Tag: Tom Lembong

  • Abolisi-amnesti Presiden bukan bentuk intervensi hukum

    Abolisi-amnesti Presiden bukan bentuk intervensi hukum

    Konferensi pers DPP Partai Hanura terkait keputusan Presiden tentang abolisi dan amnesti di Jakarta, Sabtu (2/8/2025). (ANTARA/Fath Putra Mulya)

    Partai Hanura: Abolisi-amnesti Presiden bukan bentuk intervensi hukum
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Sabtu, 02 Agustus 2025 – 17:47 WIB

    Elshinta.com – Partai Hanura mengatakan abolisi dan amnesti yang diberikan Presiden Prabowo Subianto pada Jumat (1/8) bukan bentuk intervensi terhadap penegakan hukum, melainkan upaya mengoreksi hukuman dengan cara yang konstitusional.

    Sekretaris Jenderal Partai Hanura Benny Rhamdani saat konferensi pers di Jakarta, Sabtu, mengatakan abolisi dan amnesti merupakan perangkat hukum luar biasa yang dapat digunakan dalam situasi ketika hukum dibajak untuk tujuan kekuasaan.

    “Partai Hanura sangat percaya bahwa keputusan Presiden tersebut bukan bentuk intervensi terhadap kekuasaan kehakiman, melainkan mekanisme korektif konstitusional yang sah dan dijamin oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945,” ucap Benny.

    Oleh karena itu, Partai Hanura menyatakan mendukung penuh abolisi dan amnesti yang diberikan Presiden. Partai menilai keputusan tersebut merupakan cerminan sikap kenegarawanan kepala negara.

    “Keputusan ini adalah sikap kenegarawanan seorang Presiden Prabowo Subianto sebagai bagian dari restorasi konstitusional untuk mengembalikan muruah hukum kepada tujuan sejatinya untuk melindungi hak warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan dan kriminalisasi politik,” tuturnya.

    Partai Hanura berharap keputusan untuk memberikan pengampunan ini menjadi momentum penting bagi Presiden untuk menyelesaikan perbaikan sistem penegakan hukum nasional, sekaligus menciptakan stabilitas politik, rekonsiliasi, dan persatuan nasional.

    Negara, imbuh Benny, tidak boleh membiarkan hukum digunakan sebagai alat represi terhadap kebebasan berpendapat, perbedaan politik, dan kelompok-kelompok pembela terhadap demokrasi.

    Di samping itu, Partai Hanura menyerukan kepada seluruh komponen bangsa, khususnya aparat penegak hukum, untuk menjadikan langkah Presiden ini sebagai momentum kebangkitan era penegakan hukum yang bebas dari represi.

    “Bangsa ini membutuhkan penegak hukum yang jujur, hukum yang bersih dan berpihak pada kebenaran dan keadilan, bukan hukum yang digunakan sebagai alat politik kekuasaan dan alat balas dendam,” ucap Benny.

    “Hukum harus tunduk pada kebenaran dan keadilan, juga dijaga dari segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan,” imbuh dia.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi meneken keputusan presiden (keppres) terkait abolisi dan amnesti pada Jumat (1/8).

    Amnesti diberikan kepada sebanyak 1.178 orang, termasuk Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, sedangkan abolisi diberikan kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong.

    Hasto divonis tiga tahun dan enam bulan penjara dalam kasus dugaan suap pengganti antarwaktu calon anggota legislatif Harun Masiku, sementara Tom divonis empat tahun dan enam bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi importasi gula.

    Usai menerima keppres amnesti dan abolisi, Hasto dan Tom Lembong langsung bebas dari tahanan pada Jumat (1/8) malam.

    Sumber : Antara

  • Tom Lembong Dapat Abolisi, Anies Baswedan: Itu Artinya Seluruh Perkara Dianggap Tak Penah Ada

    Tom Lembong Dapat Abolisi, Anies Baswedan: Itu Artinya Seluruh Perkara Dianggap Tak Penah Ada

    “Karena itu, meskipun hari ini adalah akhir dari penahanan Tom, ini bukan akhir dari tanggung jawab kita. Justru ini harus jadi titik refleksi yang lebih dalam tentang sistem hukum negara kita, tentang bagaimana hukum seharusnya bekerja,” lanjut Anies.

