Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Alasan Bukan Pejabat Negara, KPK Putuskan Kasus Jet Pribadi Kaesang Bukan Gratifikasi

    Alasan Bukan Pejabat Negara, KPK Putuskan Kasus Jet Pribadi Kaesang Bukan Gratifikasi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kasus penggunaan jet pribadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep sempat membuat heboh publik. Pasalny, hal itu disebut-sebut gratifikasi yang melibatkan anak pejabat.

    Meski kecurigaan publik cukup kuat dengan beragam srgumentasi dan bukti video, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampaknya berbeda pandangan. Lembaga antirasuah itu mengatakan bukan bagian dari gratifikasi.

    Hal itu dinyatakan setelah Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK menganalisa terkait laporan jet pribadi Kaesang.

    Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, dari analisis itu KPK menyatakan Kaesang bukan penyelenggara negara. Selain itu, Kaesang tidak terkait lagi dengan sang ayah yakni Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

    “Kedeputian Pencegahan yang berwenang selama ini memutuskan memberikan nota dinas kepada pimpinan apakah gratifikasi atau tidak. Itu menyampaikan bahwa karena yang bersangkutan bukan penyelenggara negara dan juga sudah dewasa, sudah terpisah dari orang tuanya menyampaikan bahwa Kedeputian Pencegahan tidak dapat memutuskan atau menyampaikan ini bukan gratifikasi,” kata Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Laporan dari Kaesang menjadi landasan bagi Kedeputian Pencegahaan KPK untuk menganalisis. Berdasarkan laporan itu, Kedeputian Pencegahan menentukan penggunaan jet pribadi Kaesang tersebut termasuk gratifikasi atau tidak.

    “Yang bersangkutan telah menyampaikan kepada KPK dan Direktorat Gratifikasi sudah menyampaikan kepada pimpinan bahwa karena yang bersangkutan bukan merupakan penyelenggara negara maka kemudian laporan tersebut nota dinasnya dari Deputi Pencegahan dalam hal ini menyampaikan bahwa laporan tersebut tidak dapat diputuskan apakah gratifikasi atau tidak,” ucap Ghufron.

  • Tak Hanya Mark Up, KPK Duga Ada Monopoli di Kasus APD Covid-19

    Tak Hanya Mark Up, KPK Duga Ada Monopoli di Kasus APD Covid-19

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dugaan monopoli yang dilakukan oleh sejumlah perusaahaans swasta pada pengadaan APD Covid-19, yang kini disebut merugikan keuangan negara Rp319 miliar. 

    Hal itu diungkap oleh Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada konferensi pers penahanan tersangka kasus APD, Jumat (1/11/2024). Tersangka dimaksud yakni Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik.

    Dua tersangka lain yakni Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo serta mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana telah ditahan awal Oktober 2024 lalu. 

    Ghufron menjelaskan bahwa dalam pengadaan APD saat pagebluk 2020 lalu, perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai produsen maupun distributor hazmat diduga melakukan praktik monopoli. Beberapa perusahaan di antaranya adalah PT PPM milik Ahmad Taufik, PT EKI milik Satrio, serta PT Yoon Shin Jaya (YS) milik Shin Dong Keun yang mewakili para produsen APD. 

    “Kerja Sama antara PT PPM, PT EKI, PT YS dan para produsen APD merupakan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal tersebut berlawanan dengan Pasal 4 Undang-undang No.5/1999 di mana pengusaha dilarang secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan pemasaran sehingga terbentuk monopoli,” jelasnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024). 

    Selain monopoli, terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain yang diduga dilakukan perusahaan-perusahaan itu. PT EKI dan PT YS disebut tidak memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK) kendati terlibat dalam mata rantai pengadaan APD. 

    Kemudian, PT EKI dan PT PPM disebut tidak menyiapkan dan menyerahkan bukti pendukung kewajaran harga kepada PPK sehingga melanggar prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah dalam penanganan keadaan darurat. 

    “PT EKI ditetapkan sebagai penyedia APD, padahal tidak mempunyai pengalaman untuk mengadakan APD sebelumnya,” lanjut Ghufron. 

