Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Kasus Korupsi Tanah Rorotan, KPK Dalami Prosedural Pembelian Lahan Sarana Jaya – Halaman all

    Kasus Korupsi Tanah Rorotan, KPK Dalami Prosedural Pembelian Lahan Sarana Jaya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami prosedural dalam pembelian lahan Perumda Pembangunan Sarana Jaya.

    Hal itu didalami penyidik saat memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Kelurahan Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019–2020, Rabu (5/2/2025).

    Dua saksi yang diperiksa adalah Yadi Robby L, Senior Manajer Divisi Pertanahan dan Hukum Perumda Pembangunan Sarana Jaya periode tahun 2017–Februari 2021 dan Patrick Untung, Direktur PT Citratama Inti Persada, Direktur PT Kalma Indocorpora, Direktur PT Kalma Propertindo Jaya.

    “Penyidik mendalami terkait dgn pembelian lahan dan prosedural pembelian lahan PPSJ (Perumda Pembangunan Sarana Jaya),” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Kamis (6/2/2025).

    Dalam kasus korupsi tanah di Rorotan, KPK telah menetapkan lima tersangka, yakni Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Donald Sihombing; eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory Corneles Pinontoan; Senior Manager Divisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Indra S. Arharrys; Komisaris PT Totalindo Eka Persada, Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuangan PT Totalindo Eka Persada, Eko Wardoyo.

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu memaparkan,  PT Totalindo Eka Persada merupakan salah satu perusahaan yang menawarkan tanah kepada Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang salah satu usahanya membeli tanah di Jakarta untuk dijadikan sebagai bank tanah atau land bank. 

    Lahan seluas total 12,3 hektare di Rorotan dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya dari PT Totalindo Eka Persada senilai Rp371,5 miliar pada 2019 lalu. 

    Padahal, tanah itu sebelumnya dibeli PT Totalindo dari PT Nusa Kirana Real Estate atau PT NKRE dengan nilai yang jauh lebih murah. 

    Lahan seluas sekitar 11,7 hektare dibeli PT Totalindo Eka Persada dari PT NKRE seharga Rp950.000 per meter persegi yang diperhitungkan sebagai pembayaran utang PT NKRE kepada PT Totalindo Eka Persada dengan nilai transksi total Rp117 miliar. 

    Akibatnya, negara dirugikan sekira Rp223,8 miliar akibat penyimpangan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019–2021.

    “Nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp371,5 miliar dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal, PT Nusa Kirana Real Estate setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147,7 miliar,” kata Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

    Tak hanya mark up harga, Asep menyatakan, pengadaan tanah di Rorotan itu dilakukan dengan berbagai penyimpangan. 

    Beberapa di antaranya, Yoory mengarahkan untuk tidak perlu menunjuk kantor jasa penilai publik (KJPP) independen untuk menilai harga tanah. 

    Selain itu, PPSJ juga belum melakukan kajian internal terkait penawaran kerja sama operasi (KSO) dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Tak hanya itu, pihak Totalindo Eka Persada juga mengetahui enam sertifikat hak guna bangunan (SHGB) tanah Rorotan masih atas nama PT NKRE dan belum ada peralihan hak kepemilikan atas tanah dari PT NKRE ke PT Totalindo.

    Berbagai penyimpangan dalam proses pengadaan lahan di Rorotan itu diduga lantaran Yoory menerima fasilitas dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Yoory diduga menerima valas dalam dolar Singapura senilai Rp3 miliar dari PT Totalindo Eka Persada. 

    Selain itu, Yoory diduga mendapatkan fasilitas atau kemudahan dalam penjualan aset milik pribadi yang segera dibeli oleh pegawai PT Totalindo Eka Persada.

    “Pembelian aset Saudara YCP berupa satu rumah dan satu unit apartemen oleh pegawai PT TEP tersebut atas instruksi Saudara EKW dan sumber dananya berasal dari kas perusahaan dalam bentuk pinjaman lunak kepada pegawai yang membeli aset tersebut,” sebut Asep.

