Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Bupati Ponorogo Tiba di Jakarta untuk Diperiksa KPK

    Bupati Ponorogo Tiba di Jakarta untuk Diperiksa KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membawa 7 orang termasuk Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (8/11/2025).

    Dari pantauan Bisnis di lokasi, Sugiri tiba pukul 08.10 WIB. Dia tampak mengenakan sendal dan pakaian berwarna hitam dengan wajah yang ditutup masker putih. Dia hanya menyapa jurnalis dengan salam namaste, tanpa memberikan pernyataan.

    Adapun pihak-pihak lain yan tiba bersama Bupati Ponorogo Sugiri yakni Sekda Ponorogo, Dirut RSUD, Kabid Mutasi Setda, dan 3 pihak swasta. Salah satunya adik bupati.

    Sugiri kemudian dibawa oleh tim lembaga antirasuah ke ruang pemeriksaan guna menggali informasi lebih dalam dan menentukan status Sugiri apakah sebagai tersangka atau tidak. KPK memiliki waktu 1×24 jam dalam menentukan hal tersebut.

    Pada Jumat (7/11/2025), KPK menggelar operasi senyap di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Ponorogo. Hal ini dikonfirmasi oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.

    “Benar,” ujarnya.

    Fitroh juga membenarkan bahwa OTT terkait dengan dugaan korupsi mutasi dan promosi jabatan.

    “Mutasi dan promosi jabatan,” katanya ketika dikonfirmasi.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan belum dapat menjelaskan kontruksi perkara secara detail kepada awak media.

    “Terkait siapa saja yang diamankan, jumlahnya berapa, kemudian terkait dengan perkara apa, nanti kami akan update secara berkala,” kata Budi.

    Sebagai informasi, OTT ini merupakan kedua kalinya dalam sepekan yang digelar KPK. Sebelumnya Gubernur Riau Abdul Wahid lebih dulu terjaring OTT KPK pada Senin (3/11/2025) dan ditetapkan sebagai tersangka serta ditahan pada Rabu (5/11/2025).

    “KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, saudara AW selaku Gubernur Riau; saudara MAS (M. Arief Setiawan) selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau; dan saudara DAN (Dani M. Nursalam) selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat konferensi pers, Rabu (5/11/2025.

    Ketiganya diduga melakukan pemerasan di lingkungan Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau. KPK menyita Rp1,6 miliar, pecahan uang rupiah, USD, dan poundsterling.

  • Selain Bupati Ponorogo, KPK Juga Tangkap Sekda hingga Dirut RSUD

    Selain Bupati Ponorogo, KPK Juga Tangkap Sekda hingga Dirut RSUD

    Selain Bupati Ponorogo, KPK Juga Tangkap Sekda hingga Dirut RSUD
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, selain Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, KPK juga menangkap Sekretaris Daerah (Sekda) hingga Direktur Utama RSUD dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025).
    “Pihak-pihak yang diamankan dan dibawa ke Jakarta pagi ini yaitu Bupati, Sekda, Dirut RSUD, Kabid Mutasi Setda, dan 3 pihak swasta. Salah satunya adik Bupati,” kata Juru Bicara
    KPK
    , Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Sabtu (8/11/2025).
    Sebanyak enam orang sudah tiba di Gedung Merah Putih pada pagi ini.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    ,
    Bupati Ponorogo

    Sugiri Sancoko
    tiba di Gedung Merah Putih, Jakarta, usai terjaring dalam
    operasi tangkap tangan
    (OTT) di Ponorogo, pada tadi malam.
    Sugiri tiba di Gedung KPK pada pukul 08.10 WIB. Dia terlihat turun dari mobil hitam bersama beberapa orang lainnya.
    Sugiri terlihat mengenakan pakaian serba hitam dan menggunakan masker putih.
    Dia digiring oleh petugas KPK menuju ruang pemeriksaan.
    Sugiri juga tak menyampaikan pernyataan saat disapa awak media, dia hanya mengepalkan kedua tangannya.
    KPK menangkap 13 orang termasuk Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (7/11/2025) malam.
    Budi mengatakan, dari 13 orang tersebut, 7 di antaranya dibawa ke Jakarta pada Sabtu pagi ini.
    Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko, terkait kasus promosi jabatan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Segini Harta Kekayaan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yang Kena OTT KPK

    Segini Harta Kekayaan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko yang Kena OTT KPK

    GELORA.CO  – Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia tercatat memiliki harta kekayaan Rp6.358.428.124 atau sejumlah Rp6,3 miliar. 

