Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • KPK Dukung Wacana Presiden Prabowo Subianto Miskinkan Koruptor

    KPK Dukung Wacana Presiden Prabowo Subianto Miskinkan Koruptor

    Jakarta, Beritasatu.com – Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Tessa Mahardhika Sugiarto, menyatakan wacana pemiskinan keluarga koruptor memerlukan pembahasan lebih lanjut secara mendalam. Pernyataan ini disampaikan Tessa saat menanggapi pertanyaan jurnalis terkait respons KPK terhadap pernyataan Presiden Prabowo Subianto.

    “Tentu perlu ada diskusi lebih lanjut, tetapi secara umum KPK mendukung Presiden Prabowo dalam rangka pemiskinan koruptor,” ujar Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025).

    Namun, ia mengingatkan bahwa penerapan kebijakan ini harus mempertimbangkan konteks dan tidak serta-merta menyasar keluarga koruptor yang tidak terlibat.

    “Apabila ada hal-hal yang dinikmati oleh keluarga dan diketahui secara nyata, maka ada mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU Nomor 8 Tahun 2010), khususnya Pasal 5, kalau saya tidak salah,” jelasnya.

    Pasal 5 UU TPPU menyatakan bahwa setiap orang yang menerima atau menguasai harta kekayaan yang patut diduga hasil tindak pidana, dapat dipidana hingga lima tahun penjara dan dikenai denda maksimal Rp1 miliar.

    Namun demikian, ketentuan tersebut kini telah dicabut dan digantikan oleh Pasal 607 ayat (1) huruf c dalam UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal baru tersebut tetap mengatur pidana bagi pihak yang menguasai harta hasil tindak pidana, dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun dan denda kategori VI.

    Lebih lanjut, Tessa menyampaikan bahwa untuk mewujudkan kebijakan pemiskinan koruptor secara utuh, dibutuhkan payung hukum yang jelas.

    “Undang-undangnya seperti apa nanti bentuknya? Kita juga perlu pembahasan dari para penegak hukum, baik yudikatif, eksekutif, maupun legislatif. Namun secara nilai, KPK mendukung penuh pemiskinan koruptor,” tegasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto dalam wawancara dengan enam jurnalis di kediamannya di Hambalang, Jawa Barat, Minggu (6/4/2025), menyatakan negara berhak menyita aset koruptor sebagai bentuk pengembalian kerugian negara.

    “Jadi, kerugian negara yang dia timbulkan ya harus dikembalikan. Makanya, aset-aset pantas kalau negara menyita,” kata Prabowo.

    Namun demikian, Presiden menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyentuh hak keluarga koruptor yang tidak terlibat.

    “Kita juga harus adil kepada anak dan istrinya. Kalau ada aset yang sudah dimiliki sebelum menjabat, ya nanti para ahli hukum perlu bahas apakah adil anaknya menderita juga. Karena dosa orang tua sebetulnya tidak boleh diturunkan ke anaknya,” pungkas Presiden Prabowo Subianto.

  • KPK Belum Tetapkan Tersangka di Kasus CSR Bank Indonesia, Ini Alasannya

    KPK Belum Tetapkan Tersangka di Kasus CSR Bank Indonesia, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku berhati-hati dalam menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia atau BI.

    Untuk diketahui, KPK telah memulai penyidikan terkait dengan dugaan korupsi di tubuh bank sentral itu sejak 2024 lalu. Namun, penyidikan yang dilakukan masih bersifat umum di mana belum ada tersangka yang ditetapkan.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengaku pihak penyidik masih berhati-hati sebelum menetapkan pihak-pihak tertentu sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

    “Karena prinsip kehati-hatian yang dilakukan mulai dari proses penerimaan pengaduan, penyelidikan, bahkan sampai di tahap penyidikan di mana sudah ada upaya paksa atau pro justisia, maka KPK perlu berhati-hati dalam menetapkan seseorang untuk menjadi tersangka,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025). 

