Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Hasto Ungkap Ada Operasi 5 M di Kasusnya, Apa itu?

    Hasto Ungkap Ada Operasi 5 M di Kasusnya, Apa itu?

    loading…

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU KPK. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya, adanya operasi lima M dalam penanganan kasus yang dialami stafnya, Kusnadi.

    “Apa yang terjadi dengan saudara Kusnadi ini saya sebut sebagai operasi 5 M yang merupakan singkatan dari (menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan menginterogasi),” kata Hasto di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Menurut Hasto, hal itu dilakukan agar Tim Penyidik KPK menyita barang milik Kusnadi. Penyitaan tersebut dilakukan saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK saat dirinya masih menjadi saksi.

    Hasto menyebutkan, dirinya yang dipanggil Lembaga Antirasuah malah didiamkan di ruang pemeriksaan. Sementara itu, penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti menyita barang milik Kusnadi.

    “Pada saat saya diperiksa KPK pada tanggal 10 Juni 2024, ternyata pemeriksaan saya hanya sebagai kedok, tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang Saudara Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum,” ujarnya.

    “Pada saat bersamaan, penyidik KPK Saudara Rossa Purbo Bekti justru melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara menyamar, membohongi Kusnadi, mengintimidasi, merampas barang yang dibawa Kusnadi, dan menginterogasi/memeriksa selama hampir tiga jam tanpa adanya surat panggilan,” sambungnya.

    Sekadar informasi, Untuk perintangan penyidikan, Hasto didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

    Sedangkan untuk suap, didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    (cip)

  • Hasto Ungkap Ada Operasi 5 M di Kasusnya, Apa itu?

    Hasto Ungkap Ada Operasi 5 M di Kasusnya, Apa itu?

    loading…

    Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU KPK. Foto/SindoNews

    JAKARTA – Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyampaikan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya, adanya operasi lima M dalam penanganan kasus yang dialami stafnya, Kusnadi.

    “Apa yang terjadi dengan saudara Kusnadi ini saya sebut sebagai operasi 5 M yang merupakan singkatan dari (menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan menginterogasi),” kata Hasto di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3/2025).

    Menurut Hasto, hal itu dilakukan agar Tim Penyidik KPK menyita barang milik Kusnadi. Penyitaan tersebut dilakukan saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK saat dirinya masih menjadi saksi.

    Hasto menyebutkan, dirinya yang dipanggil Lembaga Antirasuah malah didiamkan di ruang pemeriksaan. Sementara itu, penyidik KPK, Rossa Purbo Bekti menyita barang milik Kusnadi.

    “Pada saat saya diperiksa KPK pada tanggal 10 Juni 2024, ternyata pemeriksaan saya hanya sebagai kedok, tujuannya sebenarnya adalah untuk merampas paksa barang-barang Saudara Kusnadi yang dilakukan secara melawan hukum,” ujarnya.

    “Pada saat bersamaan, penyidik KPK Saudara Rossa Purbo Bekti justru melakukan perbuatan melawan hukum dengan cara menyamar, membohongi Kusnadi, mengintimidasi, merampas barang yang dibawa Kusnadi, dan menginterogasi/memeriksa selama hampir tiga jam tanpa adanya surat panggilan,” sambungnya.

    Sekadar informasi, Untuk perintangan penyidikan, Hasto didakwa dengan Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

    Sedangkan untuk suap, didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    (cip)

  • KPK: Penggeledahan Visi Law Office Terkait Dugaan Aliran Uang SYL

    KPK: Penggeledahan Visi Law Office Terkait Dugaan Aliran Uang SYL

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah kantor hukum Visi Law Office terkait penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL). Penggeledahan itu disebut terkait dugaan aliran uang SYL. 

    “Perkara TPPU tentu kita akan melacak ke mana saja uang hasil dugaan tindak pidana korupsi itu mengalir,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

  • KPK Cecar Andi Narogong Soal Aliran Duit Proyek e-KTP dari Paulus Tannos ke Anggota DPR

    KPK Cecar Andi Narogong Soal Aliran Duit Proyek e-KTP dari Paulus Tannos ke Anggota DPR

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang dari Direktur PT Sandipala Arthapura, Paulus Tannos dan konsorsium proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) kepada anggota DPR RI.

    Langkah ini dilakukan dengan memeriksa Andi Agustinus alias Andi Narogong yang merupakan eks narapidana kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP) sebagai saksi pada Rabu, 19 Maret kemarin. Permintaan keterangan ini dilakukan di di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan.

    “AN didalami terkait komitmen fee dari tersangka PT dan konsorsium ke anggota DPR,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 20 Maret.

    Adapun Andi tidak bicara apapun usai menjalani pemeriksaan. Dia memilih mengambil langkah seribu dari kejaran pewarta yang sudah menunggu.

