Tag: Tom Lembong

  • Tak Ada 0,1% Pun Niat Destruktif

    Tak Ada 0,1% Pun Niat Destruktif

    Jakarta

    Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong mengapresiasi Komisi Yudisial (KY) yang telah memproses laporannya terhadap majelis hakim yang menghukumnya di kasus korupsi impor gula. Tom memastikan tidak ada 0,1 persen niat destruktif dalam laporan ini.

    “Kami menyampaikan bahwa tujuan kami dalam mengajukan laporan termasuk para hakim ke Komisi Yudisial itu 100% motivasi kami adalah konstruktif. Tidak ada 0,1% pun niat destruktif,” kata Tom Lembong usai audiensi di Gedung Komisi Yudisial, Jakarta Pusat, Senin (11/8/2025).

    Tom mengaku tidak ingin menjatuhkan orang atau sebuah institusi. Menurut Tom, pelaporan ini merupakan momentum yang positif karena banyaknya atensi masyarakat.

    “Tidak ada dalam rekam jejak saya mencoba menjatuhkan atau mengagalkan seseorang atau sekelompok orang atau apalagi sebuah institusi. Sebagaimana tadi disampaikan oleh Prof Hamzulian, dengan perhatian masyarakat yang begitu luas dan dalam pada perkara saya, ini kami lihat momentum yang sangat positif,” ujarnya.

    Dia mengatakan dinamika perkara ini juga merupakan momen edukatif untuk masyarakat belajar hukum. Dia menegaskan tidak ada niat personal dan negatif dalam laporan ini.

    “Tadi sempat bercanda ya, berkat perkara ini se-Indonesia tahu apa itu mens rea. Ibu rumah tangga di daerah pun juga tahu apa itu mens rea. Jadi itu kan sebuah momentum edukatif se-Indonesia jadi belajar hukum. Dan sekali lagi tidak ada niat yang bersifat personal apalagi negatif,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Tom mengatakan momentum ini diharapkan menjadi jalan untuk berbenah. Dia mengatakan pihaknya dan Komisi Yudisial sepakat untuk tidak melakukan pembiaran terhadap laporan ini.

    “Saya hanya merasakan rasa syukur tapi juga bersama-sama yang sangat kami hormati, rekan-rekan dari Komisi Yudisial dan tim hukum saya, tadi kami sepakat ini tanggung jawab bersama untuk tidak melakukan pembiaran,” kata Tom.

    “Dan justru kalau bisa dijadikan momentum untuk berbenah dan memperbaiki, seperti yang disampaikan, bagi saya tidak ada justru berbenah itu sesuatu yang patut dibanggakan dan patut kita pandang sebagai sesuatu yang mulia,” tambahnya.

    Sebagai informasi, Tom Lembong melaporkan majelis hakim yang menghukumnya 4,5 tahun di kasus korupsi impor gula ke KY hingga Mahkamah Agung (MA). Majelis hakim yang mengadili perkara Tom diketuai hakim Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah.

    Tom juga melaporkan auditor yang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara di kasus ini ke Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tom juga melaporkan auditor itu ke Ombudsman.

    Sebelumnya, Tom berterima kasih kepada Presiden Prabowo selepas keluar dari Rutan Cipinang. Dia juga berterima kasih kepada pimpinan DPR RI.

    Tom Lembong resmi bebas dari Rutan Cipinang, Jakarta Timur setelah mendapat abolisi dari pemerintah. Abolisi ini membuat proses peradilan terhadap Tom, yang telah mengajukan banding vonis 4,5 tahun penjara, dihentikan. Tom Lembong keluar dari Rutan Cipinang, sekitar pukul 22.05 WIB pada Jumat (1/3).

    Halaman 2 dari 2

    (mib/maa)

  • Tom Lembong Tiba di Komisi Yudisial, Tindak Lanjut Pelaporan Majelis Hakim

    Tom Lembong Tiba di Komisi Yudisial, Tindak Lanjut Pelaporan Majelis Hakim

    Bisnis.com, JAKARTA — Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong tiba di Komisi Yudisial (KY) untuk menghadiri agenda audiensi.

    Berdasarkan pantauan Bisnis di lokasi, Tom Lembong hadir sekitar 09.55 WIB. Tak sendiri, Tom didampingi oleh sejumlah kuasa hukumnya, seperti Ari Yusuf Amir.

    Adapun, Menteri di Kabinet era Presiden ke-7 Joko Widodo ini tampil necis dengan mengenakan kemeja putih saat menghadiri agenda tersebut.

    Tom menyampaikan, agenda hari ini merupakan bentuk tindak lanjut dari laporan sebelumnya terkait dugaan pelanggaran majelis hakim yang menangani perkara impor gula Tom Lembong.

    “Menindak lanjuti laporan kami ke Komisi Yudisial. Mengenai ke kahawatiran proses sidang terutama prilaku para hakim ya majelis hakim,” ujar Tom di KY, Jakarta, Senin (11/8/2025).

    Dia menambahkan, pemberian abolisi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Sebab, momentum ini bisa menjadi kesempatan untuk mendorong serangkaian proses hukum di Indonesia menjadi lebih baik.

    “Ya supaya bersama sama kita bisa memanfaatkan momentum dari abolisi ini untuk mendorong perbaikan yang dapat kita dorong. Sayang kan kalau momentum ini tidak dimanfaatkan untuk kebaikan bersama,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, tiga hakim yang menangani sidang Tom Lembong yaitu Hakim Dennie Arsan Fatrika selaku hakim ketua. Sementara dua hakim anggotanya, yakni Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah. Tiga hakim itu juga telah dilaporkan ke Bawas Mahkamah Agung (MA).

