Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Kadis PUPR Riau Pernah Ancam Copot Jabatan Kepala UPT jika Tidak Setor

    Kadis PUPR Riau Pernah Ancam Copot Jabatan Kepala UPT jika Tidak Setor

    GELORA.CO -Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau, M Arief Setiawan ternyata pernah mengancam akan mencopot atau mutasi Kepala UPT jika tidak memberikan fee 5 persen atas penambahan anggaran untuk Gubernur Riau Abdul Wahid.

    Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak yang menjelaskan soal kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) pada Senin, 3 November 2025. 

    Ia menjelaskan, KPK mendapatkan informasi bahwa pada Mei 2025 terjadi pertemuan di salah satu kafe di Kota Pekanbaru antara Ferry Yunanda (FRY) selaku Sekretaris Dinas PUPR PKP Pemprov Riau dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP untuk membahas kesanggupan pemberiaan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid, yakni sebesar 2,5 persen.

    “Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, terjadi kenaikan Rp106 miliar,” terang Tanak kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, 5 November 2025.

    Ia menyebut Ferry telah menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada Arief. Namun, Arief yang merepresentasikan Abdul Wahid meminta fee 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.

    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” jelasnya.

    Lanjut Tanak, seluruh Kepala UPT beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali dan menyepakati besaran fee untuk Abdul Wahid sebesar 5 persen atau sebesar Rp7 miliar.

    “Hasil pertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada Kepala Dinas PUPR PKPP Riau dengan menggunakan bahasa kode ‘7 batang’,” ungkapnya.

    Dari kesepakatan tersebut, setidaknya terjadi 3 kali setoran fee jatah Abdul Wahid. Pada Juni 2025 terjadi setoran pertama, Ferry sebagai pengepul uang dari Kepala UPT mengumpulkan total Rp1,6 miliar. 

    Dari uang tersebut, atas perintah Arief sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry mengalirkan dana sejumlah Rp1 miliar kepada Abdul Wahid melalui perantara, yakni Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau. Kemudian, Ferry juga memberikan uang Rp600 juta kepada kerabat Arief.

    Selanjutnya pada Agustus 2025, atas perintah Dani sebagai representasi Abdul Wahid melalui Arief, Ferry kembali mengepul uang dari para Kepala UPT dengan uang terkumpul Rp1,2 miliar. Atas perintah Arief, uang tersebut di antaranya didistribusikan untuk driver Arief sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan Ferry senilai Rp300 juta.

    Kemudian pada November 2025, tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, di antaranya dialirkan untuk Abdul Wahid melalui Arief senilai Rp450 juta, serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.

    “Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar,” kata Tanak.

    Dari hasil OTT, KPK resmi menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni Abdul Wahid, M Arief Setiawan, dan Dani M Nursalam. Ketiganya langsung ditahan sejak Selasa, 4 November 2025 di Rutan KPK. 

  • Ini Modus Gubernur Riau Minta Jatah Preman Hingga Rp7 Miliar

    Ini Modus Gubernur Riau Minta Jatah Preman Hingga Rp7 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Gubernur Riau Abdul Wahid mengancam mencopot jabatan pejabat di PUPR PKPP Riau jika tak memberikan fee sebesar Rp7 miliar.

    Pembagian komitmen fee itu atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP. Mulanya alokasi penambahan anggaran dari Rp71,6 miliar menjadi 177,4 miliar, kenaikan terjadi Rp106 miliar. 

    Fee mulanya diberikan 2,5% untuk penambahan anggaran tersebut setelah Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau, Ferry Yunanda bertemu dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP untuk membahas fee bagi Abdul Wahid.

    Ferry melaporkan hasil pertemuan ke Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, M. Arief Setiawan yang merupakan representasi Abdul Wahid untuk meminta kenaikan fee sebesar 5% atau 7 miliar.

    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Rabu (5/11/2025).

    Uang diberikan secara berangsur, pada Juni 2025, Ferry mengumpulkan uang dari kepala UPT dengan total Rp1,6 miliar. Dari uang tersebut, atas perintah Arief

    sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry menyalurkan uang Rp1 miliar melalui Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau untuk diserahkan kepada Abdul Wahid.

