JAKARTA – Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Greenpeace Indonesia, LBH Jakarta, Urban Tour Consortium, hingga Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK) mendatangi Balai Kota DKI Jakarta untuk memberikan catatan kritis terhadap kinerja Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung-Rano Karno.
Koalisi Masyarakat Sipil mengungkap ketidakpuasan mereka terhadap kinerja Pramono-Rano dalam 100 hari pertama memimpin Jakarta, mengacu dalam Instruksi Gubernur Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Program 100 Hari Gubernur dan Wakil Gubernur.
“Hasil 100 hari kinerja Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta 2025-2030, kami menilai bahwa ada banyak ketidakpuasan, baik itu dari program kerja yang disusun melalui Ingub e-0001 tahun 2025, maupun pelaksanaannya,” kata Juru Kampanye Keadilan Iklim Greenpeace Indonesia Jeanny Sirait, Senin, 2 Juni.
Terdapat 8 poin ketidakpuasan kinerja Pramono-Rano yang dibawa oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Di antaranya pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, pengelolaan sampah, pemenuhan lapangan kerja, persoalan warga Kampung Bayam, reforma agraria perkotaan, rancangan peraturan daerah bantuan hukum, pelayanan publik dan birokrasi, serta penggusuran.
Beberapa contoh catatan kritisnya, diungkapkan Jeanny, Pramono pernah berjanji untuk membangun Giant Mangrove Wall untuk melindungi kawasan pesisir dari banjir rob. Namun, dalam 100 hari kerja, belum tampak perencanaan konkret dalam program tersebut.
Perencanaan pembangunan tanggul di kawasan pesisir Jakarta masih berfokus pada Giant Sea Wall. Bahkan, Jeanny menyoroti ada rencana penggusuran permukiman penduduk dari pembangunan tanggul.
“Kami menyampaikan rekomendasi bahwa harusnya Giant Sea Wall atau tanggul tidak menjadi solusi tunggal permanen, tapi juga harusnya dibarengi dengan revitalisasi mangrove,” ungkap Jeanny.
Terkait pembukaan lapangan kerja, Pramono-Rano sebetulnya mulai menjalankan progrsm job fair di tingkat kecamatan setiap 3 bulan sekali. Namun, Koalisi Masyarakat Sipil menilai program tersebut belum menyentuh akar persoalan.
“Kita bisa lihat bahwa rencana job fair di kecamatan itu tidak dibarengi dengan pelatihan, dengan kesiapan yang khusus dari para pelamar kerja. Salah satunya adalah memastikan bahwa ada peluang kerja yang ramah lingkungan, yang juga melibatkan warganya,” urainya.
Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga menyayangkan Pramono-Rano belum tampak serius mengedepankan pembentukan raperda bantuan hukum bagi warga Jakarta. Padahal, rancangan penyusunan regulasi ini didorong oleh koalisi selama belasan tahun.
“Apa yang kami lakukan hari ini tidak boleh dilihat sebagai kritik semata-mata, tidak boleh dilihat sebagai evaluasi semata-mata, tapi juga harus dilihat sebagai upaya partisipasi warga dalam menentukan masa depan kotanya. Akan sangat senang tentu saja kalau partisipasi ini disambut oleh gubernur di masa 5 tahun ke depan ini,” imbuh Jeanny.
