Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Kasus Hasto, KPK Periksa Mantan Anggota KPU Hari Ini

    Kasus Hasto, KPK Periksa Mantan Anggota KPU Hari Ini

    Jakarta, Beritasatu.com – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan (WS) hari ini, Kamis (2/1/2025), terkait kasus Hasto Kristiyanto.

    Dia hendak dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikannya yang menjerat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK).

    “Pemeriksaan dilakukan di gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika.

    KPK belum membeberkan soal detail materi yang hendak didalami lewat pemeriksaan saksi tersebut. Hasil pemeriksaan dapat disampaikan KPK ketika saksi hadir dan agenda pemeriksaan telah rampung.

    Wahyu Setiawan diketahui memiliki keterkaitan dengan kasus tersebut. KPK sempat menyebut Hasto bersama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan diduga menyuap anggota KPU periode 2017-2022, Wahyu Setiawan serta Agustiani Tio pada Desember 2019 lalu. Suap diberikan agar Harun dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024.

    Diketahui, Wahyu telah menjalani proses hukum atas penerimaan suap tersebut. Wahyu dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara oleh Mahkamah Agung (MA) dan dijebloskan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang.

    Dia dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi terkait penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Kini, dia sudah bebas bersyarat.

    Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Harun Masiku. Hasto diduga berupaya keras agar Harun Masiku menjadi anggota DPR periode 2019-2024 lewat mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto itu juga menjadi tersangka dalam kasus perintangan penyidikan atau menghalangi upaya KPK dalam menyidik Harun Masiku dalam perkara suap proses PAW anggota DPR. Oleh karena itu, mantan anggota KPU Wahyu Setiawan (WS) akan diperiksa hari ini.

  • Kasus Korupsi ASDP, KPK Sita Tanah dan Bangunan Senilai Rp1,2 Triliun – Page 3

    Kasus Korupsi ASDP, KPK Sita Tanah dan Bangunan Senilai Rp1,2 Triliun – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menyelidiki kasus dugaan korupsi Proses Kerja Sama (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (persero). Dari kasus tersebut, penyidik menyita aset tanah dan bangunan senilai Rp1,2 triliun.

    Jubir KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan, penyitaan tersebut dilakukan dalam rentang Oktober hingga Desember 2024.

    “Telah melakukan penyitaan terhadap aset tanah dan bangunan sebanyak 23 bidang tanah dan bangunan dengan nilai estimasi penyitaan sebesar kurang lebih Rp1,2 triliun,” kata Tessa dalam keterangannya, Kamis (2/1/2025).

    Tessa mengatakan, 23 bidang tanah itu tersebar di wilayah Bogor, Jawa Barat. Lalu 14 bidang tanah di Jawa Timur dan tujuh bidang tanah Jakarta.

    “Bahwa penyitaan yang dimaksud terkait dengan dugaan TPK dalam proses kerja sama usaha (KSU) dan Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022,” sebut Tessa.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka. Hanya saja identitas keempat orang tersebut belum dijelaskan secara rinci.

    “Inisial dari ke empat orang tersangka tersebut adalah IP, MYH, HMAC, A,” kata Jubir KPK, Tessa Mahardika Sugiarto di gedung KPK, Sabtu 17 Agustus 2024.

  • KPK Jadwalkan Periksa Saksi Kunci Kasus Hasto Hari Ini

    KPK Jadwalkan Periksa Saksi Kunci Kasus Hasto Hari Ini

    Jakarta, CNN Indonesia

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP).

    Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (2/1).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav. 4 atas nama WS,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Kamis (2/1).

    Sebelumnya, pada Jumat (27/12), KPK lebih dulu menjadwalkan pemeriksaan terhadap terpidana kasus suap Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Kader PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus mantan anggota Bawaslu.

    Lembaga antirasuah menetapkan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI 2019-2024 dan perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Kasus ini melibatkan mantan calon legislatif PDIP yang masih buron yakni Harun Masiku.

    Hasto bersama-sama dengan tersangka Harun disebut menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setyawan (diketahui juga sebagai kader PDIP) untuk pengurusan penetapan PAW anggota DPR periode 2019-2024.

