Kepala ekonom di RSM Joe Brusuelas, mengatakan masalah utama yang diangkat oleh pemerintahan Trump sebenarnya lebih banyak terkait dengan hambatan non-tarif seperti subsidi industri, regulasi kebersihan, atau sistem birokrasi yang tidak transparan. Namun, para ekonom menilai bahwa pendekatan yang digunakan Trump tidak menyasar akar masalah secara langsung.
“Ini hanya upaya ad hoc untuk menghukum negara-negara dengan neraca dagang besar terhadap AS,” ujar Kepala ekonom di RSM Joe Brusuelas.
Padahal, menurutnya, neraca dagang lebih mencerminkan gaya konsumsi dan tabungan domestik AS ketimbang kebijakan perdagangan negara lain.
Dalam berbagai kesempatan, Trump menyebut defisit perdagangan sebagai krisis nasional yang mengancam pekerjaan dan pabrik dalam negeri.
Tapi tidak semua ahli sepakat. Profesor John Dove dari Troy University menyatakan, “Jika saya belanja di toko dan membayar dengan uang tunai, saya mengalami defisit dengan toko itu. Tapi apakah saya rugi? Tentu tidak,” ujar Dove.
Defisit, kata para ekonom, hanyalah hasil dari dinamika pasar terbuka, bukan sesuatu yang otomatis buruk. Namun, Trump berargumen bahwa tarif bisa digunakan untuk mengoreksi defisit dan sekaligus meningkatkan pendapatan negara.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3139627/original/094131400_1590806581-Screenshot__256_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)