    Sebelumnya, KPK telah menggelar OTT di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada Jumat (7/11/2025). Dimana, salah satu yang turut terjaring dalam operasi senyap itu adalah Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menuturkan, sejumlah pihak yang diamankan dalam OTT akan dibawa ke Jakarta pada, Sabtu (8/11/2025) untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut. 

    “Pihak-pihak yang diamankan rencananya dibawa ke Jakarta, salah satunya Bupati,” katanya.

    Setibanya di Jakarta, seluruh pihak yang diamankan termasuk Bupati Ponorogo ini akan menjalani pemeriksaan intensif di Gedung Merah Putih KPK. Setelah pemeriksaan awal selesai, penyidik akan menentukan status hukum masing-masing pihak.

    Sementara itu, berdasarkan data dari situs resmi LHKPN KPK, Sugiri terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 31 Maret 2025. 

    Laporan tersebut merupakan laporan khusus awal menjabat sebagai Bupati Ponorogo untuk periode keduanya. Dalam laporan itu, Sugiri tercatat memiliki harta kekayaan sebesar Rp6.358.428.124 atau Rp6,35 miliar. 

    Berikut rincian harta kekayaan Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko:

     

    Tanah dan bangunan (Total: Rp5.782.050.000)

    – Tanah dan Bangunan Seluas 165 m²/70 m² di Surabaya, Hasil Sendiri: Rp1.800.000.000

    – Tanah dan Bangunan Seluas 130 m²/55 m² di Boyolali, Hasil Sendiri: Rp600.000.000

    – Tanah dan Bangunan Seluas 105 m²/45 m² di Sidoarjo, Hasil Sendiri: Rp450.000.000

    – Tanah dan Bangunan Seluas 120 m²/70 m² di Pasuruan, Hasil Sendiri: Rp900.000.000

    – Tanah Seluas 4.306 m² di Ponorogo, Warisan: Rp737.050.000

    – Tanah Seluas 2.254 m² di Ponorogo, Warisan: Rp527.000.000

    – Tanah Seluas 2.254 m² di Ponorogo, Warisan: Rp527.000.000

    – Tanah Seluas 552 m² di Ponorogo, Warisan: Rp129.000.000

    – Tanah Seluas 280 m² di Ponorogo, Warisan: Rp112.000.000 

    Alat transportasi dan mesin (Total: Rp153.000.000)

    – Mobil, Toyota Alphard Tahun 2006, Hasil Sendiri: Rp125.000.000

    – Motor, Vespa Primavera Tahun 2018, Hasil Sendiri: Rp28.000.000

    Harta bergerak lainnya: Rp218.937.095

  • Bupati Ponorogo Sugiri Terjaring OTT Seusai Hadiri Acara KPK

    Bupati Ponorogo Sugiri Terjaring OTT Seusai Hadiri Acara KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Jawa Timur yang turut menyeret Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko. Penangkapan itu dilakukan tidak lama setelah Sugiri menghadiri kegiatan resmi KPK di Jakarta.

    Wakil Ketua KPK Fitroh Rochayanto membenarkan operasi tangkap tangan tersebut. “Benar, KPK hari ini melakukan tangkap tangan di wilayah Jawa Timur. Salah satu pihak yang diamankan adalah Bupati Ponorogo,” ujarnya saat dikonfirmasi Jumat (7/11/2025) malam.

    Diketahui, sebelumnya Sugiri hadir di Gedung KPK untuk mengikuti kegiatan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi bersama sejumlah kepala daerah. Agenda tersebut membahas berbagai strategi pencegahan praktik korupsi di pemerintah daerah.

    Dalam forum itu, Juru Bicara KPK  Budi Prasetyo menyatakan sejumlah titik rawan korupsi di daerah, antara lain pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) dan dana pokok pikiran (pokir) anggota dewan. Kedua sektor tersebut dinilai kerap menjadi celah terjadinya penyalahgunaan anggaran.

