Tempat Fasum: Gedung Merah Putih KPK

  • Laporan Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD Mandek, Pelapor Surati KPK Minta Kejelasan

    Laporan Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD Mandek, Pelapor Surati KPK Minta Kejelasan

    PIKIRAN RAKYAT – Pelapor kasus dugaan suap di lingkungan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Muhammad Fithrat Irfan secara resmi menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa, 22 April 2025. Dalam surat tersebut, ia mempertanyakan perkembangan terbaru atas laporan yang telah diajukan sejak 5 Desember 2024.

    Irfan yang didampingi tim kuasa hukumnya menyatakan bahwa selama lima bulan laporan tersebut belum menunjukkan progres signifikan. Menurutnya, hingga saat ini kasus tersebut belum naik ke tahap penyelidikan.

    “Kasus suap senator DPD RI yang dilaporkan pada tanggal 5 Desember 2024 lalu, sampai dengan hari ini sudah 5 bulan. Jadi belum ada tindak lanjut yang serius untuk naik ke tahap penyelidikan,” kata Irfan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Sebelumnya Irfan melayangkan laporan soal dugaan suap dalam pemilihan ketua DPD RI dan pimpinan MPR dari unsur DPD periode 2024-2029. Mantan staf ahli anggota DPD RI, menegaskan telah menyerahkan bukti awal dan dokumen pendukung secara lengkap ke pengaduan masyarakat (dumas) KPK.

    Irfan menilai respons KPK terhadap laporan masyarakat terkesan lamban. Ia menyebutkan, komunikasi terakhir dengan bagian dumas KPK hanya mengulang jawaban normatif terkait pengayaan informasi tanpa ada proses verifikasi terhadap pihak terlapor.

    “Sementara pihak terlapor pun belum ada yang diverifikasi satu pun. Makanya kita ingin menanyakan keseriusan KPK dalam menanggapi aduan-aduan masyarakat yang ada,” tutur Irfan.

    Bagaimana Langkah Selanjutnya?

    Tak hanya berhenti pada surat resmi, Irfan menyatakan akan melanjutkan aduan ini ke Dewan Pengawas KPK (Dewas KPK), dengan harapan mendapat respons lebih serius.

    “Akan melaporkan hal ini ke Dewas KPK terkait aduan ini yang belum ada tanggapan lanjutan soal laporan saya di KPK,” ujarnya.

    Irfan berharap adanya keseriusan dari KPK dalam menanggapi setiap laporan masyarakat, terlebih jika sudah dilengkapi dengan data awal yang valid.

    “Karena sampai detik ini pun dari pihak yang dilaporkan itu belum ada gerakan sama sekali dari pengaduan masyarakat untuk menindak itu,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Irfan mengaku mendapat intimidasi usai melaporkan dugaan praktik suap dalam proses pemilihan Pimpinan DPD RI. Pihak yang mengintimidasi meminta agar dirinya mencabut laporan di KPK. Namun, intimidasi tersebut tidak membuat Irfan Goyah.

    “Saya sudah melaporkan video call itu yang saya rekam dan saya kirim ke dumas juga, yang mengancam, mengintimidasi, mengintervensi, dan memaksa saya untuk mencabut laporan di KPK,” ucap Irfan.

    KPK Tak Akan Diam

    Sebelumnya, KPK menyatakan bakal mengusut kasus dugaan suap terkait pemilihan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan pimpinan MPR dari unsur DPD periode 2024-2029. Laporan dari masyarakat sudah masuk ke Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).

    Adapun laporan itu sedang diverifikasi dan divalidasi. Nantinya, apabila ditemukan bukti permulaan cukup, maka kasus tersebut akan diproses ke tahap penyelidikan dan penyidikan.

    “Dalam pemilihan DPD. Informasi yang kami terima itu sudah dilaporkan. Sepengetahuan saya belum masuk ke penindakan dan eksekusi. Ini masih di dumas atau PLPM. Ditunggu saja,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, dikutip Rabu, 26 Februari 2025.

    Senada dengan Asep, Ketua KPK Setyo Budiyanto juga mengonfirmasi bahwa laporan skandal dugaan suap di DPD RI sedang diverifikasi oleh Direktorat PLPM. Hasil verifikasi akan menentukan langkah KPK selanjutnya.

    “Harapannya proses itu bisa ditentukan apakah jadi kewenangan KPK. Kemudian apakah menyangkut penyelenggara negara, (hasil verifikasi) itu kemudian dipresentasikan apakah bisa ditingkatkan ke tahap selanjutnya,” kata Setyo Budiyanto kepada wartawan, Jumat, 21 Februari 2025.

    Setyo mengatakan, pihaknya membuka peluang memeriksa 95 anggota DPD yang diduga terlibat suap. Akan tetapi, sebelum memanggil puluhan senator tim pengaduan masyarakat (dumas) akan terlebih dulu mempresentasikan laporan yang diterima dari masyarakat.

    “Oleh karena itu kami berharap bahwa yang memberikan informasi tersebut bisa secara terbuka, meskipun medsos sudah ramai, tapi kan perlu memastikan keterangan yang disampaikan melalui medsos itu dukungan dokumennya, dukungan kepastiannya,” ujar Setyo.

    “Kemudian dukungan beberapa saksi yang lain, yang mngetahui atau bahkan mengalami secara langsung, mendengar nah itu pasti dibutuhkan oleh para tim penyelidik dan dumas,” ucapnya menambahkan.

