Jampidsus: Direktur Jak TV Dapat Rp 478 Juta Bikin Berita Sudutkan Kejagung
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.COM
– Kejaksaan Agung (
Kejagung
) mengatakan Direktur Pemberitaan Jak TV bernama Tian Bahtiar (TB) mendapat duit Rp 478 juta untuk membuat berita dan konten yang menyudutkan Kejagung.
“Dengan biaya Rp 478.500.000,00 yang dibayarkan tersangka MS dan tersangka JS kepada TB,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam jumpa
pers
di kantor Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.
Inisial MS yang dimaksud Qohar adalah advokat Marcella Santoso. Adapun inisial JS adalah Junaedi Saibih yang merupakan dosen sekaligus advokat.
“Tersangka MS dan tersangka JS mengorder tersangka TB untuk membuat berita-berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan kejaksaan terkait penanganan perkara aquo, baik ketika di penyidikan, penuntutan, maupun di persidangan,” kata Abdul Qohar.
Produk narasi negatif itu keluar dalam bentuk informasi di media sosial, media online dan perusahaan tempat Tian bekerja.
“Tersangka TB mempublikasikannya di media sosial, media online, dan Jak TV news, sehingga Kejaksaan dinilai negatif,” kata Qohar.
Adapun Junaedi Saibih membuat narasi dan opini positif bagi pihaknya dan Marcella Santoso. Mereka menyatakan bahwa metodologi kerugian keuangan negara yang disampaikan pihak Kejagung dalam perkara yang ditangani adalah tidak benar.
“Dan kemudian tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online,” kata Qohar.
Marcella dan Junaedi membiayai demonstrasi-demonstrasi untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara yang ditangani Kejagung. Kemudian, demonstrasi-demonstrasi itu diberitakan oleh Tian.
“Kemudian diliput oleh tersangka TB dan kemudian menyiarkannya melalui Jak TV dan akun-akun official Jak TV, termasuk di media TikTok dan YouTube,” kata Qohar.
Tian juga membuat gelar wicara dan diskusi kampus untuk mendukung narasi yang dibangun Marcella dan Junaedi.
“Tersangka TB memproduksi acara TV show melalui dialog, talk show, dan diskusi panel di bebarapa kampus yang diliput oleh Jak TV,” imbuhnya.
Kejagung menyatakan permufakatan ketiga orang itu dilakukan untuk memunculkan pandangan buruk mengenai Kejagung.
“Tindakan yang dilakuna oleh tersangka MS, tersangka JS, dan tersangka TB dimaksudkan bertujuan membentuk opini publik dengan berita negatif yang menyudutkan kejaksaan maupun Jampidsus dalam penangan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah maupun tindak pidana korupsi tata niaga gula baik di penyidikan maupun di persidagnan yang saat ini sedang berlangsung, sehingga Kejaksaan dinilai negatif oleh masyarakat, dan perkaranya tidak ditindakllanuti ataupun tidak terbukti di persidangan,” tutur Qohar.
Ketiga orang itu menjadi tersangka perintangan proses hukum di kasus impor gula dengan terkait tersangka Tom Lembong,
kasus timah
, dan kasus ekspor minyak sawit mentah atau CPO.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Tom Lembong
-
/data/photo/2025/04/22/68069476a5dfd.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jampidsus: Direktur Jak TV Dapat Rp 478 Juta Bikin Berita Sudutkan Kejagung Nasional 22 April 2025
-

BREAKING NEWS: Kejagung Tetapkan 3 Tersangka Baru dalam Kasus Dugaan Suap Hakim PN Jakpus – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan 3 orang tersangka baru dalam kasus dugaan suap atau gratifikasi dalam vonis lepas perkara korupsi ekspor Crude Palm Oil (CPO) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penetapan tersangka ini dilakukan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung setelah serangkaian pendalaman, mulai penggeledahan hingga memeriksa sejumlah saksi.
“Mendapatkan alat bukti yang cukup menetapkan 3 orang tersangka,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar Affandi, dikutip dari kanal YouTube KOMPAS TV, Selasa (22/4/2025).
Adapun tersangka masing-masing bernama Marcella Santoso (MS) selaku advokat, Junaedi Saibih (JS) selaku advokat, dan Tian Bahtiar (TB) selaku Direktur Pemberitaan JAK TV.
Abdul Qohar menjelaskan, berdasarkan pemeriksaan ditemukan permufakatan jahat yang dilakukan oleh tiga tersangka.