    Juga, tentang bagaimana keadilan tidak boleh datang hanya kepada mereka yang tenar, punya jaringan, dan mendapat sorotan. Karena untuk satu Tom yang bebas hari ini, mungkin masih ada ribuan lainnya yang terjerat kriminalisasi, tanpa suara, tanpa sorotan.

    Negara ini terlalu besar untuk menyisakan keadilan hanya bagi mereka yang dikenal dan mendapat dukungan amat luas dari publik. Maka, hukum di Republik ini harus menjadi pelindung bagi semua, alih-alih menjadi alat tekanan. Harus memberi ketenangan, alih-alih menebar kecemasan.

    Hari ini adalah kemenangan pribadi bagi Tom. Tapi perjuangan menghadirkan keadilan bagi seluruh rakyat belum selesai. “Masih panjang dan masih harus terus kita jalani bersama. Tentu juga, masih perlu terus mendapat perhatian serius dari para pemimpin dan penyelenggara negara ini. Semoga kita bisa menuntaskannya,” harapnya.

    “Izinkan saya menyampaikan apresiasi tinggi dan rasa terima kasih kepada tim hukum, kepada para sahabat dan pendukung yang setia hadir di setiap persidangan, kepada para tokoh dan publik luas yang menyuarakan harapan di tengah gelapnya proses hukum. Di negeri ini, keadilan sering butuh suara lantang. Hari ini, suara itu berbuah untuk Tom,” lanjutnya.

    “Kepada Tom kita sampaikan selamat pulang ke rumah. Waktu yang hilang tak bisa kembali, tapi hari esok selalu bisa dimenangkan. Kita yakin, pengalaman yang Tom lalui tak akan melemahkan, justru menguatkan. Pun kita optimis, Tom akan kembali melangkah, lebih tegap, lebih matang, dan lebih tajam memperjuangkan kebaikan bagi negeri yang ia cintai tanpa syarat ini,” tutup Anies Baswedan.

  • Amnesti, abolisi, dan tantangan demokrasi digital

    Amnesti, abolisi, dan tantangan demokrasi digital

    Terdakwa kasus dugaan suap Pergantian Antarwaktu (PAW) untuk anggota DPR Harun Masiku dan perintangan penyidikan, Hasto Kristiyanto meninggalkan Rutan Kelas Jakarta Timur Cabang Rutan KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). Hasto dibebaskan usai mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto yang disetujui oleh DPR pada Kamis (31/7). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

    Amnesti, abolisi, dan tantangan demokrasi digital
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Sabtu, 02 Agustus 2025 – 12:43 WIB

    Elshinta.com – Langkah Presiden Prabowo Subianto memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong, mantan co-pilot tim sukses Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, bukanlah sikap politik pragmatis.

    Keputusan yang diambil menjelang HUT ke-80 Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 2025, ini memancarkan refleksi kenegarawanan seorang Prabowo, termasuk kemampuannya menavigasi persimpangan hukum, politik, dan aspirasi publik sehingga jauh dari carut marut.

    Namun, di era digital yang riuh, langkah ini juga mengundang pertanyaan kritis: apakah ini murni rekonsiliasi nasional, atau justru berisiko melemahkan kepercayaan pada supremasi hukum?

    Keputusan Prabowo tersebut membawa pesan simbolis bahwa kemerdekaan bukanlah seremoni kosong, melainkan panggilan untuk memperkuat persatuan, demokrasi, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun, dalam sorotan opini publik yang diamplifier oleh kekuatan media sosial, amnesti dan abolisi menjadi ujian bagi demokrasi Indonesia: sejauh mana keadilan hukum dengan kepekaan politik berdiri di ruang netral?

    Independensi yudikatif diuji

    Prabowo menunjukkan sikap terpuji dengan menahan diri dari intervensi terhadap proses hukum Hasto dan Lembong selama peradilan berlangsung. Padahal rayuan dalam tekanan politik dan sorotan media sosial terus bergulir, terutama di platform X. Arus opini publik terus mengalir mempengaruhi Istana agar masuk ke ruang yudikatif.