    Setyo menegaskan, pihaknya tidak pandang bulu dalam memproses hukum semua pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, termasuk memeriksa 95 senator. Menurutnya, setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.

    “Kalau misalnya tahapan verifikasi dan validasi itu dilakukan dumas akurat. Kami memastikan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum,” kata Setyo.

    95 Senator Diduga Terima 13.000 Dolar AS

    Dari total 152 anggota DPD RI, 95 senator di antaranya diduga menerima aliran uang dalam pemilihan pimpinan DPD RI dan pimpinan MPR dari unsur DPD RI periode 2024-2029.Pengacara Irfan, Aziz Yanuar mengatakan kliennya menyerahkan bukti-bukti tambahan ke KPK untuk melengkapi alat bukti yang sebelumnya sudah diserahkan pada Desember 2024. Bukti tersebut berupa rekaman pembicaraan antara Irfan dengan seorang petinggi partai politik.

    “KPK dalam waktu dekat akan melanjutkan proses ini kepada pemeriksaan lebih lanjut kepada pihak-pihak yang terkait, baik itu dari anggota DPD ataupun pihak-pihak yang ada hubungan dengan pelaporan tersebut,” kata Aziz kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 18 Februari 2025.

    Aziz mengatakan, adanya bukti rekaman suara itu menguatkan dugaan bahwa gratifikasi tidak hanya melibatkan anggota DPD tetapi juga petinggi partai politik. Aziz menyebut kliennya sempat mendapat intimidasi serta ancaman supaya menghentikan laporan ini.

    “Proses gratifikasi itu melibatkan beberapa pihak dan juga dalam hal tersebut ada dana-dana yang disediakan. Kemudian juga pihak tersebut meminta Pak Irvan untuk tidak melanjutkan hal ini. Ada intimidasi dan dugaan ancaman,” ucap Aziz.

    Adapun Irfan merupakan mantan staf ahli anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al-Amri (RAA). Pada 6 Desember 2024, Irfan mengaku sempat melaporkan eks bosnya itu ke KPK lantaran diduga ikut menerima uang suap.

    “Indikasinya itu beliau (RAA) menerima dugaan suap untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang yang ada, yang anggota Dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya,” ucap Irfan.

    “Bosnya itu satu di antara 95 yang diduga menerima juga,” ujar Aziz menimpali pernyataan Irfan.

    Irfan mengungkapkan, untuk pemilihan Ketua DPD RI, setiap senator diduga menerima suapsekira 5.000 dolar Amerika Serikat, sedangkan untuk pemilihan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD, jumlah yang diterima sekira 8.000 dolar Amerika Serikat.

    Sehingga total dugaan suap yang diterima setiap senator termasuk RAA mencapai 13.000 dolar Amerika Serikat. Mengenai mekanisme penyerahan uang, Irfan menyebut uang itu didistribusikan secara door to door atau dari kamar ke kamar anggota DPD.

    “Jadi dari dolar ke rupiah konversinya. Setelah itu masing-masing dari kita, para staf ini diminta untuk setorkan di bank anggota dewan itu,” ujar Irfan.

    Irfan menjelaskan uang tersebut digunakan untuk menukar suara dalam pemilihan ketua DPD dan wakil ketua MPR dari unsur DPD. Senator yang menerima uang tersebut kemudian memilih pasangan calon tertentu.

    “Uang itu ditukarkan dengan suara hak mereka-mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini, memilih Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD,” kata Irfan.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Panggil Eks Deputi Komisioner OJK di Kasus Kredit Ekspor LPEI

    KPK Panggil Eks Deputi Komisioner OJK di Kasus Kredit Ekspor LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) Bidang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Ngalim Sawega sebagai saksi kasus korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). 

    Ngalim dipanggil bersama dengan sembilan orang saksi lainnya yang merupakan pihak swasta serta mantan petinggi LPEI. KPK memanggil Ngalim dalam kapasitasnya sebagai saksi dan mantan Direktur Eksekutif LPEI. 

    “Hari ini Selasa (22/4) KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama NS Pensiunan LPEI (Mantan Direktur Eksekutif LPEI),” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (22/4/2025). 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Ngalim diangkat sebagai Ketua Dewan Direktur sekaligus Direktur Eksekutif LPEI alias Eximbank pada September 2014. Pengangkatannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, oleh Menteri Keuangan Chatib Basri. 

    Pada saat itu, Ngalim menggantikan pejabat sebelumnya I Made Gde Erata. Ngalim adalah ekonom yang pernah menjabat Direktur Perbankan dan UJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada era Menteri Jusuf Anwar hingga periode Sri Mulyani.

    Ngalim diketahui juga pernah menjabat sebagai Deputi Komisioner IKNB OJK sebelum diangkat untuk memimpin LPEI. Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan alias Bapepam LK. 

    Adapun terdapat sembilan orang saksi lainnya yang turut dipanggil tim penyidik KPK hari ini. Mereka adalah Andryanto Lesmana (swasta), Bambang Adhi Wijaja (swasta), Bintoro Iduansjah (swasta), Jimmy Dharmadi (swasta) serta Dimas Prayogo (KAP Kosasih). 

    Kemudian, Hire Romalimora (mantan pegawai LPEI), Jubilant Arda Harmidy (swasta), Kemas Endi Ario Kusumo (mantan pegawai LPEI) serta Arif Setiawan (mantan Direktur Pelaksana IV LPEI 2014-2018). 