  • Kebijaksanaan Presiden Merawat Harmoni Kehidupan Berbangsa Bernegara

    Kebijaksanaan Presiden Merawat Harmoni Kehidupan Berbangsa Bernegara

    Jakarta

    Harmoni kehidupan berbangsa-bernegara sekali-kali tidak boleh dipertaruhkan untuk tujuan apa pun, apalagi untuk kepentingan sempit sesaat. Harmoni itu menjadi wujud nyata keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan inti dari stabilitas politik dan ketahanan nasional.

    Dengan menggunakan hak prerogatif memberi abolisi dan amnesti kepada 1.116 orang, Presiden Prabowo Subianto mulai memperkokoh harmoni kehidupan berbangsa-bernegara.

    Gaduh di ruang publik yang tak berkesudahan menyajikan fakta dan kesan tentang disharmoni kehidupan bersama. Suka tidak suka, harus diakui bahwa bekas luka atau residu Pemilihan Umum 2024 sedikit banyak berkontribusi bagi terbentuknya fakta disharmoni hari-hari ini.

    Sudah dimunculkan beberapa ungkapan yang bertujuan memberi gambaran bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Dinamika seperti ini tentu saja memprihatinkan.

    Menggunakan platform media sosial, sejumlah elemen masyarakat mengemukakan pendapat dan menyuarakan persepsinya tentang berbagai aspek, utamanya beberapa aspek yang berkait maupun berdampak langsung pada kehidupan bersama.

    Dari aspek kebijakan publik yang dinilai tidak aspiratif, penegakan hukum yang tebang pilih, rivalitas para politisi dan perilaku elit yang tidak mengindahkan etika dan moral, hingga aspek yang berkait dengan kesejahteraan bersama seperti melemahnya konsumsi rumah tangga dan masalah peningkatan jumlah pengangguran.

    Pada beberapa aspek yang menyedot perhatian hampir semua komunitas, pendapat atau persepsi kelompok-kelompok masyarakat sudah barang tentu tidak sama, sehingga yang muncul adalah pro-kontra atau siapa memihak siapa. Masyarakat seperti terkotak-kotak.

    Itulah sumber kegaduhan. Semakin bising ketika pejabat publik tidak bijak menanggapi pendapat atau aspirasi masyarakat. Gaduh tak berkesudahan itu menjadi gambaran riel tentang derajat harmoni kehidupan bersama.

    Sebab, publikasi pendapat atau persepsi melalui media sosial itu tak jarang sarat dengan umpatan, caci maki, sindiran hingga ragam tuduhan atau sinyalemen yang kebenarannya masih diragukan.

    Membangun kembali harmoni kehidupan bersama saat ini tidak semudah membalikan tangan atau cukup dengan sekadar imbauan. Apalagi, sebagaimana sudah menjadi pengetahuan bersama, residu Pemilu 2024 selalu memunculkan beberapa desakan, termasuk reshuffle kabniet untuk memperkokoh kepemimpinan nasional.

    Presiden Prabowo paham akan fakta disharmoni itu dan komprehensif mempelajari akar permasalahannya. Dia pun menyerap semua aspirasi yang mengemuka di ruang publik. Karena harus bijaksana, Presiden tidak ingin tergesa-gesa, kendati sadar bahwa disharmoni ini tidak boleh berlarut-larut.

    Presiden mengambil posisi yang bijaksana dengan mengayomi semua elemen masyarakat.

    Untuk membangun kembali harmoni kehidupan berbangsa-bernegara itu, langkah awal Presiden Prabowo adalah menggunakan hak prerogatif-nya dengan memberi abolisi dan amnesti kepada 1.116 warga.

    Memperkokoh kembali harmoni kehidupan berbangsa-bernegara saat ini memang tidak mudah, tetapi dengan kebijaksanaan amnesti dan abolisi, Presiden Prabowo sudah berupaya dan mulai meletakan dasar untuk rekonsoliasi bagi semua elemen masyarakat.

    Patut dipahami bahwa kebijaksanaan itu lahir dari kesadaran mendalam tentang pentingnya stabilitas politik, persatuan nasional, dan rekonsiliasi elite di tengah dinamika perubahan dan tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia.

    Sejalan dengan itu, keputusan DPR RI yang menyetujui kebijaksanaan Presiden Prabowo Subianto itu patut diapresiasi.

    Abolisi dan amnesti yang diberikan Presiden Prabowo mengajarkan kepada semua pihak bahwa kekuasaan digunakan untuk merangkul, bukan mengucilkan untuk menyatukan, bukan memecah belah. Kebijaksanaan Ini lahir dari keberanian moral dan visi kenegaraan yang jauh ke depan.

    Pemberian abolisi kepada Tom Lembong merupakan sinyal keterbukaan terhadap kelompok profesional yang kritis dan yang selama ini berada di luar lingkar kekuasaan. Sedangkan amnesti kepada Hasto Kristiyanto mencerminkan iktikad baik Presiden membuka ruang dialog kepada kekuatan politik utama seperti PDI Perjuangan yang selama ini mengambil posisi sebagai oposisi utama.

    Dalam konteks itu, pemberian abolisi dan amnesti jangan dipahami sebagai kompromi politik, melainkan konsolidasi nasional. Presiden memahami bahwa di tengah tantangan global dan domestik, Indonesia membutuhkan persatuan untuk menjaga arah pembangunan menuju 2045.