    Ferry juga memberikan Rp600 juta kepada kerabat Arief. Pada Agustus 2025, Dani menginstruksikan, melalui Arief, agar Ferry untuk mengumpulkan uang dengan total Rp1,2 miliar.

    Atas perintah Arief, uang tersebut didistribusikan untuk driver pribadinya sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp300 juta.

    Pada November 2025, pengepulan yang dilakukan oleh Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, yang diantaranya dialirkan untuk Abdul Wahid melalui Arief senilai Rp450 juta serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid. Sehingga, total penyerahan pada Juni – November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar.

    “KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, saudara AW selaku Gubernur Riau; saudara MAS (M. Arief Setiawan) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau; dan saudraa DAN (Dani M. Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau,” ujar Johanis.

    Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah

    dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Selanjutnya, terhadap tiga tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Selasa, 4 November 2025 hingga 23 November 2025. 

    Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sedangkan Ferry dan Arief ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.

  • Gubernur Riau Abdul Wahid Ancam Copot Jabatan jika Tak Diberi ‘Jatah Preman’ Rp7 Miliar

    Gubernur Riau Abdul Wahid Ancam Copot Jabatan jika Tak Diberi ‘Jatah Preman’ Rp7 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa Gubernur Riau Abdul Wahid mengancam mencopot jabatan pejabat di PUPR PKPP Riau jika tak memberikan fee sebesar Rp7 miliar.

    Pembagian komitmen fee itu atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP. Mulanya alokasi penambahan anggaran dari Rp71,6 miliar menjadi 177,4 miliar, kenaikan terjadi Rp106 miliar. 

    Fee mulanya diberikan 2,5% untuk penambahan anggaran tersebut setelah Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau, Ferry Yunanda bertemu dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP untuk membahas fee bagi Abdul Wahid.

    Ferry melaporkan hasil pertemuan ke Kepala Dinas PUPR PKPP Riau, M. Arief Setiawan yang merupakan representasi Abdul Wahid untuk meminta kenaikan fee sebesar 5% atau 7 miliar.

    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, Rabu (5/11/2025).

    Uang diberikan secara berangsur, pada Juni 2025, Ferry mengumpulkan uang dari kepala UPT dengan total Rp1,6 miliar. Dari uang tersebut, atas perintah Arief sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry menyalurkan uang Rp1 miliar melalui Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau untuk diserahkan kepada Abdul Wahid.

    Ferry juga memberikan Rp600 juta kepada kerabat Arief. Pada Agustus 2025, Dani menginstruksikan, melalui Arief, agar Ferry untuk mengumpulkan uang dengan total Rp1,2 miliar.

    Atas perintah Arief, uang tersebut didistribusikan untuk driver pribadinya sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp300 juta.

    Pada November 2025, pengepulan yang dilakukan oleh Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, yang diantaranya dialirkan untuk Abdul Wahid melalui Arief senilai Rp450 juta serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid. Sehingga, total penyerahan pada Juni – November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar.

    “KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, saudara AW selaku Gubernur Riau; saudara MAS (M. Arief Setiawan) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau; dan saudraa DAN (Dani M. Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau,” ujar Johanis.

    Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Selanjutnya, terhadap tiga tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Selasa, 4 November 2025 hingga 23 November 2025. 

    Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sedangkan Ferry dan Arief ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.

  • KPK Sebut Gubernur Riau Ancam Copot Kepala UPT jika Tak Setor “Jatah Preman”

    KPK Sebut Gubernur Riau Ancam Copot Kepala UPT jika Tak Setor “Jatah Preman”