    “Dana hibah dan pokir sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu di luar kebutuhan publik. Karena itu, kami menekankan pentingnya sistem perencanaan dan penganggaran yang akuntabel,” kata Budi.

    Selain itu, KPK juga menyoroti manajemen aparatur sipil negara (ASN) di daerah yang kerap disusupi praktik jual beli jabatan. “Mutasi dan promosi jabatan harus berbasis kompetensi, bukan transaksi. Ini bagian penting dalam membangun sistem pemerintahan yang bersih dan profesional,” tegasnya.

    Budi menambahkan, OTT terhadap Bupati Sugiri merupakan hasil pemantauan intensif selama beberapa pekan. Tim KPK mendeteksi adanya dugaan transaksi terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Ponorogo.

    Bupati Gelar Rapat dengan OPD

    Sebelum penangkapan, Pemerintah Kabupaten Ponorogo sempat menggelar rapat internal dengan seluruh Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di aula Bappeda Litbang, Kamis (6/11/2025). Pertemuan itu dimaksudkan untuk menindaklanjuti hasil evaluasi dan rekomendasi dari KPK.

    Dalam rapat tersebut, Bupati Sugiri menekankan pentingnya keterbukaan antar-OPD dalam menjalankan program kerja. “Kita perlu duduk bersama agar setiap anggaran jelas, runtut, dan transparan. Semua harus memahami perannya masing-masing agar tata kelola pemerintahan berjalan baik,” ujar Sugiri kala itu.

    Ia juga menyebut telah berkoordinasi dengan pihak legislatif agar tercipta keselarasan arah pembangunan daerah. “Pemerintahan itu terdiri dari eksekutif dan legislatif, maka penyelarasan langkah menjadi hal yang wajar agar pembangunan Ponorogo ke depan lebih terarah,” tambahnya.

    Ironisnya, sehari setelah pertemuan tersebut dan seusai mengikuti agenda antikorupsi di Jakarta, Sugiri justru diamankan tim KPK di Ponorogo. Hingga kini, lembaga antirasuah tersebut masih melakukan pemeriksaan intensif terhadap Sugiri dan sejumlah pihak lain yang ikut diamankan dalam operasi tersebut.

  • Selain Bupati Sugiri, KPK Amankan Sejumlah Orang Lainnya dalam OTT di Ponorogo

    Selain Bupati Sugiri, KPK Amankan Sejumlah Orang Lainnya dalam OTT di Ponorogo

    GELORA.CO – – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Jawa Timur. Salah satu yang diamankan dalam operasi senyap itu adalah Bupati Ponorogo, Sugiri Sancoko. 

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan bahwa tim penyelidik masih merampungkan kegiatan OTT ini di Jawa Timur. Maka dari itu dia belum bisa mengungkapkan siapa saja yang terjaring OTT kali ini.

    “Terkait siapa saja yang diamankan, jumlahnya berapa, kemudian terkait dengan perkara apa, nanti kami akan update secara berkala karena saat ini tim masih di lapangan,” ujar Budi, Jumat (7/11/2025).

    Dikarenakan OTT tersebut belum selesai, Budi juga tak bisa memastikan apakah Bupati Sugiri Sancoko akan dibawa malam ini ke gedung Merah Putih KPK.

    “Nanti kami akan update pihak-pihak yang diamankan apakah akan dibawa hari ini juga atau nanti dibawanya besok. Nanti kami akan cek dan kami tentu akan update secara berkala ke teman-teman,” ucap dia.

    Sugiri Sancoko sebelumnya sempat mendatangi Gedung Merah Putih KPK Jakarta. Kehadiran politisi PDIP saat itu dalam rangka koordinasi supervisi atau pencegahan tindak korupsi yang harus dilakukan pemerintah daerah.

    “Dalam kegiatan koordinasi supervisi, di antaranya KPK membahas kepada seluruh pemerintahan daerah yang hadir pada saat itu, terkait dengan MCSP, Monitoring Controlling Surveillance for Prevention,” ujar dia.