    DUGAAN MARK UP

    Pada konferensi pers sebelumnya, Oktober 2024 lalu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan asal usul kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar yang dihasilkan dari audit bersama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Awalnya, anggaran pengadaan APD oleh pemerintah bersumber dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Dalam proses pengadaan, penyidik KPK mengendus dugaan penggelembungan harga atau mark-up.

    Asep menduga kerugian negara Rp319 miliar itu seharusnya tidak terjadi apabila APD langsung dipasok dari PT PPM ke Kemenkes, tanpa harus ada pelibatan PT EKI. 

    “Jadi secara garis besar bahwa ada penambahan harga, ada mark up harga antara PT PPM dengan Kemenkes, di tengahnya ada PT EKI. Jadi, seharusnya kalau misalkan langsung ke PT PPM itu harganya lebih rendah. Sehingga di situ ada kenaikan harga, peningkatan harga, mark-up lah,” ujar Jenderal Polisi bintang satu itu. 

    Asep menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi itu bermula ketika pemerintah berupaya untuk memenuhi kebutuhan APD saat awal pandemi Covid-19 sekitar empat tahun lalu. Pengadaan dilakukan dengan turut melibatkan aparat seperti TNI dan Polri. Bahkan, APD itu langsung diambil oleh TNI dari Kawasan Berikat berdasarkan instruksi Kepala BNBP yang saat itu dipimpin Letjen TNI Doni Monardo.

    APD lalu diambil aparat pada 21 Maret 2020 untuk disebar ke 10 provinsi. Namun, pengambilan dilakukan tanpa kelengkapan dokumentasi, bukti pendukung, serta surat pemesananan.

    Menurut Asep, inti permasalahan dalam kasus tersebut adalah perbedaan harga yang cukup lebar. Awalnya, APD untuk Kemenkes hanya dipasok langsung oleh PT PPM. 

    Perusahaan milik Ahmad Taufik itu merupakan perusahaan yang ditunjuk sebagai distributor utama oleh para produsen APD. Salah satunya yakni oleh Direktur Utama PT Yoon Shin Jaya Shin Dong Keun. Pada saat itu, Kemenkes membeli 10.000 set APD dari PT PPM dengan harga hanya Rp379.500 per set. 

    Namun, setelahnya Shin Dong Keun turut menandatangani kontrak kesepakatan dengan Direktur Utama PT EKI Satrio Wibowo untuk menjadi authorized seller. Kontraknya yakni sebanyak 500.000 set APD dengan harga dinamis atau tergantung nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat pemesanan. 

    PT PPM dan PT EKI lalu memutuskan untuk menandatangani kontrak kerja sama distribusi. PT PPM mendapatkan margin keuntungan 18,5%.

    Adapun penawaran harga APD melonjak dari Rp379.500 per set menjadi US$60 atau hampir mendekati Rp1 juta per set. Kemudian, Sestama BNPB saat itu, Harmensyah, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) DSP BNPB melakukan negosiasi harga dengan Satrio agar harga APD diturunkan menjadi US$50 (sekitar Rp700.000) per set. 

    Harga itu pun tetap hampir dua kali lipat yang dibayar oleh Kemenkes ke PT PPM awalnya yakni Rp379.500 per set. “Jadi ini sangat jauh perbedaan harganya antara yang dibeli oleh Kemenkes kemenkes sebesar Rp370.000 per set, dengan yang diadakan oleh KPA. Itu saudara HM [Harmensyah] dengan saudara SW [Satrio],” jelas Asep.

    Di sisi lain, PT PPM juga akan menagih 170.000 set APD gelombang pertama yang telah didistribusikan oleh TNI sebelumnya dengan harga sekitar Rp700.000 per set. 

    Tidak hanya itu, Satrio juga diduga menghubungi Kepala BNPB Doni Monardo untuk segera menyelesaikan pembayaran 170.000 set APD yang diambil TNI. Dia juga meminta agar diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea Selatan. 

    Pada 25 Maret 2020, PT EKI dan perusahaan Shin Dong Keun merealisasikan kontrak mereka dengan pemesanan 500.000 set APD. Pemesanan dilakukan dengan menyerahkan giro Rp113 miliar bertanggal 30 Maret 2020. 

    Akan tetapi, pemesanan menggunakan dokumen kepabeanan PT PPM karena PT EKI tidak memiliki izin penyaluran alat kesehatan, gudang serta bukan perusahaan kena pajak (PKP). 

