Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Proyek Pipa Gas hingga Smelter Nikel di Kasus Dugaan Korupsi Subkon Fiktif PTPP

    Proyek Pipa Gas hingga Smelter Nikel di Kasus Dugaan Korupsi Subkon Fiktif PTPP

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai memeriksa saksi-saksi dari sejumlah proyek yang digarap oleh PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. atau PT PP (PTPP), maupun yang dikerjakan melalui pihak ketiga atau subkontraktor. Pemeriksaan terkait dengan dugaan korupsi proyek fiktif di BUMN tersebut. 

    Jenis-jenis proyek yang ditelisik KPK sejauh ini diketahui terkait dengan pembangunan gas, tambang hingga fasilitas pemurnian atau smelter nikel. Hal itu diketahui dari beberapa saksi yang sudah dipanggil oleh penyidik KPK untuk pemeriksaan.

    Berdasarkan catatan Bisnis, lembaga antirasuah mulai memeriksa saksi-saksi tersebut pada 22 Juli 2025. Pada saat itu, dua orang berasal dari proyek pembangunan Pipa Gas Cirebon-Semarang (Cisem) diperiksa sebagai saksi kasus PTPP. 

    Pada 23 Juli dan 28 Juli 2025, KPK kembali memanggil para saksi dari Proyek Cisem yaitu M. Ali (Manajer Proyek), Irine Yulianingsih (PPK), Zainal Abidin (PPK), Ifan Kustiawan (Staf Keuangan) dan Dwi Oki Sumanto (Staf Accounting). 

    Tidak hanya proyek Cisem, KPK turut memanggil sejumlah pihak dari proyek pertambangan nikel di Blok Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah. Beberapa saksi yang dipanggil KPK yakni Site Administration Manager Proyek Tambang Bahodopi Blok 2 dan 3, Dimar Deddy Ambara, serta Manajer Proyek Tambang Bahodopi Blok 2 dan 3, Arief Ardiansyah. 

    Kemudian, KPK turut memanggil seorang saksi dari proyek pembangunan smelter produk turunan nikel yakni feronikel atau Proyek Kolaka, Emanuel Irwan. Dia merupakan Manajer Proyek tersebut. 

    Saat dikonfirmasi, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo enggan memerinci lebih lanjut mengenai kaitan antara perusahaan-perusahaan itu dengan kasus yang sedang diusut. Dia hanya menjelaskan bahwa proyek-proyek yang diduga berkaitan dengan kasus subkontraktor fiktif PTPP itu bermacam-macam. 

    “Jadi proyeknya banyak begitu ya, dari beberapa begitu yang dilakukan oleh PT PP. Kemudian PT PP mensubkonkan kepada pihak lainnya. Nah pihak lainnya inilah yang kemudian mengklaim ya untuk pencairannya, padahal tidak melakukan pekerjaan apa-apa dari pencairan itu,” jelasnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/7/2025). 

    Budi enggan memerinci lebih lanjut saat ditanya apabila di antara proyek yang tengah ditelisik KPK juga milik swasta. Dia hanya memastikan bahwa proyek-proyek dimaksud turut digarap oleh salah satu BUMN karya itu. 

    “Ada beberapa proyek nanti kami sampaikan ya. Pokoknya proyek-proyek yang dikerjakan oleh PTPP,” ujarnya.

    Pada kasus dugaan korupsi ini, terang Budi, KPK akan menggunakan pasal 2 dan 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Penyidik menduga terjadi kerugian keuangan negara akibat pencarian invoice untuk proyek-proyek yang diselenggarakan fiktif oleh subkontraktor PTPP.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, proyek-proyek yang dilakukan secara fiktif oleh beberapa subkon PTPP itu tidak memiliki hasil fisik dalam bentuk akhirnya. Contohnya, pekerjaan untuk land clearing. 

    “Ada pengurangan ya, ada pengurangan keuntungan PT PP dengan adanya pencairan,” ujar Budi. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, lembaga antirasuah telah menaikkan perkara dugaan korupsi pengadaan fiktif pada Divisi EPC PTPP ke tahap penyidikan per 9 Desember 2024. Sebanyak dua orang berinisial DM dan HNN telah ditetapkan sebagai tersangka dan dicegah bepergian ke luar negeri. 

    KPK menyebut pengadaan fiktif yang diusut pada Divisi EPC PTPP ini mencakup lebih dari satu proyek pada periode 2022-2023. Pada perkara tersebut, penyidik menduga terjadi indikasi kerugian keuangan negara sekitar Rp80 miliar. 

  • Hubungan Korupsi Kepala Daerah dan OTT KPK

    Hubungan Korupsi Kepala Daerah dan OTT KPK

    JAKARTA – Sejak KPK bertugas, ada sekitar 120 kepala daerah yang ditetapkan jadi tersangka dalam tindak pidana korupsi, seperti suap pengadaan, perizinan, maupun pencucian uang.