    Sejarah mencatat bahwa politik rekonsiliasi sudah terbukti menjadi kekuatan yang mewujudnyatakan stabilitas dan kebangkitan nasional. Contohnya adalah kebijaksanaan Presiden BJ Habibie pada 1999 yang memberikan amnesti kepada banyak tahanan politik. Kebijaksanaan ini dicatat sebagai awal dari konsolidasi demokrasi pasca reformasi.

    Kebijaksanaan Presiden Prabowo pun menjadi penegasan bahwa semangat serupa masih relevan dalam menghadapi era kompetisi geopolitik global dan tantangan internal bangsa. Kebijaksanaan Presiden Prabowo merupakan manifestasi kekuatan moral seorang pemimpin yang memahami bahwa pengampunan adalah bentuk tertinggi dari kekuasaan.

    Sebagaimana Abraham Lincoln pernah menolak mendiskriminasi bekas musuhnya dalam Perang Sipil Amerika Serikat, Presiden Prabowo pun kini mengambil posisi sebagai pemersatu bangsa, bukan sebagai penjaga tembok pemisah.

    Oleh alasan keberagaman Indonesia, harmoni kehidupan berbangsa-bernegara menjadi sebuah keutamaan yang bersifat final. Perberdaan cara pandang politik adalah keniscayaan, tetapi beda cara pandang itu tidak boleh merusak harmoni berbangsa-bernegara.

    Harmoni itu sekali-kali tidak boleh dipertaruhkan untuk tujuan apa pun, apalagi untuk kepentingan sempit sesaat. Harmoni kehidupan berbangsa-bernegara itu menjadi wujud nyata keutuhan NKRI dan inti dari stabilitas politik dan ketahanan nasional.

    Bambang Soesatyo, Anggota DPR RI

    (akn/ega)

  • Pendukung Jokowi Rapat Gelap Bahas Gerakan Riau Merdeka

    Pendukung Jokowi Rapat Gelap Bahas Gerakan Riau Merdeka

    GELORA.CO -Mantan intelijen negara Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra mengungkap adanya informasi terkait rapat gelap membahas wacana gerakan Riau merdeka yang digelar sejumlah pendukung mantan Presiden Jokowi. 

    “Beberapa hari lalu saya mendapatkan informasi pendukung Jokowi di Riau mengadakan rapat gelap membahas wacana gerakan Riau merdeka. Gila,” kata Sri Radjasa dikutip dari Forum Keadilan TV, Minggu, 10 Agustus 2025.

    Dia mengulas sebelumnya pernah ada isu pengambilan empat pulau dari Aceh yang diserahkan ke Sumatera Utara, yang dinilai memicu bangkitnya kembali gerakan separatisme di Aceh.

    “Orang lupa bahwa persoalan damai di Aceh masih menyisakan kerawanan separatisme,” ujarnya.

    Sri Radjasa menyebut, terdapat indikasi keterlibatan kelompok tertentu. Isu separatis ini dihembuskan sebagai upaya untuk mengganggu kewibawaan Presiden Prabowo Subianto.

     “Ada indikasi bahwa kelompok geng Solo melakukan gerakan di Riau? Saya tidak bisa mengatakan bahwa ini relawan tapi ini adalah pendukung Jokowi,” jelasnya.

    Ia menambahkan, isu tersebut muncul pasca pemberian abolisi kepada Tom Lembong. Sri Radjasa menegaskan, rapat yang dibahas itu sudah menghasilkan keputusan tertutup

    “Yang disepakati dalam rapat ini satu hal, nanti dia akan mencari waktu menyusun kekuatan masa dulu. Mereka akan melakukan deklarasi,” pungkasnya

  • Abolisi Tom Lembong Masih Timbulkan Tanya, Benarkah Hubungan Prabowo dengan Pihak Tertentu Retak?

    Abolisi Tom Lembong Masih Timbulkan Tanya, Benarkah Hubungan Prabowo dengan Pihak Tertentu Retak?

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dosen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar mengatakan amnesti dan abolisi umumnya diberikan untuk melakukan rekonsiliasi kondisi politik, sedangkan abolisi pada alasan kemanusiaan.

    “Amnesti dan abolisi itu bahasa politik, bukan hukum. Penggunaannya di Indonesia dalam perkembangannya digunakan pada kasus politik. Ada motif rekonsiliasi dalam kepentingan nasional,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Sabtu (9/8/2025).

    Namun pada kasus Tom Lembong, Zainal tidak melihat ada kondisi yang mengharuskan proses rekonsiliasi itu dilakukan. Abolisi seharusnya tidak perlu diberikan jika proses hukum sudah berjalan sesuai dengan kaidah hukum nasional.

    Alasan pemberian abolisi pada kasus Tom Lembong masih menimbulkan pertanyaan besar.

    “Ini jelas masalah politik, tapi masalahnya apa yang mau direkonsiliasi? Mungkin Presiden punya keretakan hubungan dengan pihak tertentu, tapi salah kalau itu diukur dengan skala nasional,” tegasnya.

    Pakar Hukum Tata Negara, Zainal Arifin Mochtar

    Ia khawatir jika ini terus terjadi, akan ada banyak kebijakan yang dilandaskan pada motif politik dibandingkan kepentingan publik.

    “Harus ada parameter hukum yang jelas dalam pemberian amnesti dan abolisi. Apakah ada kepentingan nasional atau motif politik di balik kasus tersebut,” ungkapnya.