    KPK mencatat, ada dua kali pembayaran dari negara kepada PT PPM. Pertama, Rp10 miliar ketika belum ada kontrak atau surat pesanan. Kedua, Rp109 miliar yang diserahkan oleh Pusat Krisis Kesehatan. 

    Setelah itu, pada 28 Maret 2020, Budi Sylvana ditunjuk sebagai PPK dari Kemenkes menggantikan Eri Gunawan menggunakan surat bertanggal backdate sehari. Pada kesempatan yang sama, surat pesanan APD dari Kemenkes diterbitkan untuk sebanyak 5 juta set dengan harga US$48,4 per set.

    Surat itu diteken oleh Budi, Taufik dan Satrio. Namun, KPK menyebut surat itu tidak mencantumkan spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak. Tidak hanya itu, surat yang hanya ditujukan kepada PT PPM juga ikut ditandatangani oleh PT EKI. 

    Adapun Kemenkes mencatat telah menerima 3.140.200 set APD PT PPM dari total 5.000.000 set yang dipesan sampai dengan 18 Mei 2020. Dari waktu pemesanan sampai dengan saat itu, telah dilakukan negosiasi antara Kemenkes dengan PT PPM untuk menurunkan harga.

    Kedua pihak menyepakati negosiasi yakni 503.500 set APD yang dikirim dari periode 27 Apil sampai dengan 7 Mei 2020 dihargai sebesar Rp366.850 per set. Setelahnya, satu set APD akan dihargai Rp294.000. 

    Asep menuturkan, hasil audit final yang dilakukan BPKP menunjukkan adanya kerugian negara yang timbul akibat pengadaan APD itu senilai Rp319 miliar. Dia memastikan penyidik bakal menelusuri lebih jauh ke mana saja aliran uang tersebut. 

    “Atas pengadaan tersebut, audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar,” terang Asep. 

  • KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri dalam Kasus Pengadaan APD Kemenkes

    KPK Tahan Dirut PT Permana Putra Mandiri dalam Kasus Pengadaan APD Kemenkes

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik (AT) sebagai tersangka dan menahannya terkait kasus pengadaan alat pelindung diri (APD) di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kasus ini melibatkan dana siap pakai (DSP) dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada 2020.

    Dalam kasus ini, selain Ahmad Taufik, juga ditetapkan sebagai tersangka pejabat pembuat komitmen (PPK) di Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Budi Sylvana (BS), dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo (SW). Budi dan Satrio telah lebih dahulu ditahan KPK.

    “KPK melakukan penahanan terhadap tersangka AT,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Ahmad Taufik akan ditahan selama 20 hari, terhitung sejak 1 November hingga 20 November 2024 di rumah tahanan negara (rutan) KPK Gedung ACLC. Penahanan ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

    Dalam perkara ini, Ahmad Taufik disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Tegaskan Fasilitas Jet Pribadi Kaesang Pangarep Bukan Gratifikasi

    KPK Tegaskan Fasilitas Jet Pribadi Kaesang Pangarep Bukan Gratifikasi

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, fasilitas jet pribadi yang diterima oleh Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep tidak termasuk kategori gratifikasi. Hal ini disebabkan Kaesang bukan merupakan penyelenggara negara.

    KPK menjelaskan Kaesang sudah dewasa dan tidak lagi memiliki keterkaitan dengan  Presiden ke-7 Joko Widodo. Pernyataan ini merupakan hasil analisis dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring KPK mengenai penerimaan fasilitas jet pribadi yang telah dilaporkan oleh Kaesang.

    “Dalam pandangan Kedeputian Pencegahan, yang berwenang dalam penentuan gratifikasi, disampaikan bahwa yang bersangkutan bukan penyelenggara negara dan sudah terpisah dari orang tuanya. Oleh karena itu, Kedeputian Pencegahan tidak dapat memutuskan bahwa ini adalah gratifikasi,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron di gedung KPK, Jakarta, Jumat (1/11/2024).

    Ghufron menambahkan, Kaesang telah melaporkan penerimaan fasilitas jet pribadi tersebut kepada KPK untuk menentukan status gratifikasinya. 

