Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Tarif Impor Trump, Industri Tekstil dan Alas Kaki Paling Terdampak

Tarif Impor Trump, Industri Tekstil dan Alas Kaki Paling Terdampak

Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perdagangan global, termasuk Indonesia. Namun, di balik tantangan yang muncul, kebijakan ini juga menghadirkan peluang strategis yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk meningkatkan daya saing ekonominya.

Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai kenaikan tarif ini seharusnya tidak hanya dipandang sebagai ancaman, tetapi juga sebagai kesempatan untuk memperbaiki ketimpangan struktural ekonomi Indonesia.

“Amerika Serikat, dengan defisit perdagangan barang mencapai US$ 1,2 triliun, tengah berupaya memperbaiki ketimpangan struktural yang selama ini diabaikan,” ujar Hidayat kepada Beritasatu.com, Jumat (4/4/2025).

Menurutnya, tarif asimetris yang diterapkan banyak negara, termasuk Indonesia, turut berkontribusi terhadap ketidakseimbangan perdagangan global.

“Indonesia, misalnya, menerapkan tarif rata-rata 8,6% terhadap produk AS, yang juga memengaruhi dinamika perdagangan antara kedua negara,” jelasnya.

Selain tarif, hambatan non-tarif seperti persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) dinilai lebih merugikan dibandingkan tarif bea masuk itu sendiri.

Terkait dampak kebijakan tarif impor Trump terhadap ekspor Indonesia, Hidayat menilai kekhawatiran berlebihan di kalangan pelaku usaha tidak sepenuhnya beralasan.

“Ekspor Indonesia ke AS hanya menyumbang sekitar 12% dari total ekspor nasional—angka yang jauh lebih kecil dibandingkan Vietnam (28%) atau Meksiko (36%),” terangnya.

Sektor yang paling terdampak adalah industri tekstil dan alas kaki, yang selama ini menghadapi tantangan dalam meningkatkan daya saing.

“Sektor ini telah lama mengalami masalah struktural akibat kurangnya inovasi dan ketergantungan pada tenaga kerja murah,” tambahnya.

Meski demikian, Hidayat melihat adanya peluang besar yang bisa dimanfaatkan Indonesia dari kebijakan tarif Trump.

“Industri elektronik Indonesia, misalnya, dapat beralih dari sekadar perakitan menuju penguasaan teknologi, sebagaimana yang telah dilakukan Vietnam dalam menarik investasi semikonduktor,” ujarnya.

Selain itu, sektor pertanian dan kelautan Indonesia memiliki potensi besar di pasar Timur Tengah dan Afrika, yang selama ini belum dimanfaatkan secara optimal.

Dalam menghadapi tantangan ini, Hidayat mendorong pemerintah Indonesia untuk lebih aktif dalam diplomasi perdagangan dengan AS.

“Indonesia perlu menawarkan kemitraan strategis yang konkret dan transaksional, terutama dalam mineral kritikal, seperti nikel dan timah yang menjadi bahan baku utama bagi industri teknologi AS,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Hidayat mengusulkan langkah strategis seperti memperkuat posisi tawar melalui industrialisasi digital, fokus pada ekspor jasa digital seperti SaaS dan fintech yang tidak terkena tarif bea masuk, dan memanfaatkan diaspora Indonesia di AS untuk memperluas akses pasar.

Menurutnya, pemerintah Indonesia harus siap keluar dari zona nyaman dan beradaptasi dengan perubahan global untuk memperkuat daya saing di pasar internasional.

“Masalah utama bukan pada kebijakan tarif impor Trump, tetapi kesiapan kita untuk berubah dan beradaptasi,” pungkasnya.

Merangkum Semua Peristiwa