Respons Tom Lembong Usai Jokowi Akui Impor Gula adalah Kebijakannya
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
–
Kuasa Hukum
Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong,
Zaid Mushafi
, mengungkapkan ekspresi kliennya merespons pengakuan Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yang menyebut
impor gula
adalah kebijakan presiden.
“Ya tentunya dia menyikapi dengan senyum,” kata Zaid, kepada awak media di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Zaid mengatakan, Tom meyakini kebenaran akan menemukan jalannya, salah satunya adalah pernyataan
Jokowi
yang mengakui kebijakan impor gula adalah dari dirinya sendiri.
Namun, Zaid menegaskan, jika dari awal Jokowi mengakui kebijakan impor gula yang dijalani Tom adalah perintahnya, maka proses hukum tidak akan berjalan alot.
“Seharusnya dari awal Pak Jokowi dimintai keterangan. Karena kan di sidang sudah jelas, ahli hukum administrasi negara yang diundang atau dihadirkan oleh jaksa penuntut umum sudah menyatakan hadirkan aja Pak Jokowi,” imbuh dia.
“Tapi, sampai sidang diputus, tidak ada keterangan. Sampai putusan sudah berjalan selama satu minggu juga tidak ada keterangan dari Pak Jokowi,” sambung dia.
Jokowi justru mengeluarkan pernyataan yang mendukung Tom itu saat proses abolisi selesai, dan Tom sudah keluar dari tahanan.
Sebagai informasi, Jokowi menanggapi pembelaan pihak Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, yang menyebut kebijakan impor gula merupakan instruksi presiden.
Jokowi menyatakan, meski arah kebijakan datang darinya, tanggung jawab pelaksanaan teknis tetap berada di kementerian.
“Ya seluruh kebijakan negara itu dari presiden. Siapapun presidennya. Tapi, untuk teknisnya itu ada di kementerian. Jadi, level teknis itu ada di kementerian,” kata Jokowi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Tom Lembong
-
/data/photo/2025/08/04/68905ddd799ff.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Respons Tom Lembong Usai Jokowi Akui Impor Gula adalah Kebijakannya Nasional 4 Agustus 2025
-
/data/photo/2025/08/04/68905ddd799ff.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
7 Selain 3 Hakim, Tom Lembong Juga Laporkan Auditor BPKP ke Ombudsman Nasional
Selain 3 Hakim, Tom Lembong Juga Laporkan Auditor BPKP ke Ombudsman
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong turut melaporkan auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang memberikan audit keuangan dalam kasus importasi gula.
Pengacara Tom, Zaid Mushafi, mengatakan, mereka akan melaporkan para auditor tersebut ke Ombudsman dan pengawas internal BPKP.
Tom melaporkan para auditor karena dinilai tidak profesional dalam proses pembuatan auditnya.
“Di penjaranya Pak Tom Lembong ini, salah satu kuncinya adalah audit BPKP yang menyatakan telah timbul kerugian keuangan negara. Tapi, isi auditnya seperti itu,” kata Zaid, saat ditemui di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (4/8/2025).
Salah satu nama yang disebut Zaid untuk dilaporkan adalah Husnul Khotimah, seorang auditor yang juga ketua tim auditor untuk kasus Tom Lembong.
Namun, dia kembali menegaskan bahwa laporan terkait para auditor ini adalah untuk perbaikan sistem hukum dan lembaga audit negara.
“Ya tentu semangatnya bukan semangat menjatuhkan instansi atau institusi BPKP, bukan. (Tapi) agar ada koreksi, jangan sampai ada proses audit yang seperti ini ke depannya,” imbuh Zaid.
Selain para auditor dari BPKP, mereka juga melaporkan dugaan pelanggaran etik perilaku hakim kepada tiga hakim yang menangani kasus Tom Lembong.
Ketiga hakim ini dilaporkan kepada MA dan Komisi Yudisial untuk diproses terkait pelanggaran etik selama proses hukum berlangsung.
