Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • KPK Geledah Rumah Kerabat Bupati Ponorogo di Babadan, Sita Dokumen dan Buku Rekening

    KPK Geledah Rumah Kerabat Bupati Ponorogo di Babadan, Sita Dokumen dan Buku Rekening

    Ponorogo (beritajatim.com) – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penggeledahan lanjutan di Kabupaten Ponorogo, Selasa (11/11/2025) malam. Setelah sebelumnya menggeledah ruang kerja Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko dan Sekda Agus Pramono di kompleks Kantor Pemkab Ponorogo, penyidik bergerak cepat menuju sebuah rumah di Desa Ngunut, Kecamatan Babadan.

    Penggeledahan di rumah tersebut dilakukan secara maraton, menyusul temuan awal sejumlah dokumen penting di lingkungan pemerintahan. Rumah yang menjadi sasaran disebut milik Dicky, warga Malang yang diakui masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Bupati Sugiri Sancoko — tersangka kasus dugaan korupsi yang ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) beberapa waktu lalu.

    Menurut keterangan warga, sembilan penyidik KPK tiba di lokasi usai waktu salat Magrib dan langsung masuk ke dalam rumah untuk mencari dokumen yang diduga berkaitan dengan aliran dana. Aktivitas penyidik itu sempat menarik perhatian warga yang mendadak memenuhi jalan desa.

    “Penggeledahan mulai setelah Magrib dan selesai sekitar pukul 9 malam. Petugas membawa sejumlah berkas, termasuk dua buku rekening dan beberapa dokumen transfer,” kata Saifudin, perangkat Desa Ngunut, Rabu (12/11/2025).

    Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK menyita 10 item dokumen, dua di antaranya berupa buku rekening dan dokumen transfer yang diduga menjadi bagian dari aliran dana dalam perkara korupsi yang sedang ditangani.

    Langkah KPK memperluas penggeledahan ini menunjukkan penelusuran aliran dana korupsi di Ponorogo belum berhenti. Setelah penyitaan sejumlah dokumen dari kantor pemerintahan, lembaga antirasuah itu kini menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak keluarga atau kerabat dalam rangkaian transaksi keuangan yang mencurigakan.

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi di Ponorogo, yakni Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko, Sekda Ponorogo Agus Pramono, Direktur RSUD dr. Hardjono Ponorogo dr. Yunus Mahatma, serta pihak swasta bernama Sucipto. Keempatnya kini telah ditahan di Gedung Merah Putih KPK untuk menjalani proses hukum lebih lanjut. [end/beq]

  • Babak Baru Penyelidikan Whoosh: KPK Endus Oknum Jual Tanah Negara ke Negara

    Babak Baru Penyelidikan Whoosh: KPK Endus Oknum Jual Tanah Negara ke Negara

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyelidikan dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan penyelidikan ini diduga tindak pidana korupsi terkait pembebasan lahan.

    Pernyataan itu disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Senin (10/11/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

    “Yang sedang kita tangani itu terkait dengan pembebasan lahan [proyek Whoosh], yang di sana ada terindikasi tindak pidana korupsi,” kata Asep.

    Lahan-lahan yang dibebaskan digunakan untuk membangun konstruksi tiang penyanggah rel kereta cepat. Persoalannya adalah sejumlah lahan yang dibebaskan merupakan milik negara.

    Lebih lanjut, KPK mengendus adanya sejumlah oknum yang menjual tanah milik negara kepada negara.

    “Ada oknum-oknum di mana yang bersangkutan itu yang seharusnya ini milik negara, tapi dijual lagi kepada negara,” ujar Asep.

    Terkait lahan-lahan yang dimiliki secara pribadi, Asep mengatakan transaksi penjualan dapat sah-sah saja asalkan tidak terjadi penggelembungan dana.

    Dia menegaskan bahwa jika nantinya ditemukan indikasi mark-up harga, tim lembaga antirasuah akan melakukan tindakan pemberantasan korupsi.