MS, TS, dan TB melakukan upaya merintang, baik langsung maupun tidak dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan impor gula atas tersangka Tom Lembong.
“Baik dalam tahapan penyidikan, penuntutan, maupun pemeriksaan di pengadilan,” tambah Abdul Qohar.
Tersangka MS dan JS membayarkan uang Rp478 juta kepada TB untuk memproduksi konten-konten yang bertujuan menyudutkan Kejagung.
“Tersangka MS dan JS mengorder tersangka TB membuat berita negatif dan konten-konten negatif yang menyudutkan Kejagung terkait penangan perkara.”
“Dan tesangka TB mempublikasinya di media sosial, media online, dan TV. Sehingga Kejaksaan dinilai negatif dan merugikan hak-hak tersangka atau terdakwa yang ditangani tersangka MS dan JS selaku penasehat hukum tersangka atau terdakwa,” beber Abdul Qohar.
Di saat bersamaan, tersangka JS juga membuat narasi-narasi opini opini-opini yang menguntungkan timnya dalam penanganan perkara kliennya.
“Tersangka JS juga membuat metodologi perhitungan kerugian keuangan negara dalam penanganan perkara yang dilakukan kejaksaan adalah tidak benar dan menyesatkan,” imbuh Abdul Qohar.
Fakta lain terungkap, tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di persidangan.
Demo kemudian dipublikasikan oleh tersangka TB dengan narasi-narasi buruk tentang kejaksaan.
“Tersangka MS dan tersangka JS menyelenggarakan juga dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast di beberapa media online dengan membuat narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian di persidangan.”
“Dan diliput oleh tersangka TB dan menyiarkan di JAK TV dan akun-akun official JAK TV, termasuk di media TikTok dan YouTube,” tegas Abdul Qohar.
Abdul Qohar mengungkap, tujuan ketiga tersangka untuk membentuk opini publik yang menyudutkan kejaksaan dalam menangani perkara.
Utamanya dalam kasus tindak pidana korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk dan tindak pidana korupsi dalam kegiatan impor gula atas tersangka Tom Lembong.
“Harapan mereka perkaranya dapat dibebaskan atau minimal mengganggu konsentrasi penyidikan,” ujar Abdul Qohar.
Ketiganya kini disangkakan pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat 1 (1) KUHP.
“JS dilakukan penahanan 20 hari kedepan terhitung hari ini di Rutan Salemba. Begitu juga TB ditahan 20 hari terhitung ini di Rutan Salemba. Sedangkan untuk MS tidak ditahan karena yang bersangkutan sudah ditahan perkara lain,” tandas Abdul Qohar.
(Tribunnews.com/Endra)
-

Tom Lembong Klaim Masyarakat Lebih Suka Gula Lokal karena Lebih Kuning, Ini Kata Eks Pejabat BUMN – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Eks Menteri Perdagangan Tom Lembong mengklaim bahwa masyarakat Indonesia lebih suka gula lokal karena lebih kuning dan butirannya besar.
Adapun hal tersebut diungkapkan Tom Lembong dalam sidang lanjutan kasus dirinya dalam dugaan korupsi impor gula Kementerian Perdagangan periode 2015-2016 di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/4/2025).
“Jadi, apakah benar bahwa yang namanya gula putih atau gula konsumsi Indonesia itu cukup unik, karena lebih kuning dan butirnya lebih besar daripada standar gula pasir di luar?” tanya Tom Lembong kepada saksi Deputi Bidang Usaha Industri Argo dan Farmasi Kementerian BUMN periode 2015-2016, Wahyu Kuncoro di persidangan.
Wahyu menerangkan memang karakteristik gula yang dihasilkan dari pabrik-pabriknya BUMN itu lebih kuning warnanya dibandingkan gula rafinasi.
Ia melanjutkan mengapa gula lokal lebih kuning karena teknologi yang digunakan pabrik gula BUMN, masih menggunakan sulfur untuk memutihkan gula tersebut.
“Sementara kalau di luar pabrik-pabrik yang teknologinya maju itu menggunakan karbonasi,” jawab Wahyu.
Kemudian Tom Lembong mengatakan hal itu menjadi preferensi konsumen Indonesia.
“Dimana konsumen Indonesia sukanya gula pasir yang butirnya emang besar, kasar, dan lebih kuning?” tanya Tom.
Wahyu menerangkan belum ada penjelasan ilmiah terkait hal itu.
“Tapi paling tidak masyarakat itu memahami yang kuning itu lebih manis,” jawab Wahyu.