    Dalam kegiatan koordinasi supervisi ini KPK juga mewanti-wanti kepala daerah khusus di Jawa Timur terkait dugaan korupsi dana hibah yang tengah diselidiki oleh KPK. Sebab berkaitan dana hibah ini, rawan tindak pidana korupsi. 

    “Selain itu, di locus Jawa Timur, KPK juga concern terkait dengan dana hibah untuk kelompok masyarakat. Karena memang dana hibah yang berasal dari pokmas ini kan juga menjadi salah satu titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi,” ucapnya

  • Gaya Preman Gubernur Riau Abdul Wahid Palak Anak Buah Demi Jalan-Jalan ke Luar Negeri

    Gaya Preman Gubernur Riau Abdul Wahid Palak Anak Buah Demi Jalan-Jalan ke Luar Negeri

     

    Liputan6.com, Jakarta – Kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Gubernur Riau Abdul Wahid akhirnya terbongkar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta mengejutkan soal para kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) di Dinas PUPR PKPP dipaksa menyetor uang untuk sang gubernur. 

    Disepakati besaran fee untuk gubernur seperti yang diminta yakni 5 persen atau sekitar Rp7 miliar. Setelah ada kesepakatan tersebut, terjadilah tiga kali setoran fee jatah untuk Abdul Wahid terhitung sejak Juni-November 2025. Totalnya mencapai Rp 4,05 miliar. 

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, uang yang disetor ke Abdul Wahid bukan berasal dari proyek ataupun pihak swasta, melainkan hasil pinjaman. 

    “Informasi yang kami terima dari para kepala UPT bahwa mereka uang itu pinjam. Ada yang pakai uang sendiri, pinjam ke bank, dan lain-lain. Ada yang dari ini sertifikat dan lain-lain itulah,” kata Asep Guntur di Gedung KPK, Rabu (5/11/2025).

    Situasi ini makin ironis karena terjadi saat APBD Riau tengah defisit. Berdasarkan penelusuran KPK, pada Maret 2025 Abdul Wahid sendiri pernah mengumumkan bahwa keuangan daerah defisit hingga Rp 3,5 triliun. 

    “Bayangkan. Artinya bahwa APBD-nya itu kan defisit,” ujar dia.

    Dengan kondisi itu, seharusnya kepala daerah tidak menambah beban bawahannya. Namun kenyataannya, anak buah justru dipaksa mencari uang sendiri demi memenuhi ‘jatah’ setoran ke Gubernur Riau.

    “Seharusnya dengan tidak adanya uang, orang kan ini lagi susah nih, enggak ada uang, jangan dong minta, gitu. Jangan membebani pegawainya. Jangan membebani bawahannya,” ucap dia.

    KPK sendiri telah menetapkan tiga orang tersangka kasus korupsi di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) di Provinsi Riau. Salah satu tersangka adalah Abdul Wahid, gubernur Riau yang baru menjabat Februari 2025 lalu.

    Pimpinan KPK, Johanis Tanak, menyebut tangkap tangan terhadap Abdul Wahid bermula setelah pihaknya mendapat pengaduan dari masyarakat. Tim KPK kemudian melakukan penelusuran.

    Informasi awal yang diterima KPK, pada Mei 2025 lalu terjadi pertemuan di salah satu kafe di Kota Pekanbaru antara FRY, selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) dengan 6 Kepala UPT Wilayah I-VI, Dinas PUPR PKPP. Pertemuan itu untuk membahas kesanggupanpemberiaan fee yang akan diberikan kepada Abdul Wahid selaku Gubernur Riau, yakni sebesar 2,5 persen.

    “Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar (terjadi kenaikan Rp 106 miliar),” katanya. 

    Minta Jatah Preman Rp 7 Miliar

    Hasil pertemuan itu disampaikan FRY ke MAS selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau. MAS yang merepresentasikan gubernur meminta besaran fee ditambah jadi 5 persen atau Rp 7 miliar.

    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah jatah preman,” ujarnya.

