Tag: Tom Lembong

  • 5
                    
                        Sidang Tom Lembong Ungkap Impor untuk Koperasi TNI-Polri, Ada Nama Moeldoko dan Tomy Winata
                        Nasional

    5 Sidang Tom Lembong Ungkap Impor untuk Koperasi TNI-Polri, Ada Nama Moeldoko dan Tomy Winata Nasional

    Sidang Tom Lembong Ungkap Impor untuk Koperasi TNI-Polri, Ada Nama Moeldoko dan Tomy Winata
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang dugaan kasus korupsi importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    mengungkap izin impor yang diterbitkan untuk koperasi TNI-Polri.
    Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan (Kabag Kumpam) Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad) Letkol CHK Sipayung mengungkapkan, pihaknya mendapat perintah dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk mengajukan permohonan impor pada 2015.
    Koperasi TNI Angkatan Darat itu kemudian mendapatkan kuota izin impor 100.000 ton gula kristal mentah (GKM).
    Menurut Sipayung, keterlibatan Inkopad (saat itu Induk Koperasi Kartika) berdasar pada
    memorandum of understanding
    (MoU) antara KSAD Jenderal TNI
    Moeldoko
    dengan Mendag Gita Wirjawan pada 2013.
    “MoU-nya di 2013 itu antara Pak Gita Wirjawan dengan Pak Moeldoko,” tutur Sipayung, saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2025).
    Pada persidangan itu, jaksa meminta Sipayung menjelaskan sumber gula yang kemudian dijual Inkopad ke pasar-pasar untuk mengendalikan harga.
    Menurut Sipayung, Inkopad sebenarnya tidak memenuhi syarat untuk melakukan
    impor gula
    seperti memiliki pabrik pengolahan.
    Namun, koperasi itu bekerja dengan PT Angels Products, perusahaan milik pengusaha Tomy Winata.
    Selain tidak memiliki pabrik, Inkopad juga tidak memiliki cukup dana untuk membeli gula dari luar negeri dan mendistribusikan ke masyarakat.
    Biaya impor gula bersumber dari PT Angels Product. Sementara, untuk mendistribusikan gula pasir Inkopad, menjalin kontrak dengan distributor swasta.
    “Nanti (distributor) bayarnya ke Angels, setelah itu ambil gulanya di pabrik Angels, kemudian baru kita distribusikan,” kata Sipayung.
    Pada penghujung sidang, saat mendapat giliran dicecar Tom Lembong, Sipayung mengakui PT Angels Products milik Tomy Winata.
    Pengusaha itu memang memiliki hubungan bisnis dengan TNI Angkatan Darat.
    “Kalau Angels itu yang saya tangkap punya Tomy Winata Pak. Nah, kita punya hubungan dengan Tomy Winata masalah Hotel Kartika Discovery itu punya Inkopkar, yang ngelola itu anak perusahaannya Tomy Winata, PTK Pak,” ujar Sipayung.
     
    Mendengar penjelasan Sipayung, hakim anggota Alfis Setiawan merasa heran karena Inkopad sebenarnya tidak dalam kapasitas mampu mengimpor gula dan melakukan operasi pasar.
    Alfis mempertanyakan Inkopad yang mendistribusikan gula melalui distributor swasta. Padahal, mereka memiliki banyak cabang.
    “Kenapa enggak koperasi saja yang melakukannya? Tadi Bapak sampaikan koperasi ini punya cabang di seluruh Indonesia?” tanya Alfis.
    “Punya, kita punya 1.000 lebih prim, punya 22 pos,” ujar Sipayung.
    Merasa pertanyaannya belum terjawab, Hakim ad hoc itu pun mengulik alasan mengapa Inkopad mengambil gula dari PT Angels Products dan mengirimnya melalui cabang sendiri.
    Menurut Sipayung, Inkopad tidak mampu mendistribusikan sendiri komoditas gula tersebut.
    Alfis juga mempersoalkan Inkopad yang secara keuangan anggaran tidak cukup mampu untuk melakukan operasi pasar dan mendistribusikannya ke pasar.
    “Bapak tadi jawab anggaran enggak ada, dana kami kurang koperasi. Kan begitu jawabannya. Kalau tahu dana kurang, anggaran minim, ngapain dahulu mengajukan permohonan kepada Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan penugasan?” cecar Hakim.
    Sementara itu, Sipayung mengaku hanya menjalankan perintah KSAD. Sebagai prajurit, pihaknya akan melaksanakan apapun perintah atasan.
    Menurut Sipayung, dari kegiatan operasi pasar itu membuat Inkopad meraup keuntungan Rp 7,5 miliar.
    Inkopad menjual gula dari PT Angels ke distributor atau pedagang seharga Rp 9.500.
    “Nah, dia jual maksimal, lupa saya kalau enggak salah antara Rp 11.500,” ujar Sipayung.
    Uang dibayarkan para distributor ke pihak PT Angels Products. Dari transaksi ini, Inkopad menerima keuntungan Rp 75 per kilogram.
    “Tadi Bapak sampaikan bahwa koperasi ini dapat untung Rp 75 per kilogram. Dikalikan 100.000 ton berapa?” tanya hakim anggota Alfis Setiawan.
    “Rp 7,5 M,” jawab Sipayung.
    “Rp 7,5 M keuntungan yang diperoleh?” timpal Alfis memastikan.
    “Iya,” ujar Sipayung
     