    Atas dugaan tindak pidana tersebut, Yoory, Donald Sihombing, dan tiga tersangka lainnya dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

  • Tampang Pegawai KPK Gadungan Diseret ke Gedung Merah Putih

    Tampang Pegawai KPK Gadungan Diseret ke Gedung Merah Putih

    loading…

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap pihak yang mengaku sebagai insan Lembaga Antirasuah atau pegawai KPK gadungan pada Rabu (5/2/2025) malam. Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap pihak yang mengaku sebagai insan Lembaga Antirasuah atau pegawai KPK gadungan pada Rabu (5/2/2025) malam. Usai ditangkap, pegawai KPK gadungan itu diseret ke Gedung Merah Putih.

    Saat diseret ke kantor Lembaga Antirasuah, terlihat orang yang berjenis kelamin pria itu dalam kondisi tangan terborgol. Ia pun tidak mengenakan alas kaki.

    Dalam kondisi menunduk, pria yang belum diketahui identitasnya itu diseret ke dalam Gedung Merah Putih KPK dengan diapit dua penyidik. KPK belum menjelaskan secara detail perihal kronologi penangkapan tersebut.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengonfirmasi pihaknya telah menangkap pegawai KPK gadungan tersebut. “Saat ini beberapa orang yang mengaku pegawai KPK (gadungan) tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan di KPK, dan update selanjutnya akan kita infokan setelah proses pemeriksaan selesai,” kata Tessa, Rabu (5/2/2025).

    Pantauan di lokasi, penyeretan pegawai KPK gadungan itu bermula saat mobil minibus hitam yang memasuki pelataran Gedung Merah Putih KPK pada pukul 19.33 WIB. Setelah mobil terparkir, terlihat dua pegawai Lembaga Antirasuah menyeret satu pria yang merupakan pegawai KPK gadungan tersebut dalam kondisi menunduk.

    Wajah dari pria yang mengenakan kacamata itu pun tidak terlihat jelas. Belum diketahui identitasnya. “Melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” kata Tessa.

    Tessa belum menjelaskan secara detail perihal kronologi penangkapan tersebut. Termasuk lokasi penangkapan.

    (rca)

  • KPK Tangkap Oknum Pegawai ‘Gadungan’, Diduga Memeras Uang

    KPK Tangkap Oknum Pegawai ‘Gadungan’, Diduga Memeras Uang

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku-ngaku sebagai pegawai komisi antirasuah. Terduga KPK ‘gadungan’ itu kini sudah diamankan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut para terduga pelaku sudah diamankan malam ini. Mereka diduga meminta uang terhadap sejumlah pihak tertentu dengan mengatasnamakan KPK. 

    “KPK mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku sebagai pegawai KPK [gadungan] dan melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” ujar Tessa kepada wartawan, Rabu (5/2/2025). 

    Tessa lalu mengatakan bahwa beberapa terduga pegawai KPK gadungan itu kini diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan. Dia tidak memerinci lebih lanjut perihal pemeriksaan yang tengah berlangsung. 

    “Update selanjutnya akan kita infokan setelah proses pemeriksaan selesai,” ungkap pria yang juga penyidik KPK itu.

    Menurut Tessa, aparat penegak hukum lain berpotensi menangani kasus tersebut. Sebagaimana diketahui, KPK hanya berwenang untuk menangani kasus tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

    Di menyebut penegak hukum akan mengambil sikap terkait dengan penanganan dugaan pegawai KPK gadungan itu dalam waktu 1×24 jam. 

    Sebelumnya, KPK pernah menemukan hal serupa di Bogor, Jawa Barat beberapa tahun yang lalu di mana terdapat sejumlah orang yang mengaku-ngaku sebagai pegawai komisi antirasuah dan meminta uang ke sejumlah pihak tertentu.

  • Kena Ciduk, Pegawai KPK Gadungan Jalani Pemeriksaan

    Kena Ciduk, Pegawai KPK Gadungan Jalani Pemeriksaan

    Jakarta, Beritasatu.com – Sejumlah orang yang diduga sebagai pegawai KPK gadungan ditangkap Rabu (5/2/2025). Para pihak yang diamankan kini langsung menjalani pemeriksaan. 

    “Saat ini beberapa orang yang mengaku pegawai KPK (gadungan) tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan di KPK,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Rabu (5/2/2025). 

    KPK belum membeberkan lebih detail terkait para pihak yang diamankan tersebut. Lembaga antikorupsi itu hanya memastikan tiap perkembangan dari tindakan kali ini akan disampaikan ke publik. 