Tiga hakim yang dilaporkan yakni:
1. Dennie Arsan Fatrika (Ketua Majelis), jabatan: Hakim Madya Utama
2. Purwanto S Abdullah (Hakim Anggota), jabatan: Hakim Madya Muda
3. Alfis Setyawan (Hakim Anggota ad-hoc), jabatan: Hakim Ad Hoc Tipikor.
Zaid menegaskan, semangat Tom melaporkan dugaan pelanggaran etik perilaku hakim kepada tiga hakim tersebut adalah untuk memperbaiki sistem hukum di negeri ini.
Tom berharap, agar tidak ada lagi perlakuan kasus hukum yang sama seperti dirinya.
“Tentu semangat ini adalah semangat untuk memperbaiki sistem hukum karena bisa saja siapapun mendapat perlakuan seperti dirinya selama sembilan bulan kemarin,” ucap dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Legislator PKB Nilai Amnesti Hasto-Abolisi Tom Lembong Bentuk Rekonsiliasi
Jakarta –
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKB Abdullah menilai pemberian amnesti untuk Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong menandakan pemerintah membuka ruang pengampunan bagi pelaku pidana. Abdullah menilai keputusan Presiden Prabowo Subianto tersebut merupakan bagian dari proses rekonsiliasi.
“Pemberian amnesti dan abolisi ini menunjukkan bahwa pemerintah siap membuka ruang pengampunan dan memulai proses rekonsiliasi. Keputusan ini tentu dapat membantu meningkatkan stabilitas politik,” kata Abdullah kepada wartawan, Senin (4/8/2025).
Abdullah meyakini Prabowo telah mempertimbangkan keputusan tersebut dengan matang. Termasuk, kata dia, soal dampak politik ke depan.
“Pemberian amnesti dan abolisi tentu memiliki dampak yang signifikan terhadap sistem hukum kita. Karena itu, prinsip-prinsip hukum seperti asas legalitas, asas praduga tak bersalah (presumption of innocence), serta asas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) tetap harus menjadi fondasi utama dalam setiap proses penegakan hukum,” jelasnya.
Dia pun menekankan keputusan presiden harus dihormati selama dilakukan berdasarkan prinsip keadilan, kepentingan umum. Terlebih, kata Abdullah, jika keputusan itu diambil dalam kerangka hukum yang benar.
Lebih lanjut, Abdullah mengingatkan kasus Hasto dan Tom Lembong telah menjadi perbincangan luas di publik. Sebab itu, dia meminta agar ke depan tak ada lagi praktik-praktik hukum yang manipulatif atau putusan yang sarat kepentingan.
“Kita tidak ingin lagi melihat akrobatik hukum yang justru merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum,” katanya.
Sebelumnya, Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto resmi bebas dari jeruji besi setelah mendapat abolisi dan amnesti. Tom Lembong dan Hasto berterima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto.
Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun hukuman penjara terkait kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku. Sementara Tom Lembong sudah divonis 4,5 tahun penjara dalam kasus korupsi impor gula. Dia telah mengajukan banding atas vonis itu.
Abolisi dan amnesti tersebut diberikan, usai DPR RI dan pemerintah menggelar rapat konsultasi membahas pertimbangan Presiden terkait pemberian amnesti hingga abolisi. Penyerahan Keppres pun dilakukan Jumat (1/8).
(amw/zap)
-

Prabowo Ingin Melaspas Lumuran Darah yang Diciptakan Jokowi
GELORA.CO -Pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong dinilai sebagai langkah Presiden Prabowo Subianto yang ingin melaspas semua lumuran darah yang diciptakan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi kepada lawan-lawan politiknya.
Hal itu disampaikan Direktur Pusat Riset Politik, Hukum, dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, merespons telah dibebaskannya Hasto dan Tom Lembong setelah mendapatkan amnesti dan abolisi dari Presiden Prabowo pada Jumat, 1 Agustus 2025.
“Saya kira memang Prabowo sudah ingin menjauh dan tidak ingin berada di bawah kendali Jokowi. Prabowo pasti ingin mandiri dan tidak berada di bawah atau kendali siapa pun termasuk kendali Jokowi,” kata Saiful kepada RMOL, Senin, 4 Agustus 2025.