    “Misalkan kalau itu milik pribadi dan seharusnya mendapat pembayaran, ya tentunya pembayaran yang wajar. Kita juga kalau pembayarannya wajar, tidak akan kita perkarakan,” tegas Asep.

    KPK juga mengusut kerugian negara dari dugaan skandal pada proyek strategis nasional (PSN) yang dieksekusi di era Presiden ke-7 Joko Widodo itu.

    “Kerugian dari sisi pembebasan lahan inilah yang sedang kita kejar dan kita akan kembalikan kepada negara,” tuturnya.

    Meski demikian, Asep belum bisa menjelaskan secara rinci lokasi mana saja yang terindikasi korupsi karena masih proses penyelidikan. 

    “Nah, terkait yang mana pembebasan lahannya apakah yang di Halim, yang dari Jakarta ini, kan semua kan tancapnya tiang-tiang tuh sampai Bandung. Nah ataukah yang di Bandung di Tegalluar. Ya nanti kita sama-sama tunggu ya,” jelas Asep.

    Mark-Up Proyek Whoosh

    Asep menyatakan pengungkapan materi penyelidikan kasus ini sekaligus meluruskan isu yang berkembang di masyarakat sebelumnya bahwa penyelidikan dugaan korupsi whoosh terkait mark-up anggaran rel, sebagaimana sempat dilontarkan oleh Mahfud MD.

    Adapun penyelidikan sudah berlangsung pada awal tahun 2025. Penyelidik masih mengumpulkan informasi untuk menentukan apakah dugaan perkara ini naik ketahap penyidikan atau tidak.

    “Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun, jadi memang ini masih terus berprogres,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

     

    Beban Utang Whoosh

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa berharap diajak ke China supaya bisa terlibat langsung dalam rencana negosiasi pembayaran utang Kereta Cepat Whoosh antara Indonesia dengan Pemerintah China.

    Selain itu, Purbaya juga menanggapi rencana Presiden Prabowo Subianto menggunakan harta rampasan korupsi untuk pembayaran utang kereta cepat.

    Pemerintah saat ini juga tengah merencanakan untuk mengirim tim negosiasi yang telah ditunjuk untuk mengurus perihal rencana restrukturisasi skema pembayaran utang pembangunan Kereta Cepat Whoosh tersebut ke China.

    “Tapi nanti akan diskusikan dan mungkin Indonesia akan kirim tim ke China lagi kan, untuk diskusi seperti apa nanti pembayaran [utang Whoosh] persisnya. Kalau itu saya diajak biar saya tahu diskusinya seperti apa nanti,” ucap Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin (10/11/2025) malam.

    Dirinya juga angkat bicara mengenai rencana yang digaungkan Presiden Prabowo Subianto untuk menggunakan dana sitaan dari para koruptor dalam rangka pembayaran utang Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh.

    Purbaya menjelaskan, pemerintah saat ini masih berdiskusi lebih lanjut mengenai rencana penggunaan harta pengembalian atas hasil tindak pidana korupsi tersebut. Saat ini, rencana tersebut menurutnya masih baru dalam bentuk garis besar semata.

    “Masih didiskusikan, masih didiskusikan, nanti detailnya. Itu masih yang ada adalah masih garis-garis besarnya,” katanya.

    Diberitakan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia akan membayar sekitar Rp1,2 triliun per tahun, dalam skema pelunasan utang kereta cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh. Hal tersebut disampaikan Prabowo setelah meresmikan Stasiun Tanah Abang Baru, Jakarta Pusat pada Selasa (4/11/2025) lalu.

    Prabowo menyatakan bahwa salah satu sumber pendanaan utang tersebut akan bersumber dari uang hasil rampasan korupsi. Dia lantas berujar bahwa pemerintah tak akan memberikan kesempatan lagi bagi para koruptor untuk kembali mencari celah dalam keuangan negara demi keuntungan pribadi.

    “Jadi saudara saya minta bantu saya semua. Jangan kasih kesempatan koruptor-koruptor itu merajalela. Uang nanti banyak untuk kita. Untuk rakyat semua,” tutur Prabowo.