    Sementara Inkopad mendapatkan 100.000 ton kuota impor pada 2015, Induk Koperasi Polri (Inkoppol) mendapatkan kuota impor 200.000 ton gula kristal mentah pada 2016.
    Mantan Kepala Divisi Perdagangan Inkoppol, Irjen Pol (Purn) Mudji Waluyo mengatakan, pada April 2016, pihaknya mengajukan permohonan kuota impor 300.000 ton dan meminta izin untuk melakukan operasi pasar.
    Selain itu, Inkoppol juga meminta Tom Lembong menerbitkan izin impor 300.000 ton raw sugar kepada produsen gula nasional yang menjadi mitra koperasi Korps Bhayangkara tersebut.
    “Mohon dapat kiranya Bapak Menteri memberikan tugas pada Inkoppol memberikan izin serta penugasan untuk melakukan operasi pasar melalui pendistribusian gula sebanyak 300.000 ton sampai dengan akhir bulan Desember 2016,” ujar Waluyo, membacakan surat permohonan ke Tom Lembong.
    Tom Lembong kemudian merespons permohonan tersebut dengan menerbitkan Surat Nomor 634 tertanggal 3 Mei 2916.
    Pada surat itu, Tom Lembong mengabulkan sebagian permohonan Inkoppol.
    “Pada prinsipnya kami juga dapat menyetujui permohonan saudara, untuk pengadaan gula mentah guna kebutuhan pendistribusian gula tersebut di atas sebesar 200.000 ton,” ujar Waluyo, membaca surat tersebut.
    Menurut dia, surat itu ditembuskan ke Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Menteri Perindustrian, Kapolri, Kepala Staf Kepresidenan, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
    Pada persidangan itu, Waluyo mengakui, salah satu alasan Inkoppol mengikuti operasi pasar adalah karena persoalan harga gula berkaitan dengan keamanan dan ketertiban.
    Mulanya, pengacara Tom Lembong mengonfirmasi keterangan Waluyo kepada penyidik terkait keberadaan preman yang menjadi beking para pedagang.
    “Coba saudara saksi jelaskan, dalam BAP nomor 10 saksi menerangkan bahwa pertimbangan Inkoppol mengajukan operasi pasar dikarenakan di lapangan terdapat penolakan keras operasi pasar penjual gula yang mendapat beking preman. Mohon saksi jelaskan,” kata pengacara, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
     
    Waluyo kemudian menceritakan pengalamannya saat melakukan operasi pasar di Cipinang. Saat itu, Inkoppol membawa dua truk bertuliskan “operasi pasar gula”.
    Namun, kehadiran Inkoppol yang hendak menurunkan harga gula ditolak para pedagang di pasar.
    “Ditolak oleh kelompok kartel di situ. Akhirnya kita panggil Kapolsek, kita dudukkan bersama, ini perintah negara. Baru kita bisa masuk. Itu salah satu bukti,” ujar Waluyo.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Sidang Tom Lembong Ungkap Impor untuk Koperasi TNI-Polri, Ada Nama Moeldoko dan Tomy Winata
                        Nasional