    Padahal, Harun hanya memperoleh suara sebanyak 5.878. Sedangkan calon legislatif PDIP atas nama Riezky Aprillia mendapatkan 44.402 suara dan berhak menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

    Hasto disebut berupaya menempatkan Harun sebagai pengganti Nazarudin Kiemas dengan mengajukan uji materi atau judicial review kepada Mahkamah Agung (MA) tanggal 24 Juni 2019 dan menandatangani sebuah surat tanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan uji materi.

    Setelah ada putusan MA, KPU tidak melaksanakannya. Hasto pun meminta fatwa ke MA.

    Selain upaya tersebut, Hasto diduga juga secara paralel mengupayakan agar Riezky mengundurkan diri. Namun, permintaan tersebut ditolak.

    Hasto disebut juga pernah meminta kader PDIP Saeful Bahri menemui Riezky di Singapura dan meminta mundur. Permintaan itu lagi-lagi ditolak Riezky. Bahkan, surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR ditahan Hasto. Ia kukuh meminta Riezky mundur.

    “Oleh karena upaya-upaya tersebut belum berhasil, maka saudara HK bekerja sama dengan saudara Harun Masiku, saudara Saeful Bahri dan saudara DTI (Donny Tri Istiqomah, Advokat PDIP) melakukan penyuapan kepada saudara Wahyu Setiawan dan saudara Agustiani Tio Fridelina, di mana diketahui saudara Wahyu Setiawan merupakan kader PDIP yang menjadi Komisioner di KPU,” ungkap Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam jumpa pers di Kantornya beberapa waktu lalu.

    Hasto disebut membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2020 lalu yang menyasar Harun. Ia juga diduga meminta Harun merendam handphone dan segera melarikan diri.

    Hasto diduga juga memerintahkan anak buahnya yakni Kusnadi untuk menenggelamkan handphone agar tidak ditemukan oleh KPK.

    Tak hanya itu, Hasto disebut mengumpulkan beberapa orang saksi terkait perkara agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

    Merespons status tersangka, Hasto menyebutnya sebagai risiko politik lantaran bersikap kritis terhadap pemerintah. Meski demikian Hasto menegaskan ia dan partai akan tetap menghormati proses hukum di KPK. 

    “Setelah penetapan saya sebagai tersangka oleh KPK, maka sikap dari PDI Perjuangan adalah menghormati keputusan dari KPK. Kami adalah warga negara yang taat hukum. PDI Perjuangan adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum,” kata dia.

    (ryn/wis)

    [Gambas:Video CNN]

  • Kasus DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih Sudewo: Aneh kalau Belum Tersangka

    Kasus DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih Sudewo: Aneh kalau Belum Tersangka

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Jateng Corruption Watch (JCW) menyoroti kasus dugaan korupsi serta suap pengadaan barang-jasa pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementrian Perhubungan (Kemenhub).

    Terlebih, kasus tersebut turut menyeret nama calon Bupati Pati terpilih, Sudewo.

    Politikus Gerindra tersebut beberapa kali telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

    Koordinator Jateng Coorruption Watch, Kahar Muamalsyah, mengatakan kasus ini sudah menjadi perhatian organisasi antirasuah tersebut, jauh sebelum Sudewo mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, dan pada akhirnya keluar sebagai Bupati Pati terpilih.

    “Saat itu, saat masih penjaringan calon kepala daerah, kami sudah menyoroti sejumlah nama yang diduga bermasalah, karena terindikasi terlibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Tidak hanya Sudewo,” kata kahar dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

    Dituturkan Kahar, memang secara hukum belum ada putusan atau ketatapan hukum yang menyebut Sudewo, mantan Anggota Komisi V DPR RI, terlibat dalam korupsi pengadaan barang-jasa di Dirjen Perkeretaapian Kemenhub. Namun, indikasinya sudah jelas dan kuat.