    Mendapat tawaran itu, Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau melakukan pertemuan kembali. Disepakatilah besaran fee untuk gubernur seperti yang diminta yakni 5 persen. Hasilp ertemuan tersebut kemudian dilaporkan kepada MAS dengan kode ‘7 batang’

    Setelah ada kesepakatan tersebut, terjadilah tiga kali setoran fee jatah untuk Abdul Wahid terhitung sejak Juni-November 2025. Totalnya mencapai Rp 4,05 miliar lebih dari jatah preman yang disepakati Rp 7 miliar.

    Adapun rincian setoran fee jatah AW yakni:

    Pada setoran pertama FRY sebagai pengepul uang dari Kepala UPT, mengumpulkan total Rp 1,6 miliar. Dari uang tersebut, atas perintah MAS sebagai representasi AW, bahwa FRY mengalirkan dana sejumlah Rp 1 miliar kepada AW melalui perantara DAN selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau. Kemudian, FRY juga memberikan uang sejumlah Rp600 juta kepada kerabat MAS.

    Atas perintah DAN sebagai representasi AW, melalui MAS, FRY kembali mengepul uang dari para kepala UPT, dengan uang terkumpul sejumlah Rp1,2 miliar. Atas perintah MAS, uang tersebut, di antaranya didistribusikan untuk driver MAS sebesar Rp300 juta, proposal kegiatan perangkat daerah Rp375 juta, dan disimpan oleh FRY senilai Rp300juta.

    Kali ini tugas pengepul dilakukan Kepala UPT 3 dengan total mencapai Rp 1,25 miliar, yang di antaranya dialirkan untuk AW melalui MAS senilai Rp 450 juta serta diduga mengalir Rp 800 juta yang diberikan langsung kepada AW.

    “Pada pemberian ketiga ini, Senin (3 November 2025), Tim KPK melakukan kegiatan tangkap tangan,” ujar Johanis.

    Tiga orang yang terciduk dalam OTT tersebut adalah MAS, FRY dan lima Kepala Unit Kepala Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I III, IV, V, VI Dinas PUPR PKPP yakni KA, EI, LH, BS, RA.

    “Selain itu, Tim KPK juga mengamankan barang bukti berupa uang tunai sejumlah Rp800 juta,” ujarnya.

  • KPK Periksa 2 Eks Dirut Antam pada Kasus Korupsi Anoda Logam

    KPK Periksa 2 Eks Dirut Antam pada Kasus Korupsi Anoda Logam

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua mantan Direktur Utama PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk., terkait kasus dugaan korupsi pengolahan anoda logam antara PT Antam dan PT Loco Montrado.

    Kedua Dirut tersebut berinisial TM periode 2013-2015 dan TB menjabat pada periode 2015-2017. Selain itu, KPK juga memanggil Dirut PT MRT Jakarta (Treasury, Tax and Insurance Division Head PT Antam 2001- 22 Maret 2013) berinisial TUH dan Legal Counsel Division Head PT Antam berinisial WD.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan keempat saksi memenuhi panggilan KPK, Kamis (6/11/2025).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Kamis (6/11/2025).

    Budi belum menyampaikan pokok materi pemeriksaan. Sebelumnya, KPK telah menetapkan General Mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia PT Aneka Tambang (AT) Tbk, Dody Martimbang (DM), sebagai tersangka.

    Dia disebut langsung memilih PT Loco Montrado (LM) untuk meneken kerja sama pengolahan anoda logam tersebut. Pada 30 Januari 2024, Pengadilan Tinggi Jakarta memvonis Dody 6,5 tahun penjara.

    Dody dinyatakan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama terkait pengolahan anoda logam yang melibatkan PT Antam dan PT Loco Montrado pada 2017 yang merugikan negara Rp 100,7 miliar.

    Selain itu, KPK juga telah menetapkan Direktur PT Loco Montrado Siman Bahar sebagai tersangka. Kendati sudah ditetapkan tersangka, Siman belum ditahan. 

  • KPK Ungkap Gubernur Riau Gunakan Uang Hasil Pemerasan untuk Plesiran ke Malaysia, Brasil, hingga Inggris

    KPK Ungkap Gubernur Riau Gunakan Uang Hasil Pemerasan untuk Plesiran ke Malaysia, Brasil, hingga Inggris

    GELORA.CO  – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan fakta kasus dugaan pemerasan yang menjerat Gubernur Riau, Abdul Wahid. Lembaga antirasuah menyebut, uang hasil pungutan atau pemerasan yang dikumpulkan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP Riau digunakan untuk kepentingan pribadi sang gubernur, termasuk membiayai perjalanan ke luar negeri.

    Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan uang tersebut bersumber dari pungutan terhadap para pejabat di lingkungan Dinas PUPR PKPP Riau. 

    “Sejak awal yang bersangkutan sudah meminta. Untuk kegiatannya apa saja, ini macam-macam kegiatannya. Jadi, untuk keperluan yang bersangkutan. Makanya dikumpulinnya di tenaga ahlinya, Dani M. Nursalam,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

    Asep mengungkap, dana yang terkumpul dari pemerasan tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan operasional di dalam negeri, tetapi juga membiayai perjalanan Abdul Wahid ke sejumlah negara. 

    “Ada beberapa ini keperluan ke luar negeri, ke Inggris,” ujarnya.

    Selain perjalanan ke Inggris, Abdul Wahid disebut juga menggunakan sebagian uang hasil pemerasan itu untuk kunjungan ke Brasil. Menurutnya, perjalanan tersebut bukan bagian dari kegiatan resmi pemerintahan, melainkan agenda pribadi sang gubernur.

    “Selain ke Inggris, ada juga ke Brasil. Yang terakhir itu mau ke Malaysia,” tegasnya.

    Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Gubernur Riau Abdul Wahid sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan/penerimaan hadiah atau janji di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau Tahun Anggaran 2025. Penetapan tersangka ini terhadap Abdul Wahid setelah dirinya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada Senin (3/11).

    Selain Abdul Wahid, KPK juga menjerat Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) M. Arief Setiawan; serta Tenaga Ahli Gubernur Riau, Dani M. Nursalam yang merupakan kader PKB sebagai tersangka.

    Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menjelaskan, kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti melalui kegiatan penyelidikan hingga berujung pada operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Abdul Wahid dan sejumlah pejabat di lingkungan Pemprov Riau.

    Tanak memaparkan, praktik suap itu bermula pada Mei 2025 ketika Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau, Ferry Yunanda, menggelar pertemuan dengan enam Kepala UPT Wilayah I–VI di salah satu kafe di Pekanbaru. 

    Dalam pertemuan tersebut, para peserta membahas kesanggupan memberikan fee yang akan disetorkan kepada Abdul Wahid sebagai imbalan atas penambahan anggaran tahun 2025. 

    “Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I–VI Dinas PUPR PKPP,” ucap Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

    Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan bahwa anggaran program pembangunan jalan dan jembatan itu mengalami lonjakan signifikan sebesar 147 persen, dari Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar. Setelah pertemuan awal, Ferry kemudian melapor kepada Kepala Dinas PUPR-PKPP Riau, Muhammad Arief Setiawan, mengenai kesanggupan memberikan fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek

    Namun, Arief yang diduga mewakili Abdul Wahid menolak besaran tersebut dan meminta peningkatan menjadi 5 persen atau sekitar Rp 7 miliar.

    “MAS (Muhammad Arief Setiawan) yang merepresentasikan AW (Abdul Wahid) meminta fee sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar,” ungkap Tanak. 

    Menurutnya, Abdul Wahid juga menggunakan tekanan jabatan untuk memastikan permintaan tersebut dipenuhi. Melalui Arief, Abdul Wahid mengancam akan mencopot atau memutasi pejabat Dinas PUPR-PKPP yang tidak bersedia menyetujui permintaan tersebut. 

    “Di kalangan Dinas PUPR-PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,

  • Peras Bawahan, Gubernur Riau Abdul Wahid Minta Semua Patuh pada Satu Matahari

    Peras Bawahan, Gubernur Riau Abdul Wahid Minta Semua Patuh pada Satu Matahari

    GELORA.CO  – Gubernur Riau Abdul Wahid disebut pernah mengumpulkan para Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Jalan untuk meminta mereka patuh dengan apa yang dia perintahkan. Dia menyebut semua harus patuh pada ‘satu matahari’ yakni dirinya sebagai pimpinan. 