    Selain itu, perlu ada limitasi kasus tertentu yang bisa diberikan amnesti dan abolisi. Terlebih dalam kasus tindak pidana korupsi tidak seharusnya unsur politik bermain di dalamnya.

    Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman, menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto merupakan pelaksanaan hak prerogatif Presiden RI sesuai dengan konstitusi, bukan suatu kebijakan istimewa. Menurutnya, hal itu sudah lazim dilakukan oleh presiden-presiden sebelumnya dan merupakan bagian dari pertimbangan yang lebih luas demi kepentingan negara.

  • Dapat Info Silfester Lulusan Universitas Tertutup, Mahfud MD: Artinya Universitasnya Sudah Ditutup

    Dapat Info Silfester Lulusan Universitas Tertutup, Mahfud MD: Artinya Universitasnya Sudah Ditutup

    GELORA.CO  — Mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan soal tidak dieksekusinya Ketua Umum Solidaritas Merah Putih yang juga relawan Jokowi, Silfester Matutina usai divonis 1 tahun 6 bulan penjara dalam kasus fitnah ke Jusuf Kalla (JK) pada 2019 lalu, hingga kini atau 6 tahun kemudian, membuat banyak orang yang bertanya kepadanya.

    Apalagi kata Mahfud, saat itu dirinya menjabat sebagai Menko Polhukam yakni tepatnya mulai Oktober 2019 sampai 2024.

    Mahfud MD menjadi orang sipil pertama yang menjabat Menko Polhukam dalam sepanjang sejarah Republik Indonesia.

    Sselama Mahfud MD menjabat Menko Polhukam dan hingga kini, rupanya Silfester Matutina lolos dari eksekusi kasus fitnah yang sudah berkekuatan hukum tetap

    Mahfud MD menjelaskan saat Silfester divonis dalam kasus firnah Jusuf Kalla yakni pada Mei 2019, saat itu dirinya belum menjadi menteri.

    Sebab Mahfud baru diangkat menjadi menteri Oktober 2019.

    Sehingga Mahfud mengaku tidak tahu soal kasus Silfester saat itu.

    “Saya, di 2019 vonis itu belum jadi menteri. Ketika sudah menjadi menteri, kasus ini tidak muncul. Tidak menjadi persoalan publik, sehingga bukan urusan Menko untuk mencari-cari hal yang tidak menjadi masalah,” kata Mahfud di tayangan YouTube, Kompas TV malam, 6 Agustus 2025.

    Menurutnya soal kasus Silfester kala itu tidak menjadi perhatian publik.

    “Kalau pada saat itu menjadi masalah, pasti saya suruh tangkap itu. Karena ini, baru muncul sesudah terjadi perubahan politik,” kata Mahfud.

    Menurut Mahfud dirinya baru tahu tentang Silfester, dengan dua kali melihat melalui televisi.

    “Pertama waktu dia mau berkelahi dengan Rocky Gerung. Itu yang bilang, Waduh, ini saya fakultas Hukum juga, saya pengacara. Terus saya tanya universitas mana dia,” kata Mahfud.

    Mahfud mengatakan lalu ada yang bilang kepadanya Silfester lulusan Universitas Terbuka.

    “Ada yang bilang itu dari Universitas tertutup, gitu. Universitas tertutup itu artinya Universitas sudah ditutup,” kata Mahfud.

    Bahkan kata Mahfud dirinya sama sekali tidak membicarakan Silfester saat itu karena memang tidak menjadi perhatiannya.

    “Terakhir saya baru tahu kalau dia itu narapidana, terpidana itu, sesudah ribut dengan Roy Suryo di debat Televisi. Roy Suryo bilang kamu itu narapidana, kamu terpidana tapi belum masuk. Saya baru tahu itu di situ,” kata Mahfud.

    Menurutnya saat itu ia mencari sumber soal informasi tudingan Roy Suryo ke Silfester.

    “Ternyata betul ada Direktori putusan MA nomor 287 tanggal 20 Mei tahun 2019. Ini sebelum saya jadi menteri nih. Dia sudah divonis inkrah dan sekarang mengaku sudah menjalani proses hukum. Kita tanya proses hukum apa? Inkrah itu kecuali masuk penjara,” ujar Mahfud.

    Mahfud mengatakan sekalipun Jusuf Kalla memaafkan karena kasus ini inkrah maka Silfester mesti menjalani hukuman.

    “Damai itu urusan pribadi. Kalau orang terpidana itu musuhnya bukan orang yang menjadi korban. Tetapi musuh orang terpidana itu adalah negara,” kata Mahfud.

    Menurut Mahfud negara itu diwakili oleh kejaksaan.

    “Jadi kalau ditanyakan siapa yang melindungi? Saya menyalahkan kejaksaan gitu. Siapa menyuruh kejaksaan? Ya, kita tidak tahu kan gitu kan. Pasti harus diasumsikan kejaksaan ini tahu,” kata Mahfud,

    Mahfud mengaku memiliki data tahuh 2025 sejumlah orang yang hendak menghindari hukuman ditangkap kejaksaan.

    “Masa ini yang riwa-riwi di depan hidung kita gak ditangkap. Kan Kejaksaan tuh punya tim tabur namanya tim tangkap buronan atau tim tangkap orang kabur. Tim ini yang nangkap orang-orang ini tadi. Nah, oleh sebab itu kejaksaan harus segera melakukan eksekusi atas ini ya,” kata Mahfud.