    Selain Andi, komisi antirasuah juga sudah memanggil Sugiharto yang merupakan eks Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Ditjen Dukcapil dalam kasus korupsi e-KTP pada Senin, 17 Maret kemarin. Dia dimintai keterangan sebagai saksi dan memenuhi panggilan meski belum dirinci hasilnya.

    Sama seperti Andi, Sugiharto juga pernah terjerat dalam kasus ini. Dia kemudian bebas bersyarat pada 2024 setelah dihukum 15 tahun penjara di tingkat kasasi pada 2017.

    Diberitakan sebelumnya, kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP ini merugikan negara hingga Rp2,3 triliun jika merujuk laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Kasus ini menyeret nama sejumlah petinggi di kementerian seperti mantan Dirjen Dukcapil Irman dan mantan pejabat di Kementerian Dalam Negeri Sugiharto. Selain itu, ada juga nama mantan Ketua DPR Setya Novanto, mantan anggota Komisi III DPR Fraksi Hanura Miryam S Haryani, mantan anggota Komisi III DPR Markus Nari.

    Adapun KPK terakhir kali menetapkan empat tersangka baru dalam kasus e-KTP pada Agustus 2020 lalu. Mereka adalah mantan anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) sekaligus Ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, dan Dirut PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos.

  • Kasus LPEI, KPK Sita 24 Aset Senilai Rp 882,5 Miliar

    Kasus LPEI, KPK Sita 24 Aset Senilai Rp 882,5 Miliar

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyita 24 aset terkait penyidikan kasus pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Aset-aset tersebut diduga punya afiliasi dengan pihak tersangka dalam kasus LPEI ini. 

    “KPK telah melakukan penyitaan aset atas nama perusahaan yang terafilisasi dengan tersangka,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/3/2025). 

    Disebutkan Asep, 22 aset yang disita terkait kasus LPEI terletak di Jabodetabek, sedangkan dua aset lainnya di Surabaya. Nilai seluruh aset itu mencapai ratusan miliar rupiah. 

    “Terhadap ke-24 aset tersebut dilakukan penilaian berdasarkan ZNT senilai Rp 882.546.180.000,” ujar Asep. 

    KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan antara direktur LPEI dengan pihak PT Petro Energy selaku debitur. Diduga ada kesepakatan awal demi mempermudah proses pemberian kredit. 

    Total ada lima orang tersangka dalam kasus LPEI tersebut yaitu Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW), Direktur Pelaksana IV Arif Setiawan (AS), Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN), dan konsultan, Susy Mira Dewi (SMD).

  • KPK Panggil Ridwan Kamil Seusai Lebaran Terkait Kasus BJB Rp 222 M

    KPK Panggil Ridwan Kamil Seusai Lebaran Terkait Kasus BJB Rp 222 M

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana memanggil mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (RK) setelah Lebaran 2025. Ia akan dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi dalam pengadaan iklan di lingkungan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB).

    “Bisa jadi setelah Lebaran,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (20/3/2025).

    KPK Dalami Aliran Dana Nonbujeter BJB

    Budi menyatakan KPK mulai mengagendakan pemanggilan sejumlah saksi, termasuk dari internal BJB dan vendor pengadaan iklan, dalam pekan ini hingga pekan depan.

    “Untuk Pak Ridwan Kamil tentunya akan kita jadwalkan sesegera mungkin setelah saksi-saksi dari internal BJB maupun pihak-pihak vendor yang memenangkan pengadaan tersebut selesai diperiksa,” jelasnya.

    Salah satu fokus penyelidikan KPK adalah dugaan adanya dana nonbujeter di lingkungan BJB. Dana ini diduga tidak dianggarkan secara resmi dan digunakan tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

    “Kami sedang menelusuri uang tersebut digunakan untuk apa saja dan siapa yang menikmatinya. Pertanggungjawaban dana ini fiktif sehingga mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 222 miliar,” ungkap Budi terkait kasus BJB.

    Dugaan Markup dan Kerugian Negara Ratusan Miliar

    KPK mencurigai adanya markup besar-besaran dalam pengadaan iklan BJB. Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan, dugaan kerugian negara bisa mencapai ratusan miliar rupiah.

    “Potensi kerugiannya bisa sekitar setengah dari anggaran yang dialokasikan,” kata Setyo di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Rabu (12/3/2025).

    Sebelumnya, pada Senin (10/3/2025), KPK juga telah menggeledah rumah Ridwan Kamil dan menyita sejumlah dokumen serta barang bukti lainnya.

    Namun, Setyo menegaskan bukti-bukti yang disita masih diteliti lebih lanjut untuk menentukan relevansinya dengan kasus ini.

    “Segala sesuatu dikaji lebih lanjut. Jika tidak relevan, pasti dikembalikan,” tutupnya terkait kasus BJB.

  • KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Fasilitas Kredit LPEI Rp 549 M

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Fasilitas Kredit LPEI Rp 549 M

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (20/3/2025).

    Kedua tersangka tersebut adalah Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin (JM) dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi (SMD).

    Dengan ini, total tersangka dalam kasus ini menjadi lima orang, yaitu:
    1. Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW)
    2. Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS) 
    3. Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin (JM)
    4. Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN) 
    5. Konsultan Susy Mira Dewi (SMD)

    KPK Tahan Tersangka di Rutan Jakarta Timur

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengonfirmasi penahanan ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. “KPK melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari ini,” ujarnya terkait kasus fasilitas kredit LPEI.

    Sebelumnya, KPK telah terlebih dahulu menahan Newin Nugroho sejak Kamis (13/3/2025). Sementara itu, Jimmy Masrin dan Susy Mira Dewi akan menjalani masa tahanan selama 20 hari, mulai 20 Maret hingga 8 April 2025, di cabang rumah tahanan negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur.

    Dugaan Benturan Kepentingan dan Kerugian Negara Rp 549 M

    KPK menduga ada benturan kepentingan antara direktur LPEI dan PT Petro Energy sebagai debitur. Diduga, terjadi kesepakatan awal untuk mempermudah pencairan kredit tanpa verifikasi yang layak.

    Selain itu, direktur LPEI diduga mengabaikan kontrol penggunaan kredit dan tetap menginstruksikan bawahannya untuk mencairkan dana meskipun tidak memenuhi syarat kelayakan.

    “Akibat fasilitas kredit khusus dari LPEI kepada PT Petro Energy, negara mengalami kerugian besar. Outstanding pokok KMKE 1 PT Petro Energy mencapai US$ 18.070.000, sedangkan outstanding pokok KMKE 2 PT Petro Energy mencapai Rp 549.144.535.027,” ungkap Asep terkait kasus fasilitas kredit LPEI.

  • KPK Panggil Mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil usai Lebaran – Halaman all

    KPK Panggil Mantan Gubernur Jabar Ridwan Kamil usai Lebaran – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menjadwalkan pemanggilan terhadap mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dalam kasus dugaan korupsi dana iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

    Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyidik Budi Sokmo menyebut pemanggilan terhadap Ridwan Kamil diperkirakan setelah lebaran.

    “Bisa jadi setelah lebaran,” ucap Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/3/2025).

    Dalam pekan ini, kata Budi, tim penyidik akan lebih dulu memeriksa pihak internal bank.

    Budi membeberkan, penyidik bakal memulai mendalami pengadaan iklan yang diduga dilakukan secara melawan hukum.

    “Untuk Pak Ridwan Kamil tentunya akan kita jadwalkan sesegera mungkin setelah saksi-saksi dari internal bank maupun pihak-pihak vendor yang memenangkan pengadaan tersebut kita selesai lakukan pemeriksaan,” kata dia.

    Kediaman Ridwan Kamil di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung digeledah KPK Senin, 10 Maret 2025. Dari sana, tim penyidik mengamankan sejumlah dokumen yang ditengarai berkaitan dengan perkara.

    Dikutip dari Tribun Jabar, Ridwan Kamil pun telah angkat bicara mengenai penggeledahan di rumahnya.

    Ridwan Kamil membantah KPK sudah menyita duit deposito Rp70 miliar dari rumahnya.

    “Deposito itu bukan milik kami. Tidak ada uang atau deposito kami yang disita saat itu,” ujar Ridwan Kamil, dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025).

    Sebelumnya, KPK telah menggeledah 12 tempat terkait korupsi iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat. KPK turut menyita deposito senilai Rp70 miliar hingga sejumlah kendaraan.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka.

    Mereka adalah mantan Direktur Utama bank, Yuddy Renaldi (YR); Pimpinan Divisi Corporate Secretary bank, Widi Hartono (WH); Pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Ikin Asikin Dulmanan (IAD); Pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik (SUH); dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK).

    KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Yuddy Renaldi cs disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

    Kelima tersangka belum ditahan KPK. Tetapi komisi antikorupsi telah mencegah Yuddy Renaldi cs bepergian ke luar negeri.

  • KPK Geledah Rumah Terkait Kasus Pengadaan IT di Telkom Group

    KPK Geledah Rumah Terkait Kasus Pengadaan IT di Telkom Group

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah satu rumah pribadi terkait dengan dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa berupa perangkat IT di lingkungan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. atau Telkom Grup (TLKM).

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut penggeledahan itu digelar oleh tim penyidik kemarin, Rabu (19/3/2025). “Lokasinya rumah pribadi. Bukan [rumah tersangka, red],” ungkap Tessa kepada wartawan, Kamis (20/3/2025). 

    Tessa menjelaskan bahwa penggeledahan itu dilakukan untuk mencari bukti terkait dengan dugaan korupsi pengadaan perangkat IT di lingkungan Telkom, yang kini sudah menjerat sebanyak enam orang tersangka. 