    8 Saksi Sebut Laba Operasi Gula Tom Lembong Dipakai untuk Kesejahteraan Prajurit TNI-Polri Nasional

    Saksi Sebut Laba Operasi Gula Tom Lembong Dipakai untuk Kesejahteraan Prajurit TNI-Polri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Eks Kepala Bidang Hukum dan Pengamanan (Kumpam) Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad), Letkol CHK Sipayung mengatakan, keuntungan
    operasi pasar gula
    digunakan untuk mensejahterakan anggota
    TNI
    .
    Saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula yang menjerat eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    , Sipayung sempat ditanya pengacara Lembong, Ari Yusuf Amir, apakah operasi pasar itu berhasil atau tidak.
    “Berhasil Pak,” jawab Sipayung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
    Ari kemudian ditanya tujuan pembentukan Inkopad yang pada saat itu masih bernama Induk Koperasi Kartika (Inkopkar).
    “Apakah keuntungan yang didapatkan juga digunakan dalam mensejahterakan prajurit, Pak?” tanya Ari.
    “Digunakan, Pak,” jawab Sipayung lagi.
    Setelah itu, Ari beralih menanyakan hal yang sama kepada mantan Kepala Divisi Perdagangan Induk Koperasi
    Polri
    (Inkoppol) Irjen Pol (Purn) Muji Waluyo.
    Pensiunan jenderal polisi bintang tiga itupun menyebut, operasi Inkoppol pada 2016 yang mendapat tugas dari Tom Lembong berhasil.
    “hasil yang diuntungkan, didapatkan pihak Bapak, apakah digunakan untuk kesejahteraan anggota Polri Pak?” tanya Ari.
    “Digunakan, terbukti dengan meningkatnya SHU (sisa hasil usaha),” jawab Waluyo.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Alasan Inkoppol Ikut Operasi Gula Tom Lembong: Pasar Dikuasai Preman

    Alasan Inkoppol Ikut Operasi Gula Tom Lembong: Pasar Dikuasai Preman

    Alasan Inkoppol Ikut Operasi Gula Tom Lembong: Pasar Dikuasai Preman
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Induk Koperasi Polri (
    Inkoppol
    ) disebut terlibat dalam
    operasi pasar
    pengendalian harga gula pada 2016 karena terdapat pedagang-pedagang dengan beking
    preman
    .
    Informasi ini terungkap ketika kuasa hukum Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong mencecar Irjen Pol (Purn) Muji Waluyo.
    Ia merupakan mantan Kepala Divisi Perdagangan Inkoppol yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Tom Lembong.
    “Coba saudara saksi jelaskan, dalam BAP nomor 10 saksi menerangkan bahwa pertimbangan Inkoppol mengajukan operasi pasar dikarenakan di lapangan terdapat penolakan keras operasi pasar penjual gula yang mendapat beking preman. Mohon saksi jelaskan,” kata pengacara di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
    Waluyo mengatakan, harga gula yang melambung tinggi pada 2016 meresahkan masyarakat. Fenomena itu dinilai menjadi salah satu indikator terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
    Ia lantas menceritakan pengalamannya sendiri ketika melakukan operasi pasar di Cipinang. Saat itu, ia dan petugas Inkoppol membawa dua truk berisi tulisan “operasi pasar gula”.
    “Ditolak oleh kelompok
    kartel
    di situ. Akhirnya kita panggil Kapolsek, kita dudukkan bersama, ini perintah negara. Baru kita bisa masuk. Itu salah satu bukti,” ujar Waluyo.
    Selain di Cipinang, hal serupa juga terjadi ketika Inkoppol melakukan operasi pasar di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.
    Saat itu, pihaknya memanggil Kapolrestabes setempat untuk mengawal operasi pasar.
    “Karena Inkoppol memiliki jaringan kesamaan dari Mabes, Polda, dan Polres itulah salah satu indikator bahwa pimpinan memerintahkan Inkoppol, bukan Polri-nya untuk bekerja karena ini di bidang usaha pastinya koperasi,” tutur Waluyo.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk Perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 5
                    
                        Sidang Tom Lembong Ungkap Impor untuk Koperasi TNI-Polri, Ada Nama Moeldoko dan Tomy Winata
                        Nasional

    Koperasi TNI Ikut Kendalikan Gula: Barang dari Pabrik Tommy Winata, Distributornya Swasta