    Terlebih, sambung dia, penyidik KPK pernah menyita uang tunai bernilai sekitar Rp3 miliar dari kediaman Sudewo, dalam kasus tersebut. Oleh karenanya, menurut dia, aneh kalau hingga saat ini Sudewo belum ditetapkan sebagai tersangka.

    “Uang yang disita itu kan sebagai barang bukti adanya keterlibatan yang bersangkutan,” ucapnya.

    Menurut Kahar, bilamana memang Sudewo dinilai tak bersalah dalam kasus ini, KPK sudah seyogyanya KPK menjelaskan kepada publik, peran yang bersangkutan dalam kasus ini seperti apa.

    “Kami berharap, penegakan hukum dilakukan secara benar, tanpa tebang pilih. Penegakan hukum dilakukan dengan asas equality before the law, semua sama di depan hukum,” tegasnya.

    Sebelumnya dilansir Tribunnews.com, Gerakan Masyarakat Peduli Pati (Germas PP) mendesak KPK agar tak tebang pilih dalam penuntasan kasus suap dan korupsi pengadaan barang-jasa di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun anggaran 2020–2022.

    Germas PP menggelar unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024), kemarin.

    Perwkilan Germas PP menyampaikan, KPK dinilai telah cukup memiliki bukti keterlibatan Sudewo, politikus Gerindra mantan anggota Komisi V DPR yang kini menjadi Bupati Pati terpilih tersebut.

    Penyitaan uang senilai Rp3 miliar dari kediaman Sudewo sudah menjadi bukti keterlibatan yang bersangkutan, dalam pusaran kasus suap dan korupsi ini.

    “KPK jangan tebang pilih, penerima suap yang lain sudah jadi tersangka dan diseret ke persidangan,” katanya.

    Penyitaan uang itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap proyek DJKA dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, beberapa waktu lalu.

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023) silam. Sudewo membantah telah menerima suap terkait proyek pengadaan barang-jasa di DJKA.

    Menurut dia, uang disita penyidik KPK sebagian merupakan gajinya sebagai anggota DPR RI dan sebagian lainnya dari merupakan hasil dari usaha pribadinya.

    Terpisah, Presiden Prabowo Subianto cum Ketua Umum Gerindra menegaskan tak akan melindungi kadernya bilamana ada yang melakukan korupsi.

    Hal itu disampaikan saat Prabowo menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Kamis (12/12/2024).

    “Jangan karena kau merasa Gerindra, kau berbuat menyimpang berbuat seenaknya, kau berharap Gerindra melindungi kau tidak,” ujar Prabowo, dikutip Tribunnews.com. (*)

  • Kasus Suap DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih: Aneh, Kalau Belum Tersangka

    Kasus Suap DJKA, JCW Soroti Dugaan Keterlibatan Bupati Pati Terpilih: Aneh, Kalau Belum Tersangka

    TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG – Jateng Corruption Watch (JCW) menyoroti kasus dugaan korupsi serta suap pengadaan barang-jasa pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementrian Perhubungan (Kemenhub).

     

    Terlebih, kasus tersebut turut menyeret nama calon Bupati Pati terpilih, Sudewo. Politikus Gerindra tersebut beberapa kali telah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta dihadirkan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang.

     

    Koordinator Jateng Coorruption Watch, Kahar Muamalsyah, mengatakan kasus ini sudah menjadi perhatian organisasi antirasuah tersebut, jauh sebelum Sudewo mengikuti kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024, dan pada akhirnya keluar sebagai Bupati Pati terpilih.

     

    “Saat itu, saat masih penjaringan calon kepala daerah, kami sudah menyoroti sejumlah nama yang diduga bermasalah, karena terindikasi terlibat korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Tidak hanya Sudewo,” kata kahar dalam keterangannya, Selasa (31/12/2024).

     

    Dituturkan Kahar, memang secara hukum belum ada putusan atau ketatapan hukum yang menyebut Sudewo, mantan Anggota Komisi V DPR RI, terlibat dalam korupsi pengadaan barang-jasa di Dirjen Perkeretaapian Kemenhub. Namun, indikasinya sudah jelas dan kuat.