Menurut Saiful, koreksi Prabowo adalah bukti bahwa Prabowo mandiri dan tidak terpengaruh dari kekuasaan manapun, termasuk Jokowi.
“Prabowo ingin membersihkan sandera politik masa lalu yang mencekam. Prabowo ingin melaspas semua lumuran darah yang diciptakan oleh Jokowi kepada lawan-lawan politiknya,” tutur Saiful.
Akademisi Universitas Sahid Jakarta ini menilai, langkah politik Prabowo berbeda dengan Jokowi. Di mana, Jokowi nampak terlihat membungkam lawan-lawan politiknya melalui sarana hukum. Sedangkan Prabowo justru merangkul semua lawan-lawan politiknya.
“Politik merangkul inilah yang lebih dikedepankan oleh Prabowo, dan saya kira sangat bagus untuk persatuan dan kesatuan bangsa,” pungkas Saiful
-

Kesal ke Jokowi, Asli Jahat Banget
GELORA.CO -Joko Widodo atau Jokowi jadi sasaran kekesalan dunia maya yang protes terhadap proses hukum yang sempat menjerat Thomas Trikasih Lembong. Warganet mengkel lantaran Jokowi membuat pengakuan saat Tom Lembong akan menerima abolisi dari presiden.
Kamis pekan lalu, Jokowi sebagai presiden mengakui memerintahkan impor gula kepada Lembong saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Jokowi menyampaikan bahwa seluruh kebijakan berasal dari presiden.
Namun warganet gregetan Jokowi baru menyampaikan pengkuan setelah kasus dugaan korupsi impor gula selesai diperiksa Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dalam putusannya majelis hakim menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara meski dianggap tidak ada mensrea atau niat jahat, dan tidak ada penerimaan uang korupsi oleh Lembong.
Warganet tambah gondok karena Jokowi tidak bersedia memberikan kesaksian di pengadilan padahal sudah diminta tim kuasa hukum Lembong.
“Asli jahat banget nih orang. Tom Lembong udah dipenjara beberapa bulan minta dihadirkan di sidang dia nggak mau. Pas Tom Lembong mau dapat abolisi dia baru ngomong,” kesal @tonyAJ90616729 dikutip redaksi, Senin 4 Agustus 2025.
Akun @ferizandra juga kesal. “Tom Lembong diperiksa sejak tahun 2023 sampai kemudian ditahan, diadili dan divonis penjara meskipun gak ada niat jahat. Selama itu Mulyono cuman diam, baru sekarang mengaku memberikan perintah impor gula. Jahat! tulisnya.
“Cemen bisanya ngomong di media di persidangan nggak berani. Orang jahat nanti pasti kena karmanya, tinggal tunggu waktu saja. Tuanya sengsara akibat perilaku jahat,” timpal @andrieyans72 dengan emoji muntah.
Warganet lain gregetan jika Kejaksaan Agung tidak memproses Jokowi secara hukum. “@KejaksaanRI nih pak pengakuan langsung dari si pemberi perintah,” tulis @evi_sufiani.
“Dua alat bukti sudah cukup jerat Mulyono: pengakuan dia dan para saksi (minimal dua saksi). Pasal 184 KUHAP,” sahut @HermanBudiSant4. “Artinya, yang harus dihukum adalah Mulyono,” tambahnya.
-
/data/photo/2025/08/03/688ea2d8c4693.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Demi Keadilan, Tom Lembong Tetap Proses Laporannya terhadap Hakim ke MA dan KY Nasional 4 Agustus 2025
Demi Keadilan, Tom Lembong Tetap Proses Laporannya terhadap Hakim ke MA dan KY
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Meski telah bebas dari tahanan usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau
Tom Lembong
tidak menghentikan upaya hukumnya.
Ia tetap melanjutkan laporan terhadap majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkaranya ke Badan Pengawasan Mahkamah Agung (
Bawas MA
) dan
Komisi Yudisial
(KY).
Bagi Tom, pembebasan melalui abolisi bukan akhir perjuangan. Ia tetap ingin memastikan proses peradilan dijalankan secara adil dan profesional.