    “Kaesang telah menyampaikan laporan penerimaan dan merasa perlu untuk memastikan apakah ini termasuk gratifikasi atau tidak,” ungkap Ghufron.

    Sebelumnya, Kaesang Pangarep mengunjungi kantor KPK pada Selasa (17/9/2024) untuk mengklarifikasi polemik terkait perjalanannya ke Amerika Serikat menggunakan pesawat pribadi.

    Setelah klarifikasi, Kaesang menyebut kedatangannya adalah inisiatif pribadi dan bukan undangan dari KPK.

    “Saya datang ke sini bukan karena undangan atau panggilan, tetapi inisiatif saya sendiri,” kata Kaesang di kantor KPK.

    Ia menjelaskan perjalanannya ke Amerika pada 18 Agustus lalu dilakukan dengan menumpang pesawat temannya. “Saya hanya nebeng pesawat teman saya,” tambahnya.

    Kaesang menghindari menjelaskan lebih detail mengenai agenda klarifikasi tersebut dan meminta agar pertanyaan lebih lanjut ditujukan kepada pihak KPK.

    “Intinya, untuk lebih lanjutnya bisa ditanyakan ke KPK,” tutup Kaesang.

  • Abraham Samad Minta Prabowo Seleksi Ulang 10 Capim KPK: Belum Bisa Diharapkan – Page 3

    Abraham Samad Minta Prabowo Seleksi Ulang 10 Capim KPK: Belum Bisa Diharapkan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad meminta pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk menseleksi ulang 10 Calon Pimpinan KPK. Sebab menurutnya, dari 10 kandidat yang ada saat ini belum ada yang sosok yang dianggap cocok untuk bisa memimpin Komisi antirasuah.

    Ia pun berharap untuk sosok calon pimpinan KPK yang mendatang adalah orang kredibel.

    “Bahwa ini himbauan nih kepada pemerintah bahwa sebaiknya memilih pimpinan KPK yang kredibel, itu pertama. Kemudian yang kedua, kalaupun bisa sebenarnya, kalaupun di antara 10 orang ini kita melihat belum bisa diharapkan,” ucap Abraham di gedung Merah Putih KPK, Kamis (31/10).

    Dikatakan Abraham, pemerintahan Prabowo dapat menganulir komposisi calon pimpinan dan calon Dewas KPK yang ada saat ini, salah satunya dengan kembali menujuk Panitia Seleksi (Pansel) yang baru.

    “Maka kita mendorong pemerintah, karena ini ada aturannya, bahwa pemerintah bisa menganulir, bisa membuat pansel ulang, membentuk pansel ulang, dan melakukan seleksi ulang untuk calon pimpinan KPK,” harap Abraham.

     

  • Abraham Samad: Presiden Prabowo Belum Terlambat Lahirkan Pimpinan KPK yang Kredibel
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Oktober 2024

    Abraham Samad: Presiden Prabowo Belum Terlambat Lahirkan Pimpinan KPK yang Kredibel Nasional 31 Oktober 2024