    Tessa menyebut prinsip kehati-hatian itu tidak hanya diterapkan dalam proses penyidikan kasus CSR BI, namun juga pada kasus kasus lainnya. Dia menjelaskan, lembaga antirasuah sejak pertama kali berdiri di mana tidak mengenal mekanisme penghentian penyidikan atau SP3 pun menerapkan banyak lapisan dalam proses penyidikan.

    “Proses penetapan tersangka itu memang memerlukan tidak hanya minimal dua alat bukti. Di KPK kita bisa empat alat bukti itu perlu ada dulu supaya apa? Agar jaksa penuntut umum termasuk struktural yakin pada saat perkara ini disajikan dan disidangkan, hakim yakin bahwa memang betul ada perbuatannya yang dilakukan oleh tersangka,” terang Tessa, yang juga merupakan seorang penyidik.

    Meski demikian, Tessa memastikan pada waktunya lembaga antirasuah akan mengumumkan siapa saja pihak yang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan rasuah itu. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah memeriksa puluhan saksi dalam kasus tersebut. Dua di antaranya yang kerap dipanggil adalah anggota Komisi XI DPR 2019-2024 dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan dan dari Fraksi Partai Nasdem, Satori. Rumah keduanya pun telah digeledah penyidik.

    Kemudian, lembaga antirasuah juga sebelumnya telah menggeledah kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024 lalu. Salah satu ruangan di BI yang digeledah yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo.

    Adapun KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan. KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.

  • KPK Ungkap Djoko Tjandra Pernah Bertemu Harun Masiku di Malaysia

    KPK Ungkap Djoko Tjandra Pernah Bertemu Harun Masiku di Malaysia

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan pertemuan antara pengusaha sekaligus mantan terpidana kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali, Djoko Sugianto Tjandra dengan Harun Masiku, yang kini merupakan buron kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

    Dugaan itu didalami saat memeriksa Djoko Tjandra hari ini, Rabu (9/4/2024), sebagai saksi terkait dengan kasus yang menjerat Harun Masiku tersebut. Pertemuan keduanya diduga terjadi di Kuala Lumpur, Malaysia.

    “Jadi informasi yang didapat dari penyidik yang bersangkutan dimintakan keterangannya terkait informasi pertemuan antara yang bersangkutan dengan saudara HM di Kuala Lumpur, Malaysia,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025). 

    Meski demikian, Tessa masih belum memerinci lebih lanjut kapan pertemuan Djoko dan Harun terjadi. Dia juga mengaku belum bisa membeberkan konteks pertemuan antara keduanya.

    Tessa menyebut, penyidik baru bisa mengungkap bahwa ada permintaan Djoko kepada Harun untuk mengurus sesuatu.

    “Pembahasannya terkait ada permintaan dari saudara DST kepada saudara HM untuk membantu mengurus sesuatu. Tapi detailnya belum bisa disampaikan saat ini,” terangnya.

    Kini, proses penyidikan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 itu masih berjalan dengan dua orang tersangka yakni Harun, mantan caleg PDI Perjuangan (PDIP) 2019-2024, serta advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah.

    Sejalan dengan hal tersebut, KPK melalui tim penuntut umumnya juga sudah mendakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di pengadilan terkait dengan perintangan penyidikan kasus tersebut, serta keterlibatannya juga dalam memberikan suap kepada anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, guna meloloskan Harun sebagai anggota DPR pergantian antarwaktu (PAW).

    Kasus tersebut sudah ditangani KPK sejak awal 2020 lalu, di mana lembaga antirasuah menetapkan empat orang tersangka pertama yaitu Harun, Wahyu, Agustina Tio Fridelina serta Saeful Bahri. Hanya Harun yang saat ini belum dibawa ke proses hukum. 

  • Djoko Tjandra Diduga Bertemu Harun Masiku di Kuala Lumpur

    Djoko Tjandra Diduga Bertemu Harun Masiku di Kuala Lumpur

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan informasi mengejutkan terkait dugaan pertemuan antara buronan Djoko Soegiarto Tjandra (DST) dan Harun Masiku (HM) di Kuala Lumpur, Malaysia.