“Sebelum dan setelah abolisi, kami tetap melaporkannya, karena Pak Tom komitmen harus ada perbaikan proses penegakan hukum Indonesia,” ujar kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (3/8/2025).
Zaid menyebut, selama persidangan kasus dugaan korupsi impor gula, terdapat sejumlah kejanggalan sikap majelis hakim, terutama menyangkut prinsip-prinsip dasar peradilan seperti praduga tak bersalah (
presumption of innocence
).
Menurut dia, salah satu hakim anggota dalam perkara tersebut,
Alfis Setyawan
, kerap menunjukkan sikap tidak imparsial dan terkesan telah menyimpulkan kesalahan kliennya sejak awal.
“Kami melanjutkan laporan-laporan kami sebelumnya mengenai dugaan tindakan hakim yang imparsial dan secara jelas Hakim Anggota Alfis terlihat ingin menghukum Tom Lembong selama pemeriksaan saksi di persidangan,” kata Zaid.
“Bahkan tidak jarang hakim anggota bernama Alfis menyimpulkan dengan tidak mengedepankan sikap presumption of innocence, melainkan dengan sikap presumption of guilty,” tambahnya.
Dalam perkara yang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Tom Lembong diadili oleh majelis yang diketuai oleh Dennie Arsan Fatrika, dengan anggota Purwanto S. Abdullah dan Alfis Setyawan.
Meski laporan ditujukan kepada seluruh anggota majelis, Zaid menegaskan bahwa sikap Alfis menjadi salah satu poin penting dalam aduan mereka ke lembaga pengawas yudisial.
“Kami melaporkan semua hakim majelis pemeriksa, tetapi salah satu poin pentingnya adalah sikap hakim Alfis,” ucapnya.
Adapun Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis Tom Lembong dengan hukuman 4 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi tata niaga impor gula.
Namun, pada 1 Agustus 2025, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Keputusan Presiden tentang abolisi, yang menghentikan seluruh proses hukum terhadap Tom.
Ia pun langsung dibebaskan dari Rutan Cipinang malam harinya.
Terkait laporan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan belum mendapatkan informasi resmi mengenai pengaduan terhadap hakim yang menangani perkara Tom Lembong.
“Hingga saat ini kita belum menerima atas laporan tersebut, sehingga belum dapat meresponsnya,” kata juru bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, saat dikonfirmasi, Senin (4/8/2025).
“Nanti kita akan cek lagi dan memastikan apakah benar adanya laporan tersebut,” imbuhnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Disebut sebagai Cara Presiden Prabowo Kumpulkan Musuh Bubuyutan Jokowi
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pemberian abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto Kristiyanto terus menjadi diskursus.
Dianggap cara Presiden Prabowo kumpulkan musuh bubuyutan Presiden ke-7 Jokowi.
Hal tersebut diungkapkan dalam sebuah siniar di YouTube Keadilan TV. Obrolan antara Psikolog Forensik Reza Indagiri dengan Yan Kuriawan dari Drone Empirit.
Mulanya, Yan mengatakan keputusan Prabowo memberi amnesti dan abolisi itu membuat pihak Tom Lembong dan Hasto melebur di dunia maya.
“Buat saya itu canggih,” kata Yan dikutip Senin (4/8/2025).
Ia lalu memaparkan visualisasi dari data sentimen di media sosial terkait isu tersebut. Hasilnya, menunjukkan adanya reaksi yang natural.
“Betul-betul reaktif,” imbuhnya.
Namun yang menarik, kata dia, dilihat dari visualisasinya berwarna hijau. Dalam artian sentimen kepada yang memberi amnesti dan abolisi positif.
“Positif kepada yang memberi amnesti dan abolisi. Ke Presiden Prabowo,” terangnya.
Di sisi lain, disebutkan bahwa isu tersebut disertai dengan kemarahan. Tapi bukan kepada Prabowo, melainkan ke penguasa masa lalu.
“Terhadap Jokowi udah. Itu tinggi banget,” ucap Yan.
“Marahnya ke Pak Jokowi dan penegak hukum di era Pak Jokowi,” tambahnya.