    Angka ini diangap biasa oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian yang juga mantan Kapolri. Baginya, menangkap ratusan kepala daerah yang menyalahgunakan wewenang lewat operasi tangkap tangan (OTT) bukan sebuah prestasi yang bisa dibanggakan.

    “Bagi saya yang mantan penegak hukum, OTT kepala daerah bukan prestasi yang hebat,” kata Tito di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 18 November.

    Dia bilang itu karena pilkada langsung memakan biaya yang tinggi, termasuk teknis dan nonteknis seperti biaya kampanye atau saksi. Kebutuhan yang tinggi tersebut membuat kepala daerah berpotensi melakukan korupsi saat terpilih.

    “Untuk jadi kepala daerah, untuk jadi bupati kalau enggak punya Rp30 M, enggak berani. Gubernur lebih lagi. Kalau ada yang mengatakan enggak bayar, nol persen, saya pengin ketemu orangnya,” kata Tito.

    “Jadi kita sudah menciptakan sistem yang membuat kepala daerah itu tetap korupsi,” tambah dia yang ingin mengevaluasi pilkada. 

    Juru Bicara KPK Febri Diansyah sepakat operasi senyap KPK yang bikin banyak kepala daerah jadi tersangka, mengindikasikan ada yang tidak beres dalam sistem demokrasi kita.

    Ketika KPK tak melakukan penindakan terhadap kepala daerah yang korup, katanya, bakal banyak pihak yang tak peduli dengan dana politik saat pilkada. 

    “Jika tidak ada pengungkapan kasus korupsi di daerah seperti ini, bukan tidak mungkin, banyak pihak yang akan berpikir kondisi (negeri) sedang baik-baik saja,” kata Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin malam, 18 November.

    KPK sebenarnya tak hanya mengandalkan penindakan tapi juga melakukan pencegahan korupsi. Program pencegahan itu diawali dari menggagas koordinasi dan supervisi pencegahan di seluruh daerah, usulan penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) hingga pencegahan di sektor politik termasuk terkait pendanaan politik. 

    “Pencegahan itu dilakukan, selain agar risiko korupsi bisa lebih ditekan, KPK juga berharap masyarakat lebih menikmati anggaran yang dialokasikan ke daerah,” ungkap Febri.

    “Selain itu, yang terpenting adalah agar biaya proses demokrasi yang tidak murah ini tidak justru menghasilkan korupsi yang akibatnya bisa jauh lebih buruk pada masyarakat,” imbuhnya.

    KPK, lanjut Febri, tak akan tinggal diam bila suatu kejahatan itu telah terjadi. Apalagi, kejahatan ini terkait dengan kasus korupsi. 

    “Jika kejahatan telah terjadi dan buktinya cukup, penegak hukum tidak boleh kompromi apalagi membiarkan kejahatan terjadi, apalagi tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan luar biasa,” tegasnya.

    Lebih jauh, KPK mengajak Kemendagri untuk jadi mitra dalam mengatasi tindak korupsi yang marak terjadi di lingkungan kepala daerah. Karena, ini bukan saja jadi tugas KPK tapi juga tugas Kemendagri dan instansi terkait.

    “Kami harap, Kemendagri nanti juga secara serius dapat menjadi partner yang kuat untuk mencegah korupsi di daerah. Tiga hal pokok upaya pencegahan yang digagas KPK tersebut sangat membutuhkan kontribusi kongkret dari Kemendagri dan instansi terkait lainnya,” kata dia.

  • KPK panggil guru dan dua pihak swasta jadi saksi kasus pemerasan TKA

    KPK panggil guru dan dua pihak swasta jadi saksi kasus pemerasan TKA

    “Pemeriksaan atas nama SFZ selaku guru, dan GP serta BT sebagai pihak swasta,”

    Jakarta (ANTARA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil seorang guru dan dua orang pihak swasta untuk menjadi saksi kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing atau RPTKA di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

    “Pemeriksaan atas nama SFZ selaku guru, dan GP serta BT sebagai pihak swasta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi ANTARA dari Jakarta, Selasa.

    Lebih lanjut Budi mengatakan bahwa pemeriksaan untuk tiga saksi tersebut bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

    Untuk penyidikan kasus tersebut, KPK pada pekan ini, Senin (28/7), memanggil dua orang pihak swasta berinisial IA dan AS sebagai saksi.

    Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengungkapkan identitas delapan orang tersangka kasus pemerasan dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.

    Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA.

    KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.

    Apabila RPTKA tidak diterbitkan Kemenaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.