    Sebenarnya, menurut Mahfud eksekusi harus langsung dijemput tanpa  usah dipanggil lagi.

    “Orang ini sudah 6 tahun lolos gitu kan,” kata Mahfud.

    Mahfud menjelaskan akan menyatakan secara formal Silfester tidak ditangkap karena kejaksaan melindungi.

    “Melindungi dalam bentuk apa? Lalai. Kalau betul-betul melindungi secara sengaja pasti ada yang menyuruh. Kemungkinannya ada atasan yang membacking, kemungkinannya suap. Apalagi coba? Nah, untuk mengusut ini logika umum. Kejaksaan dong harus bertanggung jawab kepada publik,” ujarMahfud.

    Menurut Mahfud untuk dirunut siapa pihak yang membuat Silfester tidak dieksekusi bisa ditelusuri,

    “Siapa pejabatnya, kenapa ini tidak segera dieksekusi gitu? Nanti akan ketemu itu siapa yang memesan. Apakah ini pemain politik atau pemimpin pemerintahan, menteri atau apa,” kata Mahfud.

    “Itu harus diusut, karena ini bahaya kalau ini dibiarkan. Orang boleh bertanya seperti Anda bertanya tadi loh. Pak Mahfud, Anda kok diam saja pada saat Anda di situ (jabat Menko Polhukam)?” katanya.

    “Loh kasus ini gak muncul. Kalau saya sudah tahu saat itu, muncul ya, saya pasti berteriak agar segera dieksekusi. Menteri kok gak tahu? Ya gak tahu. Itu kan bukan urusan Menko, untuk tahu semua urusan yang ada dari Sabang sampai Merauke,” kata Mahfud.

    Menurutnya urusan Menko Polhuka yang muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapanhan.

    “Urusan Menko itu hanya muncul dan menjadi problem pelaksanaan di lapangan, konflik sehingga dikoordinasikan. Kalau ini gak ada. Tiba-tiba muncul sekarang, sesudah terjadi pergantian politik,” kata Mahfud.

    Mahfud mengatakan seorang Menko itu tidak harus tahu semuanya.

    “Kecuali ada laporan di saat itu atau muncul sebagai isu yang panas di tengah-tengah masyarakat. Baru seorang Menko itu mengkoordinasikan agar semua jalan,” ujar Mahfud.

    Menurut Mahfud, Silfester tidak perlu lagi dipanggil melainkan langsung dijemput paksa. 

    “Tangkap dulu, atau jebloskan dulu ini eksekusi si Matutina ini,” katanya.

     Kemudian, kata Mahfud, Kejaksaan Agung harus mengadakan penyelidikan ke dalam dan menjelaskan kepada publik.

    Minta Amnesti

    Sementara itu Wakil Ketua Umum Relawan pro-Jokowi (Projo) Freddy Damanik memohon ke Presiden Prabowo agar juga memberikan amnesti ke Silfester Matutina seperti yang diberikan ke Hasto Kristiyanto dan ribuan napi lainnya serta abolisi ke Tom Lembong.

    “Justru tadi juga saya mau menyampaikan, yang sekarang kasus yang seperti ini banyak yang diamnesti oleh Presiden Prabowo ya. Apalagi konteksnya ini adalah selaku pelapor yang melaporkan, ya sudah memaafkan,” kata Freddy dalam acara Kompas Petang di akun YouTube Kompas TV, Rabu (6/8/2025).

    “Nah, kalau konteks amnesti berarti lebih empermudah dong ya,” tambahnya.

    Sebab kata Freddy, sebelumnya Prabowo memberikan abolisi ke Tom Lembong dan amnesti ke Hasto Kristiyanto serta ribuan napi lainnya dengan tujuan persatuan Indonesia.

    “Ini kan kasusnya juga mirip, politik ya. Katakanlah menyerang Pak JK ya. Jadi sangat-sangat ada harapan, sangat ada potensi untuk kasus-kasus seperti Bang Silfester ini untuk di amnesti juga. Toh ini masih range waktu 17 Agustus, memang waktunya,” kata Freddy.

    Karenanya Freddy percaya Silfester tahu apa yag harus dilakan ke depan dan pasti bertanggung jawab atas kasus tersebut.

    “Amnesti itu harapan saya dari pribadi, dan teman-teman yang lain juga berharap seperti itu,” kata Freddy.

    Apalagi kata Freddy dalam hal ini Jusuf Kalla sudah memaafkan namun proses hukum memang harus terus berjalan.

    “Jadi artinya Pak JK secara pribadi sudah tidak masalah dengan kasus ini, tetapi proses hukum berjalan dan berakhir di putusan kasasi. Itu realita, itu fakta hari ini,” kata Freddy.

    Menurutnya jika Roy Suryo dan kawan-kawan mendorong Silfester dieksekusi itu adalah hak mereka.

    “Tetapi saya sekali lagi mau menyampaikan, bahwa banyak yang lainnya sudah mendapat amnesti dan abolisi. Saya sebagai pribadi temannya Silfester juga ya, memohon kepada Pak Presiden kalau memang bisa Pak, Silfester diberikan amnesti,” kata Freddy.

    Sementara teknisnya kata Freddy itu terserah bisa dilakukan dengan berbagai cara. Apakah misalnya kata dia, dieksekusi dulu selama 24 jam lalu dibebaskan.

    “Itu secara teknislah, tetapi saya pribadi sekali, saya memohon kepada Pak Presiden agar diberikan amnesti kepada saudara Silfester,” katanya.