Hal tersebut, kata Yan menunjukkan, baru terjadi oposisi di sebuah rezim, tapi yang disasar adalah pemerintahan sebelumnya.
“Baru kali ni ada pemerintahan. Oposisinya itu bukan kepada presidennya. Tapi presiden sebelumnya,” pungkasnya.
(Arya/Fajar) -

Prof. Didik J. Rachbini Soroti Abolisi Tom Lembong, Nama Jokowi Ikut Disebut
FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Dampak hukum yang lemah, tidak adil, dan mudah diintervensi terhadap perekonomian Indonesia menuai sorotan. Pandangan ini disampaikan Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini, terkait kasus hukum yang menimpa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong.
“Saya sebagai ekonom ingin memberi kontribusi (semoga bermakna) terhadap praktek kriminalisasi hukum dan kasus Tom Lembong, bagaimana Pengaruh Hukum yang buruk terhadap Ekonomi Indonesia?” ujar Prof. Didik dalam keterangan resminya dikutip pada Senin (4/8/2025).
Menurutnya, hukum yang lemah, tidak adil, tidak konsisten, atau mudah diintervensi kekuasaan serta dipolitisasi dapat memberikan dampak negatif serius terhadap perekonomian nasional. Hukum adalah faktor kepastian dan ketidakpastian di dalam ekonomi, khususnya investasi.
Lebih lanjut Prof Ddik menjelaskan, kepastian hukum adalah syarat mutlak bagi dunia usaha. Negara dengan kepastian hukum yang labil dan buruk muka akan dihindari oleh investor.
“Kalangan bisnis dan semua investor, baik domestik maupun asing, pasti sangat memerlukan kepastian hukum,” jelas Prof. Didik.
Ia menegaskan bahwa jika sistem hukum tidak mampu menjamin kontrak, menyelesaikan sengketa secara adil, dan bebas dari intervensi politik, maka investor akan enggan menanamkan modal karena risiko kerugian bahkan kebangkrutan.
Prof. Didik juga mengingatkan bahwa hukum yang buruk berimplikasi langsung pada peningkatan biaya transaksi. “Biaya transaksi adalah biang kerok atau bahkan setan buruk di dalam ekonomi dan dunia bisnis, yang sering muncul dari sistem hukum yang buruk,” tegasnya.
-

Abolisi dan Amnesti Jadi Alat Politik, Tidak Ada yang Gratis
Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto yang terjerat kasus suap Harun Masiku dan abolisi kepada Tom Lembong terkait impor gula.
Penggunaan amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo telah menimbulkan intervensi terhadap proses hukum. Selain itu, juga menimbulkan tanda tanya terhadap keseriusan pemerintah terkait kasus korupsi di Indonesia.
Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai keputusan Presiden Prabowo bukan hanya berdampak hukum, tetapi juga membawa pesan politik dan koreksi atas praktik pemidanaan era pemerintahan sebelumnya.
Ray menjelaskan bahwa secara teknis, pemberian hak prerogatif Presiden terhadap dua tokoh ini menimbulkan kebingungan. Amnesti yang diberikan kepada Hasto merupakan pengampunan, sedangkan abolisi yang diterima Tom Lembong berarti penghentian tuntutan pidana.
“Hasto divonis 3,5 tahun penjara dan KPK akan banding. Apakah dengan amnesti banding otomatis gugur? Tidak juga. Amnesti membebaskan dari penjara, tapi bukan dari tuntutan hukum. Banding KPK tetap bisa berjalan,” ujar Ray.
Sebaliknya, pemberian abolisi kepada Tom secara otomatis menghentikan seluruh proses hukum, termasuk rencana banding dari kejaksaan. “Abolisi menggugurkan seluruh tuntutan, sedangkan amnesti tidak,” tegasnya.
Hak Istimewa Presiden
Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI) Tahun 1945, Presiden memiliki kekuasaan untuk memberi grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan lembaga lain yaitu, DPR untuk amnesti dan abolisi, dan Mahkamah Agung untuk grasi dan rehabilitasi.