    KPK Sebut Gubernur Riau Ancam Copot Kepala UPT jika Tak Setor “Jatah Preman”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Gubernur Riau Abdul Wahid yang diwakili Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan mengancam akan mencopot para Kepala UPT, Dinas PUPR PKPP, jika tidak memberikan “jatah preman” atau
    fee
    sebesar 5 persen atau setara Rp 7 miliar.
    KPK
    mengatakan,
    fee
    tersebut diberikan atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP.
    “Saudara MAS (M Arief Setiawan) yang merepresentasikan AW (Abdul Wahid), meminta
    fee
    sebesar 5 persen (Rp 7 miliar). Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya,” kata Wakil Ketua KPK
    Johanis Tanak
    , di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    “Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah “
    jatah preman
    ”,” sambung dia.
    Johanis mengatakan, pertemuan untuk menyepakati besaran
    fee
    untuk Abdul Wahid kemudian dilaporkan oleh Sekretaris Dinas PUPR PKPP Ferry Yunanda kepada Muhammad Arief Setiawan dengan kode “7 batang”.
    Selanjutnya, KPK menemukan tiga kali setoran jatah
    fee
    untuk Abdul Wahid yang terjadi pertama kali pada Juni 2025.
    Ketika itu, Ferry Yunanda mengumpulkan uang Rp 1,6 miliar dari para Kepala UPT.
    Dari uang tersebut, Ferry mengalirkan dana sebesar Rp 1 miliar kepada Abdul Wahid melalui perantara Tenaga Ahlinya Dani M Nursalam.
    Selanjutnya pada Agustus 2025, KPK menemukan bahwa Ferry kembali mengepul uang dari para kepala UPT sejumlah Rp 1,2 miliar.
    Atas perintah M Arief Setiawan, uang tersebut, didistribusikan untuk drivernya sebesar Rp 300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp 375 juta, dan disimpan oleh Ferry senilai Rp 300 juta.
    Pada November 2025, pengepulan dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar.
    KPK menemukan uang tersebut mengalir kepada Abdul Wahid melalui M Arief senilai Rp 450 juta serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid.
    “Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 7 miliar,” ujar dia.
    Johanis mengatakan, pada pertemuan ketiga pada Senin (3/11/2025), KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) dengan menangkap Ferry Yunanda, M Arief Setiawan berserta 5 Kepala UPT.
    “Selain itu, Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp 800 juta,” tutur dia.
    Sementara itu, Abdul Wahid bersama orang kepercayaannya Tata Maulana ditangkap di salah satu kafe di Riau.
    Johanis mengatakan, KPK menetapkan tiga tersangka dalam perkara pemerasan tersebut yaitu
    Gubernur Riau Abdul Wahid
    , Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam.
    Dia mengatakan, ketiga tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk 20

    hari pertama yang terhitung sejak 4-23 November 2025.
    “Terhadap saudara AW ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara terhadap DAN dan MAS ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” ucap dia.
    Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sebelumnya, KPK menangkap 10 orang dalam operasi senyap di Riau pada Senin (3/11/2025).
    Mereka di antaranya, Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Ferry Yunanda, dan Tata Maulana yang merupakan orang kepercayaan Abdul Wahid.
    Kemudian satu orang lain atas nama Dani M. Nursalam yang merupakan Tenaga Ahli Gubernur Riau Abdul Wahid menyerahkan diri pada Selasa (4/11/2025) petang.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Korupsi Dinas PUPR Riau, KPK Tetapkan 3 Tersangka

    Korupsi Dinas PUPR Riau, KPK Tetapkan 3 Tersangka

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan tiga orang termasuk Gubernur Riau Abdul Wahid (AW) karena diduga memeras dan atau melakukan korupsi terkait penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP. 

    “KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, saudara AW selaku Gubernur Riau; saudara MAS (M. Arief Setiawan) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau; dan saudara DAN (Dani M. Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers, Rabu (5/11/2025).

    Johanis menjalankan bahwa, mulanya disepakati besaran fee untuk Abdul Wahid sebesar 2,5%, sehingga penambahan anggaran yang semulanya Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar, naik Rp106 miliar.

    Kesepakatan awal itu terjadi pada Mei 2025 di salah satu kafe di Kota Pekanbaru antara Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang,

    Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau dengan 6 (enam) Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP.

    Hasil pertemuan disampaikan kepada M. Arief Setiawan (MAS) selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau. Arief sebagai representasi Abdul Wahid menaikan fee menjadi 5% atau Rp7 miliar.

    Uang diberikan secara berangsur, pada Juni 2025, Ferry mengumpulkan uang dari kepala UPT dengan total Rp1,6 miliar. Dari uang tersebut, atas perintah MAS

    sebagai representasi Abdul Wahid, Ferry menyalurkan uang Rp1 miliar melalui Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau untuk diserahkan kepada Abdul Wahid.

