JAKARTA – Direktur Utama PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) Achmad Ardianto mengaku kesulitan mencari pasokan emas Indonesia.
Pasalnya, tambang emas Pongkor saat ini hanya mampu memproduksi 1 ton emas per tahun. Sementara permintaan emas di masyarakat mencapai 40 ton per tahun.
“Persoalannya adalah tambang milik Antam yang saat ini satu-satunya ada di Pongkor itu produksinya cuma 1 ton setahun. Cuma 1 ton setahun, sementara kebutuhan masyarakat tahun lalu 37 ton, sekarang 43 ton,” ujarnya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI, Senin, 29 September.
Untuk memenuhi kutuhan tersebut, Didi sapaan akrab Ardianto, mengatakan pihaknya memiliki standar dalam memenuhi kebutuhannya.
Pertama, Antam melakukan mekanisme pembelian kembali atau buyback.
Dengan demikian, emas yang sebelumnya telah dibeli pelanggan kemudian dibeli kembali untuk kemudian dicetak ulang.
“Itu menjadi sumber bagi kami untuk dicetak dengan versi yang baru. Itu cuma 2,5 ton satu tahun dapatnya, jadi kita masih shortage banyak,” jelas dia.
Langkah selanjutnya yang dilakukan Antam adalah dengan membeli emas dari tambang-tambang di dalam negeri yang melakukan pemurnian di pabrik milik Antam
“Nah soalnya adalah tidak ada aturan yang mewajibkan mereka untuk menjual ke Antam. Jadi menjadi fleksibilitas bagi perusahaan tambang di Indonesia untuk menjualnya di dalam negeri ataupun mengekspor,” kata Didi.
Kendati demikian, Didi mengaku, Antam masih harus melakukan mekanisme tawar menawar dengan perusahaan emas lainnya.
Pasalnya, perusahaan tambang tersebut mayoritas memilih melakukan ekspor emas dibandingkan menjual ke Antam karena akan dikenakan beban pajak.
“Nah tawar-menawar di sini ada elemen pajak juga yang membuat bagi perusahaan tambang lebih fleksibel bagi mereka untuk mengekspor dibanding dengan menjual kepada Antam,” jelas dia.
Tidak berhenti di situ, perusahaan emas lainnya juga meminta Antam memberlakukan skema bundling.
Dalam hal ini, Antam diminta membeli produk perak karena perusahaan mengaku kesulitan menjual perak jika emas sudah dibeli oleh Antam.
“Dengan bundling ini ada pajak yang muncul di situ PPN 13 persen yang itu berat bagi mereka dan bagi Antam juga tentunya,” imbuh Didi.
Untuk itu, Antam kemudian mengambil opsi terakhir, yakni dengan melakukan impor emas dari luar negeri.
“Dari mana Antam mengimpornya? Dari semua perusahaan ataupun lembaga yang terafiliasi dengan LBMA. Jadi kita tidak asal Pak mengimpor dari selalu perusahaan-perusahaan terafiliasi. Ada tiga Pak, bullion bank, refinery, maupun trader,” terang Didi.
Pada kesempatan yang sama Didi juga membantah jika Antam melakukan ekspor emas.
Menurutnya, Antam tidak pernah melakukan ekspor emas.
Kegiatan ekspor emas, kata dia, dilakukan oleh perusahaan lain, selain ANtam.
“Jadi yang mengekspor emas itu adalah perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia,” tandas dia.