    Selain itu, KPK mengungkapkan bahwa kasus pemerasan pengurusan RPTKA tersebut diduga terjadi sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada periode 2009–2014, yang kemudian dilanjutkan Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan Ida Fauziyah pada 2019–2024.

    KPK lantas menahan delapan tersangka tersebut. Kloter pertama untuk empat tersangka pada 17 Juli 2025, dan kloter kedua pada 24 Juli 2025.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • KPK Akan Dalami Asal Motor yang Dititipkan di Rumah Ridwan Kamil
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    KPK Akan Dalami Asal Motor yang Dititipkan di Rumah Ridwan Kamil Nasional 28 Juli 2025

    KPK Akan Dalami Asal Motor yang Dititipkan di Rumah Ridwan Kamil
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menyampaikan, akan mendalami asal dari motor yang dititipkan di rumah rumah mantan Gubernur Jawa Barat
    Ridwan Kamil
    , lalu disita lembaga antirasuah pada 10 Maret 2025.
    Diketahui, rumah Ridwan Kalim di Bandung, Jawa Barat, digeledah terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021–2023.
    “Itu yang akan kami dalami ya. Kendaraan itu asal muasalnya seperti apa, pengatasnamaannya kepada siapa, maksudnya untuk apa, ya semuanya nanti akan kami dalami,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/7/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Menurut Budi, penyidik KPK bakal mendalami kemungkinan karyawan atau ajudan Ridwan Kamil menitipkan motornya di garasi politikus Partai Golkar tersebut.
    “Itu masih akan kami dalami ya dalam pemeriksaan nantinya,” katanya.
    Kemudian, Budi menyebut bahwa motor yang disita KPK dari penggeledahan rumah Ridwan Kamil bukan atas nama mantan gubernur tersebut.
    “Memang dari kendaraan tersebut bukan atas nama saudara RK, namun penyidik meyakini bahwa kendaraan tersebut merupakan salah satu aset yang terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi ini,” ujarnya.
    Dalam kesempatan itu, Budi juga memastikan bahwa KPK bakal secepatnya memanggil Ridwan Kamil untuk diperiksa dalam kasus dugaan
    korupsi Bank BJB
    .
    “Secepatnya ya,” ujar Budi.
    Menurut dia, saat ini, KPK masih terus melakukan pemeriksaan agar konstruksi perkara proyek pengadaan iklan di Bank BJB itu semakin terang.
    “Beberapa pihak sudah dilakukan pemanggilan, dimintai keterangan, dan tentu untuk melengkapi kebutuhan penyidik ya, yakni informasi dan keterangan yang dibutuhkan. Dengan demikian, konstruksi perkara ini menjadi terang,” katanya.
    Diketahui, KPK tak kunjung memeriksa Ridwan Kamil. Padahal, lembaga antikorupsi itu sudah menyita sejumlah barang saat menggeledah rumah pria yang karib disapa Kang Emil itu pada 10 Maret 2025.
    Diketahui, rumah Ridwan Kamil di Bandung, Jawa Barat, digeledah KPK terkait kasus dugaan korupsi di Bank BJB pada Senin, 10 Maret 2025.
    Dari upaya penggeledahan tersebut, KPK menyita motor bermerek Royal Enfield.
    Kemudian, pada 24 April 2025, motor tersebut telah dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Jakarta.
    Motor itu kemudian diperlihatkan kepada para jurnalis di Rupbasan KPK, Jakarta, pada 25 April 2025.
    Selain itu, KPK diketahui juga menyita mobil Mercedes Benz yang dari Ridwan Kamil.
    Saat itu, mobil mewah tersebut dititipkan KPK di bengkel di Jawa Barat. Tetapi, mobil itu diklaim tidak mengalami kerusakan.
    Sementara itu, dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB Widi Hartoto (WH).
    Kemudian, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan (IAD); pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik (S); dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma (SJK).
    Kelimanya disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
    Penyidik KPK memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi di Bank BJB tersebut sekitar Rp 222 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sebut Ridwan Kamil Bakal Secepatnya Dipanggil Terkait Kasus Bank BJB
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    KPK Sebut Ridwan Kamil Bakal Secepatnya Dipanggil Terkait Kasus Bank BJB Nasional 28 Juli 2025