    Ferry juga memberikan Rp600 juta kepada kerabat Arief. Pada Agustus 2025, Dani menginstruksikan, melalui Arief, Ferry untuk mengumpulkan uang dengan total Rp1,2 miliar yang akan. Arief kemudian mendistribusikan Rp300 juta untuk driver pribadinya, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh FRY senilai Rp300 juta.

    Pada November 2025, pengepulan yang dilakukan oleh Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp1,25 miliar, yang diantaranya dialirkan untuk Abdul Wahid melalui Arief senilai Rp450 juta serta diduga mengalir Rp800 juta yang diberikan langsung kepada Abdul Wahid. Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp7 miliar.

    Para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam pasal 12e dan/atau pasal 12f dan/atau pasal 12B UU Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah

    dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Selanjutnya, terhadap tiga tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak hari Selasa, 4 November 2025- 23 November 2025. 

    Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sedangkan Ferry dan Arief ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK.

  • Dah Jelas Tersangka Masih Dibela

    Dah Jelas Tersangka Masih Dibela

    GELORA.CO – Penceramah terkenal Ustaz Abdul Somad atau UAS berbalik dinasihati oleh penggemarnya. Hal itu terjadi lantaran ustaz kelahiran Asahan, Sumatra, itu terkesan membela Gubernur Riau Abdul Wahid.

    Abdul Wahid ditangkap KPK pada Senin (3/11/2025) dalam operasi tangkap tangan, dan pada Rabu (5/11/2025) sudah dijadikan tersangka kasus pemerasan Rp 7 miliar terhadap bawahannya di Dinas Pekerjaan Umum Riau.

    Abdul Wahid terlihat di Gedung KPK mengenakan rompi oranye dengan tangan diborgol. KPK juga menahan mantan anggota DPR Ri 2019-2024 dari Fraksi PKB itu.

    Pembelaan Ustaz Abdul Somad terhadap Abdul Wahid, sebagaimana yang terekam dalam unggahan Instagram @ustadzabdulsomad_official, oleh fansnya dianggap terlalu berlebihan.

    Itu sebabnya, banyak fans yang mengingatkan dan menasihati ustaz yang menempuh pendidikan S3-nya di Sudan itu agar tidak terlalu membela Abdul Wahid, meski dia ikut mengkampanyekannya pada Pemilihan Gubernur Riau 2024 lalu.

    Bagaimana bentuk pembelaan Ustaz Abdul Somad  kepada Abdul Wahid?

    Semula, pada unggahan Instagram @ustadzabdulsomad_official, Senin (3/11/2025) malam, UAS mengeluarkan pernyataan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah Kepala Dinas PUPR dan Kepala UPT yang ditangkap oleh KPK, sementara Gubernur Abdul Wahid hanya dimintai keterangan.

    UAS mengatakan, “Jangan cepat menyimpulkan sebelum fakta sebenarnya diketahui. Kita harus berhati-hati agar tidak mencemarkan nama baik seseorang hanya karena informasi yang belum jelas kebenarannya,” katanya.

    Postingan itu sudah tidak terlihat di Instagram Ustaz Abdul Somad sejak Selasa (4/11/2025). Kemungkinan besar sudah  dihapus.

    Sebagai gantinya, muncul postingan baru yang isinya masih berupa pembelaan kepada Gubernur Abdul Wahid, tapi nadanya tidak terlalu vulgar lagi.

    “Sebagai sahabat, saya support dan mendoakan,” ujar UAS. “Semua orang berkumpul untuk memudaratkanmu, tidak akan mampu, kecuali memang sudah takdir Allah. Pena takdir sudah terangkat, kertas takdir sudah kering,” katanya.

    UAS juga menceritakan kedekatannya dengan Abdul Wahid, termasuk pada masa kampanye ia menemani Abdul Wahid yang merupakan Calon Gubernur Riau, berkeliling dari ujung Rokan Hilir hingga Indragiri Hilir.

    Abdul Wahid, kata UAS, harus berhadapan dengan laut politik dengan angin kencang, karang tajam, dipukul ombak, dihempas gelombang.