    Namun sekali lagi, Presiden Prabowo tidak tertarik untuk mencampuri urusan tersebut. Sikap ini selaras dengan pandangan Dr. Larry Diamond dari Stanford University yang menegaskan bahwa “demokrasi tergantung pada kepercayaan terhadap proses hukum yang adil.”

    Dengan menjaga independensi yudikatif, Prabowo telah mempertahankan kredibilitas institusi hukum, baik di mata rakyat maupun dunia internasional.

    Sebagai hak konstitusional presiden, pemberian amnesti dan abolisi adalah sah. Jika melihat kondisi ekonomi dan politik global saat ini, langkah tersebut akan menjaga ekuilibrium antara kekuatan politik Islam dan nasionalis, serta menjadi modal Prabowo untuk tampil sebagai pemimpin kuat di mata dunia. Yang tidak kalah penting, ini juga akan menjadi modal bagi kita untuk bisa melawan kekuatan ekonomi dunia.

    Namun di sisi lain, pemberian amnesti dan abolisi pasca-proses hukum selesai memunculkan dilema baru. Apakah ini benar-benar mencerminkan keseimbangan antara hukum dan rekonsiliasi, atau justru membuka celah bagi persepsi bahwa hukum dapat “diakali” demi kepentingan politik?

    Kritik dari pegiat antikorupsi, yang khawatir keputusan ini melemahkan penegakan hukum, tidak bisa diabaikan. Dalam konteks global, hal ini berpotensi menurunkan kepercayaan investor atau peringkat Indonesia dalam Corruption Perceptions Index dari Transparency International.

    Media sosial dalam demokrasi

    Dinamika opini publik di media sosial menjadi katalis penting dalam keputusan ini. Narasi tentang “rekayasa hukum” dan “kriminalisasi politik” membanjiri X, menciptakan tekanan publik yang sulit diabaikan.

    Media sosial kini bukan sekadar alat komunikasi, melainkan arena kekuasaan yang mampu mengguncang dan mempengaruhi stabilitas politik, sebagaimana terlihat pada gerakan #BlackLivesMatter atau Arab Spring.

    Media sosial adalah “pedang bermata dua.” Di satu sisi, ia memperkuat demokrasi partisipatif dengan memberi ruang bagi suara rakyat. Di sisi lain, ia rentan terhadap disinformasi dan manipulasi emosional yang dapat membelokkan prinsip hukum.

    Dalam kasus ini, gelombang narasi di X mendorong perhatian pada Hasto dan Lembong, tetapi juga menggarisbawahi urgensi literasi digital. Tanpa kemampuan kritis dalam menilai informasi, publik berisiko terjebak dalam polarisasi yang dapat merusak demokrasi.

    Legitimasi dan panggung global

    Dukungan penuh DPR terhadap keputusan Prabowo menunjukkan bahwa amnesti dan abolisi bukan keputusan sepihak, melainkan bagian dari konsolidasi politik yang sah. Prof. Anne-Marie Slaughter menyebut sinergi eksekutif-legislatif sebagai tanda “demokrasi yang matang.”

    Dukungan ini memperkuat legitimasi politik Prabowo dan menegaskan kepercayaan publik pada institusi negara.

    Di kancah internasional, keputusan ini memiliki bobot strategis. Menjelang pidato perdana Prabowo di Sidang Umum PBB tahun ini, amnesti dan abolisi ini menjadi sinyal bahwa Indonesia terbuka terhadap perbedaan politik dan menghormati HAM.

    Pembebasan tokoh-tokoh yang dituduh “makar tanpa kekerasan” atau “menghina presiden” menjawab kritik global soal kriminalisasi politik, meningkatkan citra Indonesia sebagai negara demokrasi yang inklusif di mata PBB, Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), dan negara-negara Barat.

    Khususnya, abolisi untuk Tom Lembong, figur yang dikenal di kalangan investor global, mengirim pesan bahwa Indonesia tetap ramah terhadap investasi asing. Ini dapat memperlancar negosiasi perdagangan seperti Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Eropa atau Indo-Pacific Economic Framework for Prosperity (IPEF).

    Demokrasi digital

    Keputusan pemberian amnesti dan abolisi menawarkan tiga pelajaran penting bagi demokrasi Indonesia. Pertama, media sosial adalah alat demokrasi yang ampuh, tetapi tanpa literasi digital, ia dapat menjadi ancaman bagi keadilan hukum.