    Meski begitu, Tessa menyebut ada dugaan yang bersangkutan berupaya meminta sejumlah uang kepada sejumlah pihak. Dugaan itu kini tengah didalami lebih lanjut. 

    “KPK mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku sebagai pegawai KPK (gadungan) dan melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” kata Tessa. 

    Sementara dari pantauan Beritasatu.com, terduga pegawai gadungan KPK yang diborgol tersebut tiba di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/2/2025) sekitar pukul 19.33 WIB. Terlihat dia mengenakan jaket warna hitam dan berjalan sembari membungkukan badannya. 

    Tangan yang terduga pegawai KPK gadungan itu terlihat telah diborgol. Pegawai KPK gadungan tersebut langsung digiring oleh petugas KPK masuk ke dalam gedung menuju lantai tempat biasanya pemeriksaan dilakukan. 

  • Pegawai KPK Gadungan Dibekuk, Sempat Minta-Minta Uang

    Pegawai KPK Gadungan Dibekuk, Sempat Minta-Minta Uang

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap beberapa orang yang mengaku-ngaku sebagai pegawai KPK pada Rabu, 5 Februari 2025, malam. Pegawai gadungan itu melakukan perbuatan melawan hukum berupa meminta uang kepada pihak-pihak tertentu.

    “KPK mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku sebagai pegawai KPK (gadungan) dan melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Rabu, 5 Februari 2025.

    Pegawai gadungan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sekira pukul 19.33 WIB. Berdasarkan pantauan, salah satu pegawai gadungan yang belum diketahui identitasnya terlihat mengenakan jaket hitam dan berkaca mata. Kedua tangannya tampak diborgol.

    Tessa mengatakan, sejumlah pegawai KPK gadungan saat ini sedang menjalani proses pemeriksaan di kantor KPK.

    Perkembangan dari penangkapan pegawai KPK gadungan ini akan disampaikan setelah pemeriksaan rampung.

    “Saat ini beberapa orang yang mengaku pegawai KPK (gadungan) tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan di KPK, dan update selanjutnya akan kita infokan setelah proses pemeriksaan selesai,” ujar Tessa.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kena Ciduk, Pegawai KPK Gadungan Jalani Pemeriksaan

    Diduga Minta Sejumlah Uang, Pegawai KPK Gadungan Diciduk

    Jakarta, Beritasatu.com – Seseorang yang diduga sebagai pegawai KPK gadungan ditangkap, Rabu (5/2/2025). Sosok tersebut langsung digiring ke kantor KPK. Dari pantauan Beritasatu.com, terduga pegawai KPK gadungan tersebut tiba di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/2/2025) sekitar pukul 19.33 WIB. 

    Terlihat dia mengenakan jaket warna hitam dan berjalan sembari membungkukan badannya. 

    Tangan yang bersangkutan terlihat telah diborgol. Orang tersebut langsung digiring oleh petugas KPK masuk ke dalam gedung menuju lantai tempat biasanya pemeriksaan dilakukan. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika mengonfirmasi adanya pegawai KPK gadungan yang diamankan. Dia menyebut ada dugaan yang bersangkutan berupaya meminta sejumlah uang kepada sejumlah pihak. 

    “KPK mengamankan beberapa orang yang diduga mengaku sebagai pegawai KPK (gadungan) dan melakukan upaya meminta uang terhadap pihak-pihak tertentu,” kata Tessa. 

    Disampaikan Tessa, para pegawai KPK gadungan tersebut kini tengah diperiksa. Dia memastikan tiap perkembangan dari tindakan kali ini segera disampaikan ke publik. 

    “Saat ini beberapa orang yang mengaku pegawai KPK (gadungan) tersebut sedang menjalani proses pemeriksaan di KPK, dan update selanjutnya akan kita infokan setelah proses pemeriksaan selesai,” ujar Tessa.

     

  • Tersangka Korupsi Dana CSR Masih Belum Jelas, KPK ke Mana?

    Tersangka Korupsi Dana CSR Masih Belum Jelas, KPK ke Mana?

    PIKIRAN RAKYAT – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran tidak kunjung menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI). Penyidikan kasus ini dilakukan sejak Agustus 2024, namun hingga kini belum ada satu pun nama yang dijadikan tersangka.