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah telah menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor LPEI. Dua mantan direktur LPEI yang ditetapkan tersangka adalah bekas Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang berasal dari salah satu debitur LPEI, PT Petro Energy, yakni pemilik perusahaan Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD).  

    Pada konferensi pers yang digelar Kamis (20/3/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE. 

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar.  

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun.  

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya.

  • Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN, KPK Periksa Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy Arso Sadewo – Halaman all

    Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN, KPK Periksa Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy Arso Sadewo – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy (IAE) Arso Sadewo, Selasa (22/4/2025) hari ini.

    Arso dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proses kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN dengan PT Isar Gas/PT Inti Alasindo Energi tahun 2017–2021.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,atas nama AS, Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).

    KPK telah menahan dua tersangka dalam kasus ini. 

    Mereka adalah Danny Praditya, Direktur Komersial PT PGN periode 2016–Agustus 2019 dan Iswan Ibrahim, Direktur Utama PT Isargas tahun 2011–22 Januari 2024 sekaligus Komisaris PT IAE tahun 2006–22 Januari 2024.

    Konstruksi Perkara

    Pada 19 Desember 2016, dewan komisaris dan direksi PT PGN mengesahkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN tahun 2017. 

    Dalam RKAP tersebut, tidak terdapat rencana PT PGN untuk membeli gas dari PT IAE.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap, PT IAE mendapatkan alokasi gas dari Husky Cnooc Madura Ltd (HCML) dengan rencana penyerapan gas PT IAE (pasca-realokasi sementara ke PT Petrokimia Gresik) pada tahun 2017 sebesar 10MMSCFD, tahun 2018 sebesar 15MMSCFD, dan tahun 2019 sebesar 40MMSCFD.

    Pada bulan Agustus 2017, Danny Praditya memerintahkan Adi Munandir (Head of Marketing PT PGN) untuk melakukan pemaparan kepada beberapa trader gas termasuk PT Isargas guna menjadi Local Distributor Company (LDC) PT PGN.

    Pada 31 Agustus 2017, Adi Munandir melaksanakan perintah Danny Praditya untuk menghubungi Sofyan selaku Direktur PT IAE terkait kerja sama pengelolaan gas.

    Pada 5 September 2023, Danny Praditya memerintahkan Adi Munandir untuk melakukan pertemuan dengan pihak Isargas Grup di kantor PT PGN guna membahas kerja sama pengelolaan dan jual beli gas.

    Dalam pembahasan tersebut, Sofyan selaku perwakilan dari Isargas Grup menyampaikan arahan dari Iswan Ibrahim untuk meminta uang muka sebesar 15 juta dolar AS berkaitan dengan rencana pembelian gas PT IAE oleh PT PGN.

    Uang muka tersebut akan digunakan untuk membayar kewajiban atau utang PT Isargas kepada pihak lain. 

    Hal ini kemudian dilaporkan oleh Adi Munandir kepada Danny Praditya.

    Asep berujar, pada periode September–Oktober 2017, Danny Praditya memerintahkan Tim Marketing PT PGN yaitu Adi Munandir dan Reza Maghraby membuat kajian internal terkait rencana pembelian gas dari PT IAE, padahal pembuatan kajian itu adalah tupoksi dari bagian pasokan gas (gas supply) PT PGN.

    Selanjutnya pada 10 Oktober 2017 dalam rapat Board of Directors (BOD) PT PGN, Danny Praditya bersama-sama dengan Tim Marketing PT PGN memaparkan materi “Update Komersial” yang antara lain berisi Isargas Grup menyatakan setuju untuk menjual sebagian alokasi gas bumi ex-HCML miliknya kepada PT PGN dengan permintaan skema advance payment.

    Isargas Grup disebut juga menawarkan peluang akuisisi sebagian atau seluruh saham Isargas kepada PT PGN.

    Pada 20 Oktober 2017, dalam rapat BOD PT PGN, Danny Praditya bersama-sama Tim Pasokan Gas dan Tim Marketing PT PGN memaparkan materi sebagai berikut:

    a. Tim Pasokan Gas menyampaikan update pasokan gas PT PGN bahwa pasokan gas di Jawa Timur secara keseluruhan tidak mencukupi kebutuhan pasokan gas di masa mendatang dan alokasi gas yang dimiliki PT PGN akan mengalami penurunan di tahun 2019 dan 2021. Update ini dibuat karena
    adanya perintah Danny Praditya setelah rapat BOD tanggal 10 Oktober 2017.

    b. Tim Marketing menyampaikan update isu komersial terkait rencana kerjasama dengan Isargas antara lain sebagai berikut:

    1. Isargas menyampaikan penawaran penjualan sebagian gas bumi yang dikuasainya dari pasokan gas Lapangan BD-HCML kepada PGN dengan meminta adanya skema uang muka karena Isargas membutuhkan dana untuk membayar utang atau kewajiban ke pihak lain.

    2. Kerja sama pengelolaan gas dan infrastruktur meliputi semua lokasi/wilayah yang dimiliki Isargas baik di Jawa Barat maupun di Jawa Timur.

    3. Peluang untuk dilakukannya akuisisi atas sebagian/seluruh kepemilikan Isargas oleh PT PGN.

    Pada 2 November 2017, perwakilan PT PGN, perwakilan PT IAE dan perusahaan-perusahaan lain di bawah Isargas Grup menandatangani beberapa dokumen terkait kerja sama di antara mereka.