  • Nasib Bobby Nasution di Kasus Suap Proyek Jalan Sumut Tunggu Hasil Sidang

    Nasib Bobby Nasution di Kasus Suap Proyek Jalan Sumut Tunggu Hasil Sidang

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan pendalaman keterlibatan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam dugaan korupsi proyek jalan masih menunggu hasil persidangan Pengadilan Tipikor Medan. Jaksa penuntut akan memberikan laporan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.

    “Persidangannya belum selesai, ya. Laporan terkait persidangan itu setelah selesai seperti halnya laporan perkembangan penyidikan,” kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 10 November.

    “Kenapa? Karena tentunya kalau sidangnya masih berjalan, itu kan putusannya belum ada. Nanti tunggu putusannya,” sambung dia.

    Dari laporan inilah, KPK akan menentukan tindak lanjut seperti melakukan pengembangan kasus.

    “Tunggu sampai persidangannya ini selesai dan nanti akan ada laporan dari Pak Jaksa terkait dengan pelaksanaan persidangan,” tegas Asep yang juga menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK.

    Adapun jaksa baru saja membacakan tuntutan untuk dua terdakwa dalam kasus korupsi di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara. Mereka adalah Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group, Akhirun Piliang alias Kirun dan Direktur PT Rona Namora, Rayhan Dulasmi Piliang.

    Akhirun dituntut 3 tahun penjara sedangkan Dulasmi dituntut jaksa 2,5 tahun penjara. Pembacaan tuntutan dilakukan di Pengadilan Tipikor Medan pada 5 November lalu.

    Jaksa juga menuntut Akhirun denda Rp150 juta subsider kurungan 6 bulan serta menuntut Reyhan Dulasmi Piliang denda Rp100 juta subsider kurungan 6 bulan.

    Sementara Topan Ginting yang merupakan anak buah sekaligus orang dekat Bobby Nasution bakal segera disidangkan. Begitu juga dengan Rasuli Efendi Siregar selaku Kepala UPTD Gunung Tua dan Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Sumut.

    Diberitakan sebelumnya, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) di wilayah Sumatera Utara pada Kamis, 26 Juni. Diduga terjadi pemberian uang dalam proyek pembangunan jalan di provinsi tersebut.

    Dari kegiatan penindakan ini, KPK kemudian menetapkan Topan Obaja Putra Ginting atau Topan Ginting selaku Kadis PUPR Provinsi Sumatera Utara sebagai tersangka bersama empat orang lainnya.

    Mereka adalah Rasuli Effendi Siregar selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Heliyanto selaku PPK Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara; M. Akhirun Efendi Siregar selaku Direktur Utama PT DNG; dan M. Rayhan Dulasmi Pilang selaku selaku Direktur PT RN.

    Adapun Topan jadi sorotan karena dilantik sebagai Kadis PUPR pada 24 Februari lalu oleh Gubernur Sumut Bobby Nasution. Dia tadinya menjabat sebagai Kepala Dinas PU atau Dinas Sumber Daya Air, Bina Marga dan Bina Konstruksi Kota Medan serta pernah duduk sebagai Pelaksana tugas (Plt) Sekda Kota Medan ketika menantu Presiden ke-7 RI itu duduk sebagai Wali Kota Medan.

    KPK mengungkap ada enam proyek pembangunan jalan dengan anggaran Rp231,8 miliar yang diduga telah terjadi penyuapan.

    Rincianya adalah sebagai berikut:

    1. Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI 2023 (Nilai proyek Rp56,5 miliar);

    2. Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang- Gunung Tua-Simpang Pal XI 2024 (Nilai proyek Rp17,5 miliar);

    3. Rehabilitasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI dan penanganan longsoran 2025;

    4. Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang-Gunung Tua-Simpang Pal XI 2025;

    5. Pembangunan Jalan Sipiongot batas Labusel (Nilai proyek Rp96 miliar); dan

    6. Pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot (Nilai proyek Rp61,8 miliar).

  • KPK Tahan 5 Pengusaha Situbondo Terkait Suap Dana PEN dan Pengadaan Barang Jasa 

    KPK Tahan 5 Pengusaha Situbondo Terkait Suap Dana PEN dan Pengadaan Barang Jasa 

    Jakarta (beritajatim.com) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Situbondo tahun 2021-2025.