    Sementara itu Roy Suryo yang juga ikut menjadi nara sumber dalam tayangan tersebut, menilai sejak awal Silfester adalah pengecut, karena selama 6 tahun lolos dari eksekusi pidana penjara yang harusnya dijalani.

    “Orang pengecut kok mau dimaafkan. Pendapat saya ya terserah Pak Prabowo ya. Karena itu kebesaran hati Pak Prabowo. Tapi artinya masyarakat bisa menilai lah, orang yang melarikan diri dari kenyataan 6 tahun,” kata Roy.

    Menurut Roy, bisa jadi selama 6 tahun itu, Silfester tidak dieksekusi karena ada orang besar yang melindungi.

    “Makanya sekarang kalau orang itu sudah enggak ada ya, sekarang sudahlah eksekusi,” kata Roy.

    Sebelumnya Kejaksaan Agung (Kejagung) buka suara terkait belum ditahannya Silfester Matutina dalam kasus fitnah terhadap Jusuf Kalla, padahal sudah divonis sejak 2019 lalu. 

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna, mengungkapkan Silfester bakal diperiksa oleh Kejari Jakarta Selatan, Senin (4/8/2025).

    Dia mengatakan, jika Silfester tidak memenuhi panggilan, dipastikan akan ditahan. 

    “Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, diundang yang bersangkutan. Kalau enggak diundang ya silakan (dieksekusi atau ditahan). Harus dieksekusi,” katanya di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin siang.

    Anang menegaskan, karena vonis telah inkrah, maka tidak ada alasan untuk tidak menahan Silfester.

    “Harus segera (ditahan) kan sudah inkrah. Kita nggak ada masalah semua,” ujarnya.

    Dalam kasus itu Silfester dilaporkan kuasa hukum Jusuf Kalla ke Bareskrim Polri pada Mei 2017.

    Silfester dianggap melontarkan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Kalla atas orasinya.

    Dua tahun berselang atau pada 2019, Silfester divonis 1,5 tahun penjara atas kasus tersebut.

    Namun, sampai saat ini Silfester belum menjalani vonis hukumannya yang diterimanya.

    Dalam laman resmi Mahkamah Agung (MA), Silfester Matutina divonis 1 tahun 6 bulan atas kasus pidana umum pada 2019.

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 dibacakan pada 20 Mei 2019, dengan Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh.

     

    Dalam Putusan MA ini disebutkan Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

    Belakangan, pakar telematika, Roy Suryo, mendesak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) segera mengeksekusi Silfester atas kasus yang menjeratnya beberapa tahun lalu.

    Kampus Silfester

    Silfester Matutina disebut menyelesaikan pendidikannya di Universitas Wiraswasta Indonesia.

    Hal itu diinformasikan oleh akun X @BajerDhuafa.

    Ia juga menginformasikan bahwa ternyata kampus tempat Silfester Matutina kuliah ini hanya ssebuah ruko berlantai 3. 

    Dilansir dari situs Kemendikbud, Universitas Wiraswasta Indonesia merupakan perguruan tinggi swasta yang beralamat di Jalan Jatinegara Barat No. 157 Rt/Rw 011/003, Kelurahan Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur.

    Seorang pengguna Twitter bahkan membagikan tangkapan layar nama Silfester Matutina tercatat sebagai mahasiswa program Ilmu Hukum angkatan 2016, di Universitas tersebut.

    Dari laman bisnis.com menyebutkan saat di cek di akun PDDIKTIK, nama Silfester Matutina merupakan mahasiswa yang lulus dari Universitas Mahasiswa Indonesia tahun 2019/2020.

    Silfester Matutina, dalam data PPDIKTI tersebut masuk sebagai mahasiswa baru dan menyelesaikan pendidikannya tepat waktu.

    Dilansir dari situs Kemendikbud, Universitas Wiraswasta Indonesia merupakan perguruan tinggi swasta yang beralamat di Jalan Jatinegara Barat, Kelurahan Bali Mester, Jatinegara, Jakarta Timur.

    Meski demikian jika dilihat dari penelusuran di Google, Universitas Wiraswasta Indonesia beralamat di Jl. Graha Kartika Pratama, Bojong Baru, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

    Sementara dilansir dari akun Instagram Universitas, perguruan tinggi ini menawarkan dua program studi yakni S1 Ilmu Hukum dan S1 Manajemen.

    Biaya pendidikan yang ditawarkan juga cukup terjangkau yakni sekitar Rp600.000 per bulan.

    Universitas Wiraswasta Indonesia sendiri tidak terlalu aktif di media sosial. Akun Instagramnya @univ.wiraswasta_ mengunggah postingan terakhir pada 24 Mei 2023 lalu.

    Di kolom komentar unggahan universitas, beberapa netizen menyerbu dengan komentar yang menyinggung Silfester Matutina.

    Berdasarkan informasi dari akun Instagram universitas tersebut, ternyata ditemukan banyak keluhan tentang tindak penipuan yang terjadi.

    Bahkan kampus ini diketahui juga telah dicabut izinnya oleh Dikti.

    Universitas Wiraswasta Indonesia atau UWI mendapatkan sanksi administratif berat berupa pencabutan izin pendirian perguruan tinggi karena telah melakukan pelanggaran pada tahun 2022-2023.