    “ICW menilai proses hukum yang tengah berlangsung sudah terlalu berlarut-larut tanpa adanya penetapan satupun nama tersangka,” kata Peneliti ICW, Yassar Aulia dalam keterangannya, Rabu, 5 Februari 2025.

    Yassar menyebut proses hukum yang berlangsung terlalu berlarut-larut, meskipun KPK sudah menaikkan status perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Menurutnya, peningkatan status perkara pasti didasari setidaknya temuan minimal dua alat bukti yang cukup sebagaimana diatur oleh Undang-Undang (UU) KPK.

    “Dengan demikian, semestinya perbuatan pidana serta konstruksi perkaranya sudah cukup terang untuk kemudian diidentifikasi pula siapa tersangka dari kasus ini,” ujarnya.

    Yassar menuturkan, KPK sudah memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dan melakukan penggeledahan, tentunya sudah banyak petunjuk yang didapat oleh penyidik.

    Menurutnya, lambannya penetapan tersangka memperburuk persepsi publik terhadap kinerja KPK di tengah dugaan politisasi dalam penanganan perkara.

    “Harus disadari bahwa saat ini persepsi publik terhadap kinerja KPK tengah berada pada titik terendahnya,” ujar Yassar.

    Lebih lanjut Yassar mengatakan, pernyataan anggota Komisi XI DPR Fraksi Partai Nasdem Satori yang menyebut dana CSR BI mengalir ke seluruh anggota DPR periode 2019-2024, semakin menambah kecurigaan masyarakat terhadap independensi KPK dalam menangani kasus ini.

    Menurut Yassar, jika KPK tidak segera menetapkan tersangka, masyarakat bakal semakin yakin bahwa setelah revisi UU KPK 2019, lembaga antirasuah telah kehilangan independensi saat mengusut kasus yang diduga melibatkan aktor-aktor berlatar belakang politisi.

    “Sehingga penting rasanya bagi KPK untuk paling minimal segera membuat terang siapa tersangka dari kasus ini,” ucap Yassar.

    ICW juga mendesak KPK segera memverifikasi dugaan keterlibatan politisi dalam kasus penyalahgunaan dana CSR BI yang seharusnya diberikan ke yayasan penerima Program Sosial Bank Indonesia (PSBI). Salah satu caranya melalui pengungkapan identitas-identitas individu yang merupakan pemilik manfaat akhir atau beneficial owner dari yayasan-yayasan penerima dana.

    “KPK dapat merujuk skema yang telah disediakan oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,” kata Yassar.

    KPK Dalami Motif BI Kucurkan Dana CSR

    Gedung KPK.

    KPK mulai bergerak mengungkap motif BI mengucurkan dana CSR ke Komisi XI DPR RI. Sebelumnya, legislator dari Fraksi Partai Nasdem Satori menyebut seluruh anggota Komisi XI DPR RI menggunakan dana CSR dari BI untuk kegiatan sosialisasi di daerah pemilihan (dapil) masing-masing.

    “Benar kami juga mendalami dugaan rasuah lain dalam pengusutan kasus tersebut (dugaan tindak pidana korupsi pemberian CSR BI dan OJK),” kata Tessa kepada wartawan Senin, 27 Januari 2025.

    Akan tetapi, Tessa belum mau bicara banyak soal pendalaman motif BI memberikan dana CSRuntuk Komisi XI DPR RI lantaran perkara tersebut tengah diusut di tingkat penyidikan. Yang pasti, pengungkapan motif BI dibarengi dengan pengusutan dugaan penyalahgunaan dana CSR untuk kepentingan pribadi dengan modus menggunakan yayasan.

    “Ya sedang didalami (motif BI memberikan dana CSR ke Komisi XI DPR),” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi.

    KPK menyatakan dana CSR atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) diduga mengalir dan ditampung oleh yayasan yang kemudian uangnya dinikmati pihak-pihak tertentu. Hal tersebut disampaikan Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi apakah dana CSR BI ditampung oleh yayasan yang terafiliasi dengan anggota DPR RI Satori dan Heri Gunawan.

    Diketahui Satori adalah anggota DPR Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra. Asep menegaskan, pihaknya sedang mendalami sejumlah yayasan yang diduga terafiliasi dengan dua legislator tersebut. Akan tetapi, dia belum menyebut nama-nama yayasan yang diduga menjadi tempat penampungan dana CSR BI.

