Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah memastikan rencana penambahan impor energi dari Amerika Serikat (AS) tidak akan membebani anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Langkah ini dilakukan dengan strategi pengalihan pasokan, bukan penambahan kuota.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, pemerintah hanya akan memindahkan sumber pasokan energi dari negara lain ke Amerika, tanpa menambah beban fiskal. Produk energi yang dimpor meliputi minyak mentah (crude oil), LPG, dan BBM.
“Sebenarnya impor ini sebagian kita beli dari negara-negara di Timur Tengah, Afrika, Asia Tenggara. Ini kita switch saja ke Amerika, dan itu tidak membebani APBN,” jelas Bahlil di Istana Kepresidenan, Kamis (17/4/2025).
Langkah penambahan impor energi dari Amerika Serikat (AS) sekaligus menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia-AS yang saat ini mencatat surplus di angka US$ 14,5 miliar.
Pemerintah berharap, dengan meningkatkan impor energi dari AS, kebijakan tarif bea masuk produk Indonesia di pasar Amerika bisa dinegosiasikan agar lebih rendah.
Bahlil memperkirakan, nilai impor tambahan ini bisa mencapai lebih dari US$ 10 miliar, termasuk lonjakan porsi impor crude oil dari di bawah 4% menjadi di atas 40%.
Proses negosiasi dagang ini dipimpin langsung Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang tengah melakukan lobi di Amerika. Pemerintah berharap kebijakan ini dapat menciptakan hubungan perdagangan yang lebih seimbang dan mendorong AS menurunkan tarif impor atas produk Indonesia.
“Kalau neraca perdagangan kita sudah seimbang, bahkan bisa surplus untuk mereka, ya harapannya tarif produk Indonesia juga diturunkan,” pungkas Bahlil terkait penambahan impor energi dari Amerika Serikat (AS).