    Dokumen yang dibuat antara lain adalah Kesepakatan Bersama (KB) antara PT PGN dan PT Inti Alasindo dan PT Isar Aryaguna dan PT Inti Alasindo Energy tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Danny Praditya, Mirza Soekma, Iswan Ibrahim, dan Sofyan.

    Kemudian Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara PT Inti Alasindo Energy dengan PT PGN tanggal 2 November 2017 (Kesepakatan Bersama Nomor 2354/IAE/XI/2017) yang ditandatangani oleh Danny Praditya dan Sofyan.

    Selanjutnya KB pembayaran di muka antara PT PGN, PT Isargas, PT Inti Alasindo Energy dan PT Isar Aryaguna tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Danny Praditya, Iswan Ibrahim, dan Sofyan.

    KB pemanfaatan infrastruktur antara PT PGN dan PT Isargas tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Dilo Seno Widagdo selaku Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT PGN dan Iswan Ibrahim.

    “Bahwa pada tanggal 7 November 2017, Saudara S (Sofyan) selaku Direktur PT IAE mengirimkan invoice tagihan 15 juta dolar AS kepada PT PGN untuk pembayaran di muka atas transaksi jual beli gas. Pada tanggal 9 November 2017, tagihan ini dibayar oleh PT PGN sebesar 15 juta dolar AS,” kata Asep ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/4/2025).

    Uang tersebut seluruhnya digunakan oleh PT IAE sebagaimana disebutkan dalam klausul KB pembayaran di muka yaitu untuk membayar kewajiban atau utang PT IAE dan/atau Isargas Grup kepada pihak-pihak yang tidak berkaitan dengan kegiatan jual beli gas dengan PT PGN.

    Seperti kepada PT Pertagas Niaga (PTGN) sejumlah 8 juta dolar AS yang merupakan utang PT JGI dan PT SCI kepada PT Pertagas Niaga. 

    Kemudian PT BANK BNI sebesar 2 juta dolar AS yang merupakan utang PT SCI kepada Bank BNI.

    Kepada PT Isar Aryaguna sebesar 5 juta dolar AS yang merupakan utang PT Isargas.

    Selanjutnya pada 12 Desember 2017, Untung yang mewakili PT IAE selaku Pemberi Fidusia dan Danny Praditya selaku Penerima Fidusia menandatangani Akta Jaminan Fidusia nomor 06 di Notaris Pratiwi Handayani yang menyatakan bahwa pemberi fidusia menyerahkan Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia berupa pipa distribusi milik PT Banten Inti Gasindo senilai Rp16 miliar untuk menjamin uang 15 juta dolar AS yang sudah diterima oleh PT IAE dari PT PGN terkait pelaksanaan KB pembayaran di muka.

    Pada April–Juli 2018, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra selaku konsultan yang dipakai oleh PT PGN melakukan due diligence atas rencana akuisisi Isargas Grup oleh PT PGN.

    Hasilnya menyatakan Isargas Grup tidak layak diakuisisi oleh PT PGN.

    “Bahwa pada tanggal 5 April 2019, setelah PT PGN dan PT Pertagas bergabung dalam holding migas di bawah PT Pertamina, dilakukan pengaliran gas pertama kali dari PT IAE ke PT PGN dengan menggunakan jaringan pipa milik PT Pertagas,” tutur Asep

    Pada 2 Desember 2020, M. Fanshurullah Asa selaku Kepala BPH Migas mengirimkan surat nomor 3592/Ka BPH/2020 kepada Tutuka Ariadji selaku Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM perihal Hasil Pengawasan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Berfasilitas PT IAE di Waru, Sidoarjo dan Klarifikasi Pengaliran Gas Bumi dari PT IAE.

    Dalam surat tersebut, BPH Migas menyatakan tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Singkat cerita, pada 15 Januari 2021, Tutuka Ariadji mengirimkan surat nomor T-372/MG.01/DJM/2021 kepada PT PGN perihal Teguran Pertama atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi PT PGN terkait larangan jual beli gas bertingkat dan surat nomor T-369/MG.01/DJM/2021 kepada PT IAE.

    “Bahwa pada tanggal 18 Februari 2021, Saudara ACT [Arcandra Tahar] selaku Komisaris Utama PT PGN mengirimkan kepada Direktur Utama PT PGN surat nomor 12/D-KOM/2021 perihal Penjelasan Direksi atas Progress Audit Laporan Keuangan Per Desember 2020,” kata Asep.

    Isi surat tersebut antara lain membahas
    mengenai saran dewan komisaris yang perlu ditindaklanjuti oleh direksi agar segera melakukan pemutusan kontrak dan dilakukan upaya hukum atas uang muka yang sudah dibayarkan kepada IAE.

    “Bahwa Saudara DP telah memerintahkan, mengusulkan dan mengatur agar PT PGN membayar uang muka sebesar 15 juta dolar AS kepada PT IAE yang digunakan untuk membayar utang PT IAE/Isargas Group yang tidak terkait dengan pelaksanaan PJBG antara PT PGN dengan PT IAE,” ujar Asep.

    “Saudara ISW telah mengetahui pasokan gas yang bersumber dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak PJBG antara PT IAE dengan PT PGN. Meskipun demikian, Saudara ISW tetap menawarkan gas dan melakukan kerja sama jual beli gas dengan PT PGN disertai skema uang muka,” kata Asep.