    Koperasi TNI Ikut Kendalikan Gula: Barang dari Pabrik Tommy Winata, Distributornya Swasta
    Tim Redaksi
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Induk Koperasi TNI Angkatan Darat (
    Inkopad
    ) ikut serta dalam mengendalikan
    harga gula
    pasir pada masa Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, meski tidak memiliki pabrik.
    Keterlibatan Inkopad yang saat itu bernama Induk Koperasi Kartika (Inkopar) ini terungkap saat jaksa memeriksa Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan (Kabag Kumpam), Letkol CHK Sipayung.
    Kepada majelis hakim, prajurit TNI itu mengungkapkan bahwa pada saat itu pihaknya mendapat tugas dari Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) untuk membantu pengendalian harga gula.
    “Dalam pelaksanaannya Pak, apakah penugasan ini dilakukan sendiri oleh Inkopar atau bekerja sama dengan perusahaan lain?” tanya jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
    “Dengan PT Angels,” jawab Sipayung.
    Perusahaan yang dimaksud adalah PT Angels Products yang, menurut Sipayung, dimiliki pengusaha ternama Tomy Winata.
    Jaksa lantas meminta Sipayung menjelaskan bagaimana Inkopad mendapatkan stok gula.
    Menurut Sipayung, Inkopad (saat itu Inkopar) mengajukan permohonan kuota impor gula ke Kementerian Perdagangan (Kemendag).
    “Karena gulanya enggak ada untuk menurunkan harga itu. Jadi, kita mengajukan permohonan untuk impor gula,” ujar Sipayung.
    Salah satu syarat untuk mendapatkan kuota impor adalah badan hukum terkait harus memiliki pabrik.
    Sementara, Inkopad tidak memiliki pabrik pengolahan gula.
    Inkopad kemudian menjalin kerja sama dengan PT Angels Products.
    Biaya impor gula kristal mentah (GKM) yang diimpor berasal dari PT Angels Products.
    Kemudian, perusahaan itu mengolah GKM tersebut menjadi gula kristal putih (GKP).
    Hasilnya kemudian didistribusikan melalui sejumlah perusahaan swasta yang sudah meneken kontrak dengan Inkopad.
    “Nanti (distributor) bayarnya ke Angels, setelah itu ambil gulanya di pabrik Angels, kemudian baru kita distribusikan,” kata Sipayung.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi
    jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong yang menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Hakim Sidang Tom Lembong Sentil Prajurit TNI: Kalau Dana Kurang, Ngapain Ajukan Permohonan ke Kemendag?
                        Nasional

    7 Hakim Sidang Tom Lembong Sentil Prajurit TNI: Kalau Dana Kurang, Ngapain Ajukan Permohonan ke Kemendag? Nasional

    Hakim Sidang Tom Lembong Sentil Prajurit TNI: Kalau Dana Kurang, Ngapain Ajukan Permohonan ke Kemendag?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat Alfis Setiawan menyebutkan, Induk Koperasi Angkatan Darat (
    Inkopad
    ) seharusnya tidak mengajukan permohonan ke Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk melakukan operasi pasar pengendalian gula jika memang tidak ada dana.
    Pernyataan ini disampaikan Alfis saat mencecar Kepala Bagian Hukum dan Pengamanan (Kabag Kumpam), Letkol CHK Sipayung, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (6/5/2025).
    Ia dihadirkan sebagai saksi dugaan
    korupsi
    importasi gula yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Alfis mempertanyakan mengapa Inkopad menjalin kerja sama dengan 10 distributor swasta, padahal Inkopad memiliki cabang di seluruh Indonesia.
    “Kenapa harus dikerjasamakan dengan distributor?” tanya Alfis.
    “Ya supaya bisa dijual langsung, Pak,” jawab Sipayung.
    “Kenapa enggak koperasi saja yang melakukannya? Tadi Bapak sampaikan koperasi ini punya cabang di seluruh Indonesia?” tanya Alfis lagi.
    “Punya, kita punya 1.000 lebih prim, punya 22 pos,” ujar Sipayung.
    Alfis merasa pertanyaannya belum terjawab.
    Sebab, meski cabang Inkopad begitu banyak dan ada di Batalion atau Kodim, distribusi gula dikerjasamakan dengan distributor.
    Hakim
    ad hoc
    itu mempertanyakan mengapa Inkopad yang mengambil gula kristal putih (GKP) dari PT Angles Product mengirimkannya ke cabang koperasi di seluruh Indonesia dan melakukan operasi pasar.
    “Kenapa enggak demikian yang dilakukan?” tanya Alfis.
    “Izin, Pak, mungkin menurut saya (Inkopad) enggak mampu, koperasi itu enggak mampu beli gula sekian banyak,” ujar Sipayung.
    “Ya kalau enggak mampu, enggak usah ditunjuk Pak koperasi itu oleh Kementerian Perdagangan,” kata Alfis.
    Menurut Alfis, Inkopad bisa mengendalikan harga gula karena sebelumnya mengajukan permohonan untuk melakukan operasi pasar.
    Setelah itu, mereka mendapat tugas dari Kementerian Perdagangan.
    Persoalannya, menurut Alfis, anggaran koperasi tersebut tidak cukup untuk melakukan operasi pasar sehingga dalam proses distribusinya mengalami kendala.
    “Bapak tadi jawab anggaran enggak ada, dana kami kurang koperasi. Kan begitu jawabannya. Kalau tahu dana kurang, anggaran minim, ngapain dahulu mengajukan permohonan kepada Kementerian Perdagangan untuk mendapatkan penugasan?” cecar Hakim.
    Mendengar hal ini, Sipayung mengatakan, pihaknya mengetahui bahwa Inkopad melakukan operasi pasar atas perintah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
    “Kita kerja sama itu atas perintah, melakukan kerja sama. Tentara itu kalau KSAD memerintah A, pasti dikerjakan,” tutur Sipayung.
    Namun, Hakim Alfis tetap berpandangan bahwa idealnya Inkopad, jika secara anggaran tidak sanggup melakukan operasi pasar, tidak mengajukan permohonan ke Kementerian Perdagangan.
    Dalam perkara ini, Tom didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi
    jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain ataupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
    Jaksa dalam surat dakwaannya mempersoalkan tindakan Tom Lembong yang menunjuk sejumlah koperasi TNI-Polri untuk mengendalikan harga gula, bukan perusahaan BUMN.
    “Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak menunjuk perusahaan BUMN untuk pengendalian ketersediaan dan stabilisasi harga gula, melainkan Inkopkar, Inkoppol, Puskopol, SKKP TNI-Polri,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 8 Ring di Jantung, Minum Obat Pengencer Darah