    Dalam pertemuan itu, Djoko disebut meminta bantuan Harun untuk mengurus sesuatu meskipun detailnya masih disembunyikan karena penyidikan masih berjalan.

    “Pembahasannya terkait ada permintaan dari saudara DST kepada saudara HM untuk membantu mengurus sesuatu,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika, Rabu (9/4/2025).

    Djoko Tjandra Bantah Kenal Harun Masiku

    Seusai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Djoko Tjandra menegaskan, dirinya tidak mengenal Harun Masiku.

    Ia juga membantah membantu Harun dalam bentuk apa pun. “Mana tahu, saya enggak kenal,” kata Djoko di Gedung Merah Putih KPK.

    Pemeriksaan Djoko dilakukan untuk mendalami informasi dari saksi dan alat bukti yang sudah dikantongi penyidik. Kasus ini berkaitan dengan dua tersangka, yaitu Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah (DTI).

    Pemeriksaan lebih lanjut masih akan dilakukan, termasuk kemungkinan pemanggilan saksi lain untuk mengonfirmasi dugaan pertemuan tersebut.

    “Kalau seandainya ada saksi menyatakan tidak kenal, itu hak mereka. Namun, tugas penyidik adalah membuktikan kebenaran informasi dengan alat bukti,” tambah Tessa.

    Bantahan Djoko Soal Hasto dan Donny Tri

    Selain membantah mengenal Harun Masiku, Djoko Tjandra juga mengaku tidak mengenal Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

    Djoko juga tidak mengenal Donny Tri, yang disebut sebagai orang kepercayaan Hasto. Padahal, keduanya tengah dalam sorotan hukum terkait kasus PAW.

    “Tidak sama sekali, enggak,” jawab Djoko singkat saat ditanya soal keduanya terkait kasus Harun Masiku.

  • KPK Dalami Dugaan Pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku

    KPK Dalami Dugaan Pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan pertemuan antara Djoko Soegiarto Tjandra (DST) dan Harun Masiku (HM) di Kuala Lumpur, Malaysia. Dugaan ini mencuat saat KPK memeriksa Djoko sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019–2024 pada Rabu (9/4/2025).

    “Informasi pertemuan antara yang bersangkutan dengan Saudara HM di Kuala Lumpur,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

    KPK belum mengungkap secara rinci waktu maupun tujuan pertemuan tersebut. Namun, Tessa menyebut dugaan pembahasan dalam pertemuan itu berkaitan dengan permintaan bantuan dari Djoko Tjandra kepada Harun Masiku.

    “Pembahasannya terkait permintaan DST kepada HM untuk membantu mengurus sesuatu. Namun, detailnya belum bisa kami sampaikan,” ungkap Tessa.

    KPK masih membuka kemungkinan untuk mendalami dugaan pertemuan ini dengan memanggil saksi-saksi lain. Penyidik akan menentukan apakah ada pihak lain yang perlu dimintai keterangan untuk memperkuat pembuktian kasus ini.

    Sementara itu, Djoko Tjandra membantah mengenal Harun Masiku. Ia menyatakan tidak tahu-menahu terkait keberadaan Harun maupun dugaan keterlibatannya dalam kasus yang sedang ditangani KPK.

    “Mana tahu, saya enggak kenal,” ujar Djoko seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025).

    KPK menegaskan pemeriksaan saksi dilakukan untuk mengonfirmasi informasi dan data yang telah diperoleh sebelumnya.

    “Penyidik mendapatkan informasi adanya pertemuan DST dengan HM di Kuala Lumpur. Apakah informasi tersebut valid atau tidak, itu dikonfirmasi lewat pemeriksaan saksi dan alat bukti,” jelas Tessa.

    Pemeriksaan ini merupakan bagian dari pengusutan kasus dugaan suap PAW anggota DPR periode 2019–2024 yang menyeret nama Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah (DTI). Djoko Tjandra diperiksa sebagai saksi untuk kedua tersangka tersebut.