    Atas perbuatannya, Danny Praditya dan Iswan Ibrahim disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomir 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Asep mengatakan, penyidik KPK sudah memeriksa 75 orang saksi dan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut perkara yang menyebabkan kerugian negara sejumlah 15 juta dolar Amerika Serikat (AS).

    KPK juga telah menggeledah delapan lokasi rumah atau kantor atau tempat tertutup lainnya dan menyita sejumlah dokumen, barang bukti elektronik (BBE) dan uang senilai 1 juta dolar AS.

  • Tiga Pejabat bank bjb Dicecar KPK Soal Peran Rekayasa Pengadaan

    Tiga Pejabat bank bjb Dicecar KPK Soal Peran Rekayasa Pengadaan

    GELORA.CO – Tiga orang petinggi di PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (bank bjb) dicecar tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait peran mereka pada rekayasa dengan menunjukkan rekanan yang sama sejak 2021-2023.

    Hal itu merupakan salah satu materi yang didalami tim penyidik saat memeriksa tiga orang saksi dari bank bjb pada Kamis, 17 April 2025 lalu.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata Jurubicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Selasa, 22 April 2025.

    Ketiga orang saksi yang telah diperiksa adalah Dadang Hamdani Djumyat selaku Group Head Pengadaan Logistik, IT, dan Jasa Lainnya bank bjb tahun 2017-2022, Wijnya Wedhyotama selaku Officer Pengawasan Pengadaan Logistik IT dan Jasa Lainnya pada Divisi Umum bank bjb, dan Roni Hidayat Ardiansyah selaku Manager Keuangan Internal bank bjb.

    “Saksi didalami terkait dengan pengetahuan dan peran mereka terkait rekayasa pengadaan di bank bjb untuk menunjuk rekanan yang sama sejak 2021-2023,” pungkas Tessa.

    Pada Kamis, 13 Maret 2025, KPK resmi mengumumkan lima orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 27 Februari 2025 dalam kasus dugaan korupsi berupa markup iklan pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (bank bjb) tahun 2021-2023.

    Kelima orang yang ditetapkan tersangka, yakni Yuddy Renaldi selaku Direktur Utama (Dirut) bank bjb, Widi Hartono selaku Pimpinan Divisi Corsec bank bjb, Ikin Asikin Dulmanan selaku pemilik agensi Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Suhendrik selaku pemilik agensi BSC dan Wahana Semesta Bandung Ekspres (WBSE), serta Sophan Jaya Kusuma selaku pemilik agensi Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) dan Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB).

    Dalam perkaranya, pada 2021-pertengahan 2023, bank bjb merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk bank yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online via kerja sama dengan enam agensi yang ditunjuk tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di internal bank bjb terkait dengan pengadaan barang dan jasa.

    Keenam agensi tersebut, yakni PT CKMB sebesar Rp41 miliar, PT CKSB sebesar Rp105 miliar, PT AM sebesar Rp99 miliar, PT CKM sebesar Rp81 miliar, PT BSCA sebesar Rp33 miliar, dan PT WSBE sebesar Rp49 miliar.

    Selain itu, penunjukan agensi tersebut dilakukan dengan melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa. Bahkan, pemakaian uang tidak sesuai antara pembayaran yang dilakukan bank bjb ke agensi, dan dari agensi kepada media yang ditempatkan iklan.

    Dari Rp409 miliar yang digelontorkan, hanya sekitar Rp100 miliar anggaran yang sesuai pekerjaan yang dilakukan. Sehingga, anggaran yang tidak real setelah dikurangi pajak adalah sebesar Rp222 miliar sebagai kerugian keuangan negara.

    Uang markup sebesar Rp222 miliar itu digunakan untuk kebutuhan dana non-budgeter bank bjb sesuai kesepakatan tersangka Yuddy, Widi dan para agensi.

  • Politisi Nasdem Satori Irit Bicara Usai Diperiksa KPK Soal Kasus CSR BI

    Politisi Nasdem Satori Irit Bicara Usai Diperiksa KPK Soal Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Satori irit berbicara usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI), Senin (21/4/2025). 

    Pemeriksaan hari ini bukan pertama kalinya dijalani oleh Satori pada kasus tersebut. Dia telah beberapa kali diperiksa oleh KPK. 

    “Saya datang menghadiri undangan dan tadi pemeriksaannya juga sudah saya jelaskan semua ke penyidik,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025). 

    Satori lalu ditanya apabila ada pertanyaan baru yang ditanyakan penyidik kepadanya, mengingat ini bukan pertama kali dia diperiksa dalam kasus CSR BI. Dia mengaku tak ada hal baru yang ditanyakan kepadanya. 

    “Masih, masih [sama, red] enggak ada. Belum ada,” kata pria yang kini menjabat sebagai anggota DPR 2024-2029. 

    Untuk diketahui, Satori diperiksa oleh penyidik KPK dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR Komisi XI atau Komisi Keuangan periode 2019-2024.

    Komisi tersebut merupakan mitra kerja dari sejumlah lembaga seperti BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Kolega Satori, anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan, juga pernah beberapa kali dipanggil dan telah diperiksa KPK juga dalam kasus yang sama.

    Keduanya pada periode lalu menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR. 

    Rumah keduanya pernah digeledah oleh KPK pada 2025 ketik kasus tersebut naik penyidikan. 

    Beberapa lokasi lain yang pernah digeledah, yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo, kantor OJK, dan lain-lain. 