    KPK Sebut Ridwan Kamil Bakal Secepatnya Dipanggil Terkait Kasus Bank BJB
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menyebut, bakal secepatnya memanggil mantan Gubernur Jawa Barat,
    Ridwan Kamil
    , untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021–2023.
    “Secepatnya ya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/7/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Kemudian, Budi mengungkapkan, KPK masih terus melakukan pemeriksaan agar konstruksi perkara proyek pengadaan iklan di Bank BJB itu semakin terang.
    “Beberapa pihak sudah dilakukan pemanggilan, dimintai keterangan, dan tentu untuk melengkapi kebutuhan penyidik ya, yakni informasi dan keterangan yang dibutuhkan. Dengan demikian, konstruksi perkara ini menjadi terang,” katanya.
    Diketahui, KPK tidak kunjung memeriksa Ridwan Kamil. Padahal, lembaga antikorupsi itu sudah menyita sejumlah barang saat menggeledah rumah pria yang karib disapa Kang Emil itu pada 10 Maret 2025.
    Namun, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyebut bahwa Ridwan Kamil bakal diperiksa dalam waktu dekat.
    “Insya Allah dalam waktu dekat,” kata Asep Guntur pada 23 April 2025, dikutip dari
    Antaranews
    .
    Namun, Asep menjelaskan bahwa pemeriksaan Ridwan Kamil membutuhkan waktu karena penyidik masih menggali informasi untuk nanti ditanyakan kepada politikus Partai Golkar tersebut.
    Pasalnya, KPK menyita sejumlah barang dari Ridwan Kamil. Salah satunya adalah motor Royal Enfield.
    Diketahui, rumah Ridwan Kamil di Bandung, Jawa Barat, digeledah KPK terkait kasus dugaan korupsi di Bank BJB pada Senin, 10 Maret 2025.
    Dari upaya penggeledahan tersebut, KPK menyita motor bermerek Royal Enfield.
    Kemudian, pada 24 April 2025, motor tersebut telah dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Jakarta.
    Motor itu kemudian diperlihatkan kepada para jurnalis di Rupbasan KPK, Jakarta, pada 25 April 2025.
    Selain itu, KPK diketahui juga menyita mobil Mercedes Benz yang dari Ridwan Kamil.
    Saat itu, mobil mewah tersebut dititipkan KPK di bengkel di Jawa Barat. Tetapi, mobil itu diklaim tidak mengalami kerusakan.
    Sementara itu, dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB Widi Hartoto (WH).
    Kemudian, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan (IAD); pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik (S); dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma (SJK).
    Kelimanya disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
    Penyidik KPK memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi di Bank BJB tersebut sekitar Rp 222 miliar.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Terdakwa Kasus Suap DPRD OKU Dipindah ke Rutan Palembang Jelang Sidang

    4 Terdakwa Kasus Suap DPRD OKU Dipindah ke Rutan Palembang Jelang Sidang

    Jakarta

    KPK memindahkan penahanan empat terdakwa kasus dugaan suap persetujuan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) di DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Pemindahan dilakukan menjelang sidang di Pengadilan Tipikor Palembang.

    “Tim jaksa penutut umum dengan pengawalan dari Pengamanan Internal KPK, ditambah dengan dukungan personel Brimob Kepolisian Daerah Sumatera Selatan telah selesai melaksanakan pemindahan tempat penahanan untuk empat orang terdakwa dalam perkara suap persetujuan dana pokir di DPRD Kabupaten OKU,” kata Jaksa KPK Rakhmad Irwan kepada wartawan, Senin (28/7/2025).

    Dia mengatakan pemindahan ditujukan untuk mempermudah proses persidangan. Dia belum menjelaskan detail kapan sidang dimulai.

    “Pemindahan ini dalam rangka persiapan persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang,” ujarnya.

    Empat terdakwa yang dipindah ialah Nopriansyah, M Fahruddin, Umi Hartati dan Ferlan. Dia menyebut Nopriansyah, M Fahruddin, dan Ferlan dititipkan di Rutan Kelas I Palembang (Rajolembang), sementara Umi ditahan di Lapas Perempuan Palembang.

    Sebagai informasi, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR OKU. Para tersangka terdiri atas anggota DPRD OKU, Kepala Dinas PUPR OKU dan pihak swasta. Berikut ini rinciannya:

    1. Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III DPRD OKU
    2. M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU
    3. Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU
    4. Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU
    5. M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta
    6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku swasta.

    “Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD, yang diwakili oleh Saudara FJ (Ferlan Juliansyah), yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian Saudara MFR (M Fahrudin), kemudian Saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada Saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh Saudara NOP akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

    Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU. Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.