    Djoko Tjandra tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10.00 WIB dan selesai menjalani pemeriksaan pada pukul 13.21 WIB. Ia mengaku tidak mengenal Harun Masiku, maupun tokoh lain yang terkait dalam kasus tersebut, termasuk Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dan orang kepercayaannya, Donny Tri.

    “Enggak betul, kenal saja enggak. Tidak sama sekali,” tegas Djoko Tjandra.

  • Djoko Tjandra Disebut Minta Bantuan ke Harun Masiku Saat Bertemu di Malaysia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 April 2025

    Djoko Tjandra Disebut Minta Bantuan ke Harun Masiku Saat Bertemu di Malaysia Nasional 9 April 2025

    Djoko Tjandra Disebut Minta Bantuan ke Harun Masiku Saat Bertemu di Malaysia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan terjadi pertemuan antara pengusaha Djoko Tjandra dengan buron kasus suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019-2024 Harun Masiku di Kuala Lumpur, Malaysia.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, Djoko Tjandra diduga meminta bantuan kepada eks kader PDIP tersebut.
    Meski demikian, KPK tak mengungkapkan secara detail jenis bantuan yang diminta Djoko.
    “Pembahasannya terkait ada permintaan dari saudara DST (Djoko Tjandra) kepada saudara HM (Harun Masiku) untuk membantu mengurus sesuatu. Tapi detailnya belum bisa disampaikan saat ini,” kata Tessa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
    Tessa mengatakan, informasi terkait pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku masih terus didalami penyidik dari pemeriksaan hari ini.
    Ia juga belum dapat memastikan adanya aliran uang dalam pertemuan tersebut.
    “Jadi informasi yang didapat dari penyidik yang bersangkutan (Djoko Tjandra) dimintakan keterangannya terkait pertemuan, informasi pertemuan antara yang bersangkutan dengan saudara HM (Harun Masiku) di Kuala Lumpur, Malaysia,” ujarnya.
    “Kalau aliran uang belum ada infonya. Jadi baru ada pertemuan di sana di KL,” ucap dia.
    Sebelumnya, pengusaha Djoko Tjandra mengaku tidak kenal dengan eks calon anggota legislatif PDI-P Harun Masiku dan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
    Hal ini disampaikan Djoko seusai 3,5 jam diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku.
    “Ngobrol santai saja, enggak ada apa-apa. Saya tidak kenal sama sekali (Harun Masiku),” kata Djoko di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
    Djoko juga menepis kabar dirinya membantu Harun Masiku yang saat ini berstatus buron sejak 2020.
    Ia kembali kembali menekankan dirinya tidak mengenal sosok Harun Masiku.
    “Enggak betul (bantu Harun Masiku), kenal saja enggak, bagaimana bantu,” ujarnya.
    Djoko juga mengatakan tidak mengenal Hasto dan advokat Donny Tri Istiqomah yang sama-sama terjerat kasus suap Harun Masiku.
    “Enggak, enggak. Tidak sama sekali (kenali Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah),” ucap dia.
    Diberitakan sebelumnya, KPK memeriksa Djoko sebagai saksi kasus suap terkait PAW yang menjerat Harun Masiku.
    Sementara itu, Djoko saat ini berstatus terpidana kasus cessie Bank Bali, yang turut menyeret nama eks jaksa Pinangki Sirna Malasari.
    Berdasarkan pantauan di lokasi, Djoko Tjandra tiba di Gedung Merah Putih pada pukul 10.00 WIB yang didampingi empat orang.
    Djoko mengenakan kemeja putih, memakai kacamata, dan celana hitam.
    Djoko diperiksa selama lebih kurang tiga jam. Ia keluar dari Gedung Merah Putih pada Rabu siang pukul 13.23 WIB.