    Adapun, KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan.

    KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara.

    Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.

  • KPK Jelaskan Alasan Motor Royal Enfield Milik Ridwan Kamil Belum Dibawa ke Rupbasan

    KPK Jelaskan Alasan Motor Royal Enfield Milik Ridwan Kamil Belum Dibawa ke Rupbasan

    PIKIRAN RAKYAT – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Fitroh Rohcahyanto menegaskan bahwa belum dipindahkannya motor Royal Enfield milik mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) disebabkan masalah teknis. Namun, ia tidak menjelaskan masalah teknis yang dimaksud.

    Motor tersebut sebelumnya disita sebagai barang bukti (barbuk) dalam perkara dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Saat ini, motor masih berada di Bandung, belum dipindahkan ke Jakarta.

    “Saya pikir masalah teknis saja. Kalau kendala teknisnya terselesaikan nanti ya pasti akan dilakukan sama dengan barbuk lain,” kata Fitroh saat ditemui di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta Selatan, Senin, 21 April 2025.

    Saat ditanya lebih lanjut apakah ada kendala anggaran dalam proses pemindahan barang bukti, Fitroh membantah. Ia memastikan, persoalan anggaran bukan menjadi faktor yang menghambat proses penyitaan.

    “Enggak ada kendala anggaran. Kalau kendala anggaran saya pikir enggak terlalu ini lah. Kalau yang operasional ke luar daerah mungkin ada pembatasan tapi kendala anggaran soal (penyitaan) ini, enggak ada,” ujar Fitroh.

    Kapan Ridwan Kamil Akan Dipanggil KPK?

    Hingga saat ini, Ridwan Kamil belum dipanggil oleh penyidik KPK untuk diperiksa sebagai saksi. Fitroh menyatakan pemanggilan Ridwan Kamil masih menunggu keputusan penyidik, dan akan dilakukan secepatnya sesuai kebutuhan penyidikan.

    “Nanti tergantung penyidiklah itu, secepatnya,” ucap Fitroh.

    Saat disinggung soal potensi risiko penghilangan barang bukti karena lambatnya proses pemanggilan, Fitroh menegaskan belum ada informasi mengenai hal tersebut. Lebih lanjut, ia juga menekankan, seluruh perkara yang ditangani KPK mendapatkan atensi yang sama. Tidak ada kasus yang diistimewakan atau diabaikan.

    “Semua perkara jadi atensi, tidak ada kemudian satu dan kemudian yang lain tidak,” ucapnya.

    Kenapa Royal Enfield Ridwan Kamil Disita?

    KPK menyita satu unit motor Royal Enfield milik Ridwan Kamil sebagai bagian dari upaya penegakan hukum untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menjelaskan, penyitaan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia menyebut, penyidik berwenang menyita benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan penuntutan dan peradilan.

    “KPK telah melakukan penyitaan barang bukti dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan iklan di Bank BJB, di antaranya berupa kendaraan bermotor,” kata Tessa kepada wartawan, Kamis, 17 April 2025.

    Tessa menegaskan, tujuan dari penyitaan ini adalah untuk mendukung pembuktian dalam proses penanganan perkara, sekaligus menjaga nilai ekonomis dari aset yang disita sebagai bagian dari upaya optimalisasi pemulihan kerugian negara.

    Menurut Tessa, dalam proses penyitaan, penyidik memiliki kewenangan untuk menempatkan barang bukti di Rupbasan atau dititip untuk dirawat oleh pihak terkait, termasuk pemilik barang.

    “Dalam hal dilakukan titip rawat sita, para pihak yakni penyidik, penerima titip rawat, serta saksi lainnya juga menandatangani berita acara titip rawat penyitaan,” tutur Tessa.

    Tessa menambahkan, pihak yang menerima titip rawat dilarang memindah tangankan barang tersebut dan bertanggung jawab penuh untuk menjaga kondisi barang sesuai dengan keadaan saat dititipkan.

    “Dalam berita acara titip rawat ini, disebutkan bahwa pihak penerima titip rawat penyitaan atau tertitip, memiliki kewajiban menjaga barang bukti yang dititip untuk dirawat secara baik,” tutur Tessa.

    “Dengan ketentuan bahwa apabila sewaktu-waktu untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau peradilan, membutuhkan barang bukti tersebut, maka tertitip harus segera menyerahkan kepada penyidik atau penuntut dalam keadaan baik dan utuh sesuai dengan keadaan pada saat barang bukti tersebut dititipkan,” ujarnya menambahkan.

    Lima Orang Jadi Tersangka

    KPK dalam kasus ini menetapkan lima tersangka, dengan rincian dua orang dari unsur Bank BJB dan tiga lainnya merupakan pihak swasta. Namun, KPK belum melakukan penahanan terhadap seluruh tersangka.

    “KPK per tanggal 27 Februari 2025 telah menerbitkan 5 buah Sprindik. Tersangka dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten, kemudian tiga orang dari swasta,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.

    Secara terperinci lima tersangka adalah Direktur Utama nonaktif Bank BJB; Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB; Widi Hartono, pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Ikin Asikin Dulmanan, pemilik agensi PSJ dan USPA; Suhendrik, dan pemilik agensi CKMB dan CKSB; Sophan Jaya Kusuma.

    Budi menjelaskan, pada 2021, 2022, dan Semester 1 2023, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk Bank yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online melalui kerja sama dengan enam agensi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun enam agensi adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising.