     

    Terlebih, sambung dia, penyidik KPK pernah menyita uang tunai bernilai sekitar Rp3 miliar dari kediaman Sudewo, dalam kasus tersebut. Oleh karenanya, menurut dia, aneh kalau hingga saat ini Sudewo belum ditetapkan sebagai tersangka.

     

    “Uang yang disita itu kan sebagai barang bukti adanya keterlibatan yang bersangkutan,” ucapnya.

     

    Menurut Kahar, bilamana memang Sudewo dinilai tak bersalah dalam kasus ini, KPK sudah seyogyanya KPK menjelaskan kepada publik, peran yang bersangkutan dalam kasus ini seperti apa.

     

    “Kami berharap, penegakan hukum dilakukan secara benar, tanpa tebang pilih. Penegakan hukum dilakukan dengan asas equality before the law, semua sama di depan hukum,” tegasnya.

     

    Sebelumnya dilansir Tribunnews.com, Gerakan Masyarakat Peduli Pati (Germas PP) mendesak KPK agar tak tebang pilih dalam penuntasan kasus suap dan korupsi pengadaan barang-jasa di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tahun anggaran 2020–2022.

     

    Germas PP menggelar unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024), kemarin.

     

    Perwkilan Germas PP menyampaikan, KPK dinilai telah cukup memiliki bukti keterlibatan Sudewo, politikus Gerindra mantan anggota Komisi V DPR yang kini menjadi Bupati Pati terpilih tersebut.

     

    Penyitaan uang senilai Rp3 miliar dari kediaman Sudewo sudah menjadi bukti keterlibatan yang bersangkutan, dalam pusaran kasus suap dan korupsi ini.

     

    “KPK jangan tebang pilih, penerima suap yang lain sudah jadi tersangka dan diseret ke persidangan,” katanya.

     

    Penyitaan uang itu terungkap dalam sidang kasus dugaan suap proyek DJKA dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah Putu Sumarjaya dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) BTP Jawa Bagian Tengah Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang, beberapa waktu lalu.

     

    Dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (9/11/2023) silam. Sudewo membantah telah menerima suap terkait proyek pengadaan barang-jasa di DJKA.

     

    Menurut dia, uang disita penyidik KPK sebagian merupakan gajinya sebagai anggota DPR RI dan sebagian lainnya dari merupakan hasil dari usaha pribadinya.

     

    Terpisah, Presiden Prabowo Subianto cum Ketua Umum Gerindra menegaskan tak akan melindungi kadernya bilamana ada yang melakukan korupsi.

     

    Hal itu disampaikan saat Prabowo menghadiri HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Kamis (12/12/2024).

     

    “Jangan karena kau merasa Gerindra, kau berbuat menyimpang berbuat seenaknya, kau berharap Gerindra melindungi kau tidak,” ujar Prabowo, dikutip Tribunnews.com. (*)

  • KPK Dalami Yayasan yang Terafiliasi dengan Heri Gunawan dan Satori terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK – Halaman all

    KPK Dalami Yayasan yang Terafiliasi dengan Heri Gunawan dan Satori terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami yayasan yang terkait dengan anggota DPR RI dalam pemberian dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Di mana dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan uang CSR BI-OJK ini, KPK telah memeriksa dua anggota DPR, yakni Heri Gunawan dan Satori beberapa hari lalu.

    “Jadi ketika misalkan ada beberapa orang yang menerima CSR itu, itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi nanti yayasan dulu, baru nanti pada orang tersebut kan, seperti itu,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya dikutip Selasa (31/12/2024).

    Pendalaman itu, lanjut Asep, juga dilakukan untuk mengetahui mekanisme pemilihan yayasan penerima CSR hingga aliran dana CSR.

    Menurut Asep, afiliasi itu tidak hanya berbentuk kepemilikan yayasan penerima CSR, tapi juga melalui pemberian rekomendasi yayasan penerima CSR.

    “Misalkan saya punya yayasan nih, saya sendiri punya yayasan, udah ke yayasan C aja. Nah itu tapi kan sama-sama tetap ke yayasan, artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan,” katanya. 