    Kasus Harun Masiku
    terungkap ketika KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
    Dari hasil operasi, tim KPK menangkap delapan orang dan menetapkan empat orang sebagai tersangka.
    Empat tersangka tersebut adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, eks anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, kader PDIP Saiful Bahri, dan Harun Masiku. Namun, saat itu Harun lolos dari penangkapan.
    Tim penyidik KPK terakhir kali mendeteksi Harun Masiku di sekitar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan.
    Hingga saat ini, Harun masih berstatus buronan dan masih dalam daftar pencarian orang (DPO).
    Adapun Harun Masiku diduga menyuap Wahyu dan Agustiani untuk meloloskan langkahnya menjadi anggota DPR melalui PAW.
    Belakangan, KPK menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus suap proses PAW yang menjerat Harun Masiku.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Sebut Adik Febri Diansyah Tak Dipanggil ke KPK Selasa 8 April 2025 – Page 3

    KPK Sebut Adik Febri Diansyah Tak Dipanggil ke KPK Selasa 8 April 2025 – Page 3

    Djoko diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah (DTI). Hanya saja KPK belum memberikan keterangan alasan memeriksa Djoko di kasus suap tersebut.

    Donny Tri telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi bersama-sama dengan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. Mereka menyuap Wahyu Setiawan yang merupakan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2022.

    “Penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka DTI bersama-sama dengan Harun Masiku dan kawan-kawan, berupa pemberian sesuatu hadiah atau janji kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum bersama-sama dengan Agustiani Tio F Terkait penetapan anggota DPR RI Terpilih 2019-2024,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa 24 Desember 2024.

    Menurut Setyo, Hasto melakukan berbagai cara untuk menjadikan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024, namun gagal. Hingga akhirnya memilih untuk menyuap anggota KPU RI Wahyu Setiawan.

    “Oleh karenanya upaya-upaya tersebut tidak berhasil maka saudara HK bekerja sama dengan saudara Harun Masiku, Saiful Bahri, dan DTI melakukan upaya penyuapan kepada Wahyu Setiawan dan Agustinus Tio, di mana diketahui Wahyu merupakan kader dari partai yang menjadi komisioner di KPU,” jelas dia.

    Mulai dari proses perencanaan hingga penyerahan uang tersebut, Hasto Kristiyanto mengatur dan mengendalikan anak buahnya yakni Saiful Bahri dan Donny Tri Istiqomah untuk memberikan uang suap kepada Wahyu Setiawan.

    Dia juga mengatur dan mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA, serta surat permohonan pelaksanaan fatwa MA kepada KPU RI.

    “Saudara HK bersama dengan Harun Masiku, Saiful Bahri dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan. Jumlahnya sama dengan penjelasan dengan kasus sebelumnya,” Setyo menandaskan.

  • Djoko Tjandra Diduga Bertemu Harun Masiku di Kuala Lumpur

    Selesai Diperiksa KPK, Djoko Tjandra Mengaku Tak Kenal Harun Masiku

    Jakarta, Beritasatu.com – Pengusaha Djoko Soegiarto Tjandra mengaku tidak mengenal Harun Masiku setelah diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Rabu (9/4/2025). 

    “Mana tahu, saya enggak kenal (Harun Masiku),” kata Djoko Tjandra kepada wartawan seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

    Djoko yang juga terpidana kasus korupsi Bank Bali diperiksa untuk dua tersangka dalam kasus tersebut, yakni Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 13.21 WIB. 

    Djoko Tjandra enggan membeberkan terkait materi pemeriksaannya itu. Dia mengatakan tak bisa memberikan jawaban ke penyidik KPK karena tidak mengenal Harun Masiku. 

    Djoko membantah turut membantu caleg PDI Perjuangan yang buron itu. “Enggak betul, kenal saja enggak,” tukasnya.

    Selain Harun Masiku, Djoko Tjandra juga mengaku tak mengenal sosok Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan orang kepercayaannya Donny Tri.  “Tidak sama sekali, enggak,” ujar Djoko.

  • Diperiksa KPK Selama 3,5 Jam, Djoko Tjandra Bantah Sembunyikan Harun Masiku – Halaman all

    Diperiksa KPK Selama 3,5 Jam, Djoko Tjandra Bantah Sembunyikan Harun Masiku – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Djoko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang menjerat eks caleg PDIP Harun Masiku dan advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Rabu (9/4/2025).

    Penyidik memeriksa Djoko Tjandra kurang lebih selama 3,5 jam.