    Kedua, independensi yudikatif adalah fondasi negara hukum yang harus dijaga, meski di tengah tekanan politik.

    Ketiga, kepemimpinan sejati adalah kemampuan menyeimbangkan hukum, politik, dan kemanusiaan tanpa mengorbankan prinsip. Prabowo menunjukkan bahwa menjadi pemimpin bukan hanya soal ketegasan, tetapi juga kepekaan sosial dan kebijaksanaan.

    Amnesti dan abolisi ini bukan sekadar pengampunan, melainkan pengakuan bahwa persatuan nasional adalah aset terbesar bangsa. Dalam konteks global, stabilitas politik yang dihasilkan memungkinkan Indonesia fokus pada agenda diplomatik, seperti kepemimpinan ASEAN atau negosiasi perdagangan.

    Namun, tantangan ke depan tidak ringan. Prabowo harus memastikan bahwa langkah ini tidak dipandang sebagai “politik transaksional” yang mengorbankan hukum demi stabilitas. Komunikasi publik yang transparan dan komitmen nyata terhadap penegakan hukum di masa depan akan menentukan apakah keputusan ini benar-benar menjadi tonggak pendidikan politik, atau sekadar episode sementara dalam dinamika kekuasaan.

    Jika demokrasi adalah ruang belajar bersama, maka keputusan Prabowo adalah teks terbuka yang mengundang refleksi kritis. Ini adalah momen untuk merenungkan bagaimana kita, sebagai bangsa, menyeimbangkan hukum, politik, dan kemanusiaan di era digital yang penuh gejolak.

    Dengan literasi digital yang lebih baik, independensi yudikatif yang terjaga, dan kepemimpinan yang bijak, Indonesia memiliki peluang untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga bersinar sebagai demokrasi yang matang di panggung dunia.

    Sumber : Antara

  • Pemberian Amnesti dan Abolisi, Menko Zulhas: Presiden Ingin Kita Bersatu
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        2 Agustus 2025

    Pemberian Amnesti dan Abolisi, Menko Zulhas: Presiden Ingin Kita Bersatu Regional 2 Agustus 2025

    Pemberian Amnesti dan Abolisi, Menko Zulhas: Presiden Ingin Kita Bersatu
    Tim Redaksi
    MATARAM, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Pangan
    Zulkifli Hasan
    atau akrab disapa Zulhas angkat bicara terkait pemberian
    amnesti dan abolisi
    oleh Presiden Prabowo Subianto. 
    Amnesti dan abolisi
    tersebut diberikan oleh Presiden Prabowo kepada Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong. 
    “Bapak Presiden ingin kita ini bersatu ya,” kata Zulhas ditemui di Pendopo Gubernur NTB, Sabtu (2/8/2025). 
    Zulhas mengatakan, persatuan dan kesatuan ini penting di tengah situasi geopolitik di Asia, Eropa dan Timur Tengah yang saat ini sedang berkecamuk perang. 
    “Jadi perlu persatuan agar kita kuat kokoh dan itulah yang dilakukan Bapak Presiden ya untuk mengajak semua pihak,” kata Zulhas. 
    Sebelumnya, pemberian amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo terhadap Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto menjadi sorotan publik.
    Pasalnya, kebijakan tersebut menandai pertama kalinya amnesti dan abolisi diberikan dalam perkara tindak pidana korupsi (tipikor).
    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. 
    Sementara abolisi adalah peniadaan peristiwa pidana.
    DPR telah menyetujui pemberian abolisi kepada Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong yang divonis 4 tahun 6 bulan penjara dalam kasus dugaan korupsi impor gula. 
    Selain Tom Lembong, DPR juga menyetujui pemberian amnesti untuk Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang divonis 3 tahun 6 bulan dalam dugaan kasus suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto simbol politik penyembuhan ala Prabowo

    Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto simbol politik penyembuhan ala Prabowo

    Sumber foto: Redaksi/elshinta.com

    Denny JA: Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto simbol politik penyembuhan ala Prabowo
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Sabtu, 02 Agustus 2025 – 13:06 WIB

    Elshinta.com – Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Langkah ini dinilai peneliti politik Denny JA sebagai simbol politik penyembuhan yang penting bagi bangsa.

