi, empat tersangka tersebut dijerat pasal belapis, Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo. Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • Ikuti Rekomendasi KPK, ESDM Syaratkan Jaminan Reklamasi untuk Ajukan RKAB

    Ikuti Rekomendasi KPK, ESDM Syaratkan Jaminan Reklamasi untuk Ajukan RKAB

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral alias ESDM mensyaratkan jaminan reklamasi bagi perusahaan tambang yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mulai tahun 2025. 

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) ESDM Tri Winarno mengatakan, pihaknya telah mengubah aturan pengajuan RKAB dari tiga menjadi satu tahun. Hal itu sejalan dengan rekomendasi perbaikan kebijakan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Perubahan itu, terangnya, sudah akan berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang mengajukan RKAB mulai dari Oktober 2025 mendatang. Hal itu kendati pengajuan RKAB yang sebelumnya sudah disetujui untuk 2025, 2026 hingga 2027 belum menerapkan syarat jaminan reklamasi. 

    “Mulai tahun 2026 pengajuan RKAB pada Oktober 2025 sudah mempunyai syarat yaitu jaminan reklamasi. Jadi apabila perusahaan belum menempatkan jaminan reklamasi maka RKAB-nya tidak mendapatkan persetujuan,” terang Tri pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Tri kemudian memaparkan sejumlah rekomendasi atau perbaikan lain dari KPK yang sudah dilakukan Kementerian ESDM. Misalnya, meluncurkan sistem informasi data Minerba One Data Indonesia (MODI) dan Minerba One Map Indonesia (MOMI). 

    Kemudian, rekomendasi perbaikan tata kelola penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan sistem ePNBP. Digitalisasi sistem PNBP itu mulai efektif berlaku 2019, dan Tri mengeklaim sistem itu berdampak positif pada penerimaan negara. 

    “Apabila dibandingkan 5 tahun setelah 2019, itu kira-kira penerimaan negaranya kurang lebih 2-3 kali lipatnya,” ujarnya.

    Adapun Tri mencatat bahwa kementeriannya juga melakukan penertiban perizinan tambang sejak 2009. Hasilnya, akselerasi penertiban perizinan telah memangkas dari awalnya terdapat sekitar 12.500 izin tambang menjadi 4.250 saja. 

    Untuk diketahui, KPK resmi menyerahkan temuan hasil kajian pencegahan korupsi di sektor pertambangan ke tujuh kementerian yaitu Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perhubungan.