    (haf/haf)

  • KPK Akan Dalami Asal Motor yang Dititipkan di Rumah Ridwan Kamil
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    KPK Periksa Direktur hingga Komisaris PT Karya Bisa sebagai Saksi Kasus Gedung Pemkab Lamongan Nasional 28 Juli 2025

    KPK Periksa Direktur hingga Komisaris PT Karya Bisa sebagai Saksi Kasus Gedung Pemkab Lamongan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ) memeriksa sejumlah pejabat di
    PT Karya Bisa
    sebagai saksi dalam kasus dugaan
    korupsi
    pembangunan gedung
    Pemkab Lamongan
    tahun anggaran 2017-2019, pada Senin (28/7/2025).
    Mereka adalah Komisaris Utama PT Karya Bisa, Yudho Ahmad Priyono dan Novi Christiana, serta Direktur PT Karya Bisa, Berlian Christianti.
    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Senin.
    Selain pejabat dari PT Karya Bisa, KPK juga memanggil sejumlah saksi, yaitu Dodik Tri Setiawan selaku Sales Engineer tahun 2009-2020 PT WIKA BETON Wilayah Penjualan V (Regional Surabaya), dan Suryadi selaku Operasional Head PT Rodamans Inti Teknika Cabang Surabaya.
    Meski demikian, KPK belum menyampaikan materi yang akan digali dari pemeriksaan saksi tersebut.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah mengantongi nama tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan gedung di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lamongan, Jawa Timur.
    “Prosesnya sudah penyidikan, jadi sudah ada tersangkanya. Kalau di KPK, jika sudah masuk penyidikan, pasti sudah ada tersangkanya,” kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri, usai menggelar diskusi media di kantor Dinas Kominfo Jatim, Rabu (20/9/2023).
    Namun, Ali masih enggan menyebut nama tersangka yang dimaksud, termasuk detail konstruksi perkaranya.
    Menurutnya, dalam proses penindakan, jika sudah sampai pada aksi penyitaan dan penggeledahan, maka dipastikan sudah masuk pada proses penyidikan dan sudah ada tersangkanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akankah RUU KUHAP Bakal Amputasi Kewenangan KPK?

    Akankah RUU KUHAP Bakal Amputasi Kewenangan KPK?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) waswas lantaran minimnya keterlibatan lembaga itu dalam pembahasannya. 

    Ada beberapa pasal yang dikhawatirkan bakal mengamputasi kewenangan hingga upaya pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah.

    KPK, selaku salah satu penegak hukum yang berwenang menindak tindak pidana korupsi, selama ini menjalankan upaya penindakan berdasarkan prinsip lex specialis. Ada kekhususan yang menaungi kelembagaan KPK dalam memberantas korupsi.

    Merujuk pada UU No.19/2019 tentang KPK, lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu berwenang untuk melakukan pencegahan, penindakan serta mengoordinasi maupun mensupervisi penindakan tindak pidana korupsi oleh penegak hukum lain. Dalam hal ini, Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Kendati tetap berlandaskan KUHAP, lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu memiliki independensi khusus. Setidaknya sebelum revisi UU KPK pada 2019 lalu yang menyatakan lembaga tersebut menjadi rumpun eksekutif.

    Adapun dengan adanya proses revisi KUHAP, berbagai pihak termasuk KPK secara langsung blakblakan menyatakan amandemen itu berpeluang memangkas kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. Khususnya, di bidang penindakan. 

    Masalahnya, sebagai salah satu penegak hukum, komisi antirasuah pun telah mengakui tidak adanya keterlibatan mereka sejak awal dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Bahkan, masukan KPK pun tidak dimintakan hingga proses pembahasan sudah mencapai tingkat Panja DPR saat ini.

    “Setahu saya sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan,” ungkap Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).

    Demo penolak RUU KPK tahun 2019 lalu./JIBI

    Setyo pun menyampaikan harapannya agar proses amandemen KUHAP pertama sejak 1981 itu bisa dilakukan secara terbuka, transparan dan melibatkan partisipasi berbagai pihak.

    Menurut Purnawirawan Polri bintang tiga itu, KPK mengundang sejumlah pakar hukum untuk mengidentifikasi berbagai pasal yang dinilai bisa mengurangi kewenangan-kewenangan tugas dan fungsi lembaganya.

    Namun, Ketua KPK jilid VI itu mengaku DIM yang saat ini terus berubah-ubah. Adapun, garis besar yang ingin disoroti olehnya adalah terkait dengan potensi berkurangnya kewenangan KPK dalam melakukan upaya paksa. Baik itu soal pencegahan ke luar negeri hingga penyadapan.

    “Upaya paksa ini jangan sampai kemudian ini harus berkurang atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain gitu,” terang Setyo.

    Oleh sebab itu, Setyo berharap agar dalam draf revisi KUHAP bakal ditambah klausul pengecualian pada Pasal 329 RUU KUHAP. Dia juga berharap agar Panja memasukkan blanket clause dalam ketentuan penutup agar keberlakuan UU sektoral, termasuk UU KPK, tetap terjamin.