    Reaksi Fans Ustaz Abdul Somad

    Beragam reaksi bermunculan menyusul postingan UAS di Instagram, seperti saat diakses Harin Fajar pada Rabu (5/11/2025).

    Akun @goezrizal menulis, “Masya Allah Tabarakallah Tuan Guru @ustadzabdulsomad_official. Huznudzon didahulukan dan doa menyertai untuk kebaikan Pak Gub @wahid_simbar.”

    Selanjutnya, @goezrizal mengatakan, “Yang salah mungkin lolos, tapi yang tulus takkan lepas dari ujian. Karena kebaikan sejati selalu ditempa, agar tidak mudah pudar di tengah dunia yang fana.”

    Akun @muslimbinafri menulis, “Katakanlah yang benar walaupun itu pahit.”

    Akun @octagramspeed mengatakan,” Dah jelas jadi tersangka tapi masih dibela. Katakanlah kebenaran walaupun itu pahit. Jangan buat umat jadi tersesat.”

    Ada pula yang membuat pantun, seperti @rizqiyurnalis. Katanya, “Pergi jalan ke teluk kuantan, bawa oleh-oleh buah semangka. Ustaz bilang dia cuma diminta keterangan, alamak rupanya dia sudah jadi tersangka.”

    Akun @tuah_ridho memberi nasihat panjang. “Menentukan pilihan boleh, dan memilih adalah kewajiban. Tapi, tolong, Tuan Guru. Janganlah seperti kemaren terlalu dalam engkau terjun, Tuan Guru.”

    Dia melanjutkan, “Jangan dijadikan alat untuk kepentingan semata, Tuan Guru. Jangan sampai karena nila setitik hancur susu sebelanga. Seperti kata Tuan Guru, ingin menjadi setitik embun di tengah sahara. Jangan ada lagi hal seperti itu untuk kedua kalinya.”

    Akun @junnardan_1001 menulis, “Semoga ada hikmah yang dapat diambil dari kejadian yang menyeret orang yang didukung Ustaz Abdul Somad. Semoga jadi pelajaran.”

    Meski banyak yang mengkritik dan seolah memberi nasihat, banyak juga komentar yang tetap memberi dukungan moral kepada Ustaz Abdul Somad.*

  • Gubernur Riau Abdul Wahid Kenakan Rompi Oranye Saat Digelandang ke Gedung Merah Putih KPK

    Gubernur Riau Abdul Wahid Kenakan Rompi Oranye Saat Digelandang ke Gedung Merah Putih KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa sejumlah pihak dari hasil OTT di Lingkungan Pemprov Riau. Setelah pemeriksaan, Gubernur Riau Abdul Wahid tampak mengenakan rompi oranye KPK.

    Dari pantauan Bisnis di lokasi pada Rabu (5/11/2025), Abdul Wahid turun dari mobil tahanan KPK berbalut rompi orange dan tangan diborgol.

    Dia tampak digiring oleh petugas KPK menuju salah satu ruangan sebelum nantinya dihadirkan dalam konferensi pers bersama pimpinan KPK. 

    Dalam konferensi pers juga akan disampaikan konstruksi perkara termasuk siapa saja pihak yang terlibat kemudian ditetapkan tersangka dalam perkara ini.

    Sebelumnya, pada Senin (3/11/2025), KPK menggelar OTT di lingkungan Pemprov Riau. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan saat melakukan operasi senyap, penyidik sempat melakukan pengejaran terhadap Abdul Wahid, sampai akhirnya Abdul ditangkap di salah satu kafe di Riau.

    “Kemudian terhadap Saudara AW yang merupakan Kepala Daerah atau Gubernur, tim sempat melakukan pencarian dan pengejaran yang kemudian diamankan di salah satu kafe uang berlokasi di Riau,” kata Budi, Selasa (4/11/2025).

    Pada hari Selasa itu, KPK juga memeriksa 9 orang lainnya yang diamankan sejak OTT digelar. Mereka di antaranya adalah Kepala Dinas PUPR, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau, Arif Setiawan; Sekretaris Dinas PUPR-PKPP; lima kepala UPT; serta Tata Maulana (TM), kader PKB yang juga orang kepercayaan Abdul Wahid.

