Jakarta, CNBC Indonesia – Aplikasi pesan singkat Telegram dirombak habis-habisan setelah CEO Pavel Durov ditangkap di Prancis pada Agustus lalu. Saat ini Durov memang sudah bebas bersyarat dengan membayar tebusan senilai 5 juta euro (Rp 84 miliar).
Kendati demikian, layanan buatannya yang merupakan pesaing berat WhatsApp kian mendapat tekanan. Durov yang sebelumnya blak-blakan tak mau diatur pemerintah, kini patuh melakukan moderasi konten negatif.
Dikutip dari TechCrunch, Senin (16/12/2024), Telegram sudah menghapus 15,5 juta grup dan channel negatif sepanjang 2024. Pemblokiran tersebut dilakukan dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Salah satu yang dititikberatkan pemerintah dalam pembebasan Durov adalah membersihkan Telegram dari konten-konten berbahaya dan provokatif. Hal itu pula yang menjadi alasan pemerintah menangkap Durov di awal.
Pada September lalu atau setelah dibebaskan, Durov memang membuat pengumuman besar bahwa Telegram akan menyapu bersi konten ilegal dari platformnya. Janji tersebut sepertinya benar ditepati.
Adapun grup dan channel yang dihapus Telegram antara lain terkait penipuan dan terorisme. Telegram baru-baru ini juga meluncurkan laman khusus moderasi untuk menjadi wadah koordinasi upaya moderasi ke publik.
Pantauan CNBC Indonesia dalam laman moderasi Telegram, penghapusan konten paling banyak dilakukan pada 22 September 2024, yakni lebih dari 203.000 konten.
Konten yang paling banyak diblokir terkait kekerasan seksual terhadap anak, yakni 707.000-an konten. Selanjutnya terkait propaganda terorisme sebanyak 130.000-an konten.
Jika pengguna menemukan konten negatif di Telegram, bisa melaporkannya dengan menekan konten, lalu memilih opsi ‘Report’. Lalu, masukkan alasan kenapa konten tersebut berbahaya atau negatif.
(fab/fab)