    Abraham Samad: Presiden Prabowo Belum Terlambat Lahirkan Pimpinan KPK yang Kredibel
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad mengatakan, Presiden Prabowo Subianto bisa membentuk ulang Panitia Seleksi (Pansel) calon pimpinan (capim) KPK dan calon anggota Dewan Pengawas KPK.
    Ia mengatakan, langkah tersebut bisa diambil Prabowo apabila tidak puas dengan 10 nama capim KPK yang telah diserahkan ke DPR oleh pemerintahan Joko Widodo.
    “Maka kita mendorong pemerintah, karena ini ada aturannya, bahwa pemerintah bisa menganulir, bisa membuat pansel ulang, membentuk pansel ulang, dan melakukan seleksi ulang untuk calon pimpinan KPK,” kata Abraham Samad di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
    “Ini belum terlambat, kalau kita ingin menghasilkan pimpinan KPK yang kredibel,” sambungnya.
    Samad mengatakan, pembentukan Pansel masih bisa dilakukan meski 10 nama capim KPK dan 10 nama Dewas KPK telah diserahkan ke DPR.
    Ia mengatakan, hal tersebut sangat bergantung terhadap keinginan Presiden RI Prabowo Subianto.
    “Walaupun sudah sampai ke DPR, kalau pemerintah punya keinginan yang kuat. Pasti bisa, ini kan masih 2 bulan, pasti bisa,” ujarnya.
    Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman juga sebelumnya telah mengirimkan surat ke Presiden Prabowo yang berisi permohonan untuk membentuk kembali pansel capim dan dewas KPK.
    Ia mengatakan, hanya Prabowo yang berwenang membentuk
    Pansel capim KPK
    dan anggota Dewas KPK.
    Hal ini didasari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 halaman 118 alenia pertama, yang menyebutkan bahwa seleksi atau rekrutmen untuk pengisian jabatan pimpinan KPK Periode 2024-2029 dilakukan oleh Presiden dan DPR periode 2024-2029.
    “Karena hanya Prabowo yang berwenang bentuk Pansel KPK dan abaikan hasil yang dibentuk Jokowi. (DPR cukup arsip ajuan hasil Pansel Jokowi yang telah diserahkan tanggal 16 Oktober 2024),” kata Boyamin dalam keterangan tertulis, Selasa (22/10/2024).
    Adapun sebelum lengser, Jokowi disebut telah menyerahkan surpres terkait capim dan anggota Dewas KPK hasil seleksi pansel ke DPR RI.
    Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana menyatakan bahwa surat presiden tersebut sudah ditandatangani oleh Jokowi pada 15 Oktober 2024.
    “Presiden telah menandatangani Surpres calon pimpinan dan calon Dewas KPK. Surpres tertanggal 15 Oktober 2024,” kata Ari saat dikonfirmasi pada Selasa (15/10/2024).
    Meski demikian, DPR mengaku belum menerima surat Jokowi yang berisi nama calon pimpinan dan dewan pengawas KPK itu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Menangi Praperadilan Ke-5 Kasus ASDP

    KPK Menangi Praperadilan Ke-5 Kasus ASDP

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memenangi gugatan praperadilan terkait kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) 2019-2022.

    “KPK kembali memenangi gugatan praperadilan yang kelima kalinya dalam perkara dugaan TPK terkait proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022,” kata anggota tim Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (30/10/2024).

    “Pokok gugatan kali ini yaitu terkait sah atau tidaknya penyitaan yang dilakukan KPK dalam perkara tersebut. Gugatan dilayangkan atas nama IP selaku direktur utama ASDP, HMAC direktur perencanaan dan pengembangan ASDP, dan YH direktur komersial dan pelayanan ASDP,” sambungnya.

    KPK menyebut hakim praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam putusannya menyatakan, pimpinan KPK berwenang menandatangani surat perintah penyidikan serta surat perintah penyitaan. KPK juga dinilai telah sah melakukan penyitaan terhadap tersangka di kasus ASDP.

    KPK pun mengapresiasi putusan praperadilan tersebut. Putusan ini dinilai membuktikan proses hukum yang telah dijalankan KPK dalam kasus ini sudah sesuai kaidah hukum formal. “KPK selanjutnya akan segera menyelesaikan penanganan perkara ini,” ujar Budi.

    Lima gugatan praperadilan yang dimenangi oleh KPK, yakni permohonan praperadilan ASDP pertama oleh Ira Puspadewi, permohonan praperadilan ASDP kedua oleh Harry Mac, permohonan praperadilan ASDP ketiga oleh Muhammad Hadi Yusuf, permohonan praperadilan ASDP keempat oleh Adjie (swasta), dan permohonan praperadilan ASPD kelima oleh Ira Puspadewi, Harry Mac, Muhammad Yusuf Hadi terkait sah atau tidaknya penyitaan.

    Diketahui, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019-2022. Dari empat tersangka tersebut, tiga di antaranya merupakan pejabat negara.

    “KPK per 16 Agustus 2024 telah menetapkan empat orang tersangka terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022,” ungkap Tessa kepada awak media di depan gedung KPK, Jakarta Selatan pada Sabtu (17/8/2024).

    Dalam paparan lebih lanjut, Tessa menjelaskan kerugian negara akibat tindakan korupsi ini sementara ditaksir mencapai Rp 1,27 triliun. Namun, angka tersebut masih bisa bertambah seiring dengan perkembangan proses penyidikan yang masih berlangsung.
     