    “Jadi ketika misalkan ada beberapa orang yang menerima CSR, itu mekanismenya melalui yayasan. Jadi nanti yayasan dulu, baru nanti pada orang tersebut seperti itu,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, dikutip Selasa, 31 Desember 2024.

    Asep menjelaskan, proses pendalaman penting untuk mengetahui mekanisme pemilihan yayasan penerima dana CSR. Menurutnya, afiliasi juga tidak selalu berbentuk kepemilikan yayasan tetapi bisa hanya lewat pemberian rekomendasi atas yayasan penerima dana CSR.

    “Misalkan saya punya yayasan, saya sendiri punya yayasan, sudah ke yayasan C saja. Nah itu tapi kan sama-sama tetap ke yayasan, artinya CSR itu sama-sama tetap ke yayasan,” tutur Asep.

    “Tapi kalau untuk yayasan itu adalah afiliasinya ke saya, atau saya misalkan hanya menunjuk saja, itu yang sedang kita dalami,” ucapnya menambahkan.

    Seluruh Anggota Komisi Xl DPR Terima Dana CSR BI

    Penyidik rampung memeriksa Heri Gunawan dan Satori sebagai saksi kasus dugaan korupsi dana CSR BI pada Jumat, 27 Desember 2024. Pada periode 2019-2024, dua anggota dewan tersebut pernah duduk di Komisi XI DPR yang merupakan mitra kerja BI di parlemen.

    Usai diperiksa, Satori membeberkan bahwa seluruh anggota Komisi XI menggunakan dana CSR dari BI untuk kegiatan sosialisasi di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Dia mengakui dana CSR dialirkan lewat yayasan.

    “Memang kalau program itu semua anggota Komisi XI. Anggarannya semua sih semua anggota Komisi XI itu programnya dapat,” kata Satori.

    Satori tidak menyebut jumlah uang CSR yang digunakan untuk kegiatan di Dapil, pun ia mengklaim tidak ada suap terkait dana CSR BI. Dia berkomitmen bakal kooperatif menjalani proses hukum di KPK.

    “Sebagai warga negara mengikuti prosedur yang akan dilakukan, Insya Allah saya akan kooperatif,” ucap Satori.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Keberatan Kubu Hasto 2 Kali Perbaiki Permohonan Praperadilan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Februari 2025

    KPK Keberatan Kubu Hasto 2 Kali Perbaiki Permohonan Praperadilan Nasional 5 Februari 2025

