Tanpa Penyesalan, Menuju Kampus yang Lebih Fleksibel

Tanpa Penyesalan, Menuju Kampus yang Lebih Fleksibel

Malang (beritajatim.com) – Satu hal yang menyatukan Izzul dan Faris adalah ketiadaan penyesalan. Pilihan mereka untuk menjadi barista, sambil tetap menyelesaikan studi (dan bahkan berprestasi dalam kasus Faris), adalah keputusan sadar yang dijalani dengan penuh rasa syukur.

“Menyesal sih tidak ada. Saya berjalan sesuai kemauan saya sendiri dan saya bangga atas hal itu,” tegas Izzul.

Faris juga menggemakan hal yang sama. “Sama sekali enggak nyesel. Justru bersyukur banget karena bisa punya kesempatan jadi barista sekaligus tetap aktif di debat. Saya malah dapat perspektif baru yang mungkin enggak saya dapat kalau cuma stay di UKM,” ungkap dia.

Fenomena ini adalah pesan kuat bagi institusi pendidikan. Bahwa mahasiswa modern memiliki kebutuhan dan aspirasi yang semakin beragam. Kampus tidak bisa lagi hanya memfasilitasi jalur-jalur pengembangan diri yang konvensional. Izzul berharap kampus bisa lebih proaktif.

“Meskipun kita dikasih kemerdekaan belajar, seharusnya kampus juga perlu memperhatikan, memberikan ruang-ruang kepada mahasiswa untuk bisa menampung dan mengasah skill-nya lebih lanjut,” kata Izzul.

Harapan Faris menjadi penutup yang merefleksikan semangat generasi baru ini. Ia mendambakan budaya kampus yang lebih cair dan terbuka untuk segala jenis minat.

“Soalnya mahasiswa sekarang itu bermacam-macam banget. Ada yang suka organisasi, ada yang suka nge-freelance, ada juga yang kayak saya. Semua itu keren dan punya manfaatnya sendiri,” ujarnya.

Lalu ia menambahkan sebuah nasihat bijak yang mungkin terdengar nyeleneh, namun sarat makna.“Satu lagi, mahasiswa itu harus banyakin main. Karena kalau serius terus nanti stres ujung-ujungnya. Dari ‘main’ itu kita dapat pengalaman baru, seringkali muncul ide-ide keren juga. Jadi, belajar itu harus, tapi jangan lupa buat hidup juga.”

Pada akhirnya, pergeseran dari gema orasi ke aroma kopi bukanlah tentang kematian aktivisme. Ini adalah tentang kelahiran definisi baru dari kata ‘produktif’ dan ‘relevan’.

Mahasiswa Malang, dan mungkin juga di kota lain, sedang menunjukkan bahwa belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas atau ruang rapat, tapi juga di balik meja barista yang sibuk, di mana setiap cangkir kopi yang disajikan adalah pelajaran tentang kerja keras, kemandirian, dan kehidupan itu sendiri.

Aktivisme mungkin tak lagi satu-satunya panggung yang seksi, karena kini, menjadi mandiri adalah bentuk aktivisme yang paling nyata bagi diri sendiri. [dan/beq]