Jakarta, Beritasatu.com – Pemerhati pendidikan Doni Koesoema Albertus menyoroti kurikulum pendidikan yang santer diisukan akan kembali berganti, seiring bergantinya menteri pendidikan yang baru.
Doni menilai, pergantian kurikulum tidak perlu dianggap sebagai sebuah momok. Namun, evaluasi memang diperlukan. Ia pun menyinggung penerapan Kurikulum Merdeka di era Menteri Nadiem Makarim yang dinilainya dipaksakan dan belum siap.
“Tidak usah menganggap bahwa ganti menteri ganti kurikulum itu sesuatu yang buruk, tidak. Yang buruk adalah kalau kita membuat sesuatu itu tidak berkelanjutan,” ucap Doni kepada Beritasatu.com, Minggu (17/11/2024).
Ia melanjutkan, mengubah langsung kurikulum, maka akan mengubah total semuanya tanpa persiapan, tanpa pelatihan memadai.
“Lalu bapak ibu guru dipaksa melaksanakan kurikulum itu. Itulah yang terjadi di era Kurikulum Merdeka. Kurikulumnya belum jadi, pelatihannya belum selesai, lalu bapak ibu guru diminta untuk melaksanakan Kurikulum Merdeka. Makanya rusak di lapangan,” tambah Doni.
Doni mengenang, Kurikulum Merdeka sempat diklaim telah terlaksana di hampir 90% lembaga pendidikan. Padahal, menurutnya, klaim tersebut hanya berupa administrasi pendaftaran saja.
“Saya bisa memastikan itu. Mereka hanya mendaftarkan diri untuk melaksanakan kurikulum Merdeka, tetapi pelaksanaan kayak apa? Coba dicek di lapangan pasti amburadul. Di Jakarta saja amburadul, di Tangerang amburadul, apalagi di Papua. Itu sudah pasti karena yang ditekankan adalah administrasinya, mereka sudah lapor menggunakan ini,” kata dia.
Doni menyebut, di saat belum semua guru mendapatkan pelatihan terkait Kurikulum Merdeka, aturan mengenai penerapan kurikulum pada era Nadiem Makarim itu sudah diterbitkan. Ia menilai, hal ini sebagai pemaksaan penerapan yang mengacaukan proses pengajaran.
“Belum selesai mereka pelatihan tiba-tiba permendikbudristek tentang kurikulum pendidikan dasar dan menengah, sudah jadi. Itu dipaksakan kemarin pada Maret karena sudah disahkan. Buat apa memaksakan cepat-cepat sebuah kurikulum, yang di bawah tidak pernah dipahami dengan baik, dan itu akan mengacaukan keseluruhan proses,” ungkap dia.
Oleh karena itu, ia melihat proses transformasi dari aturan pendidikan terdahulu menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah saat ini.
“Menurut saya transformasi yang baik itu adalah kita coba melihat apa yang sudah kuat, yang baik di lapangan silakan itu mereka dipakai. Guru-guru di lapangan itu sudah paham tentang K13 atau kurikulum 2013 karena itu metode pendekatan konsep-konsep di dalam K13 bisa dipakai. Mereka banyak belum paham tentang pembelajaran berbasis proyek, penilaian berbasis fase, pembelajaran terdiferensiasi, dan lain-lain, itu banyak proses fase-fase itu banyak yang belum memahami bapak ibu guru itu,” jelas dia.