    KPK Keberatan Kubu Hasto 2 Kali Perbaiki Permohonan Praperadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) sempat menyatakan keberatan karena kubu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P
    Hasto
    ) Kristiyanto memperbaiki dalil dan permohonan praperadilannya dua kali.
    Pernyataan ini disampaikan Tim Biro Hukum KPK usai mendengarkan pembacaan permohonan kuasa hukum Hasto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (5/2/2025).
    Pihak KPK merasa keberatan lantaran salinan berkas permohonan perbaikan yang dibacakan di muka sidang, baru diterima usai dibacakan. Sedangkan, mereka sebelumnya baru mendapatkan salinan permohonan hasil perbaikan pertama.
    “Maka kami dalam persidangan ini menyatakan bahwa kami keberatan dengan substansi perbaikan karena ada menambah perbaikan dalil dan permohonan. Itu sikap dari kuasa termohon (KPK),” kata anggota Tim Biro Hukum KPK di ruang sidang, Jakarta, Rabu.
    Tim Biro Hukum KPK menyampaikan, pihaknya harus menyampaikan dalil dan permohonan baru dari pihak Hasto ke pimpinan lembaga antirasuah terlebih dahulu.
    Oleh karena itu, Tim Biro Hukum KPK meminta hakim tunggal PN Jaksel, Djuyamto memberikan kebijaksanaan agar pihaknya mendapatkan waktu yang wajar untuk mempersiapkan tanggapan atau jawaban.
    “Kami memohon waktu agar bisa diberikan kesempatan waktu yang wajar dan patut untuk kami menjawab perubahan-perubahan yang diadakan pemohon,” ujar tim Biro Hukum KPK.
    Setelah ditanggapi oleh pihak kuasa hukum Hasto dan keputusan sikap majelis hakim bahwa sidang tetap dilanjutkan, anggota Tim Biro Hukum KPK lainnya kembali menyampaikan keberatan.
    Dia merasa KPK dizalimi jika sidang tetap dilanjutkan ke tahap berikutnya dalam keadaan seperti ini.
    “Jadi alasan pemohon untuk tetap lanjut dengan kondisi seperti ini sungguh menzalimi termohon,” ujar anggota Tim Biro Hukum KPK.
    Namun, Hakim Djuyamto tetap pada sikap yang telah diputuskan karena dalil dan permohonan hasil perbaikan kedua Hasto telah dibacakan secara terbuka di persidangan.
    Poin-poin permohonan itu juga telah dicatat Tim Biro Hukum KPK dalam persidangan.
    Hakim Djuyamto juga memberikan waktu bonus dua jam sehingga persidangan yang sedianya dimulai pukul 09.00 WIB pada Kamis (6/2/2025) besok diundur sampai pukul 11.00 WIB.
    “Silakan nanti di jawaban keberatannya dituangkan dalam jawaban tertulis besok, kita enggak ada perdebatan di sini. Silakan tanggapan tentang keberatan dituangkan dalam jawaban,” kata Hakim Djuyamto.
    Mendengar keputusan hakim ini, Tim Biro Hukum KPK memutuskan untuk mengikuti sikap hakim.
    “Baik, kalau memang ini arahan dari Yang Mulia kami ikut. Terimakasih Yang Mulia,” ujar Tim Biro Hukum KPK tersebut.
    Dalam perkara ini, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
    “Perbuatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
    Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
    Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sita 11 Mobil dan Uang dari Rumah Japto Soerjosoemarno: Pengembangan Kasus Rita Widyasari?

    KPK Sita 11 Mobil dan Uang dari Rumah Japto Soerjosoemarno: Pengembangan Kasus Rita Widyasari?

    PIKIRAN RAKYAT – Rumah Ketua Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila (PP), Japto Soerjosoemarno, di Jakarta Selatan digeledah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa, 4 Februari 2025, malam. Penggeledahan ini terkait penyidikan kasus dugaan gratifikasi yang menjerat mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari (RW).

    “Dasar geledahnya menggunakan Sprindik gratifikasi RW,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, Rabu, 5 Februari 2025.

    Japto Soerjosoemarno.

    Namun, Tessa belum mengungkapkan peran Japto dalam kasus ini. Sementara itu, Rita sudah berstatus tersangka di KPK.

    “Belum bisa diungkap saat ini (peran Japto di kasus Rita Widyasari),” ujarnya.

    KPK Sita 11 Mobil dan Uang

    Setelah menggeledah rumah Japto, KPK menyita 11 mobil serta uang dalam bentuk rupiah dan valuta asing (valas). Namun, jumlah pasti uang yang disita belum diumumkan.

    Selain itu, penyidik juga mengamankan dokumen dan barang bukti elektronik (BBE), meski belum dijelaskan secara rinci.

    “Hasil sita rumah JS: 11 Ranmor (kendaraan bermotor) roda 4, uang rupiah dan valas, dokumen, BBE,” kata Tessa.

    KPK Geledah Rumah Politikus NasDem Ahmad Ali

    Sebelum menggeledah rumah Japto, KPK juga menggeledah rumah mantan Anggota DPR Fraksi Partai NasDem, Ahmad Ali, di Jakarta Barat pada Selasa, 4 Februari 2025, sore. Dari lokasi ini, KPK menyita uang, tas, dan jam.

    “Info sementara secara umum ditemukan dan disita dokumen, barang bukti elektronik, uang ada juga tas dan jam,” kata Tessa di gedung KPK, Jakarta Selatan.

    Tessa menyebut uang yang disita terdiri dari rupiah dan valuta asing, tetapi jumlahnya belum diketahui. Penggeledahan ini juga berkaitan dengan kasus dugaan gratifikasi Rita Widyasari.

    “Detailnya nanti kita menunggu rilis resmi dari penyidik karena kegiatan ini juga baru saja selesai dilakukan, jadi nanti teman-teman akan kita update lagi,” ucapnya.