    Djoko Tjandra yang dikawal sejumlah orang, keluar dari Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan sekira pukul 13:23 WIB.

    “Enggak, hanya berdatang silaturahmi aja, enggak ada apa-apa,” ucap Djoko mengawali pembicaraan.

    Wartawan kemudian bertanya apakah Djoko Tjandra mengetahui lokasi Harun Masiku.

    Sebab sejak 2020, diketahui keberadaan Harun masih gelap.

    Djoko Tjandra mengklaim tidak mengetahui keberadaan Harun Masiku, sebab ia tidak mengenalnya.

    Djoko Tjandra juga membantah telah membantu menyembunyikan Harun Masiku.

    “Mana tahu (lokasi Harun Masiku), saya enggak kenal kok. Ya enggak betul (bantu menyembunyikan), kenal aja enggak, gimana bantu,” tuturnya.

    Djoko Tjandra juga mengaku tidak mengenal Donny Tri Istiqomah.

    Termasuk pula dia mengklaim tak mengenal Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

    “Enggak, enggak, enggak ada yang saya kenal. Enggak ada pertanyaan, wong saya enggak kenal. Saya enggak kenal, gimana saya mau cerita,” ujar Djoko Tjandra.

    KPK sendiri belum mengungkap keterkaitan Djoko Tjandra dengan perkara Harun Masiku.

    Djoko Tjandra adalah seorang pengusaha yang pernah menjadi buronan kasus korupsi.

    Djoko Tjandra adalah terpidana kasus suap yang turut melibatkan satu jaksa dan dua jenderal Kepolisian, serta kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali. 

    Bank Bali adalah bank yang kini sudah bubar dan sebelumnya mendapatkan dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yang akhirnya berujung ke perkara pidana ditangani oleh penegak hukum.

    Adapun dalam kasus suap PAW, KPK menjerat Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah, dan Hasto Kristiyanto.

    Harun Masiku masih berstatus sebagai buronan sejak 2020.

    Sementara Hasto Kristiyanto sudah didakwa menyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai caleg PAW DPR 2019–2024. Jumlah suapnya 57.350 dolar Singapura atau setara Rp 600 juta.

    Sedangkan Donny Tri Istiqomah belum dilakukan penahanan oleh KPK.

  • KPK Ungkap Rencana Pemanggilan Ridwan Kamil Terkait Kasus Bank BJB, Kapan Tepatnya?

    KPK Ungkap Rencana Pemanggilan Ridwan Kamil Terkait Kasus Bank BJB, Kapan Tepatnya?

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui juru bicara Tessa Mahardhika menyampaikan informasi terkini mengenai rencana pemanggilan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Tessa menegaskan, hingga saat ini belum ada kepastian terkait waktu pemanggilan Ridwan Kamil.

    “Sejauh informasi yang saya dapat, belum ada info pasti kapan RK akan dipanggil,” kata Tessa dalam keterangannya, Rabu, 9 April 2025.

    Tessa menegaskan, meski belum ada kejelasan terkait waktu pemanggilan, KPK memastikan bahwa penyidik akan memanggil setiap pihak yang terlibat dalam perkara tersebut.

    “Saya kira penyidik memiliki strategi terkait kebijakan pemanggilan seseorang menjadi saksi. Tapi bisa saya pastikan setiap pihak yang rumah atau lokasinya telah digeledah, maka penyidik akan meminta konfirmasi dari yang bersangkutan,” ujar Tessa.

    KPK Sita Bukti Fantastis

    Penyidik KPK berhasil menyita sejumlah barang bukti penting dalam rangkaian penggeledahan yang dilakukan selama tiga hari di kota Bandung mulai 10 Maret hingga 12 Maret 2025. Penggeledahan menyasar lebih dari 12 lokasi, termasuk rumah Ridwan Kamil dan kantor Bank BJB.

    Barang bukti yang disita yakni uang dalam bentuk deposito sekira Rp70 miliar dan beberapa kendaraan roda dua maupun roda empat. Kemudian, aset tanah rumah dan bangunan yang diduga ada kaitannya dengan kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB tahun 2021-2023.