    “Jangan sampai nanti kayak kami berharap khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, antara batang tubuh dengan ketentuan peralihan ini enggak sinkron. Batang tubuhnya mengatur tapi kemudian ketentuan peralihannya menyebutkan disesuaikan. Nah, kalau seperti ini tentu nanti akan menimbulkan sesuatu yang bias, tidak ada sebuah kepastian,” papar pria yang juga mantan Irjen Kementerian Pertanian (Kementan) itu.

    KPK juga telah mengupayakan agar bisa beraudiensi dengan pihak pemerintah maupun DPR pada Panja RUU KUHAP. Bahkan, lembaga itu sudah mengirimkan surat permintaan audiensi dengan tembusan ke Presiden Prabowo Subianto serta Ketua DPR Puan Maharani. 

    “Karena kami tidak tahu yang berkembang itu seperti apa sampai dengan saat ini. Termasuk juga kami menyampaikan surat audiensi dan usulan tersebut kepada Presiden, cc Menteri Hukum,” ujar Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto pada suatu diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

    Ada 17 Poin Krusial

    Adapun KPK telah menyusun kajian yang hasilnya menemukan 17 poin pada RUU KUHAP berpotensi memengaruhi kewenangan pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah. Kajian itu dilakukan bersama dengan ahli hukum pidana yang juga diminta Panja baik dari sisi DPR maupun pemerintah. Salah satunya adalah Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia (UI) Febby Mutiaran Nelson. 

    Secara garis besar, KPK menilai rancangan amandemen KUHAP telah mengakui azas kekhususan atau lex specialis dari KPK. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam menyinkronkan KUHAP serta hukum acara pemberantasan korupsi yang juga diatur dalam UU No.19/2019 tentang KPK. 

    “Karena di satu sisi politik hukum KUHAP itu sudah mengakui, sudah mengakomodir konsep lex specialis-nya, tindak pidana korupsi bersama tindak-tindak khusus lainnya. Maka sudah seharusnya KUHAP menggendong semangat yang sama,” terang Imam. 

    Beberapa pasal yang disoroti oleh KPK, terang Imam, adalah pasal 327, 329 dan 330 pada KUHAP saat ini atau UU No.8/1981. Misalnya, di pasal 329 dan 330, terlihat adanya potensi pertentangan antara UU KPK dan KUHAP. Sehingga, ini bisa menggerus asas lex specialis KPK.

    Pasal 329 berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan PPNS dan Penyidik Tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”

    Sementara itu, pasal 330 berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Upaya Paksa dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”

    Bagi Imam, pasal-pasal yang bertentangan itu menjadi pintu masuk bagi tersangka dugaan korupsi KPK maupun terdakwa sehingga bisa lepas dari jerat penegakan hukum.

    “Itu yang kami khawatirkan, maka sebelum terlanjur kami harap ada sinkronisasi yang kemudian menjamin bisa tidak hanya menjamin keadilan bagi pelaku, tapi juga keadilan bagi korban, karena tindak pidana korupsi itu pelakunya bisa dikatakan bukan warga biasa, punya akses terhadap kekayaan dan punya akses terhadap kekuasaan,” tuturnya. 

    Tidak hanya itu, dia lalu mencontohkan pasal 20 di mana mengatur bahwa penyelidikan harus dikoordinasikan, diawasi dan diberi petunjuk oleh Polri. Ini berpeluang menjadikan kewenangan penyelidikan KPK tidak independen. 

    “Nah tentu ini menjadi pertanyaan dan tantangan, apakah memang ini yang diharapkan oleh perumus undang-undang?,” terangnya. 

    Masih terkait dengan penyelidikan, pasal di revisi KUHAP mengatur bahwa pencarian peristiwa pidana untuk penetapan tersangka dilakukan di tingkat penyidikan. Padahal, selama ini penyelidik KPK sudah berwenang mencari peristiwa pidana. Oleh sebab itu, kasus-kasus di KPK yang sudah naik ke tahap penyidikan umumnya sudah memiliki tersangka.

    Lebih jauh lagi, KPK turut mengkhawatirkan butir pasal 7 dan 8 KUHAP yang mengatur bahwa penyerahan perkara atau pelimpahan tahap 2 harus melalui Polri. Padahal, selama ini KPK memiliki kewenangan untuk penyelidikan, penyidikan serta penuntutan secara independen tanpa tergantung dengan lembaga lain. 

    Bahkan, lembaga antirasuah pun turut mengidentifikasi potensi mengurangnya kewenangan dalam penuntutan. Pada rancangan amandemen KUHAP, wewenangan penuntutan harus dilakukan ke Kejaksaan. 

    “Penuntutan KPK diberikan undang-undang berdasarkan pasal 6 huruf F juncto pasal 51. Pada intinya adalah penuntut itu diangkat oleh pimpinan [KPK]. Artinya tidak diperlukan kuasa dari instansi lain,” paparnya. 