    “Dalam politik yang terpolarisasi, dan ketidakpastian ekonomi akibat kondisi geo-politik, pemimpinan nasional yang merangkul semua kekuatan bangsa itu sebuah kearifan,” tulis Denny JA dalam keterangannya, Jumat (1/8).

    Tom Lembong, pebisnis yang dikenal kritis, divonis 4,5 tahun penjara dalam perkara impor gula. “Banyak yang mengernyit, sebagian mengutuk, tak sedikit pula yang meragukan kebenaran putusan itu,” kata Denny.

    Proses hukum berjalan, namun Presiden Prabowo mengusulkan abolisi. Pada 31 Juli 2025, DPR menyetujuinya. “Abolisi pun berlaku: proses hukum terhadap Tom dihentikan sepenuhnya, bahkan ketika vonisnya masih dalam tahap banding,” tulisnya.

    Sementara itu, politisi PDIP Hasto Kristiyanto dijatuhi vonis 3,5 tahun penjara terkait kasus suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku. Namun, melalui usulan Presiden Prabowo, DPR juga menyetujui amnesti kolektif bagi 1.116 terpidana, termasuk Hasto.

    “Secara hukum, keduanya berbeda,” jelas Denny. Abolisi menghapus seluruh proses hukum sementara amnesti menghapus hukuman, tetapi tidak membatalkan vonis.

    Meski demikian, Denny menilai keduanya memiliki kesamaan secara moral. “Titik kearifan. Titik ketika negara memilih menyembuhkan, bukan melukai kembali,” tulisnya.

    Tak lama setelah keputusan ini diumumkan, Megawati Soekarnoputri memerintahkan seluruh jajaran PDIP untuk mendukung pemerintahan Presiden Prabowo. “Bagi sebagian orang, ini kejutan. Bagi sejarah, ini adalah momen penting,” tambah Denny.

    Ia menilai langkah ini mencerminkan politik rekonsiliasi. “Seolah bangsa ini, yang selama ini penuh luka dan prasangka, perlahan belajar,” katanya.

    Denny juga menyinggung sejumlah preseden di dalam dan luar negeri, mulai dari Truth and Reconciliation Commission di Afrika Selatan, amnesti Gerald Ford kepada penolak wajib militer di AS, hingga amnesti eks kombatan GAM oleh Presiden SBY.

    “Setiap kali pengampunan diberikan, sejarah bertanya: adakah kebijaksanaan di baliknya, atau hanya kalkulasi kekuasaan?” tulis Denny.

    Menurutnya, abolisi dan amnesti yang dilakukan Prabowo bukanlah tanda melemahnya hukum. “Justru sebaliknya, ia adalah puncak kekuatan hukum yang hidup, yang tak hanya menegakkan keadilan retributif, tapi juga merawat keadilan restoratif,” tegasnya.

    “Prabowo memilih menyalakan nyala kecil di tengah kabut: nyala rekonsiliasi,” tulis Denny. “Ia tahu, pembangunan hanya tumbuh di tanah damai. Dan damai hanya tumbuh jika luka masa lalu tak terus diwariskan sebagai racun.”

    “Di dunia yang kian gaduh oleh kebencian,” pungkas Denny JA, “negara yang bisa memaafkan bukanlah negara yang lemah, melainkan negara yang telah dewasa. Karena keberanian sejati bukan membalas luka, melainkan mengubah luka menjadi jembatan.”

    Sumber : Elshinta.Com

  • Sufmi Dasco Disebut Otak di Balik Skenario Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong

    Sufmi Dasco Disebut Otak di Balik Skenario Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong

    GELORA.CO –  Sebuah manuver politik tingkat tinggi di awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai terkuak ke publik. Usulan pemberian amnesti dan abolisi untuk Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto dan Co-Captain Timnas AMIN Tom Lembong disebut bukan sekadar wacana, melainkan sebuah skenario yang didalangi sosok kuat di lingkaran kekuasaan.

    Informasi krusial ini dibocorkan oleh Ketua Dewan Direktur Great Institute, Syahganda Nainggolan, dalam perbincangannya di podcast Forum Keadilan TV.

    Menurut Syahganda, di balik layar ada seorang “Prof. Dasco” yang menjadi motor penggerak utama inisiatif ini. Sosok yang diduga kuat merujuk pada politisi senior Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.