    Penetapan ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang menjerat mantan Bupati Situbondo, Karna Suswandi.

    Lima tersangka tersebut adalah para pengusaha yang diduga terlibat dalam pemberian suap, yakni Roespandi selaku Direktur CV Ronggo, Adit Ardian selaku Direktur CV Karunia, Tjahjono Gunawa pemilik CV Citra Bangun Persada, Muhammad Amran Said Ali selaku Direktur PT Anugrah Cakra Buana Jaya Lestari, dan As’al Fany Balda selaku Direktur PT Badja Karya Nusantara.

    “Terhadap kelima tersangka tersebut, dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 4-23 November 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang KPK Merah Putih,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).

    Jalur Suap Diduga Diatur Mantan Bupati

    Asep menerangkan, dalam proses proyek tersebut, Karna Suswandi bersama pejabat pembuat komitmen (PPK) Dinas PUPP Situbondo, Eko Prionggo Jati, diduga mengatur pemenang tender proyek.

    Karna diduga meminta fee atau ijon 10 persen kepada lima pengusaha yang menjadi pemenang proyek, sementara Eko diduga meminta biaya komitmen sebesar 7,5 persen. Total fee mencap 17,5 persen.

    “Atas pemenangan para tersangka pada pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPP Kabupaten Situbondo tersebut, KS bersama-sama dengan EPJ menerima uang dari masing-masing tersangka dengan total mencapai Rp4,21 miliar,” tegas Asep.

    Adapun rincian dugaan uang yang diterima yaitu Roespandi sebesar Rp780,9 juta; Tjahjono Gunawan Rp1,60 miliar; Adit Ardian Rp1,33 miliar; serta Muhammad Amran Said Ali bersama As’al Fany Balda sebesar Rp500 juta.

    Jerat Pasal Suap

    Atas perbuatannya sebagai pemberi suap, kelima tersangka diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    KPK menegaskan komitmen untuk terus mengembangkan penyidikan dalam kasus ini, termasuk menelusuri aliran dana dan pihak lain yang mungkin terlibat dalam transaksi suap program PEN Kabupaten Situbondo.

    Karna Suwandi  Divonis 6,5 Tahun Penjara

    Sebelumnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya menjatuhkan hukuman 6 tahun dan 6 bulan penjara kepada mantan Bupati Situbondo, Karna Suwandi.

    Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Pemkab Situbondo periode 2021–2024 yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 4,5 miliar.

    Sidang pembacaan vonis digelar di Pengadilan Tipikor Surabaya pada Jumat (31/10). Hukuman ini lebih rendah dibanding tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sebelumnya meminta agar Karna dijatuhi pidana 8 tahun 4 bulan penjara.

    “Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dan denda sejumlah Rp 350 juta subsidair 6 bulan kurungan,” kata Ketua Majelis Hakim, Cokia Ana Pontia Oppusunggu, dalam amar putusan yang tercantum di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Surabaya, Sabtu (1/1/2025).

    Selain pidana pokok, Karna juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,5 miliar yang harus dilunasi maksimal satu bulan setelah putusan inkracht.

    “Jika dalam jangka waktu tersebut Terdakwa tidak membayar uang pengganti maka harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 2 tahun,” lanjut majelis hakim.

    Majelis menyatakan perbuatan Karna memenuhi unsur Pasal 12B jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Awal Kasus

    Kasus korupsi ini merupakan hasil pengembangan penyidikan KPK sejak 2024. Lembaga antikorupsi menemukan adanya indikasi penyalahgunaan dana PEN di Situbondo sepanjang 2021–2024, termasuk dalam pengadaan barang dan jasa.