    Tidak dijelaskan lebih lanjut tentang pelanggaran apa yang telah dilanggar oleh universitas ini

  • Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Agustus 2025

    Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan Nasional 9 Agustus 2025

    Eks Menkumham Sebut Amnesti Kasus Korupsi Tak Salahi Aturan: Privilege Presiden Tak Bedakan Perbuatan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Hukum dan HAM periode 2004-2007, Hamid Awaluddin, menilai pemberian pengampunan alias amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto, yang diadili karena kasus korupsi, sah secara konstitusional.
    Menurutnya, seorang presiden memiliki privilege untuk memberikan amnesti kepada siapa pun dengan persetujuan DPR RI sesuai peraturan perundang-undangan, tanpa membedakan jenis perbuatan.
    Hal ini dikatakannya menanggapi kritik sejumlah pihak yang menyatakan pemberian amnesti kepada Hasto dapat melemahkan konsistensi penegakan hukum kasus korupsi di Indonesia.
    “Tidak ada yang salah sebenarnya dengan pemberian amnesti dan abolisi (untuk kasus korupsi),” kata Hamid dalam siniar Gaspol Kompas.com, dikutip Sabtu (9/8/2025).
    “Ingat ya, ketika kita bicara tentang privilege presiden di sini, kan dia tidak membedakan jenis perbuatan, kan. Dalam konstitusi, tidak ada pembedaan itu. Bahwa si A diberi amnesti kalau dia hanya tindak pidana tertentu. Tidak ada,” imbuh dia.
    Hamid mengatakan, praktik ini seolah terlihat berbeda lantaran tidak lazim dipraktekkan oleh pemimpin-pemimpin sebelumnya.
    Dia bilang, presiden sebelum Prabowo biasanya hanya memberikan amnesti kepada kasus makar hingga kasus pencemaran nama baik.
    Presiden ke-1, Soekarno, misalnya, memberikan pengampunan kepada DI/TII; Presiden ke-2, Soeharto, memberikan amnesti umum dan abolisi kepada anggota Fretilin Timor Timur; begitu pula Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, yang memberikan amnesti dan abolisi kepada seluruh anggota Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
    “Praktik selama ini yang diberi amnesti itu berkaitan dengan kelompok dia saja. Meskipun ada kasus-kasus tertentu individu, ya. Kedua, berkaitan dengan politik. Selama ini praktiknya begitu,” ucap Hamid.
    Lebih lanjut, Hamid beranggapan Prabowo sudah memiliki pertimbangan matang sebelum memberi kebijakan tersebut, termasuk parameter-parameter yang digunakan.
    Namun, ia berpandangan pemerintah tetap harus menjelaskan kepada publik alasan pemberian amnesti.
    Terlebih, seturut pernyataan pemerintah, pemberian ini ditujukan untuk kepentingan umum.
    “Yang pasti dia (Prabowo) punya (pertimbangan). Nah, inilah yang saya bayangkan, pemerintah menjelaskan kepada publik. Ya, (karena alasannya untuk) kepentingan umum,” tandas Hamid.
    Sebelumnya diberitakan, Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada elite PDI-P, Hasto Kristiyanto.
    DPR RI kemudian menyetujui usulan Presiden Prabowo untuk memberikan amnesti kepada Hasto bersama 1.116 terpidana lainnya pada 31 Juli 2025.
    Amnesti berarti hukuman yang dijatuhkan kepada Hasto, yakni 3,5 tahun penjara atas kasus suap dan perintangan penyidikan, dihapuskan sepenuhnya secara hukum.
    Statusnya sebagai terpidana secara resmi dinyatakan tidak pernah ada.
    Secara bersamaan, DPR dan Presiden Prabowo juga menyetujui abolisi bagi Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan yang sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula.
    Abolisi berarti seluruh proses hukum terhadapnya dihentikan, bukan hanya pelaksanaan hukuman, tetapi juga putusan maupun penuntutan.
    Status hukum terhadapnya dihapuskan sepenuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tom Lembong Blak-blakan: Kaget Nggak Kaget, Ini Risiko Politik

    Tom Lembong Blak-blakan: Kaget Nggak Kaget, Ini Risiko Politik

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, membagikan ceritanya ketika ditetapkan tersangka kasus impor gula oleh Kejaksaan Agung 29 Oktober 2024 lalu.

    Hal ini blak-blakan diungkapkan Tom dalam siaran langsung bersama Anies Baswedan yang diunggah kembali di kanal YouTube sang mantan Gubernur DKI Jakarta.

    Diceritakan Tom, saat pertama kali ditahan 29 Oktober 2024, itu merupakan pemeriksaan keempat yang dijalani.

    “Setelah selesai pemeriksaan siang hari, terus saya ditinggal dalam ruangan pemeriksaan mungkin tiga sampai empat jam nggak ada kabar,” ujar Tom dikutip pada Jumat (8/8/2025).

    Dalam proses menunggu itu, Tom mengatakan hanya bisa duduk diam.

    “Terus cuma ke toilet dua kali, di ruang pemeriksaan tidak boleh bawa alat komunikasi yah, jadi hape disimpan di loker,” ucapnya.

    “Terus malam hari, saya kurang ingat jam berapa, jam 7 atau jam 8, tiba-tiba petugas kembali ke ruang pemeriksaan,” sambung dia.

    Petugas tersebut, kata Tom, menyampaikan hasil rapat pimpinan Kejagung mengenai statusnya yang telah dinaikkan ke tersangka.

    “Yah karena kita udah tahu ini risiko politik, seperti istilah yang saya pake selama ini, kaget nggak kaget kan. Pasti syok,” imbuhnya.