    8 Ring di Jantung, Minum Obat Pengencer Darah

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Direktur JakTV Tian Bahtiar memiliki riwayat penyakit jantung jadi tahanan kota dari Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung (Kejagung) sejak Kamis, 24 April 2025.

    Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar, tersangka kasus dugaan perintangan penanganan perkara itu dibebankan wajib lapor usai jadi tahanan kota.

    “Yang bersangkutan dikenakan untuk wajib lapor setiap hari Senin, satu kali dalam satu pekan,” ucap Kapuspenkum Harli Siregar di Gedung Kejagung Jakarta pada Senin, 28 April 2025.

    Riwayat Penyakit Direktur JakTV Nonaktif

    Dokter melakukan observasi, hasilnya diketahui Tian Bahtiar harus mengonsumsi obat pengencer darah.

    “Yang bersangkutan ada riwayat sakit jantung dan sudah 8 ring dipasang. Selain itu, ada kolesterol dan masalah pada pernapasan,” lanjut Kapuspenkum.

    Menurutnya, istri tersangka menjadi jaminan atas pengalihan penahanan yang bersangkutan.

    “Kalau tidak salah, sampai mengeluarkan darah di mulut dan mata,” lanjut Harli Siregar.

    Harli mengungkapkan, Tian juga dipasangi alat khusus sehingga pergerakannya selalu terpantau.

    “Mudah-mudahan kami harapkan yang bersangkutan ke depan akan ada pemulihan dan supaya lebih sehat dalam menghadapi perkara ini,” lanjutnya.

    Update Kasus

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan 2 tersangka lain yakni Marcella Santoso (MS) selaku advokat dan Junaedi Saibih (JS) selaku dosen serta advokat.

    Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar, para tersangka melakukan pemufakatan jahat.

    Mereka mencegah, merintangi atau menggagalkan penanganan perkara secara langsung atau tak langsung.

    Perintangan dilakukan pada rangkaian penanganan perkara tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022.

    Tindak pidana korupsi dalam kegiatan importasi gula atas nama tersangka Tom Lembong serta perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO).

    Menurutnya kasus terungkap berawal dari pengembangan kasus dugaan suap dalam putusan lepas perkara pemberian fasilitas ekspor CPO di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Tersangka Marcella Santoso dan Junaedi Saibih memerintahkan tersangka Tian Bahtiar membuat berita-berita negatif yang menyudutkan penyidik Jampidsus Kejagung dengan imbalan Rp478.500.000,00.

    “Tersangka TB kemudian memublikasikannya di media sosial, media online, dan JAKTV News sehingga kejaksaan dinilai negatif,” ujar Qohar.

    Selain berita, tersangka Marcella dan Junaedi juga membiayai demonstrasi, kegiatan seminar, podcast dan talkshow yang menyudutkan kejaksaan. Berita demonstrasi dipublikasikan Tian dalam bentuk pemberitaan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Sekarang Tahu Saat Itu Tak Tahu?

    Sekarang Tahu Saat Itu Tak Tahu?

    PIKIRAN RAKYAT – Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mencecar eks Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), Dayu Padmara Rengganis, dalam sidang kasus dugaan korupsi impor gula di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin, 28 April 2025.