    Enam orang yang ditetapkan tersangka itu berinisial SC, PNS, THL, NG, VAK dan FT. Seluruhnya telah ditetapkan tersangka sejak 30 Januari 2024.  

    “Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, untuk jabatan tersangka belum bisa disampaikan saat ini,” jelas Tessa melalui keterangan tertulis, Rabu (7/8/2024). 

    Adapun belum lama ini, KPK juga telah mengajukan cegah ke luar negeri untuk enam orang tersebut. Upaya cegah ke luar negeri itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) No.1001/2024 yang diterbitkan KPK pada 6 Agustus 2024. 

    Enam orang yang dicegah ke luar negeri itu berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).

    Lembaga antirasuah mengemukakan bahwa kasus itu berkaitan dengan pengadaan sejumlah perangkat IT di lingkungan PT Telkom dan Telkom Grup, untuk tahun anggaran (TA) 2017-2018. 

    Beberapa pengadaan perangkat IT yang diduga dikorupsi yakni pengadaan Tablet Samsung Tab S3, Pengadaan PC All in One, dan Pengadaan Perangkat Keras IT.

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dalam perkara tersebut. Beberapa saksi bahkan dihadapkan dengan auditor negara untuk penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut. 

    Misalnya, Direktur PT Erakomp Infonusa Fery Tan (FT), Komisaris PT Asiatel Globalindo Tan Heng Lok (THL), Direktur PT Asiatel Globalindo Victor Antonio Kohar (VAK) serta Direktur PT Telering Onyx Pratama atau TOP Somad Tjuar (ST) pada Selasa (23/7/2024).

    Kemudian, Direktur Utama PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Desember 2016-Juni 2019) Paruhum Natigor Sitorus (PNS) serta EVP Divisi Enterprise Service, Direktorat Enterprises & Business Service PT Telkom 2016-2018 Siti Choiriana (SC).

    “[Semua saksi hadir] dipanggil untuk dimintai klarifikasi oleh Auditor Negara dalam rangka perhitungan kerugian negara,” ungkap Tessa melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

    Lembaga antirasuah sebelumnya mengungkap ada lebih dari satu perkara dugaan korupsi di lingkungan TLKM yang tengah diusut. Beberapa di antaranya merupakan pelimpahan dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Nilai kerugian keuangan negara pada kasus-kasus di Telkom Group itu ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut, salah satu kasus Telkom yang ditangani lembaganya berkaitan dengan pembiayaan terhadap suatu proyek. 

    Dia menyebut deputi hingga pimpinan KPK memintanya untuk melakukan expose perkembangan penanganan perkara di BUMN tersebut. 

    “Karena ini kerugiannya cukup besar, masing-masing ini, di atas Rp100 miliar bahkan lebih dari Rp200 miliar, seperti itu, untuk satu perkara. Jadi ini hal yang besar” ujar Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Kamis (27/6/2024).

  • Diperiksa KPK Lagi, Andi Narogong Bungkam

    Diperiksa KPK Lagi, Andi Narogong Bungkam

    Jakarta, Beritasatu.com – Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong (AN) menjalani pemeriksaan oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (19/3/2025). Pemeriksaan ini dilakukan sebagai bagian dari penyelidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan e-KTP.

    Berdasarkan pantauan, Andi Narogong meninggalkan ruang pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sekitar pukul 14.16 WIB.

    Selama meninggalkan gedung, Andi memilih untuk tidak memberikan komentar kepada awak media terkait agenda pemeriksaannya kali ini dan langsung meninggalkan lokasi.

    Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Andi Narogong pada Selasa (18/3/2025), namun jadwal pemeriksaan tersebut akhirnya diubah dan dijadwalkan ulang pada hari ini.

    “Pemanggilan di-reschedule hari ini, dan beliau sudah hadir,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika kepada wartawan, Rabu (19/3/2025).

    Andi Narogong sebelumnya telah menjalani proses hukum atas kasus tersebut. Mahkamah Agung (MA) sempat memperberat hukuman Andi menjadi 13 tahun pidana penjara.

    Hukuman ini lebih berat dua tahun dibandingkan dengan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI yang menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara.

    Berdasarkan laman kepaniteraan.mahkamahagung.go.id, putusan kasasi tersebut diputus pada 16 September 2018 oleh Majelis Hakim Agung yang terdiri dari Mohamad Askin, Leopold Hutagalung, dan Surya Jaya.

    Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa Andi Narogong terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan e-KTP. Akibatnya, dia dijatuhi hukuman penjara 13 tahun, ditambah denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

    Selain itu, Andi Narogong juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar US$ 2,15 juta dan Rp 1,186 miliar atau menggantinya dengan 3 tahun kurungan.