    “Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami,” ujar Asep. 

    Dalam kasus dugaan korupsi dana CSR BI dan OJK, penyidik KPK telah memanggil dua anggota DPR pada Jumat, 27 Desember 2024.

    Keduanya adalah Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra dan Satori dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem). 

    Satori dan Heri merupakan anggota Komisi XI DPR periode 2019–2024 dan terpilih lagi untuk periode 2024–2029. 

    Namun, keduanya kini bertugas di komisi yang berbeda dari periode sebelumnya.

    Menurut Satori, seluruh anggota Komisi XI mendapatkan dana CSR Bank Indonesia. 

    Komisi XI merupakan mitra kerja Bank Indonesia di parlemen. 

    “Semuanya sih, semua anggota Komisi XI programnya itu dapat,” ucap Satori saat meninggalkan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan seusai pemeriksaan.

    Satori menyampaikan dana PSBI digunakan untuk kegiatan sosial di daerah pemilihan (dapil). 

    “Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata dia.

    KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk perkara ini pada 16 Desember 2024. Kasus ini diduga melibatkan anggota DPR RI komisi Xl periode 2019–2024.

    Dalam proses penyidikan, KPK telah menggeledah kantor pusat Bank Indonesia pada Senin, 16 Desember 2024. Termasuk ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo juga turut diperiksa.

    Kemudian pada Kamis, 19 Desember 2024, penyidik KPK menggeledah kantor OJK.

    Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK melakukan penyitaan berupa dokumen dokumen, surat-surat, barang bukti elektronik (BBE) dan catatan-catatan yang diduga punya keterkaitan dengan perkara.

  • Penyelewengan Dana CSR BI, KPK Telusuri Keterkaitan Yayasan dengan Anggota DPR

    Penyelewengan Dana CSR BI, KPK Telusuri Keterkaitan Yayasan dengan Anggota DPR

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami kasus dugaan penyelewengan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). Lembaga antikorupsi ini mencurigai sejumlah yayasan penerima dana tersebut memiliki keterkaitan dengan anggota DPR.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menyampaikan, dana CSR BI disalurkan melalui yayasan sebelum akhirnya diterima oleh pihak-pihak terkait.

    “CSR itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi yayasan dahulu, baru kemudian kepada orang tertentu,” ujar Asep Guntur di Jakarta, Senin (30/12/2024).

    KPK juga menyelidiki mekanisme penunjukan yayasan penerima dana CSR, termasuk potensi afiliasi yayasan dengan pihak yang merekomendasikannya.

    Dalam kasus ini, anggota DPR dari Fraksi Partai Nasdem Satori (ST) telah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik KPK pada Jumat (27/12/2024). Satori mengungkapkan, dana CSR BI digunakan untuk program sosialisasi di daerah pemilihan (dapil).

    “Programnya untuk kegiatan sosialisasi di dapil,” kata Satori seusai pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta.

    Satori juga menyebut seluruh anggota Komisi XI DPR menerima program serupa.

    “Semua anggota Komisi XI dapat program itu, bukan hanya saya,” ungkapnya.

    Selain Satori, anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan (HG) juga diperiksa KPK pada hari yang sama. Heri menegaskan, pemanggilan tersebut masih dalam kapasitasnya sebagai saksi.

  • KPK Usut Dugaan Konflik Kepentingan pada Penyaluran Dana CSR BI di Komisi XI DPR

    KPK Usut Dugaan Konflik Kepentingan pada Penyaluran Dana CSR BI di Komisi XI DPR

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan konflik kepentingan pada penyaluran corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) di Komisi XI DPR.

    Untuk diketahui, KPK sebelumnya memeriksa dua orang politisi yang sebelumnya menjabat di Komisi XI DPR, Jumat (27/12/2024). Dua orang anggota DPR itu adalah Satori dari Fraksi Nasdem, dan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra. 

    Menurut Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, dana CSR atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu tetap diterima oleh yayasan sebagaimana aturan yang berlaku. Namun, dia mengaku penyidik komisi antirasuah fokus mendalami bagaimana pemilihan yayasan penerima dana PSBI. 