    “Pada tanggal 6 Agustus 2024, telah dilakukan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya terkait pengelolaan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Situbondo tahun 2021–2024,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, Rabu (28/8/2024).

    Dalam perkara tersebut, KPK telah menetapkan dua tersangka yakni Karna Suwandi dan Eko Prionggo Jati yang menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Pemkab Situbondo.

    Sementara satu tersangka lain, Gatot Siswoyo, tidak lagi melanjutkan proses hukum karena telah meninggal dunia, sesuai Kutipan Akta Kematian Nomor 3507-KM-10072023-011 tertanggal 11 Juli 2023. (ted)

  • Rumah Hakim Terbakar, KPK Tingkatkan Keamanan JPU Kasus Topan Ginting

    Rumah Hakim Terbakar, KPK Tingkatkan Keamanan JPU Kasus Topan Ginting

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meningkatkan keamanan bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU), terutama yang menangani kasus korupsi mantan Kadis PUPR Sumut Topan Ginting dan terdakwa Dirut PT Dalihan Na Tolu Akhirun Piliang. Topan diketahui orang kepercayaan Gubernur Sumatra Bobby Nasution.

    Pasalnya, rumah ketua majelis hakim yang menangani perkara ini Khamozaro Waruwu terbakar pada Selasa (4/11/2025) siang sekitar pukul 10.41 WIB.

    “Nah kalau untuk sidangnya setelah kejadian tersebut, juga Pak Direktur Penuntutan waktu itu menghubungi saya selaku Deputi dan saya juga sampaikan bahwa tentunya kita meningkatkan kewaspadaan bagi para jaksa penuntut umum yang saat ini sedang melakukan tugasnya, melakukan penuntutan dalam kegiatan atau persidangan terkait dengan perkara tangkap tangan di Sumatra Utara,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).

    Asep turut prihatin dan mendukung kepolisian mengusut peristiwa tersebut agar penyebab kebakaran terungkap.

    Pihaknya, kata Asep, terus memantau perkembangan melalui koordinasi dengan pihak kepolisian setempat. 

    Selain itu, Asep menuturkan dari KPK belum mengambil langkah-langkah ke depannya sebelum hasil investigasi kepolisan disampaikan.

    “Kita juga sama-sama menunggu, kita memberikan kesempatan kepada kepolisian tentunya, aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait masalah tersebut,” ujar Asep.

    Berdasarkan catatan Bisnis.com, kebakaran itu terjadi tepat satu hari sebelum sidang tuntutan kasus korupsi jalan di Sumut untuk terdakwa Akhirun Piliang, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup.

    Dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan itu senilai Rp231,8 miliar di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut yang menyeret eks Kepala Dinas PUPR Topan Obaja Putra Ginting.

    Topan tertangkap tangan KPK dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 28 Juni 2025 atas dugaan suap dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.

  • Pengadaan Lahan Kereta Cepat Whoosh, KPK Pastikan Ada Praktik Korupsi

    Pengadaan Lahan Kereta Cepat Whoosh, KPK Pastikan Ada Praktik Korupsi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) atau Whoosh ditengarai sejumlah pihak sarat praktik korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan sudah mengusut kasus tersebut.

    Bahkan, untuk proses pengadaan lahan proyek whoosh tersebut, KPK sudah berani memastikan adanya tindak pidana korupsi dalam proses pengadaan lahan kereta cepat tersebut.

    Salah satu modusnya adalah tanah milik negara yang kemudian dijual untuk proyek tersebut. Ada dugaan dana besar yang mengalir kepada pihak tertentu dalam pengadaan lahan itu.

    “Ada oknum-oknum, di mana yang seharusnya ini milik negara, tetapi dijual lagi ke negara,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11).

    Asep menjelaskan, lahan-lahan milik negara tersebut diduga tidak dijual sesuai harga pasar.
    “Bahkan lebih tinggi. Padahal, tanah-tanah milik negara karena dipakai untuk proyek pemerintah, maka seharusnya negara tidak perlu membayar untuk memanfaatkan lahan tersebut,” tegasnya.