    Syahganda bahkan mengaku bahwa dirinya bersama Rocky Gerung dan Jumhur Hidayat sempat memberi masukan langsung kepada Dasco terkait nasib Hasto dan Tom Lembong, yang disambut dengan sinyal akan adanya perubahan besar.

    Syarat Politik Megawati: Hasto Bebas, PDIP Merapat?

    Lebih dalam dari sekadar konsolidasi, Syahganda Nainggolan mengungkap adanya syarat politik yang diduga menjadi kunci utama di balik rencana pembebasan Hasto Kristianto.

    Ia secara gamblang menyebut bahwa langkah ini menjadi penentu sikap Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

    “Kasus Tom Lembong dan Hasto lebih dipolitisasi daripada persoalan hukum murni,” tegas Syahganda dalam podcast tersebut.

    Menurut bocorannya, Megawati tidak akan memberikan restu bagi PDI Perjuangan untuk bergabung dengan pemerintahan Prabowo jika Hasto tidak diamankan dari jeratan kasus yang sedang menimpanya.

    Hal ini menempatkan nasib Hasto sebagai kartu truf dalam negosiasi politik antara Gerindra dan PDIP.

    Jika Hasto benar-benar mendapat abolisi, pintu bagi PDIP untuk masuk ke dalam kabinet akan terbuka lebar. Syahganda menilai langkah ini sangat wajar sebagai bagian dari upaya Prabowo merangkul semua kekuatan politik demi fondasi pemerintahan yang solid.

    Keniscayaan Politik di Atas Supremasi Hukum

    Syahganda Nainggolan membela langkah ini sebagai sebuah keniscayaan politik, bukan pengkhianatan terhadap hukum.

    Ia berpandangan bahwa kasus yang menjerat kedua tokoh tersebut sudah terlampau sarat dengan muatan politis, sehingga penyelesaiannya pun harus melalui pendekatan politik.

    Alasan utamanya, kata Syahganda, adalah kebutuhan mendesak Presiden Prabowo untuk membangun persatuan nasional yang kokoh.

    Konsolidasi ini dianggap vital untuk menghadapi berbagai tantangan, khususnya di panggung internasional yang semakin kompleks.

    Langkah strategis ini juga diharapkan dapat menjadi titik awal untuk membangun kembali kepercayaan publik dalam kondisi yang ia sebut sebagai “low trust society”.

    Dengan keputusan berani ini, diharapkan sentimen positif dan kepercayaan terhadap pemerintahan Prabowo dapat meningkat.

    Meski demikian, Syahganda memberikan catatan penting. Ia mengingatkan bahwa peran masyarakat sipil (civil society) sebagai kekuatan penyeimbang dan pengawas (check and balances) tidak boleh dimatikan.

    Pengawasan kritis tetap harus berjalan untuk memastikan pemerintahan tidak melenceng dari koridor demokrasi.

  • Ribut-ribut Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto, Guru Besar Unair Ingatkan Ini

    Ribut-ribut Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto, Guru Besar Unair Ingatkan Ini

    Ribut-ribut Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto, Guru Besar Unair Ingatkan Ini

  • VIDEO: Pantun Sambut Senyum Kebebasan Tom Lembong

    VIDEO: Pantun Sambut Senyum Kebebasan Tom Lembong

    VIDEO: Pantun Sambut Senyum Kebebasan Tom Lembong

  • PSI hormati keputusan Presiden soal pemberian abolisi dan amnesti

    PSI hormati keputusan Presiden soal pemberian abolisi dan amnesti

    Jakarta (ANTARA) – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menghormati keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto.

    “Kami menghormati keputusan Presiden Prabowo Subianto tersebut. Amnesti dan abolisi adalah hak prerogatif presiden yang diatur dalam konstitusi,” kata Wakil Ketua Umum DPP PSI Andy Budiman dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.

    Menurut Andy Budiman, hak prerogatif presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi diatur dalam UUD 1945 Pasal 14 ayat (2) yang berbunyi ‘Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.’

    Dirinya juga meyakini keputusan yang diambil Prabowo atas dasar kepentingan bersama dan persatuan nasional.