    Dalam hal ini, kaitannya dengan Komisi XI DPR, yayasan penerima dana PSBI berasal dari daerah pemilihan (dapil) anggota komisi keuangan. Ada dugaan yayasan dimaksud mendapatkan dana CSR bank sentral melalui rekomendasi, atau karena terafiliasi dengan anggota Komisi XI DPR.

    “Artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan. Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami,” jelas Asep pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/12/2024). 

    Asep lalu menjelaskan, dugaan afiliasi anggota Komisi XI DPR dengan yayasan penerima PSBI bisa jadi tidak secara langsung. Dia tidak menutup kemungkinan afiliasi secara tidak langsung melalui kerabat atau keluarga. 

    “Dianya tidak terlibat, tapi kalau yayasannya milik saya, atau saya misalkan meng-hire saudara saya untuk bikin yayasan, atau misalkan kenalan saya untuk bikin yayasan, lalu ada afiliasinya ke saya, nah itu lain lagi gitu, seperti itu,” paparnya. 

    Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menjelaskan bahwa CSR BI, atau yang dikenal sebagai PSBI sudah ada sejak puluhan tahun. Dana tersebut dianggarkan setiap tahunnya secara khusus oleh bank sentral guna membangun relasi kepedulian dan pemberdayaan masyarakat. 

    Politisi Partai Golkar itu mengemukakan bahwa Komisi XI DPR hanya menyaksikan penyaluran PBSI ke penerima yang berasal dari daerah pemilihan (dapil) asal masing-masing anggota dewan. 

    “Tidak ada aliran dana dari program sosial Bank Indonesia yang disalurkan melalui rekening anggota DPR RI atau diambil tunai, semuanya langsung dari rekening Bank indonesia disalurkan ke rekening yayasan yang menerima progam bantuan PSBI tersebut,” ujarnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, Minggu (29/12/2024). 

    Adapun usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (27/12/2024), anggota DPR Satori mengatakan telah secara kooperatif menjelaskan kepada penyidik perihal kegiatan program CSR BI. 

    Satori menduduki jabatan sebagai anggota Komisi XI DPR pada periode 2019-2024. Kini, dia terpilih lagi ke Senayan namun bertugas di Komisi VIII.

    Dia mengakui bahwa seluruh anggota Komisi XI DPR mendapatkan program CSR dari BI. Namun, dia membantah adanya dugaan rasuah pada penyaluran dana sosial dari bank sentral itu. 

    “Anggarannya semua sih semua anggota Komisi XI itu programnya dapat,” ujarnya kepada wartawan. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, tim penyidik KPK telah menggeledah ruangan di kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari bukti kasus dugaan korupsi dana CSR BI. 

    Salah satu ruangan yang digeledah penyidik di kantor BI, MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (16/12/2024), adalah ruangan Gubernur BI Perry Warjiyo. Sementara itu, ada satu ruangan di salah satu direktorat di OJK yang ikut digeledah penyidik tiga hari setelahnya, Kamis (19/12/2024). 

    KPK menyebut akan meminta klarifikasi atas bukti-bukti yang ditemukan saat proses penggeedahan. Proses penggeledahan juga berpeluang untuk dilakukan lagi guna melengkapi alat bukti perkara dugaan rasuah di lingkungan bank sentral itu. 

    Adapun, penegak hukum di KPK menduga dana CSR dimaksud diterima oleh penerima yang tidak tepat atau proper. Penerimanya adalah sejumlah yayasan.

    “Jadi BI itu punya dana CSR, kemudian beberapa persen dari pada sebagian itu diberikan ke yang tidak proper. Kurang lebihnya seperti itu,” jelas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan kepada wartawan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2024). 

  • KPK Persilakan Hasto Mengelak dan Berbohong: Kami Sajikan Bukti

    KPK Persilakan Hasto Mengelak dan Berbohong: Kami Sajikan Bukti

    Jakarta, CNN Indonesia

    Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu akan menyiapkan pembuktian apabila Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) mengelak dan tidak memberikan keterangan saat diperiksa nanti.