    Dengan rincian PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima dana iklan Rp41 miliar, PT Cipta Karya Sukses Bersama Rp105 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp81 miliar, PT BSC Advertising Rp33 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres Rp49 miliar.

    “Ditemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan Iklan sesuai permintaan BJB serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan PBJ (pengadaan barang dan jasa),” ucap Budi.

    Budi menyebut, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dengan yang dibayarkan ke media yaitu sebesar Rp222 miliar. Menurutnya, uang Rp222 miliar tersebut digunakan sebagai dana nonbudgeter oleh BJB.

    “Yang sejak awal disetujui oleh YR selaku Dirut bersama-sama dengan WH untuk bekerja sama dengan 6 Agensi tersebut di atas untuk menyiapkan dana guna kebutuhan nonbudgeter BJB,” ujar Budi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Kasus CSR BI: KPK Kembali Periksa Anggota DPR Fraksi Nasdem Satori

    Kasus CSR BI: KPK Kembali Periksa Anggota DPR Fraksi Nasdem Satori

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

    Satori kembali diperiksa hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025). Sebelumnya, politisi itu sudah beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus CSR BI dalam kapasitasnya sebagai saksi. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama S, Anggota DPR RI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (21/4/2025). 

    Satori diketahui merupakan anggota DPR yang sebelumnya menjabat di Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR. Komisi tersebut di antaranya bermitra dengan BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

    KPK tengah mendalami peran Satori serta rekannya, anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan, terkait dengan peran mereka sebagai mantan anggota Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR pada periode 2019-2024. Seperti halnya Satori, Heri juga sudah pernah diperiksa KPK. 

    Rumah kedua politisi tersebut juga sudah pernah digeledah oleh penyidik beberapa waktu lalu. Beberapa lokasi lain yang pernah digeledah yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo, kantor OJK dan lain-lain. 

    Adapun, KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan.

    KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.

  • Ketiga Kalinya, Kader Nasdem Satori Diperiksa KPK

    Ketiga Kalinya, Kader Nasdem Satori Diperiksa KPK

    GELORA.CO – Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori untuk ketiga kalinya diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi dana sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

    Pantauan RMOL, Satori didampingi beberapa orang tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin 21 April 2025 sekitar pukul 08.50 WIB, 

    Selanjutnya pada pukul 09.21 WIB, Satori menuju ruang pemeriksaan di lantai 2 Gedung Merah Putih KPK.

    Dalam perkara ini, tim penyidik telah menggeledah rumah anggota DPR Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan di Jalan Pelikan 1 Blok U7 Nomor 9 RT04 RW07, Kelurahan Rengas, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan pada Rabu malam, 5 Februari 2025 hingga Kamis dini hari, 6 Februari 2025.

    Dari sana, tim penyidik mengamankan bukti barang bukti elektronik berupa handphone, dokumen, surat, dan catatan-catatan.

    Sebelumnya pada Jumat, 27 Desember 2024, tim penyidik juga telah memeriksa Heri Gunawan sebagai saksi. Selain itu di hari yang sama, tim penyidik juga memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Nasdem, Satori. Satori juga telah diperiksa KPK pada Selasa 18 Februari 2025.

    Pada Senin 16 Desember 2024, tim penyidik telah melakukan penggeledahan di kantor BI, salah satunya ruang kerja Gubernur BI, Perry Warjiyo. Selanjutnya pada Kamis, 19 Desember 2024, tim penyidik melanjutkan upaya paksa penggeledahan di salah satu ruangan di direktorat OJK.

    Dari kedua tempat itu, tim penyidik mengamankan dan menyita barang bukti elektronik (BBE) dan beberapa dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara.

  • KPK Kembali Periksa Anggota DPR Satori terkait Kasus Dana CSR BI

    KPK Kembali Periksa Anggota DPR Satori terkait Kasus Dana CSR BI

    loading…

    Anggota DPR Fraksi Nasdem Satori tiba di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Foto/Nur Khabibi

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap anggota DPR Fraksi Nasdem Satori. Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia.

    “Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK dana CSR di Bank Indonesia,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulisnya, Senin (21/4/2025).

    Belum diketahui materi apa yang akan digali penyidik dari keterangan Satori. Tessa hanya menyebutkan, pemeriksaan tersebut akan dilanjutkan di Gedung Merah Putih KPK.

    Satori pun sudah tiba di lokasi. Diketahui, pemeriksaan ini bukan kali pertama bagi Satori.

    Sebelumnya, ia telah menjalani dua kali pemeriksaan. Usai pemeriksaan yang pertama, Satori mengungkapkan bentuk dana CSR BI tersebut berbentuk program yang disalurkan ke yayasan.

    “Program ya, (bentuk) programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata Satori di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (27/12/2024).

    Namun, Satori enggan menjelaskan lebih detail perihal program tersebut, termasuk yayasan penerima CSR. “Semua (CSR) kepada yayasan,” ucapnya.

    Dalam pemeriksaan, Satori menyatakan telah menjawab dengan apa adanya perihal yang ditanyakan penyidik.”Berkaitan (yang dijelaskan) dengan kegiatan program CSR BI anggota Komisi XI. Memang kalau program itu semua anggota Komisi XI,” ujarnya.