    “Saat dikumpulkan itulah yang bersangkutan itu menyampaikan bahwa, mataharinya adalah satu, semua harus tegak lurus pada mataharinya,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Rabu (5/11/2025). 

    Abdul Wahid juga menyampaikan, jika ada permintaan dari kepala dinas maka itu juga merupakan perintah darinya. Bagi yang tidak menurut maka akan dievaluasi. 

    “Kata-kata dievaluasi itu diartikan oleh para Kepala UPT dan yang lainnya itu, ya kalau tidak nurut nanti akan diganti dan lain-lain, jadi mutasi dan lain-lain, seperti itu,” ujarnya. 

    Sebelumnya, KPK mengungkapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid meminta ‘jatah preman’ senilai Rp7 miliar dari penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP.

    Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyatakan, kenaikan anggaran tersebut sebesar Rp106 miliar yang dari awalnya Rp71,6 miliar menjadi Rp177,4 miliar.

    Awalnya, Sekretaris Dinas PUPR-PKPP Riau Ferry Yunanda bertemu dengan enam Kepala UPT Wilayah I-VI Riau di salah satu kafe pada Mei 2025. Dari pertemuan itu, disepakati fee yang akan diberikan ke Abdul Wahid 2,5 persen. 

    Hasil kesepakatan ini kemudian disampaikan kepada M Arief Setiawan selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Riau sekaligus pihak yang merepresentasikan Abdul Wahid dan meminta fee sebesar 5 persen atau Rp7 miliar. 

    “Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah ‘jatah preman’,” kata Tanak saat di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (5/11/2025).

    KPK telah menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid dan dua orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau. 

    Dua orang lainnya yang ditetapkan tersangka adalah, M Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau dan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau

  • KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau

    KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau

    KPK Geledah Rumah Dinas Gubernur Riau
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dinas Gubernur Riau nonaktif Abdul Wahid dan beberapa lokasi lainnya di Riau, pada Kamis (6/11/2025).
    “Dalam lanjutan
    penyidikan
    perkara dugaan tindak pidana korupsi di wilayah Pemprov Riau, hari ini penyidik melakukan penggeledahan di rumah dinas gubernur dan beberapa lokasi lainnya,” kata Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis.
    Budi mengatakan, KPK mengimbau agar para pihak mendukung proses penyidikan agar dapat berjalan efektif.
    Dia juga memastikan akan menyampaikan perkembangan proses penggeledahan secara berkala sebagai bentuk transparansi dalam proses hukum ini.
    “KPK juga menyampaikan apresiasi dan terima kasih kepada seluruh masyarakat, khususnya di wilayah Riau, yang terus mendukung penuh pengungkapan perkara ini. Karena korupsi secara nyata menghambat pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujar dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan
    Gubernur Riau Abdul Wahid
    sebagai tersangka terkait kasus dugaan pemerasan atau penerimaan hadiah atau janji di Pemprov Riau Tahun Anggaran 2025, pada Rabu (5/11/2025).
    Diketahui, Abdul Wahid terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Riau, pada Senin (3/11/2025).
    KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan dan Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau.
    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan 3 orang sebagai tersangka, yakni AW (Abdul Wahid), MAS (Kepala Dinas PUPR-PKPP Muhammad Arief Setiawan), dan DAN (Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Riau),” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/11/2025).
    Johanis mengatakan, total uang hasil pemerasan dengan modus jatah preman yang disetor untuk Gubernur Riau Abdul Wahid dari Kepala UPT Dinas PUPR PKPP sebesar Rp 4,05 miliar.
    Dia mengatakan, setoran itu dilakukan setelah ada kesepakatan untuk memberikan fee sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar untuk Gubernur Riau Abdul Wahid.
    “Sehingga, total penyerahan pada Juni-November 2025 mencapai Rp 4,05 miliar dari kesepakatan awal sebesar Rp 7 miliar,” ujar dia.
    Johanis mengatakan, ketiga tersangka selanjutnya dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama yang terhitung sejak 4-23 November 2025.
    “Terhadap saudara AW ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara terhadap DAN dan MAS ditahan di Rutan Gedung Merah Putih KPK,” ucap dia.
    Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar ketentuan dalam Pasal 12e dan/atau Pasal 12f dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.