    “Jadi ketika, misalkan, mengelak, walaupun memang kalau tersangka itu diperbolehkan, dipersilakan, berbohong itu silakan, hak ingkar, tapi tetap kami harus menyajikan informasi atau dokumen atau keterangan yang kami miliki, sehingga yang bersangkutan itu tidak bisa lagi mengelak. Walaupun ya kalau mengelak ya silakan saja,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/12).

    Asep menerangkan saat ini penyidiknya masih melakukan pengumpulan alat bukti dan pemanggilan terhadap saksi-saksi sebelum nantinya memanggil Hasto untuk diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka.

    “Jadi kami pada tahap sedang mengumpulkan dokumen-dokumen maupun keterangan dari saksi-saksi dan juga dari bukti-bukti yang lain, bukti elektronik dan lainnya,” ujarnya.

    Terkait kapan Hasto diperiksa, Asep mengatakan saat ini penyidik masih mengumpulkan alat bukti sehingga saat Hasto dipanggil berbagai barang bukti dan keterangan yang dikantongi penyidik sudah lengkap.

    “Jadi itu juga menjawab pertanyaan mengapa kalau memeriksa tersangka suka belakangan. Jadi kami kumpulkan dulu keterangan dari saksi yang lain, kumpulkan dulu dokumen-dokumen yang ada, sehingga nanti tidak sepotong-sepotong informasi yang kami punya,” ucapnya.

    Penyidik KPK pada Selasa (24/12) menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil I Sumsel.

    HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui kader PDIP Agustiani Tio Fridelina.

    “HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019-23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel,” ujar Setyo.

    Sebelumnya, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

    Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

    Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.

    Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

    (Antara/isn)

    [Gambas:Video CNN]

  • KPK Dalami Yayasan Diduga Afiliasi Anggota DPR di Kasus CSR BI

    KPK Dalami Yayasan Diduga Afiliasi Anggota DPR di Kasus CSR BI

    Jakarta, CNN Indonesia

    KPK tengah mendalami sejumlah yayasan yang diduga tidak tepat untuk menampung duit corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan terafiliasi anggota DPR dalam dugaan korupsi Program Sosial BI (PSBI).

    Hal tersebut diungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat ditanya apakah duit CSR BI itu ditampung oleh yayasan milik anggota DPR Satori dan Heri Gunawan.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan pendalaman itu dilakukan untuk mengetahui siapa saja yang menerima duit CSR itu.

    “Jadi ketika misalkan ada beberapa orang yang menerima CSR itu, itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi nanti yayasan dulu, baru nanti pada orang tersebut kan, seperti itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (30/12).

    Asep menjelaskan pendalaman itu juga dilakukan untuk mengetahui mekanisme pemilihan yayasan penerima CSR hingga aliran duit CSR.

    Ia menyinggung ada kemungkinan afiliasi CSR itu tidak berbentuk kepemilikan yayasan dan hanya melalui pemberian rekomendasi yayasan penerima CSR.

    “Misalkan saya punya yayasan nih, saya sendiri punya yayasan, udah ke yayasan C aja. Nah itu tapi kan sama-sama tetap ke yayasan, artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan,” kata dia.

    “Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami,” sambungnya.

    Sebelumnya, KPK memeriksa dua anggota DPR RI yakni Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra dan Satori dari Fraksi NasDem terkait kasus tersebut pada Jumat (27/12).

    Usai diperiksa, Satori mengakui menggunakan dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia untuk berkegiatan di Dapil.

    “Programnya? Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata Satori di gedung KPK, Jakarta.

    Satori menyebut tak ada uang suap terkait itu. Ia berjanji akan mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan secara kooperatif.

    Ia juga mengatakan seluruh anggota Komisi XI turut menggunakan dana CSR BI untuk berkegiatan di Dapil mereka. Satori menyebut dana CSR itu mengalir melalui yayasan.

    “Semuanya sih semua anggota Komisi XI programnya itu dapat. Bukan, bukan kita aja,” katanya.

    (mab/isn)

    [Gambas:Video CNN]