    (rca)

  • Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Sudah Diamankan KPK, Bukan Lagi di Rumah

    Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Sudah Diamankan KPK, Bukan Lagi di Rumah

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi, motor Royal Enfield milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil (RK) yang sebelumnya disita, kini telah dipindahkan ke lokasi aman oleh penyidik.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyampaikan, kendaraan tersebut tidak lagi berada di kediaman Ridwan Kamil dan saat ini telah dibawa oleh tim penyidik ke tempat yang dirahasiakan.

    “Info terakhir dari penyidik kendaraan motor milik RK yang sudah disita sudah tidak lagi berada di Rumah RK dan sudah digeser ke lokasi aman oleh penyidik yang tempatnya belum bisa disampaikan saat ini oleh penyidik,” kata Tessa dalam keterangannya, Minggu, 20 April 2025.

    Kenapa Royal Enfield Ridwan Kamil Disita?

    KPK menyita satu unit motor Royal Enfield milik Ridwan Kamil dalam proses penyidikan kasus dugaan tindak pidana dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.

    Tessa menjelaskan, penyitaan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ia menyebut, penyidik berwenang menyita benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan penuntutan dan peradilan.

    “KPK telah melakukan penyitaan barang bukti dalam proses penyidikan dugaan tindak pidana korusi terkait pengadaan iklan di Bank BJB, di antaranya berupa kendaraan bermotor,” kata Tessa kepada wartawan, Kamis, 17 April 2025.

    Tessa menegaskan, tujuan dari penyitaan ini adalah untuk mendukung pembuktian dalam proses penanganan perkara, sekaligus menjaga nilai ekonomis dari aset yang disita sebagai bagian dari upaya optimalisasi pemulihan kerugian negara.

    Menurut Tessa, dalam proses penyitaan, penyidik memiliki kewenangan untuk menempatkan barang bukti di rumah penyimpanan benda sitaan negara (Rupbasan) atau dititip untuk dirawat oleh pihak terkait, termasuk pemilik barang.

    “Dalam hal dilakukan titip rawat sita, para pihak yakni penyidik, penerima titip rawat, serta saksi lainnya juga menandatangani berita acara titip rawat penyitaan,” ujar Tessa.

    Tessa menambahkan, pihak yang menerima titip rawat dilarang memindah tangankan barang tersebut dan bertanggung jawab penuh untuk menjaga kondisi barang sesuai dengan keadaan saat dititipkan.

    “Dalam berita acara titip rawat ini, disebutkan bahwa pihak penerima titip rawat penyitaan atau tertitip, memiliki kewajiban menjaga barang bukti yang dititip untuk dirawat secara baik,” kata Tessa.

    “Dengan ketentuan bahwa apabila sewaktu-waktu untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau peradilan, membutuhkan barang bukti tersebut, maka tertitip harus segera menyerahkan kepada penyidik atau penuntut dalam keadaan baik dan utuh sesuai dengan keadaan pada saat barang bukti tersebut dititipkan,” ujarnya menambahkan.

    Lima Orang Jadi Tersangka

    Ilustrasi tersangka.

    KPK dalam kasus ini menetapkan lima tersangka, dengan rincian dua orang dari unsur Bank BJB dan tiga lainnya merupakan pihak swasta. Akan tetapi, KPK belum melakukan penahanan terhadap seluruh tersangka.

    “KPK per tanggal 27 Februari 2025 telah menerbitkan 5 buah Sprindik. Tersangka dua orang dari pejabat Bank Jabar Banten, kemudian tiga orang dari swasta,” kata Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 13 Maret 2025.

    Secara terperinci lima tersangka adalah Direktur Utama nonaktif Bank BJB; Yuddy Renaldi, Pimpinan Divisi Corsec Bank BJB; Widi Hartono, pemilik agensi Arteja Mulyatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri; Ikin Asikin Dulmanan, pemilik agensi PSJ dan USPA; Suhendrik, dan pemilik agensi CKMB dan CKSB; Sophan Jaya Kusuma.

    Budi menjelaskan, pada 2021, 2022, dan Semester 1 2023, Bank BJB merealisasikan belanja beban promosi umum dan produk Bank yang dikelola Divisi Corsec sebesar Rp 409 miliar untuk biaya penayangan iklan di media TV, cetak, dan online melalui kerjasama dengan enam agensi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun enam agensi adalah PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB), PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), PT Antedja Muliatama (AM), PT Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), dan PT BSC Advertising.

    Dengan rincian PT Cipta Karya Mandiri Bersama menerima dana iklan Rp41 miliar, PT Cipta Karya Sukses Bersama Rp105 miliar, PT Antedja Muliatama Rp99 miliar, PT Cakrawala Kreasi Mandiri Rp81 miliar, PT BSC Advertising Rp33 miliar, dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres Rp49 miliar.

    “Ditemukan fakta bahwa lingkup pekerjaan yang dilakukan agensi hanya menempatkan Iklan sesuai permintaan BJB serta penunjukan agensi dilakukan dengan melanggar ketentuan PBJ (pengadaan barang dan jasa)” ucap Budi.

    Budi menyebut, terdapat selisih uang dari yang diterima oleh agensi dengan yang dibayarkan ke media yaitu sebesar Rp222 miliar. Menurutnya, uang Rp222 miliar tersebut digunakan sebagai dana non-budgeter oleh BJB.

    “Yang sejak awal disetujui oleh YR selaku Dirut bersama-sama dengan WH untuk bekerjasama dengan 6 Agensi tersebut di atas untuk menyiapkan dana guna kebutuhan non-budgeter BJB,” ujar Budi.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News