    Meskipun ia menekankan bahwa dirinya berusaha tegar, namun tetap saja perasaan tersebut menyelimuti dirinya.

    “Terus dibacakan berita acara penahanan, langsung didatangkan dokter Kejaksaan untuk tes kesehatan kemudian disodorkan penasihat hukum dari kejaksaan yang belum pernah saya kenal,” terangnya.

    Kata Tom, sepanjang pemeriksaan yang berlangsung, dirinya tidak pernah didampingi pengacara.

  • Tom Lembong Ceritakan Seminggu Pertamanya Jadi Tahanan Rutan Cipinang
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Agustus 2025

    Tom Lembong Ceritakan Seminggu Pertamanya Jadi Tahanan Rutan Cipinang Nasional 8 Agustus 2025

    Tom Lembong Ceritakan Seminggu Pertamanya Jadi Tahanan Rutan Cipinang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong menceritakan hari-hari pertamanya menjadi tahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Jakarta Selatan dan Rutan Cipinang Jakarta Timur.
    Kesan pertama Tom Lembong saat satu hingga dua hari pertama ditahan adalah tidak nyaman, dengan segala keterbatasan di Rutan Cipinang.
    Pengalamannya itu diceritakan dalam live streaming bersama Anies Baswedan di kanal Youtube “Anies Baswedan” pada Kamis (7/8/2025) malam.
    “Yang sudah pasti terjadi, malam pertama itu sangat-sangat tidak nyaman, enggak bisa tidur,” ungkap Tom, dikutip Jumat (8/8/2025).
    Tom menceritakan bahwa dirinya dari luar mungkin terlihat tenang dan tegar, tetapi perasaan dan psikologisnya sesungguhnya terguncang.
    Butuh sekitar satu minggu hingga akhirnya dia bisa mengendalikan emosi dan perasaannya setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus importasi gula.
    “Kelihatannya butuh seminggu untuk emosi, psikologi kita kembali tenang. Bisa menyerap dan memproses semua yang terjadi,” ujar Tom.
    Pada momen tersebut, ia pun mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya dan bertemu dengan ribuan tahanan di Rutan Cipinang.
    Tom Lembong menceritakan, itu menjadi pengalaman pertamanya dan tidak pernah terbayang sama sekali bertemu dengan orang-orang hidup dari balik jeruji besi.
    “Sama sekali enggak ada yang kenal, jadi saling berkenalan sesama tahanan yang latar belakangnya sangat beragam. Berbagai lapisan masyarakat, berbagai latar belakang, berbagai etnis, agama, dan saya sudah bilang itu seperti cerminan masyarakat kita,” ujar Tom Lembong.
    Diketahui, Kejagung menetapkan Tom Lembong sebagai tersangka pada Selasa (29/10/2024) malam. Ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kemendag periode 2015-2016.
    Singkat cerita, majelis hakim memvonis Tom Lembong 4 tahun dan 6 bulan penjara pada Jumat (18/7/2025).
    Namun, Presiden Prabowo Subianto memberikannya abolisi yang membuat Tom Lembong resmi bebas dari penjara pada Jumat (1/8/2025) malam.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kejagung Tegaskan Tom Lembong Tidak Divonis Bebas, Proses Hukum 9 Terdakwa Lain Tetap Jalan

    Kejagung Tegaskan Tom Lembong Tidak Divonis Bebas, Proses Hukum 9 Terdakwa Lain Tetap Jalan

    Bisnis.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan tetap melanjutkan proses hukum terhadap 9 terdakwa kasus impor gula meski Tom Lembong mendapatkan abolisi.

    Hal itu dilatarbelakangi oleh pemberian abolisi kepada Tom Lembong sehingga dia terbebas dari jeratan pidana 4,5 tahun penjara.

    Direktur Penuntutan Jampidsus Kejagung Sutikno mengatakan pemberian abolisi hanya diberikan kepada Tom Lembong. 

    “Makannya kembali ke situ lagi, perkara ini kan pak Tom Lembong itu kan tidak bebas. dia tidak bebas, dia itu kan mendapatkan abolisi. 

    yaitu seluruh proses hukum dan segala akibatnya ditiadakan. Khusus untuk Pak Tom Lembong, yang lainnya ya berjalan,” kata Sutikno kepada wartawan di Kejagung, 

    Dia menekankan bahwa pemberian abolisi adalah hak prerogatif presiden berdasarkan pertimbangan DPR, sehingga bebasnya Tom Lembong bukan semata-mata kehendak Kejagung. 

    Dia meminta kepada masyarakat untuk cermat memahami kasus ini agar tidak terjadi kesalahpahaman. 

    “Jadi jangan dicari-carikan benang lidahnya, jangan. Jadi abolisi ini kegiatan ketatanegaraan ya, pemerintah menerbitkan abolisi itu hak prerogatif presiden, penanganan perkara itu adalah ada di tempatnya APH,” jelasnya.

    Hal ini juga dipertegas oleh Kapuspenkum Kejagung RI, Anang Supriatna yang menjelaskan bahwa abolisi dari Presiden Prabowo Subianto bersifat personal.

    “Perlu digaris  bawah bahwa pemberian abolisi dari presiden terhadap saudara Tom Lembong ini kan sifatnya personal,” sebut Anang.

    Meski begitu, Anang tidak mempermasalahkan permintaan para terdakwa lainnya.

    Diketahui sebelumnya, Hotman Paris Hutapea selaku pengacara dari para terdakwa meminta agar kliennya dibebaskan dari tuntutan impor gula.