    “Ini secara overall ya, semua tempatnya saya tidak mendetailkan karena banyak tempat yang kami geledah selama 3 hari kurang lebih 12 tempat. Jadi saya tidak bisa mendetailkan, nanti secara detailnya mungkin bisa disampaikan pada rilis berikutnya,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.

    Budi mengatakan, penyidik juga menyita sejumlah barang bukti terkait dengan dugaan pengeluaran dana non-budgeter. Ia menyebut, pihaknya telah memetakan siapa saja pihak-pihak yang menikmati aliran dana non-budgeter tersebut.

    Budi kembali menekankan bahwa penggeledahan dilakukan di berbagai tempat, ia enggan memberikan perincian mengenai barang bukti yang ditemukan di setiap lokasi. Pada intinya banyak barang bukti yang didapatkan KPK selama penggeledahan.

    “Saya bukan ngomong di satu tempat. Selama tiga hari saya melaksanakan penggeledahan banyak yang kami dapatkan,” ucap Budi.

    Kenapa Rumah Ridwan Kamil yang Pertama Digeledah?

    KPK mengakui tempat yang pertama kali digeledah adalah rumah Ridwan Kamil yang berlokasi di Bandung pada Senin, 10 Maret 2025. Budi menjelaskan penggeledahan di rumah Ridwan Kamil dilakukan bukan tanpa alasan karena langkah tersebut diambil berdasarkan petunjuk yang diperoleh dalam proses penyidikan.

    “KPK dalam melaksanakan upaya penggeledahan paksa tentunya ada petunjuk-petunjuk sebelumnya yang telah kita dapatkan sehingga kami melakukan penggeledahan,” kata Budi.

    Akan tetapi, Budi tidak dapat membeberkan secara detail mengenai alasan konkret kenapa rumah Ridwan Kamil yang pertama kali digeledah. Karena, kata dia, hal itu menyangkut teknis penyidikan yang tidak bisa diungkap secara terperinci.

    “Sehingga kami melakukan penggeledahan terhadap beberapa tempat dan pada saat itu memang secara random adalah satu keputusan saya selaku Kasatgas yang menangani perkara tersebut siapa prioritas pertama saya geledah memang rumahnya RK,” ujar Budi.

    Lima Orang Jadi Tersangka

    KPK dalam kasus ini menetapkan lima tersangka, dengan rincian dua orang dari unsur Bank BJB dan tiga lainnya merupakan pihak swasta. Namun, KPK belum melakukan penahanan terhadap seluruh tersangka.

    “KPK per tanggal 27 Februari 2025 telah menerbitkan 5 buah Sprindik. Tersangka dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten, kemudian tiga orang dari swasta,” kata Budi.

    Secara terperinci lima tersangka adalah Direktur Utama nonaktif Bank BJB; Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB; Widi Hartono, pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Ikin Asikin Dulmanan, pemilik agensi PSJ dan USPA; Suhendrik, dan pemilik agensi CKMB dan CKSB; Sophan Jaya Kusuma.

    Budi menjelaskan, pada 2021, 2022, dan Semester 1 2023, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk Bank yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp 409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online melalui kerja sama dengan enam agensi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun enam agensi adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising.

    Dengan rincian PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima dana iklan Rp41 miliar, PT Cipta Karya Sukses Bersama Rp105 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp81 miliar, PT BSC Advertising Rp33 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres Rp49 miliar.

    “Ditemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan Iklan sesuai permintaan BJB serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan PBJ (pengadaan barang dan jasa)” ucap Budi.

    Budi menyebut, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dengan yang dibayarkan ke media yaitu sebesar Rp222 miliar. Menurutnya, uang Rp222 miliar tersebut digunakan sebagai dana non-budgeter oleh BJB.

    “Yang sejak awal disetujui oleh YR selaku Dirut bersama-sama dengan WH untuk bekerjasama dengan 6 Agensi tersebut di atas untuk menyiapkan dana guna kebutuhan non-budgeter BJB,” ujar Budi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News