    Dalam siding lanjutan kemarin, Dayu dihadirkan sebagai saksi. Kepada Dayu, Tom mempertanyakan pengetahuannya terkait keberadaan gula kristal putih (GKP) di pasar internasional.

    Adapun GKP merupakan jenis gula yang umum dikonsumsi masyarakat Indonesia dan diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117.

    “Ibu Dayu tidak tahu bahwa GKP itu tidak lazim diperdagangkan di luar negeri? Tidak ada di luar negeri?” tanya Tom Lembong dengan nada tinggi.

    Dayu mengakui bahwa pada saat itu dirinya belum memahami industri gula secara mendalam.

    “Saya waktu itu belum sepaham itu, Pak, mengenai industri gula,” ujarnya menjawab.

    Tom Lembong lalu menanggapi dengan respons tajam, mempertanyakan bagaimana Dayu bisa mengetahuinya saat ini sedangkan dulu tidak, padahal saat itu ia tengah menjabat sebagai pimpinan PPI.

    “Oh, sekarang tahu, pada saat itu tidak tahu?” cecarnya lagi.

    Dayu kembali menjawab, “Belum, belum. Kompetensi saya belum sampai ke sana pada saat itu.”

    Tom lantas menjelaskan bahwa di pasar internasional, hanya dikenal dua jenis gula, yakni, gula mentah dan gula rafinasi.

    Sementara itu, GKP yang digunakan di Indonesia, atau disebut juga plantation white sugar, tidak diproduksi secara umum di luar negeri karena memiliki standar ICUMSA 75–200 yang tidak lazim.

    “Sehingga kalau kita mau beli harus special order. Harus dibikin khusus untuk Indonesia yang akan makan waktu lama dan biaya lebih tinggi. Ibu tidak tahu?” tanya Tom lagi.

    “Tidak tahu,” jawab Dayu.

    Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jaksa menilai kebijakan impor gula yang dia buat telah merugikan negara sebesar Rp578 miliar, serta memperkaya pihak lain.

    Jaksa juga mempersoalkan langkah Tom yang menunjuk koperasi milik TNI dan Polri sebagai pengendali harga gula, alih-alih melibatkan perusahaan BUMN, serta membuat kebijakan impor tanpa koordinasi antarkementerian. ***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Staf Khusus Tom Lembong Buat Rapat Terbatas Bahas Impor Gula, Alat Komunikasi Dilarang Dibawa – Halaman all

    Staf Khusus Tom Lembong Buat Rapat Terbatas Bahas Impor Gula, Alat Komunikasi Dilarang Dibawa – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Saksi Dayu Patmara Rengganis, selaku Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) 2015–2016, mengungkapkan bahwa staf khusus Menteri Perdagangan Tom Lembong, Gunariyo, membuat rapat terbatas untuk membahas impor gula.

    Dalam rapat terbatas tersebut, kata Dayu, semua alat komunikasi dilarang dibawa masuk.

    Hal itu disampaikan Dayu saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi impor gula Kementerian Perdagangan periode 2015–2016 dengan terdakwa eks Menteri Perdagangan Thomas Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (28/4/2025).

    “Pada saat kami tidak mendapatkan stok gula dari perusahaan BUMN, kami mengirimkan surat permintaan pada tanggal 19 November,” ujar Dayu di persidangan.

    Dayu menjelaskan, PT PPI meminta izin impor Gula Kristal Putih (GKP) sebanyak 400.000 ton.

    “Kemudian turun penugasan dari Kementerian Perdagangan menunjuk PT PPI untuk melakukan importasi gula?” tanya Ketua Majelis Hakim, Arsan.

    Dayu menerangkan, pihaknya hanya mendapatkan penugasan untuk mengimpor 200.000 ton gula.

    Selanjutnya, Charles Sitorus, Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI, dikatakan Dayu mendatangi kantornya.

    “Pak Charles mendatangi saya, menyampaikan bahwa dirinya diundang Pak Gunariyo untuk menghadiri rapat,” kata Dayu.

    Dalam persidangan, terungkap bahwa Gunariyo merupakan staf khusus Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

    “Pada saat saya dan Pak Charles memasuki ruangan rapat tersebut, Pak Gunariyo langsung meminta kami untuk meletakkan alat komunikasi seperti HP di bangku belakang,” imbuh Dayu.

    Menurut Dayu, permintaan tersebut dilakukan karena rapat bersifat terbatas.