    Selain itu, ada satu orang tambahan, yakni Dani M. Nursalam (DMN) selaku Tenaga Ahli Gubernur. Sehingga total yang diperiksa oleh KPK sebanyak 10 orang.

    KPK juga menyita dengan total Rp1,6 miliar dam bentuk pecahan rupiah, USD, pondsterling. Salah satu penyitaan uang berasal dari rumah Abdul Wahid.

  • Kronologi Kasus OTT Gurbenur Riau Terkait Proyek Jumbo di Bumi Lancang Kuning

    Kronologi Kasus OTT Gurbenur Riau Terkait Proyek Jumbo di Bumi Lancang Kuning

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengamankan tiga dari 10 orang yang terlibat dalam dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Pemerintahan Provinsi Riau pada Senin (3/11/2025). Salah satunya merupakan Gubernur Riau Abdul Wahid.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Abdul Wahid tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa (4/11/2025) siang. Memakai kaos putih dan wajah yang ditutup masker, orang nomor satu di provinsi Riau tersebut diam seribu bahasa dan langsung berjalan ke arah gedung. 

    Penyidik KPK memeriksa Abdul Wahid dan oknum Pemprov Riau selama beberapa jam, dari pagi hingga malam hari. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan KPK mengamankan mata uang rupiah, dolar, dan poundsterling dalam operasi senyap di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. 

    “Selain mengamankan para pihak, tim juga mengamankan barang bukti sejumlah uang dalam bentuk rupiah, dolar, dan poundsterling,” kata Budi Prasetyo dalam keterangan tertulis, Selasa (4/11/2025).  

    Budi menyampaikan jika dirupiahkan, maka nominalnya lebih dari Rp1 miliar. Pada hari yang sama, KPK membawa 9 orang dari 10 orang yang terjaring OTT.

    “Ada sejumlah 9 orang dari 10 orang yang ditangkap yang kemudian akan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK,” jelasnya.

    Tiga dari sembilan orang tersebut adalah Gubernur Riau, Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Riau Arief Setiawan dan Sekretaris Dinas PUPR Riau.

    Kronologi OTT Gubernur Riau Terkait Proyek Jumbo di Bumi Lancang Kuning

    Saat melakukan OTT, KPK sempat mengejar dan menangkap Abdul di salah satu kafe di provinsi Riau. 

    “Kemudian terhadap Saudara AW yang merupakan Kepala Daerah atau Gubernur, tim sempat melakukan pencarian dan pengejaran yang kemudian diamankan di salah satu kafe yang berlokasi di Riau,” kata Budi.

    Tak sendiri, pelarian Abdul dilakukan bersama orang berinisial TM selaku orang kepercayaan sang Gubernur. Budi menjelaskan bahwa perkara ini diduga mengenai tindak pidana korupsi terkait pemerasan anggaran tambahan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Riau.

    Pada Selasa (4/11/2025), KPK memeriksa 10 orang yang diantaranya adalah Kepala Dinas PUPR, Sekdis PUPR, 5 Kepala UPT dan 2 pihak swasta. Dari pemeriksaan tersebut, kata Budi, tim lembaga antirasuah telah menetapkan tersangka.

    Namun, KPK belum dapat menyebutkan siapa pihak yang dijadikan tersangka.

    “Sudah ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, berapa dan siapa saja yang ditetapkan sebagai tersangka, kami akan sampaikan esok di konferensi pers,” tutur Budi.

    Ketika ditanya soal kasus yang menyeret Abdul Wahid, penyidik KPK menemukan dugaan ‘jatah preman’ terkait tambahan anggaran di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Riau.

    “Terkait dengan penambahan anggaran di Dinas PUPR tersebut, kemudian ada semacam japrem atau jatah preman sekian persen begitu, untuk kepala daerah. Itu modus-modusnya,” kata Budi.

    Mereka yang diperiksa diantaranya adalah Kepala Dinas PUPR, Sekdis PUPR, 5 Kepala UPT dan 2 pihak swasta. Namun, Budi belum dapat merincikan siapa pihak yang melakukan pemerasan, tujuan pemerasan, hingga nominal pemerasan.

    Dalam OTT beberapa hari lalu, KPK menyita uang sebesar Rp1,6 miliar. Budi mengatakan uang yang disita dalam bentuk pecahan rupiah, USD, poundsterling.