  • KPK Pastikan Usut Fakta Persidangan ‘Blok Medan’ yang Diduga Seret Bobby Nasution

    KPK Pastikan Usut Fakta Persidangan ‘Blok Medan’ yang Diduga Seret Bobby Nasution

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pimpinan dipastikan mengusut fakta persidangan pada kasus korupsi mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Ghani Kasuba atau AGK, berkaitan dengan ‘Blok Medan’. 

    Istilah Blok Medan itu diduga berkaitan dengan blok tambang di Maluku Utara yang menyeret nama Wali Kota Medan sekaligus menantu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution. Fakta itu terungkap pada kesaksian Kepala Dinas ESDM Maluku Utara Suryanto Andili saat persidangan AGK, Agustus 2024 lalu. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, seluruh fakta persidangan yang memiliki potensi untuk menjadi perkara baru akan menjadi perhatian pimpinan lembaga antirasuah. 

    “Tentunya hal itu akan dibahas dan dilihat seberapa jauh keterlibatan orang-orang yang disampaikan, disandingkan dengan apa alat bukti yang ada,” jelasnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

    Tessa menyebut pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk membahas fakta persidangan soal Blok Medan itu hingga tahap gelar perkara atau expose. Menurutnya, KPK bakal mengusut lebih jauh dugaan praktik rasuah di sektor pertambangan itu apabila ditemukan alat bukti. 

    “Kalau memang alat bukti dan keterlibatan itu sudah terang benderang, tentunya hal tersebut dapat dinaikkan pengusutannya entah di penyelidikan ataupun penyidikan yang baru,” ujarnya. 

    Pada keterangan sebelumnya, KPK mengaku belum ada laporan pengembangan penuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus AGK. Mantan kepala daerah itu kini sudah dijatuhi vonis penjara selama 8 tahun atas kasus suap dan gratifikasi. 

    Di sisi lain, kini KPK tengah mengusut dugaan pencucian uang yang dilakukan olehnya di tingkat penyidikan. Orang kepercayaan AGK, Muhaimin Syarif, juga didakwa memberikan suap kepadanya untuk meloloskan 57 rekomendasi izin tambang di Maluku Utara oleh gubernur. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengatakan, fakta persidangan soal Blok Medan juga sudah dilaporkan ke Pengaduan Masyarakat KPK. 

    “Terkait dengan Blok Medan itu tidak hanya laporan dari JPU, yang kami ketahui itu malah ada yang ke PLPM [Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat]. Ada yang laporan ke PLPM juga.Nah itu sedang dikaji di PLPM, masih di kedeputian INDA [Informasi dan Data],” katanya pada konferensi pers beberapa waktu lalu.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, pihak AGK mengakui adanya pertemuan dengan Wali Kota Medan Bobby Nasution.  

    Penasihat hukum AGK Junaidi Umar, mengungkapkan bahwa anak AGK bernama Nazlatan Ukhra Kasuba mengonfirmasi pertemuan antara ayahnya dengan Bobby Nasution. Pertemuan itu terjadi pada 2023.  

    Adapun pihak AGK yang bertemu Bobby antara lain istri AGK, Nazla, Kepala Dinas ESDM Maluku Utara Suryanto Andili serta Muhaimin Syarif alias Ucu. Muhaimin adalah orang kepercayaan AGK yang kini juga ditetapkan tersangka oleh KPK.  

    Meski membenarkan pertemuan tersebut, Junaidi membantah bahwa ada pembicaraan soal perizinan pertambangan sebagaimana disampaikan di dalam sidang.  

    “Salah satu anak dari AGK itu juga menyampaikan bahwa pada saat mereka bertemu di Medan, bersilaturahmi itu bertemu Bobby, dan tidak ada pembicaraan terkait dengan blok-blok itu. Pokoknya urusan tambang itu tidak ada lah,” katanya saat ditemui Bisnis di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (5/8/2024).

  • Buntut Kasus Zarof Ricar, KPK Dorong DPR Bahas RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal

    Buntut Kasus Zarof Ricar, KPK Dorong DPR Bahas RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal agar segera disahkan. Hal itu tak lepas dari kasus dugaan suap pengurusan perkara penganiayaan dengan terdakwa Ronald Tannur di Mahkamah Agung (MA) yang menyeret eks pejabatnya, Zarof Ricar (ZR).