    Uang Setengah Triliun Rupiah Disita 

    Sebelumnya, KPK menyita total Rp476 miliar terkait kasus dugaan gratifikasi dalam produksi batubara yang menjerat Rita Widyasari. Pada 10 Januari 2025, penyidik menyita Rp350 miliar dari 36 rekening milik Rita dan pihak terkait lainnya.

    “Pada Jumat 10 Januari 2025, KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penyitaan uang sebanyak sebesar Rp350.865.006.126,78. Uang ini disita dari 36 rekening (atas nama tersangka dan atas nama pihak-pihak terkait lainnya),” kata Tessa, Selasa, 14 Januari 2025.

    Selain itu, penyidik menyita uang dalam mata uang asing senilai 6.284.712,77 Dollar AS atau sekitar Rp102,2 miliar dari 15 rekening milik Rita dan pihak terkait.

    Penyidik juga menyita uang sebesar SGD 2.005.082,00 atau sekitar Rp23,7 miliar dari satu rekening terkait.

    “Penyitaan dilakukan karena diduga uang yang tersimpan dalam rekening tersebut diperoleh dari hasil tindak pidana,” ucap Tessa.

    “KPK akan terus berupaya semaksimal mungkin mengembangkan perkara yang sedang disidik dan meminta pertanggungjawaban pidana terhadap para pihak yang patut untuk dimintakan pertanggungjawabannya,” tambahnya.

    Selain kasus gratifikasi, Rita juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Penyidikan ini merupakan pengembangan dari kasus suap dan gratifikasi sebelumnya.

    Pada 2018, Majelis Hakim menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Rita dalam kasus suap. Ia juga diwajibkan membayar denda Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan dan kehilangan hak politik selama 5 tahun.

    Hakim menyatakan Rita terbukti menerima suap Rp6 miliar dan gratifikasi Rp110 miliar terkait izin dan proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Hakim Diminta Batalkan Status Tersangka Hasto Kristiyanto oleh KPK
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        5 Februari 2025

    Hakim Diminta Batalkan Status Tersangka Hasto Kristiyanto oleh KPK Nasional 5 Februari 2025

    Hakim Diminta Batalkan Status Tersangka Hasto Kristiyanto oleh KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) membatalkan
    status tersangka
    kliennya yang ditetapkan
    Komisi Pemberantasan Korupsi
    (KPK).
    KPK menduga Hasto terlibat dalam kasus suap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan bersama Harun Masiku dan merintangi penyidikan.
    Dalam persidangan yang berlangsung pada Rabu (5/2/2025), kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, mengemukakan sejumlah dalil dan meminta hakim menyatakan dua Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang dikeluarkan KPK, yaitu Nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 dan Nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024, tidak sah.
    “Tidak sah dan oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dinyatakan batal,” ujar Maqdir, saat membacakan petitumnya.
    Maqdir juga meminta hakim memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Hasto berdasarkan kedua sprindik tersebut.
    Selain itu, ia meminta agar larangan bepergian ke luar negeri yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi untuk Hasto dicabut.
    “Larangan bepergian ke luar negeri atas nama pemohon Hasto Kristiyanto dinyatakan tidak sah dan memerintahkan kepada Termohon untuk mengembalikan pada keadaan semula dalam tempo 3×24 jam sejak putusan ini dibacakan,” tambahnya.
    Dalam perkara ini, Hasto bersama eks kader PDI-P Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah diduga terlibat suap yang diberikan oleh tersangka Harun Masiku kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
    “Perbuatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) bersama dengan saudara HM dan kawan-kawan dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan (eks Komisioner KPU) dan Agustiani,” kata Ketua Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, 24 Desember 2024.
    Hasto bersama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah disebut menyuap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 Dollar Singapura dan 38.350 Dollar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019.
    Uang pelicin ini disebut KPK diberikan supaya Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 dari Dapil I Sumsel.
    Menghadapi praperadilan ini, KPK optimistis bisa membuktikan adanya keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam perkara suap Harun Masiku.
    Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan, KPK tidak sembarangan dalam menetapkan status tersangka kepada Hasto.
    Kami sudah mempersiapkan segala sesuatunya, kita punya tim. Ibarat kata, ini adalah pembuktian secara formal yang sudah kami siapkan,” kata Setyo di Gedung KPK, Jakarta Selasa (14/1/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.