    “Uang itu diduga bagian dari sebagian penyerahan kepada kepala daerah,” kata Budi.

    Budi menjelaskan bahwa penyerahan uang diduga dilakukan sebelum operasi senyap digelar. Adapun uang dalam bentuk rupiah diamankan di Riau, USD dan poundsterling diamankan di Jakarta.

    Budi menyebut uang-uang yang disita salah satunya berasal dari rumah Abdul Wahid. Dia mengimbau kepada pemerintah Provinsi Riau untuk memperbaiki tata kelola pengelolaan anggaran dan perbaikan lainnya.

    “Terlebih, kalau tidak salah hitung ya, sudah empat kali Provinsi Riau ini ada dugaan tindak pidana korupsi atau korupsi yang kemudian ditangani oleh KPK,” ujarnya.

  • KPK Amankan Uang Rp1,6 Miliar saat OTT Gubernur Riau

    KPK Amankan Uang Rp1,6 Miliar saat OTT Gubernur Riau

    GELORA.CO -Uang sebesar Rp1,6 miliar diamankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di Riau dalam kasus dugaan pemerasan terkait penganggaran di Dinas PUPR Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau. Sebagian diamankan dari rumah Gubernur Riau, Abdul Wahid (AW).

    Jurubicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, dalam kegiatan OTT yang berlangsung sejak Senin 3 November 2025, KPK mengamankan sejumlah orang dan barang bukti.

    “Di antaranya sejumlah uang dalam bentuk rupiah, dolar Amerika dan juga poundsterling, yang total kalau dirupiahkan sekitar Rp1,6 miliar,” kata Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa malam, 4 November 2025.

    Budi menyebut, uang Rp1,6 miliar itu merupakan sebagian penyerahan kepada Gubernur Riau Abdul Wahid.

    “Jadi sebelum kegiatan tangkap tangan ini diduga sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” kata Budi.

    Uang rupiah yang diamankan itu, kata Budi, disita petugas KPK di Riau. Sedangkan uang dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS) dan poundsterling diamankan di Jakarta.

    “(Uang asing diamankan) di salah satu rumah milik saudara AW (di Jakarta)” tutup Budi.

    Dalam kegiatan OTT, KPK mengamankan Gubernur Riau, Abdul Wahid; Kepala Dinas PUPR Pemprov Riau, Muhammad Arif Setiawan; Sekretaris Dinas PUPR Pemprov Riau, Ferry Yunanda; orang kepercayaan Gubernur, Tata Maulana, serta lima kepala UPT.

  • OTT Gubernur Riau, Ini Barang Bukti yang Ditemukan KPK

    OTT Gubernur Riau, Ini Barang Bukti yang Ditemukan KPK

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantadan Korupsi (KPK) mengungkap barang bukti dari operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Riau Abdul Wahid (AW). Jumlahnya, Rp 1,6 miliar yang terdiri dari rupiah dan mata uang asing seperti dolar Amerika (USD) dan poundsterling.

    “KPK juga mengamankan barang bukti di antaranya sejumlah uang. Dalam bentuk rupiah, dolar Amerika, dan juga poundsterling. Yang total kalau dirupiahkan sekitar Rp 1,6 miliar,” ungkap Budi kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, (4/11/2025) malam.

    Budi menjelaskan, hasil penggalian keterangan penyidik kepada pihak berperkara, uang tersebut diduga bagian dari sebagian dari penyerahan ‘jatah preman’ kepada kepala daerah dalam hal ini Gubernur Riau Abdul Wahid (AW).

    “Artinya, kegiatan tangkap tangan ini adalah bagian dari beberapa atau dari sekian penyerahan sebelumnya. Jadi, sebelum kegiatan tangkap tangan ini diduga sudah ada penyerahan-penyerahan lainnya,” jelas Budi.

    Budi menyebut, uang-uang yang diamankan dalam bentuk rupiah berada di Riau. Sementara itu, untuk uang-uang dalam bentuk dolar dan poundsterling KPK menemukannya di Jakarta.

    “Mata uang asing KPK amankan di salah satu rumah milik saudara AW,” Budi menandasi.