    Terkait kasus itu, penyidik Kejagung sempat menggeledah rumah Zarof di Senayan, Jakarta Selatan. Saat penggeledahan, penyidik menemukan uang tunai yang nilainya hampir Rp 1 triliun. Uang tersebut diduga merupakan hasil dari perannya selaku makelar kasus di MA sejak 2012. Temuan uang tunai yang fantastis tersebut menjadi perhatian KPK.

    “Sebagaimana yang sama-sama kita ketahui bahwa selain RUU Perampasan Aset, kita juga mendorong terkait Rancangan Undang-Undang Pembatasan Uang Kartal di DPR,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

    “Informasi terakhir bahwa RUU tersebut belum menjadi prioritas oleh para wakil rakyat di Senayan,” tambahnya.

    KPK mendorong agar DPR memahami urgensi dari kedua RUU tersebut untuk segera dibahas. Dua rancangan regulasi tersebut diyakini dapat menutup celah korupsi.

    “Bertujuan untuk bisa memitigasi risiko seperti yang sudah disampaikan tadi, ditemukannya suap dalam bentuk uang tunai baik itu rupiah maupun valuta asing,” ucapnya.

    Tessa menerangkan, menelusuri uang tunai bukan perkara mudah bagi aparat penegak hukum. Oleh sebab itu, dia mendorong agar kedua RUU tersebut segera dibahas DPR.

    “Tentunya hal ini cukup menyulitkan aparat penegak hukum, tidak hanya KPK tetapi juga Kejaksaan Agung maupun kepolisian. Kembali lagi, KPK menekankan pentingnya pembahasan RUU Perampasan Aset dan Uang Kartal ini untuk dapat dibahas oleh para wakil rakyat di DPR,” tuturnya.

  • Buntut Kasus Zarof Ricar, KPK Dorong DPR Bahas RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal

    Ada Tangkap Tangan di Kalsel, Bukti KPK Tak Tinggalkan Metode OTT

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tak akan meninggalkan metode operasi tangkap tangan (OTT) dalam kerja pada bagian penindakan. Buktinya, baru-baru ini KPK menggelar OTT di Kalimantan Selatan (Kalsel).

    Mulanya, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan pihaknya kini tengah fokus memakai cara case building dalam mengusut dugaan korupsi. Sikap ini ditempuh sebagai upaya pengembalian aset negara.

    “Untuk case building itu sendiri, memang saat ini kembali menjadi fokus kekuatan atau fokus penyidikan di KPK dalam rangka pengembalian aset negara,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di gedung KPK, Jakarta, Selasa (29/10/2024).

    Meski begitu, Tessa menekankan pengembalian aset negara tetap bisa dilakukan KPK melalui kegiatan OTT. Dia menekankan, pihaknya tidak menyampingkan giat penindakan tersebut.

    “Apakah dari kegiatan tangkap tangan itu tidak bisa? Bisa. Apakah tidak akan dilakukan? Masih dilakukan. Terbukti baru-baru ini ada kegiatan tangkap tangan di Provinsi Kalsel. Jadi tidak meninggalkan sama sekali dan tidak merendahkan bahwa tangkap tangan itu lebih rendah dibanding case building, tidak,” ujar Tessa.

    Namun, Tessa mengakui cara OTT memiliki tingkat kesulitan tersendiri. Hal itu mengingat ada sejumlah langkah yang mesti dilakukan agar giat berjalan sebagaimana mestinya seperti membuntuti terduga pelaku di lapangan hingga mendalami informasi intelijen.

    Hanya saja, Tessa meyakini KPK dapat mengungkap dugaan korupsi yang lebih besar melalui OTT. Giat OTT dinilai dapat menjadi pintu untuk mendalami dugaan korupsi lainnya yang punya keterkaitan.

    “Bisa melalui tangkap tangan ini membuka perkara-perkara yang lebih besar, itu bisa. Namun, memang dari beberapa perkara yang seringnya tangkap tangan, kurang pengembangan ke arah situ, ke arah case building-nya. Masih belum bisa dilakukan karena sasarannya atau alat buktinya sudah lengkap pada saat itu,” ucap Tessa.