Namun, pasal 14 UUD 1945 tersebut belum mengatur dengan jelas, siapa saja yang boleh mendapatkan abolisi dan amnesti. Ray mengingatkan agar Presiden Ke-8 RI itu tidak menggunakan hak amnesti, abolisi, maupun grasi secara sembrono.
Pengamat hukum menegaskan agar pemerintah mengobral hak istimewa, khususnya diberikan ke orang-orang terdekat. Amnesti dan abolisi bukan juga jadi alat untuk menyelamatkan koruptor yang terbukti bersalah.
“Ini bukan jalan pintas menyelamatkan siapa pun yang sudah terbukti bersalah. Harus selektif, objektif, dan berdasarkan prinsip keadilan. Amnesti, abolisi dan grasi tidak boleh diobral. Dia harus diberikan secara selektif, objektif dan rasional,” ucapnya.
Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto bebas dari penjara
KPK mencatatkan bahwa pemberian amnesti kepada koruptor baru pertama kali terjadi dalam sejarah. Plt. Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, amnesti yang diberikan kepada Hasto adalah yang pertama didapatkan oleh tersangka, terdakwa maupun terpidana kasus yang ditangani oleh lembaga antirasuah.
“Kalau untuk KPK sendiri, sejauh yang saya dinas di sini, ini adalah yang pertama, amnesti ini,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Alasan Prabowo Beri Amnesti dan Abolisi
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa usulan pemberian abolisi kepada Tom Lembong diusulkan olehnya kepada Presiden Prabowo.
“Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum, jadi surat permohonan Menteri Hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang menandatangani,” kata Supratman dilansir dari Antara, Kamis (31/7/2025).
Supratman menjelaskan bahwa dengan pemberian abolisi tersebut maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong itu dihentikan dan tinggal menunggu keputusan presiden sebagai tindak lanjutnya.
“Maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan itu dihentikan. Kalau kemudian nanti Presiden dengan atas dasar pertimbangan dari DPR itu kemudian menerbitkan keputusan presiden,” katanya.
Dia mengaku bersyukur malam ini karena pertimbangan DPR-nya sudah disepakati oleh fraksi-fraksi kita tunggu selanjutnya keputusan presiden yang akan terbit.
Supratman juga menjelaskan pertimbangan pemberian abolisi terhadap Tom Lembong tersebut didasari demi kepentingan bangsa dan negara. “Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama,” ujarnya.
“Sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik, kekuatan politik yang ada di Indonesia,” tutur Supratman.
Meski demikian, dia tak menampik bahwa pertimbangan pemberian abolisi itu didasari pula oleh pertimbangan-pertimbangan subjektif, salah satunya kontribusi Tom Lembong terhadap negara.
“Jadi itu yang kami ajukan, tentu dengan pertimbangan-pertimbangan subjektif yang saya sampaikan bahwa yang bersangkutan juga punya prestasi ataupun punya kontribusi kepada republik Indonesia,” ungkapnya.
Amnesti dan Abolisi Jadi Alat Politik
Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Wasisto Raharjo Jati, menilai penggunan hak istimewa Presiden Prabowo melalui abolisi dan amnesti kepada Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, bisa menjadi alat politik.
Dia yang menjelaskan bahwa pemberian abolisi dan amnesti secara konstitusional merupakan hak prerogatif Presiden. Namun, sayang sekali, jika yang digunakan sebagai pertimbangan adalah untuk kepentingan politik.
“Namun demikian sepertinya, dasar pertimbangan yang dipakai adalah kepentingan politik terlebih karena yang diampuni kasusnya adalah kasus korupsi yang ada kaitannya dengan para elit,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (1/7/2025).
Lebih lanjut, Wasisto menuturkan bahwa pemberian keputusan tersebut memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas politik dan untuk merangkul lawan politik.
“Kepentingannya adalah menjaga stabilitas politik sehingga opini publik tidak terpengaruh terus menerus dengan kedua kasus itu dan juga akomodasi politik dengan merangkul lawan-lawan politik,” ujarnya.
Sebagai informasi, abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.
Adapun, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.
Tom Lembong sebelumnya dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun atas perkara korupsi impor gula, sedangkan Hasto dijatuhi 3,5 tahun penjara atas perkara suap Harun Masiku.