“Betul, kami juga dengar begitu,” respon Tom Lembog.
“Berarti gula putih, gula kristal putih yang dikonsumsi di Indonesia boleh dibilang cukup unik. Hanya Indonesia yang produksi dan hanya pabrik gula BUMN yang memproduksi,” tanya Tom Lembong.
“Saya tidak mengetahui persisnya. Intinya pabrik gula kami yang di BUMN itu memang outputnya, gulanya itu memang tidak sebagus gula yang diolah di pabrik rafinasi. Satu karena pabriknya tua, kemudian dua teknologinya sudah teknologi tingkatan zaman Belanda, cuman kami ini mengolah tebu rakyat, jadi tadi kristalnya lebih besar, warnanya lebih kuning,” jelas Wahyu.
“Tapi, gula itu selalu laris kan? Selalu terjual habis kan?” tanya Tom Lembong.
“Karena supply and demand memang tidak imbang kan Pak Tom. Jadi karena produksinya di BUMN itu hanya 1,6 juta, butuhnya 3 juta, apapun jenisnya ya diserap,” tegas Wahyu.
Seperti diketahui dalam perkara ini Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.
Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Dalam dakwaannya, Jaksa menyebut, kerugian negara itu diakibatkan adanya aktivitas impor gula yang dilakukan Tom Lembong dengan menerbitkan izin impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan swasta tanpa adanya persetujuan dari Kementerian Perindustrian.
Jaksa menyebut Tom telah memberikan izin impor gula kristal mentah kepada:
Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products (AP),
Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene (MT),
Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ),
Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry (MSI),
Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU),
Wisnu Hendra ningrat melalui PT Andalan Furnindo (AF),
Hendrogiarto A. TiwowMmelalui PT Duta Sugar International (DSI),
Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur (BMM),
Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas (KTM),
Ramakrishna Prasad Venkatesha Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses (DUS).“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016,” kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan.
Tom kata Jaksa juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Padahal menurut Jaksa, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
“Padahal mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP), karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi,” kata Jaksa.
Selain itu, Tom Lembong juga didakwa melakukan izin impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP milik Tony Wijaya di tengah produksi gula kristal putih dalam negeri mencukupi.
Tak hanya itu, dijelaskan Jaksa, bahwa pemasukan atau realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) tersebut juga dilakukan pada musim giling.
Dalam kasus ini, kata jaksa Tom juga melibatkan perusahaan swasta untuk melakukan pengadaan gula kristal putih yang dimana seharusnya hal itu melibatkan perusahaan BUMN.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah,” jelasnya.
Dalam dakwaannya, Tom juga dianggap telah memperkaya diri sendiri dan 10 pihak swasta yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Akibat perbuatannya, Tom Lembong menurut Jaksa telah kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 atau Rp 578 Miliar.
Angka tersebut ditemukan berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Tom Lembong diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (*)
-
/data/photo/2025/04/21/68063dd77c568.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Tom Lembong: Menteri Pertanian Sebut Industri Gula Nasional Lebih Untung jika Impor GKM Nasional 21 April 2025
Tom Lembong: Menteri Pertanian Sebut Industri Gula Nasional Lebih Untung jika Impor GKM
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau
Tom Lembong
menyebut, Menteri Pertanian pada 2015 pernah menyatakan bahwa
impor gula
kristal mentah (GKM) lebih menguntungkan
industri gula
nasional.
Informasi itu ia sampaikan saat mendapat giliran untuk bertanya kepada saksi dalam persidangan dugaan
korupsi
importasi gula pada 2015-2016.
Mulanya, Tom bertanya kepada aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Investasi, Roro Reni Fitriani, yang dihadirkan sebagai saksi.
Tom mengonfirmasi, apakah untuk memberikan insentif kepada investor dan merangsang penanaman modal, Kementerian Investasi memberikan fasilitas bebas bea masuk (impor) bahan baku dan mesin.
“Berarti BKPM menganggap bahwa investasi untuk mengolah bahan baku menjadi barang jadi memberikan nilai tambah bagi ekonominya? Betul? Baik,” ujar Tom, di ruang sidang, Senin (21/4/2025).
Reni pun membenarkan pertanyaan Tom Lembong.
Mantan menteri era Presiden Joko Widodo itu kemudian menyebut, dalam risalah Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Menteri Pertanian menyebut
industri gula nasional
lebih untung jika terdapat impor GKM.
Sebab, impor tersebut akan memberikan nilai tambah kepada industri gula nasional.