    “Pada saat kami masuk, sudah banyak orang di ruangan itu, tetapi saya tidak mengenal satu pun selain Pak Gunariyo dan Pak Charles Sitorus,” jelasnya.

    Dayu juga menegaskan, dalam pertemuan itu tidak ada kehadiran terdakwa, eks Mendag Thomas Lembong.

    Ketika hakim menanyakan inti dari pertemuan tersebut, Dayu menjelaskan:

    “Pak Gunariyo menyampaikan bahwa Kementerian Perdagangan sedang menggodok surat penugasan untuk PT PPI sebagai stabilisator harga gula dan penyangga stok nasional. Penugasan itu nantinya akan melibatkan kerja sama dengan pabrik-pabrik gula, dan perwakilan pabrik tersebut sudah hadir di ruangan,” ungkapnya.

    Dayu menambahkan, karena surat penugasan masih dalam tahap finalisasi, informasi dari rapat itu tidak boleh disampaikan kepada pihak mana pun.

    “Itulah sebabnya alat komunikasi kami diminta ditinggalkan di belakang, Yang Mulia,” katanya di persidangan.

    Seperti diketahui, Thomas Lembong telah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015–2016.

    Selain Tom Lembong, terdapat 10 orang lainnya yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni TWN (Direktur Utama PT AP); WN (Presiden Direktur PT AF);
    HS (Direktur Utama PT SUJ); IS (Direktur Utama PT MSI);  TSEP (Direktur PT MT);  HAT (Direktur Utama PT BSI);  ASB (Direktur Utama PT KTM);  HFH (Direktur Utama PT BFF);  IS (Direktur PT PDSU) dan CS (Direktur PT PPI).

    Dalam perkara ini, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung RI, Abdul Qohar, menyatakan bahwa total kerugian keuangan negara mencapai Rp578 miliar.

    “Ini sudah fix, nyata, dan riil. Berdasarkan perhitungan kerugian negara oleh BPKP, nilainya mencapai Rp578.105.411.622,48,” kata Qohar dalam jumpa pers, Senin (20/1/2025).

  • Marah Importir-Distributor Gula Ditunjuk Kemendag, Hakim Perkara Tom Lembong: Luar Biasa Ini
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        29 April 2025

    Marah Importir-Distributor Gula Ditunjuk Kemendag, Hakim Perkara Tom Lembong: Luar Biasa Ini Nasional 29 April 2025

    Marah Importir-Distributor Gula Ditunjuk Kemendag, Hakim Perkara Tom Lembong: Luar Biasa Ini
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim
    Pengadilan Tipikor
    Jakarta Pusat Alfis Setiawan marah saat mendengar perusahaan dan distributor gula ditunjuk Kementerian Perdagangan (
    Kemendag
    ).
    Peristiwa ini terjadi ketika Hakim Alfis mencecar eks Direktur Utama PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Dayu Dayu Padmara Rengganis sebagai saksi dugaan korupsi importasi gula.
    Perkara ini menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    .
    Mulanya, saat dicecar Hakim Alfis, Dayu menyebut staf khusus Tom Lembong, Gunaryo memerintahkan PT PPI harus bekerja sama dengan 8 perusahaan yang telah ditunjuk Tom Lembong untuk mengimpor gula.
    “Beliau dipanggil oleh Pak Mendag Thomas Lembong dan diminta untuk menyelenggarakan rapat antara PPI dengan 8 perusahaan tersebut dan nama namanya diberikan oleh Thomas Lembong kepada Pak Gunaryo,” kata Dayu, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
    Setelah itu, Hakim Alfis menggalir soal sumber dana yang digunakan PT PPI untuk bekerja sama dengan 8 perusahaan swasta itu.
    Sebab, kondisi keuangan PT PPI saat itu sangat buruk.
    Dayu mengungkapkan, Tim Gula yang dipimpin Direktur Pengembangan PT PPI Charles Sitorus, melapor bahwa sudah ada kesepakatan antara perusahaan negara tersebut dengan 8 perusahaan importir bahwa dananya berasal dari distributor.
    “Jadi skema bisnisnya adalah dari uang PPI dan uang PPI itu berasal dari DP distributor yang akan menjual gula kristal putih itu,” ujar Dayu.
    Menurut Dayu, saat penandatanganan kontrak harga sudah terdapat 7 perusahaan yang akan menjadi distributor.
    Mereka akan berperan mendistribusikan gula kristal putih (GKP) dari 8 perusahaan swasta. Adapun GKP itu berasal dari gula kristal mentah (GKM) yang diimpor 8 perusahaan tersebut.
    “Kalau saya nangkap keterangan Ibu ini, gula diimpor, GKM diimpor oleh 8 perusahaan itu kemudian diolah menjadi GKP, kemudian dibeli oleh PPI. Kemudian PPI menjualnya kepada distributor, begitu? Alurnya begitu?” tanya Hakim Alfis.
    Dayu pun membenarkan kesimpulan Hakim Alfis tersebut.
    Hakim ad hoc Tipikor itu kemudian menanyakan siapa yang menunjuk 7 perusahaan distributor tersebut.
    Menurut Dayu, pihak Kemendag telah menunjuk 7 perusahaan distributor saat rapat teknis dengan 8 perusahaan yang mengimpor gula.
    Mendengar ini, Hakim Alfis marah. Ia mempertanyakan peran PT PPI yang diketahui sebagai perusahaan BUMN.
    “Luar biasa ini ya? 8 perusahaan ditentukan oleh Kemendag, kemudian 7 distributor juga ditentukan Kemendag. Apa tugas PPI di sini? Numpang lewat saja? PPI punya cabang tidak? Seluruh Indonesia?” tanya Hakim Alfis dengan nada tinggi.
    Dayu menjelaskan, PT PPI memiliki 33 cabang yang di Tanah Air yang bertugas menjual produk-produk PT PPI, termasuk gula kristal putih atau gula pasir.
    Hal ini pun membuat Hakim Alfis semakin heran karena PT PPI bekerja sama dengan distributor swasta.
    Padahal, mereka bisa menggunakan 33 cabang yang dimiliki atau bekerja sama dengan Bulog.
    “Menggunakan distributor yang swasta, pasti ada beban biaya tambahannya. Kenapa sedemikian rupa ini? Luar biasa ini? Kenapa Bu? Ibu kan dirut? Apa yang dilaporkan? Kenapa alurnya seperti ini?” tanya Hakim Alfis heran.
    “Kami hanya melaksanakan penugasan,” jawab Dayu.
    Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara Rp 578 miliar.
    Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
    Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sidang Tom Lembong, Staf Kementan Akui Sampai Hari Ini Indonesia Masih Impor Gula
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 April 2025

