Bisnis.com, JAKARTA — Keputusan pemerintah untuk menahan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok dinilai dapat memicu stagnasi penerimaan negara. Apalagi, kontribusi cukai dari rokok terbilang besar dalam beberapa tahun terakhir.
Ekonom Center Of Reform On Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan, keputusan ini memang memberikan ruang bernapas bagi pelaku industri. Sebab, utilitas produksi industri hasil tembakau tengah mengalami efisiensi produksi imbas permintaan yang melemah.
“Namun, tanpa kenaikan cukai, potensi penerimaan negara dari sektor ini akan stagnan sehingga manfaat fiskal yang diterima pemerintah menjadi terbatas,” kata Yusuf kepada Bisnis, Senin (6/10/2025).
Merujuk data Kementerian Keuangan, penerimaan cukai hasil tembakau pada 2024 mencapai Rp216,9 triliun atau naik dari tahun sebelumnya Rp213,49 triliun. Namun, angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun 2022 lalu yang mencapai Rp218,62 triliun.
Sementara itu, dalam catatan Bisnis, realisasi penerimaan CHT pada periode Januari-Juli 2025 mencapai Rp121,98 triliun atau naik dari realisasi pada periode yang sama tahun lalu Rp111,23 triliun.
Kendati demikian, Yusuf menilai kebijakan cukai rokok bukan merupakan instrumen utama pemerintah dalam mendongkrak penerimaan negara, melainkan juga berfungsi sebagai alat pengendali konsumsi, khususnya bagi kelompok usia rentan seperti anak muda.
“Karena itu, jika tidak ada kenaikan cukai dan tidak diiringi dengan langkah pengendalian konsumsi, kebijakan ini dapat bertolak belakang dengan semangat yang telah dibangun pemerintah sebelumnya dalam menekan prevalensi perokok,” tuturnya.
Namun, dia tak menampik langkah menahan kenaikan cukai juga dapat menjaga stabilitas harga sehingga menjaga daya saing dan menyerap tenaga kerja di sektor padat karya.
Hanya saja, kebijakan menahan kenaikan cukai juga tidak serta-merta akan menekan peredaran rokok ilegal. Menurut Yusuf, potensi rokok ilegal akan selalu ada karena konsumen cenderung mencari harga yang lebih murah.
Dia menilai efektivitas pengendalian rokok ilegal sangat bergantung pada pengawasan dan penegakan hukum oleh Bea dan Cukai di lapangan, bukan semata pada besaran tarif cukai.
“Ke depan, pemerintah perlu memastikan keseimbangan antara kepentingan penerimaan negara, keberlanjutan industri, dan perlindungan kesehatan masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia juga mendorong evaluasi terhadap desain kebijakan cukai harus terus dilakukan, termasuk memperkuat edukasi publik, pengawasan peredaran rokok ilegal, serta sinkronisasi lintas kementerian agar tujuan fiskal dan kesehatan dapat tercapai secara beriringan.
Senada, Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics & Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, tidak adanya kenaikan cukai rokok tahun depan menjadi terobosan yang menarik. Namun, tidak cukup untuk mendukung kinerja industri.
“Tetapi hal tersebut tidak cukup, harusnya juga didorong dengan tidak adanya kenaikan HJE. Jadi tidak adanya kenaikan cukai maupun tidak adanya kenaikan HJE,” tuturnya, dihubungi terpisah.
Untuk itu, pihaknya menilai keputusan untuk tidak menaikkan Harga Jual Eceran (HJE) lokal juga penting, sekaligus dengan melakukan pemberantasan secara menyeluruh untuk rokok ilegal.
“Dalam hal ini, saya ingin mengingatkan bahwa dirjen bea cukai tidak hanya melakukan razia di lingkup retail saja. Menteri Keuangan harus mengerti dalam hal ini bahwa peredaran dari rokok ilegal itu sudah cukup masif,” jelasnya.
Bahkan, dia menilai peredaran rokok ilegal membuat potensi kerugian ke penerimaan negara cukup tinggi. Menurut Andry, pemberantasan rokok ilegal tidak hanya dari sisi hilir seperti dari sisi retail atau toko, tetapi juga harus dari sisi hulunya.
“Di mana keterlibatan dari industri dan juga para oknum, aparat penegak hukum terkait yang berusaha untuk melindungi industri rokok ilegal tersebut,” tambahnya.
Dalam hal ini, dia menekankan urgensi moratorium kenaikan cukai dan HJE yang juga diiringi dengan pemberantasan rokok ilegal yang dilakukan secara komprehensif.
“Jadi jika kita melakukan itu ya tentu saja kita menambal setidaknya kebocoran anggaran yang terjadi akibat excess tax avoidance dan juga tax avoidance yang dilakukan oleh para pelaku rokok ilegal tersebut,” pungkasnya.