“Jadi betul ya BKPM (Kementerian Investasi) setuju dengan pernyataan itu?” tanya Tom.
“Ya, setuju Pak,” jawab Reni.
Ditemui usai sidang, Tom mengatakan, pernyataan Menteri Pertanian itu tercatat dalam risalah rapat tertanggal 28 Desember 2015.
Ia juga menyebut, kegiatan impor GKM menjadi pekerjaan di industri pengolahan gula.
GKM kemudian diolah menjadi gula kristal putih (GKP) atau gula pasir yang dikonsumsi masyarakat.
“Biar industri kita bekerja biar ada pekerjaan, dapat penegasan, dan dapat pekerjaan untuk mengolah serta memberikan nilai tambah pada produk tersebut,” tutur Tom.
Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi
jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri, untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4985352/original/012493200_1730273918-Screenshot__6060_.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
3 Fakta Terkait Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Kasus Dugaan Suap – Page 3
Ketua PN Jakarta Pusat pun menunjuk Alfis Setiawan sebagai hakim anggota pengganti Ali, mendampingi Purwanto Abdullah.
Pergantian hakim ini tidak menghentikan jalannya persidangan. Usai penetapan penggantian hakim, sidang kasus Tom Lembong pun dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.
Dakwaan tersebut didasari penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor itu diduga diberikan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengimpor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Namun, Tom Lembong diketahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka adalah perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga dituduh tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pergantian hakim dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan integritas proses hukum. Pengamat hukum menilai bahwa kasus ini harus terus dipantau dan dikawal untuk memastikan keadilan dan transparansi.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5152167/original/027303300_1741239075-IMG_8589.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Hakim Kasus Tom Lembong Diganti Usai Terjerat Dugaan Suap – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Hakim anggota Ali Muhtarom yang memimpin persidangan kasus impor gula yang menyeret mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) diganti.
Pergantian Ali Muhtarom setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dugaan suap dan/atau gratifikasi terkait dengan putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit mentah di Jakarta, Senin (14/4) dini hari.
Penggantian hakim itu diumumkan langsung oleh Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
“Karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, untuk mengadili perkara ini perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan,” ujar Dennie seperti dikutip dari Antara.
Ketua PN Jakarta Pusat pun menunjuk Alfis Setiawan sebagai hakim anggota pengganti Ali, mendampingi Purwanto Abdullah.
Pergantian hakim ini tidak menghentikan jalannya persidangan. Usai penetapan penggantian hakim, sidang kasus Tom Lembong pun dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi.
Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp578,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015-2016.
Dakwaan tersebut didasari penerbitan surat pengakuan impor atau persetujuan impor gula kristal mentah periode 2015-2016 kepada 10 perusahaan tanpa didasarkan rapat koordinasi antarkementerian serta tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.
Surat pengakuan impor itu diduga diberikan agar perusahaan-perusahaan tersebut dapat mengimpor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih. Namun, Tom Lembong diketahui bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak berhak mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih karena mereka adalah perusahaan gula rafinasi.
Tom Lembong juga dituduh tidak menunjuk perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, tetapi menunjuk Induk Koperasi Kartika (Inkopkar), Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Inkoppol), Pusat Koperasi Kepolisian Republik Indonesia (Puskopol), serta Satuan Koperasi Kesejahteraan Pegawai (SKKP) TNI/Polri.
Atas perbuatannya, Tom Lembong terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pergantian hakim dalam kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang independensi dan integritas proses hukum. Pengamat hukum menilai bahwa kasus ini harus terus dipantau dan dikawal untuk memastikan keadilan dan transparansi.
-

Respons Tom Lembong Usai Hakim Sidangnya jadi Tersangka Suap Kasus CPO
Bisnis.com, JAKARTA — Ketua majelis hakim sidang kasus dugaan importasi gula, Dennie Arsan Fatrika telah mengganti anggotanya, yakni Ali Muhtarom.
Hal tersebut disampaikan Dennie sebelum menggelar sidang lanjutan yang menyeret Tom Lembong tersebut di PN Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025).
“Sebelum sidang dilanjutkan, ada yg perlu kami sampaikan mengenai penetapan susunan majelis hakim yang baru,” ujar Dennie.
Menanggapi hal itu, Tom Lembong menyampaikan bahwa dirinya tidak terlalu ambil pusing terkait dengan status hakim yang menyidangkan perkaranya jadi tersangka.