    Sidang Tom Lembong, Staf Kementan Akui Sampai Hari Ini Indonesia Masih Impor Gula Nasional 28 April 2025

    Sidang Tom Lembong, Staf Kementan Akui Sampai Hari Ini Indonesia Masih Impor Gula
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Staf Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan
    Kementerian Pertanian
    (Kementan) Yudi Wahyudi menyebut, sejak 2014 hingga hari ini, Indonesia masih terus mengimpor gula.
    Pernyataan ini disampaikan Yudi saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan
    korupsi

    impor gula
    yang menjerat Menteri Perdagangan (Mendag) tahun 2015-2016, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.
    Pada persidangan tersebut, pengacara Tom Lembong menanyakan apakah sejak 2014 hingga 2025, Indonesia masih mengimpor gula.
    “Apakah saat ini, saat ini saudara masih di Kementerian Pertanian?” tanya pengacara Tom Lembong, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).
    “Masih,” jawab Yudi.
    “Indonesia masih impor gula?” tanya pengacara lagi.
    “Sampai saat ini masih,” jawab Yudi lagi.
    Pengacara Tom Lembong lantas menanyakan apakah luas kebun tebu di Indonesia tidak bisa memenuhi kebutuhan gula nasional.
    Yudi kemudian menyebut bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan
    produksi gula
    dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumsi.
    Menurut dia, luas total lahan tebu sekitar 530.000 hektar dengan rata-rata tingkat produktivitas 70 ton per hektar dan rendemen 7.
    “Otomatis gula kita hanya sebanyak 2,2 sampai 2,4 juta ton, produksi riil kita per tahun,” kata Yudi.
    “Sedangkan kebutuhan mencapai 2,9 juta ton. Jadi ada sebetulnya kekurangan yang harus dipenuhi, itu kurang lebih antara 400 (ribu) sampai 600.000 ton,” tambah dia.
    Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
    Korupsi
    jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Perbuatannya dinilai melanggar hukum, memperkaya orang lain maupun korporasi yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 578 miliar.
    Jaksa menuding Tom melakukan perbuatan melawan hukum karena menerbitkan kebijakan impor tanpa berkoordinasi dengan kementerian lain.
    Jaksa juga mempersoalkan Tom yang menunjuk sejumlah koperasi, termasuk milik TNI dan Polri, untuk mengendalikan harga gula, alih-alih perusahaan BUMN.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.