    “PSI percaya keputusan ini diambil dengan berbagai pertimbangan yang kompleks demi kebaikan kita sebagai bangsa,” ujar Andy.

    Sebelumnya, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menjelaskan alasan pemberian abolisi kepada terdakwa kasus importasi gula, mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan pemberian amnesti kepada terdakwa kasus suap, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto.

    Saat konferensi pers di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (31/7) malam, ia mengatakan pemberian abolisi maupun amnesti kepada kedua tokoh itu telah berdasarkan pertimbangan tertentu.

    “Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden [Prabowo Subianto] adalah Menteri Hukum. Surat permohonan Menteri Hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi, saya yang tanda tangan,” katanya.

    Dia menjelaskan pertimbangan pemberian abolisi maupun amnesti utamanya demi kepentingan bangsa dan negara.

    Ia menyinggung soal urgensi berpikir dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

    Pertimbangan lainnya, katanya, demi situasi kondusif dan merajut persaudaraan di antara semua anak bangsa serta membangun bangsa Indonesia secara kolektif.

    “Kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik, kekuatan politik, yang ada di Indonesia,” ucapnya.

    Pemberian abolisi dan amnesti juga tidak terlepas dari pertimbangan subjektif.

    Dalam konteks Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, ia menyebut keduanya memiliki kontribusi kepada negara.

    “Yang bersangkutan juga punya punya prestasi ataupun punya kontribusi kepada Republik,” katanya.

    Supratman memastikan pemberian abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti kepada Hasto Kristiyanto murni berdasarkan kajian hukum.

    Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco mengatakan DPR menyetujui permohonan pemberian abolisi yang disampaikan Presiden Prabowo terhadap Tom Lembong dan amnesti terhadap 1.116 orang, termasuk Hasto Kristiyanto.

    Tom Lembong divonis empat tahun dan enam bulan penjara dalam kasus korupsi importasi gula, sedangkan Hasto Kristiyanto divonis tiga tahun dan enam bulan karena terbukti terlibat dalam pemberian suap terkait dengan penggantian antar-waktu Harun Masiku

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Keputusan Amnesti Bagus Banget, Semua Kaget!

    Keputusan Amnesti Bagus Banget, Semua Kaget!

    GELORA.CO -Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, merupakan pesan damai untuk merangkul semua pihak.

    Kendati begitu, Analis Komunikasi Politik Hendri Satrio atau Hensat, mempertanyakan siapa pihak yang berperan di balik keputusan tersebut, khususnya amnesti kepada Hasto Kristiyanto, karena publik bisa mencurigai adanya motif politik tersembunyi.

    “Ini siapa yang ngelontarin umpan lambung ke Pak Prabowo sehingga ada keputusan ini? Keputusan amnesti ini kan bagus banget, semua kaget,” ujar Hensat kepada wartawan, Sabtu, 2 Agustus 2025. 

    Hensat menilai amnesti untuk Hasto bukan sekadar langkah hukum, melainkan mencerminkan komunikasi politik yang kuat.

    Sebab Prabowo, kata Hensat, ingin menunjukkan komitmennya untuk menciptakan stabilitas politik dengan merangkul kelompok-kelompok yang selama ini dianggap berseberangan, termasuk PDIP.

    “Pak Prabowo itu ngomong dari awal, dia mau merangkul semua pihak untuk pembangunan. Nah, salah satu caranya ya seperti ini, menghilangkan kegaduhan politik yang bisa bikin eskalasi enggak oke,” ujar Hensa.

    Hubungan antara Prabowo dan PDIP, menurut Hensat, sebenarnya tidak pernah benar-benar renggang.

    Ia mencontohkan bagaimana posisi politik PDI Perjuangan, seperti jabatan Puan Maharani sebagai Ketua DPR, tetap dipertahankan meski Gerindra memiliki kekuatan koalisi untuk mengubah aturan.

    Bahkan, pengangkatan Junimart Girsang sebagai duta besar menunjukkan bahwa Prabowo tidak mengambil “kenikmatan politik” PDI Perjuangan, melainkan justru menambahkannya. 

    “Kalau saya sih menilainya mereka tidak pernah tidak mesra ya. PDI Perjuangan punya kenikmatan politik, kayak Mbak Puan tetap Ketua DPR, itu nggak diutak-atik,” katanya.