“Ya itu patut disesalkan. Dari awal saya sempat bilang, kita serahkan ke Yang Maha Kuasa. Tetap percaya sama Yang Maha Adil, Maha Mengetahui. Senantiasa bersikap positif, kondusif,” kata Tom Lembong di PN Tipikor.
Di sisi lain, Dennie menjelaskan penggantian susunan hakim itu lantaran Ali telah terjerat kasus dugaan suap kepengurusan perkara minyak goreng atau CPO yang menyeret beberapa korporasi.
Di samping itu, penggantian hakim ini berdasarkan ketentuan Pasal 26 UU No.46/2009 tentang Pengadilan Tipikor dan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
“Menimbang bahwa oleh karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom, S.H., M.H., sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, maka untuk mengadili perkara tersebut perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan,” ujar Dennie.
Dengan demikian, Ali resmi digantikan oleh hakim Alfis Setyawan untuk menangani perkara rasuah importasi gula periode 2015-2016.
-

Profil dan Harta Hakim Ali Muhtarom Tersangka Kasus Suap, Sidang Tom Lembong Kena Dampaknya
TRIBUNJAKARTA.COM – Simak profil dan harta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ali Muhtarom yang menjadi tersangka suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO).
Kini, Ali Muhtarom ditahan bersama hakim lainnya di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan.
Kejaksaan Agung telah menyita uang 360.000 dollar AS atau setara dengan Rp 5,9 miliar dari Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Ali Muhtarom, tersangka suap vonis lepas kasus ekspor crude palm oil (CPO).
“Uang tersebut disita dari rumah AM,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Lobi Kartika, Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (14/4/2025).
Status Ali Muhtarom yang menjadi tersangka berdampak pada sidang yang dijalani Mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
Ali Muhtarom, satu dari tiga hakim yang memeriksa dan mengadili kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa Tom Lembong.
Adapun dalam kasus Tom Lembong, hakim Ali Muhtarom bertugas sebagai hakim anggota.
Susunan majelis hakim pada perkara Tom, yakni ketua majelis hakim hakim Dennie Arsan Fatrika dengan anggota Ali Muhtarom dan Purwanto S Abdullah.
Namun, imbas kasus yang menjeratnya, posisi hakim anggota Ali Muhtarom kini digantikan oleh hakim Alfis Setyawan.
“Menimbang bahwa oleh karena hakim anggota atas nama Ali Muhtarom SH MH sedang berhalangan tetap dan tidak dapat bersidang lagi, maka untuk mengadili perkara tersebut perlu ditunjuk hakim anggota untuk menggantikan yang susunannya akan ditetapkan di bawah ini,” kata ketua majelis hakim Dennie Arsan Fatrika, sesaat setelah membuka sidang lanjutan kasus Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (14/4/2024).
Sidang perkara Tom Lembong kembali dilanjutkan, pada Senin ini.
Jaksa menghadirkan sejumlah saksi untuk diperiksa dalam persidangan tersebut.
Profil Ali Muhtarom
Ali Muhtarom lahir di Jepara, 25 Agustus 1972.
Dilansir dari situs resmi PN Jakarta Pusat, Ali Muhtarom merupakan Hakim Ad Hoc Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Harta Ali Muhtarom
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang terakhir kali dilaporkan, Ali Muhtarom memiliki total kekayaan Rp 1.303.550.000 yang terdiri dari:
1. Tanah dan bangunan Rp. 1.250.000.000
Tanah dan bangunan seluas 281 m2/250 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 500.000.000
Tanah seluas 3025 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 225.000.000
Tanah dan bangunan seluas 195 m2/195 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 150.000.000
Tanah seluas 407 m2 di Kab/Kota Jepara, warisan Rp 100.000.000
Tanah seluas 185 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp. 100.000.000
Tanah seluas 1705 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 75.000.000
Tanah seluas 3381 m2 di Kab/Kota Jepara, hasil sendiri Rp 100.000.0002. Alat transportasi dan mesin Rp 158.000.000
Motor, Honda D1B02N12L2 a/t tahun 2017, hasil sendiri Rp 9.000.000
Mobil, Honda CRV minibus tahun 2014, hasil sendiri Rp 135.000.000 Motor,
Honda Vario motor tahun 2016, hasil sendiri Rp 14.000.000Selain itu, Ali juga memiliki harta bergerak lain senilai Rp 38.500.000 dan kas sebesar Rp 7.050.000. Ali juga memiliki utang sebesar Rp 150.000.000. (Bangkapos/Tribunnews.com/Kompas.com)
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5152551/original/029068700_1741254073-20250306-Sidang_Thom-ANG_7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)