    KPK saat ini menyelidiki pengadaan lahan untuk Whoosh yang tidak wajar. “Kalau pembayarannya wajar, maka tidak akan kami perkarakan. Akan tetapi, bagi yang pembayarannya tidak wajar, mark up, dan lain-lain, apalagi bukan tanahnya, ini tanah negara, dengan berbagai macam cara, karena ini proyek nasional, lalu dia diatur sana sini, sehingga mereka mendapat sejumlah uang, bukan sejumlah lagi, ini uang besar, nah kami harus kembalikan uang itu kepada negara,” papar Asep.

  • Biskuit Dicampur Tepung dan Gula hingga Gizi Hilang

    Biskuit Dicampur Tepung dan Gula hingga Gizi Hilang

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melaksanakan ekspose atau gelar perkara terkait penyelidikan dugaan korupsi pengadaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita dan ibu hamil di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa gelar perkara tersebut telah dilakukan. 

    Namun, ia menyatakan masih ada beberapa hal yang perlu dilengkapi oleh tim penyelidik sebelum kasus ini dapat ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan.

    “Terakhir sudah kita ekspose berkait dengan makan tambahan itu, masih ada yang perlu kita lengkapi lagi di situ dari makanan tambahan,” kata Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/11/2025).

    Asep menjelaskan, salah satu fokus utama KPK saat ini adalah mendapatkan barang bukti fisik berupa sampel biskuit dari pengadaan tersebut. Sampel ini sangat krusial untuk menguji kandungan gizi yang sebenarnya di laboratorium.

    “Kita sekarang itu juga sedang mau nyari barangnya (sampel biskuit), karena kita harus cek juga tuh kandungannya,” ujar Asep.

    “Itu yang sedang kita carikan saat ini, sedang kita carikan sampelnya, mudah-mudahan ada sampelnya nanti akan kita uji juga,” tambahnya.

    Asep membeberkan, dugaan modus korupsi dalam kasus ini adalah pengurangan komponen gizi utama dalam biskuit yang bernilai paling mahal. Komponen ini ia istilahkan sebagai “pertamax”, yang merujuk pada campuran vitamin dan protein (premiks).

    “Kalau dari jumlah nutrisi yang ada, itu kan ada ‘pertamax’. Jadi itu kandungan vitamin dan proteinnya ada di situ dan itu yang paling mahal,” jelas Asep.

    KPK menduga campuran bergizi tinggi itu dikurangi secara drastis, atau bahkan dihilangkan sama sekali. Untuk memenuhi volume produksi, adonan biskuit kemudian diperbanyak dengan bahan yang jauh lebih murah seperti tepung dan gula.

    Akibatnya, biskuit yang seharusnya berfungsi menekan angka stunting kehilangan nutrisi esensialnya.”Nah ketika campuran itu dikurangi, apalagi mungkin dihilangkan, yang ada tinggal tepung dan gula. Ini tidak akan berpengaruh terhadap kesehatan dari balita, tetap akan stunting ya tetap stunting, seperti itu, karena kandungan gizinya tidak ada,” kata Asep.

    Asep menyebut saat ini KPK baru memegang bukti tertulis mengenai komposisi yang seharusnya ada di dalam adonan bukan bukti fisik biskuitnya. “Yang ada memang saat ini adalah kandungan itu secara tertulis,” sebutnya.

    Perkembangan ini menunjukkan bahwa meskipun pada September 2025 lalu kasus ini disebut siap naik ke penyidikan, hasil gelar perkara terbaru menyoroti perlunya kelengkapan bukti uji laboratorium sebelum KPK dapat melangkah lebih jauh, termasuk menentukan apakah akan menggunakan sprindik umum (tanpa tersangka) seperti yang direncanakan sebelumnya.

    Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes RI, Aji Muhawarman buka suara terkait kasus korupsi makanan tambahan balita dan ibu hamil. Menurut Aji kasus dugaan korupsi tersebut tidak terjadi di era Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.

    “Kasus terjadi pada periode tahun 2016-2020, sebelum era kepemimpinan Menkes Budi Sadikin. Kami menghargai dan menyerahkan proses penyelidikan kasus t​ersebut yang dilakukan sesuai kewenangan KPK,” tutur Aji.

    Diketahui, Menteri Kesehatan periode tahun 2016 hingga 2020 ada dua yang menjabat. Pertama Nila Moeloek sebagai Menteri Kesehatan periode 27 Oktober 2014 hingga 20 Oktober 2019. Berikutnya ada Menkes Terawan Agus Putranto yang menjabat periode 23 Oktober 2019 dan 23 Desember 2020.

    Kemenkes lanjut Aji juga telah melakukan pengawasan terhadap dugaan kasus tersebut dan sudah melaporkan hasilnya ke KPK untuk dilakukan perbaikan tata kelola dan kepatuhan terhadap regulasi.

    Kemenkes pun siap untuk menerima konsekuensi hukum jika memang terbukti bersalah dan menyerahkan semua hasil penyelidikan kepada pihak berwenang.

    “Jika memang terbukti ada pelanggaran hukum, tentu harus mengikuti proses penindakan hukum lebih lanjut,” ujar Aji.

  • KPK Prihatin Rumah Hakim PN Medan yang Tangani Kasus Korupsi Terbakar

    KPK Prihatin Rumah Hakim PN Medan yang Tangani Kasus Korupsi Terbakar

    KPK Prihatin Rumah Hakim PN Medan yang Tangani Kasus Korupsi Terbakar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan keprihatinan atas peristiwa terbakarnya rumah milik salah satu hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan, Khamozaro Waruwu, pada Selasa (4/11/2025).
    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Asep Guntur Rahayu menyebutkan, Khamozaro tengah menangani sebuah perkara kasus dugaan korupsi terkait operasi tangkap tangan KPK di Sumatera.
    “Kami juga turut prihatin dengan kejadian tersebut. Kami turut prihatin dengan kejadian terbakarnya rumah hakim yang menangani perkara tangkap tangan di Sumatera, perkara yang ditangani oleh KPK,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (10/11/2025).
    Asep mengatakan, KPK telah memonitor karena kepolisian setempat tengah mengusut kasus tersebut.
    “Ya, kami mendukung upaya penyelidikan dan penyidikan yang tentunya dilakukan oleh pihak kepolisian,” ujar dia.
    Ia berharap agar kronologi hingga penyebab insiden ini segera terungkap.
    “Kita juga sama-sama menunggu, kita memberikan kesempatan kepada kepolisian, tentunya, aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi terkait masalah tersebut,” jelas dia.
    Setelah peristiwa ini, Asep berkomunikasi dengan Direktur Penuntutan KPK.
    Pembicaraan keduanya mengerucut terhadap peningkatan kewaspadaan bagi para jaksa yang tengah menjalani tugas kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Sumatera Utara.
    Diberitakan sebelumnya, rumah milik Hakim Pengadilan Negeri (PN) Medan
    Khamozaro Waruwu
    yang berada di Kompleks Taman Harapan Indah, Tanjungsari, Medan Selayang, Medan, Sumatera Utara, terbakar pada Selasa (4/11/2025).
    Peristiwa itu terjadi ketika hakim yang menangani kasus korupsi tersebut tengah memimpin jalannya sidang di PN Medan.
    Beruntung, tak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, lantaran rumah dalam kondisi sepi saat peristiwa terjadi.
    Meski polisi telah mendatangi kediaman Khamozaro untuk mengecek penyebab kebakaran dan menggali informasi pada Rabu (5/11/2025), hingga kini belum ada kepastian terkait penyebab terbakarnya rumah tersebut.
    Khamozaro hanya mengaku mendapat teror dari orang tak dikenal (OTK) melalui sambungan telepon sebelum peristiwa itu terjadi.
    Oleh karenanya, polisi pun didesak untuk mengusut tuntas peristiwa ini.
    Khamozaro mengungkapkan dirinya tidak sedang berada di tempat saat peristiwa itu terjadi.
    Ketika sedang memimpin sidang di PN Medan, ia dihubungi tetangganya yang ingin memberi kabar bahwa rumahnya terbakar.
    “Mereka menelpon. Karena (sedang) sidang, makanya tidak saya angkat. Saya WA (WhatsApp), saya bilang kalau saya sedang ada sidang. Lalu dibalas, ‘rumah bapak kebakar’,” ujar Khamozaro saat diwawancarai di depan rumahnya pada Selasa malam.
    Setelah mendapat kabar tersebut, Khamozaro segera menutup sidang dan bergegas ke rumah untuk melihat kondisinya.
    Meski hanya kamarnya yang terbakar, ada banyak dokumen penting serta barang berharga yang ludes terbakar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK: Penyelidikan Whoosh Terkait Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan

    KPK: Penyelidikan Whoosh Terkait Dugaan Korupsi Pembebasan Lahan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan penyelidikan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh terkait dengan dugaan korupsi pembebasan lahan. 

    Hal itu disampaikan oleh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/11/2025).

    “Yang sedang kita tangani itu terkait dengan pembebasan lahan, yang di sana ada terindikasi tindak pidana korupsi,” kata Asep.

    Dia menuturkan pembebasan lahan terkait dengan pembangunan tiang-tiang yang menopang rel Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Asep menjelaskan karena masih dalam tahap penyelidikan, tim masih mencari lokasi pembebasan lahan yang diduga terkait tindak pidana korupsi.

    “Nah, terkait yang mana pembebasan lahannya apakah yang di Halim, yang dari Jakarta ini, kan semua kan tancapnya tiang-tiang tuh sampai Bandung. Nah ataukah yang di Bandung di Tegalluar. Ya nanti kita sama-sama tunggu ya,” jelas Asep.

    Asep menduga ada lahan-lahan milik negara yang kemudian dijual tidak sesuai harga atau diduga terjadi indikasi mark-up, sehingga berpotensi merugikan negara dalam jumlah besar.

    Jika menggunakan lahan negara, kata dia, seharusnya tidak ada pembelian dari negara.

    Diketahui, penyelidikan sudah berlangsung pada awal 2025. Penyelidik masih mengumpulkan informasi untuk menentukan apakah dugaan perkara ini naik ke tahap penyidikan atau tidak.

    “Adapun penyelidikan perkara ini sudah dimulai sejak awal tahun, jadi memang ini masih terus berprogres,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (27/10/2025).

  • Penyelidikan Proyek Whoosh terkait Korupsi Pembebasan Lahan

    Penyelidikan Proyek Whoosh terkait Korupsi Pembebasan Lahan

    GELORA.CO -Penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh era pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi ternyata terkait  dugaan korupsi pengadaan atau pembebasan lahannya.

    Hal itu diungkapkan langsung Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat menyampaikan perkembangan penyelidikan yang sudah berlangsung sejak awal 2025.

    “Materinya itu terkait dengan lahan sebetulnya, jadi bukan masalah prosesnya, terkait dengan pembebasan lahan. Karena ini ada beberapa komponen, yang kita lidik itu terkait dengan pembebasan lahannya,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Senin sore, 10 November 2025.

    Asep menyebut, dalam pengadaan pembebasan lahan untuk Whoosh, terdapat oknum-oknum yang memanfaatkan untuk mengambil keuntungan.

    “Artinya misalkan, pengadaan lahan nih, orang itu misalkan di pengadaan lahan yang harusnya di harga wajarnya 10 lalu dia jadi 100, kan jadi nggak wajar tuh. Nah kembalikan dong, negara kan rugi. Yang harusnya negara membeli tanah itu dengan harga 10, kemudian harus membeli dengan harga 100, balikin,” pungkas Asep.