    Secara lengkap, berikut 17 poin yang diidentifikasi oleh KPK:

    1. Keberlakuan UU KPK yang mengatur kewenangan penyelidik dan penyidik serta hukum acara yang bersifat khusus berpotensi dimaknai bertentangan dengan RUU HAP dengan adanya Pasal 329 dan Pasal 330 RUU HAP

    2. Keberlanjutan penanganan perkara KPK hanya dapat diselesaikan berdasarkan UU No.8/1981 tentang KUHAP;
     
    3. Keberadaan penyelidik KPK tidak diakomodasi dalam RUU KUHAP, penyelidik hanya berasal dari Polri dan penyelidik diawasi oleh Penyidik Polri;

    4. Penyelidikan hanya mencari dan menemukan peristiwa tindak pidana sedangkan penyelidikan KPK saat ini memiliki wewenang untuk menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti;

    5. Keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti hanya yang diperoleh di tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan;

    6. Penetapan tersangka ditentukan setelah Penyidik mengumpulkan dan memperoleh dua alat bukti;7. Penghentian penyidikan wajib melibatkan Penyidik Polri;

    8. Penyerahan berkas perkara ke penuntut umum melalui Penyidik Polri;

    9. Penggeledahan terhadap tersangka dan didampingi Penyidik dari daerah hukum tempat penggeledahan tersebut;

    10. Penyitaan dengan permohonan izin Ketua Pengadilan Negeri;

    11. Penyadapan termasuk upaya paksa, hanya dilakukan pada tahap penyidikan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri, serta tidak ada definisi penyadapan yang sah (lawful interception);

    12. Larangan bepergian ke luar wilayah indonesia termasuk upaya paksa dan hanya terhadap tersangka;

    13. Pokok perkara tindak pidana korupsi tidak dapat disidangkan selama proses praperadilan;

    14. Kewenangan KPK dalam perkara koneksitas tidak diakomodasi

    15. Perlindungan saksi hanya dilakukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK);

    16. Penuntutan di luar daerah hukum dengan pengangkatan sementara Jaksa Agung

    17. Penuntut umum hanya dari Kejaksaan atau lembaga sesuai UU.

  • Era Yaqut, Persentase Kuota Haji Khusus dan Reguler Sengaja Diubah

    Era Yaqut, Persentase Kuota Haji Khusus dan Reguler Sengaja Diubah

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan bahwa persentase kuota haji khusus dan juga reguler era mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas sengaja diubah untuk menguntungkan pihak tertentu. 

    Hal itu terungkap dalam penyelidikan dugaan korupsi kuota haji di Kemenag. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan aturan resmi menetapkan 8% untuk haji khusus dan 92% untuk reguler. Namun pelaku mengubah proporsi menjadi 50% untuk masing-masing kuota.

    Penyimpangan itu terjadi setelah Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan 20 ribu kuota haji bagi Indonesia yang sebenarnya ditujukan untuk mempercepat antrean haji reguler menjadi 20 hingga 21 tahun.

    Korupsi tersebut dinilai merugikan jemaah reguler dan menguntungkan haji khusus. KPK telah menerima lima laporan dugaan korupsi kuota haji. Salah satu laporan menyasarkan bekas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

    “Untuk kuotanya itu 8 sama 92 kalau tidak salah. Jadi 8 persen untuk haji khusus itu ya 92 persen untuk reguler. Tapi kemudian ternyata dibagi dua 50-50 seperti itu yang seharusnya kan pembagiannya itu dan seharusnya juga kalau itu kan kuota memang kuota yang reguler,” kata Asep Guntur dikutip Minggu (27/7/2025).

    Pada 20 Juni 2025, KPK mengonfirmasi telah mengundang dan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus.

    KPK sempat memanggil sejumlah pihak, seperti Ustaz Khalid Basalamah hingga Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pemeriksaan terhadap Khalid Basalamah baru pada tahap penyelidikan. “Benar, yang bersangkutan diperiksa, serta dimintai keterangannya terkait dengan perkara haji,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/6/2025).

    Budi mengatakan bahwa Khalid Basalamah kooperatif saat diperiksa penyelidik KPK terkait kasus dugaan korupsi haji khusus tersebut. “Dia menyampaikan informasi dan pengetahuannya sehingga sangat membantu penyelidik,” kata Budi.

    Budi menjelaskan bahwa Khalid Basalamah didalami pengetahuannya terkait pengelolaan ibadah haji. Dia meminta semua pihak untuk dapat memenuhi panggilan penyelidik KPK pada tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus tersebut, seperti yang dilakukan Khalid Basalamah.

    “Supaya penanganan perkara terkait dengan haji ini dapat secara efektif dan bisa segera terang begitu penanganan perkaranya,” kata budi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, Khalid Basalamah disebut memiliki agensi umrah dan haji bernama Uhud Tour.

    Pada kesempatan berbeda, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus tidak hanya terjadi pada tahun 2024, tetapi juga tahun-tahun sebelumnya.

    Untuk tahun 2024, Pansus Angket Haji DPR RI mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 pada alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi.

    Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Jokowi Reuni di UGM hingga Data WNI ke AS

    Isu Politik-Hukum Terkini: Jokowi Reuni di UGM hingga Data WNI ke AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Berbagai isu politik-hukum terkini mewarnai pemberitaan Beritasatu.com sepanjang Sabtu (26/7/2025) hingga pagi ini. Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) reuni dengan teman kuliahnya di Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta menarik perhatian publik, apalagi dia menyinggung soal keaslian ijazahnya yang dipersoalkan sebagian kalangan.

    Isu politik-hukum lainnya yang juga paling disorot, adalah terkait rencana pertukaran data warga Indonesia dengan Amerika Serikat imbas perjanjian dagang penurunan tarif impor 19% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

    Simak 5 Top Isu Politik-Hukum Terkini di Beritasatu.com:

    1. Reuni di UGM, Jokowi Curhat Soal Ijazah dan Pembimbingnya Diragukan

    Mantan Presiden Jokowi menghadiri reuni 45 tahun angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Sabtu (26/7/2025). Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menanggapi isu yang kerap menerpanya terkait ijazah serta dosen pembimbingnya.

    “Saya malah diadukan ke polisi. Saya dibilang pembohongan publik. Pak Kasmujo dosen pembimbing saya betul. Dan setelah lulus pun, Pak Insinyur Kasmujo masih datang ke pabrik saya empat kali, ingat saya. Saya ada masalah dengan pengeringan dengan kayu. Saya ada masalah dengan insect yang ada di kayu. Dan saya ada masalah dengan finishing,” kata Jokowi di depan teman kuliah seangkatannya.

    Jokowi juga menanggapi isu seputar keaslian ijazahnya. Menurutnya, klarifikasi dari UGM seharusnya sudah cukup menjadi bukti sahih bahwa ijazahnya asli.

    2. Bamsoet Dorong DPR Revisi UU Darurat Kepemilikan Senjata Api

    Ketua Umum DPP Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri Indonesia (Periksha) Bambang Soesatyo atau Bamsoet mendorong revisi Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Api. Dia meminta DPR mengambil inisiatif untuk revisi UU itu.

    “Kami memang sudah menyusun perubahan undang-undang, revisi Undang-Undang Darurat yang sudah lama tahun 1951 ini ke aturan yang baru, kami sudah buat kajian akademisnya, tinggal buat dorong inisiatif DPR,” kata Bamsoet yang juga anggota DPR di sela kegiatan Asah Keterampilan Periksha 2025 di Denpasar, Bali, Sabtu (26/7/2025).

    3. Komisi II DPR Usulkan Panja Perpanjangan Dana Otsus Aceh

    Komisi II DPR mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) khusus untuk membahas perpanjangan dana otonomi khusus (otsus) bagi Provinsi Aceh melalui revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

    Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menyatakan usulan tersebut mencerminkan kesepakatan bersama seluruh anggota Komisi II yang hadir dalam kunjungan kerja ke Banda Aceh, Jumat (25/7/2025).

    “Kami sepakat mengusulkan panja terkait khusus perpanjangan Otsus Aceh. Mengingat Aceh tidak hanya memiliki nilai historis, tetapi juga keunggulan geografis sebagai wilayah perbatasan,” ujarnya.

    4. Menteri HAM: Pertukaran Data WNI dengan AS Berdasarkan Hukum Indonesia

    Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan kesepakatan pertukaran data warga Indonesia dengan Amerika Serikat disusun berdasarkan hukum RI, khususnya merujuk pada Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “Pertukaran data tersebut dilakukan berdasarkan hukum Indonesia. Karena itu, tidak melanggar HAM atau bertentangan dengan prinsip HAM apa pun,” ujar Natalius, Sabtu (26/7/2025).

    5. KPK Pertimbangkan Banding atas Vonis 3,5 Tahun Hasto Kristiyanto

    KPK mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas vonis 3 tahun 6 bulan penjara terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang dijatuhkan majelis Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 7 tahun penjara.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan timnya masih menunggu salinan lengkap putusan sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya. “Upaya itu (banding) nanti setelah putusannya kami terima secara lengkap,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (26/7/2025).

    Demikian isu politik-hukum terkini yang masih menjadi perhatian pembaca. Ikuti terus update berita terkini dan informasi menarik lainnya baik dari dalam maupun luar negeri hanya di Beritasatu.com.