Tag: Tito Karnavian

  • Indonesia Bagikan Pengalaman Tangani Terorisme dan Konflik di Global Security Forum Qatar – Halaman all

    Indonesia Bagikan Pengalaman Tangani Terorisme dan Konflik di Global Security Forum Qatar – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, QATAR – Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, Muhammad Tito Karnavian, menyampaikan pidato kunci dalam forum internasional Global Security Forum (GSF) 2025 yang berlangsung di Doha, Qatar, pada 28–30 April 2025.

    Forum ini mengangkat tema keamanan global, dengan fokus pada peran non state actors dalam dinamika keamanan transnasional.

    Dalam sambutannya, Mendagri Tito menekankan pentingnya memahami serta menjalin kolaborasi efektif dengan nonstate actors dalam menghadapi tantangan keamanan yang semakin kompleks dan lintas batas.

    “Indonesia memandang nonstate actors sebagai entitas yang memainkan peran signifikan dalam lanskap keamanan saat ini. Mereka terbagi ke dalam dua kategori: hostile nonstate actors yang menjadi ancaman terhadap stabilitas, dan friendly nonstate actors yang dapat menjadi mitra strategis dalam menjaga perdamaian dan keamanan,” ujar Mendagri Tito dalam paparannya.

    Mendagri menyampaikan apresiasi kepada Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Qatar, Sheikh Mohammed bin Abdurahman Al Thani, Menteri Dalam Negeri Qatar Khalifa bin Hamad bin Khalifa Al Thani, serta kepada Ali Soufan dari The Soufan Center, atas penyelenggaraan forum yang menjadi ajang penting pertukaran pandangan dan penguatan jejaring internasional.

    Ia memaparkan pengalaman Indonesia dalam menghadapi kelompok ekstremis kekerasan yang memiliki keterkaitan internasional, seperti Jemaah Islamiyah yang berafiliasi dengan Al-Qaeda, serta Jamaah Ansharut Daulah yang terkait dengan ISIS.

    Tak hanya itu, Mendagri juga mengangkat isu konflik bersenjata yang telah dihadapi Indonesia, seperti dengan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM).

    Mendagri Tito menyoroti tantangan kejahatan transnasional yang turut melibatkan kolaborasi antara non state actorsdomestik dan asing, seperti penyelundupan narkoba, perdagangan manusia, kejahatan siber, serta eksploitasi ilegal sumber daya alam.

    Aktivitas semacam ini, menurutnya, tidak hanya mengganggu stabilitas keamanan nasional tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi negara.

    Namun di sisi lain, ia juga menegaskan pentingnya peran friendly non state actors dalam menjaga keamanan dan mendukung upaya perdamaian.

    Ia menyebut keberhasilan proses damai di Aceh sebagai contoh nyata, yang dimediasi oleh Crisis Management Initiative (CMI) pimpinan Presiden Finlandia saat itu, Martti Ahtisaari, serta tokoh mediator Juha Christensen, yang kemudian bergabung dengan Asian Peace and Reconciliation Center.

    Dalam konteks penanganan terorisme, Indonesia juga bekerja sama dengan lembaga-lembaga kajian terkemuka.

    “Indonesia juga banyak terbantu oleh kerja sama dengan lembaga kajian seperti International Crisis Group yang dipimpin oleh Sidney Jones, serta Rajaratnam School of International Studies dari Nanyang Technological University (NTU), Singapura,” ujarnya.

    Lembaga-lembaga ini memberikan analisis berbasis riset yang mendalam terhadap jaringan terorisme, termasuk wawancara dengan tokoh-tokoh kunci di dalamnya.

    Berdasarkan pengalaman tersebut, Mendagri menyampaikan dua rekomendasi utama dalam forum internasional tersebut.

    Pertama, memperkuat kerja sama antarnegara tidak hanya pada tingkat strategis, tetapi juga operasional antar aparat keamanan.

    Kedua, melibatkan friendly non state actors seperti LSM, lembaga riset, dan komunitas sipil lainnya dalam strategi pencegahan dan penanggulangan ancaman dari hostile non state actors.

    “Forum ini merupakan contoh nyata bagaimana kolaborasi antara negara, lembaga kajian, dan organisasi internasional seperti The Soufan Center dapat memperkuat kerja sama lintas batas dalam menghadapi ancaman global,” tegas Mendagri Tito.

    Global Security Forum sendiri merupakan forum keamanan internasional tahunan yang pertama kali diselenggarakan pada 2018.

    Ajang ini mempertemukan para pemimpin dunia dan pakar keamanan untuk membahas isu-isu strategis, termasuk terorisme, kejahatan siber, dan mediasi konflik.

    Tahun ini, GSF menyoroti peran nonstate actors yang semakin dominan dalam mengancam stabilitas dan kedaulatan negara. 

     

  • Menteri PANRB Buka-bukaan Kinerja PNS Usai Evaluasi Birokrasi

    Menteri PANRB Buka-bukaan Kinerja PNS Usai Evaluasi Birokrasi

    Jakarta

    Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini buka-bukaan tentang kinerja ASN atau Aparatur Sipil Negara (PNS & PPPK).

    Kinerja ini berdasarkan evaluasi implementasi Reformasi Birokrasi (RB) periode 2020-2024 di instansi pemerintahan.

    Rini mengatakan, secara nasional yang paling banyak mendapat sorotan adalah terkait masalah pelayanan publik. Menurutnya, masih banyak instansi pemerintah yang mempunyai indeks pelayanan publik yang rendah, begitu pula dengan tata kelolanya.

    Adapun implementasi RB sendiri saat ini juga dikaitkan dengan program Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Selaras dengan itu, Kementerian PANRB juga menemukan banyak masalah terkait konflik kepentingan (conflict of interest).

    “Jadi semua program-program RB kita kaitkan dengan itu. Bahkan, kami melihat bahwa masih ada banyak masalah kaitannya dengan conflict of interest,” kata Rini, ditemui usai acara Rapat Koordinasi Kebijakan PANRB 2025-2029 dan Pengumuman Hasil Evaluasi Indeks RB Tahun 2024 di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta, Rabu (30/4/2025).

    Rini mengatakan, pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Menteri PANRB (PermenPANRB) Nomor 17 tahun 2024 tentang Pengelolaan Konflik Kepentingan. Aturan ini menjadi dasar bagi para pejabat pemerintah untuk menghindari konflik kepentingan. Harapannya, perbaikan bisa dilakukan secara bertahap hingga tahun 2029 mendatang.

    Usut Pemda Angkat PPPK di Luar Jadwal

    Rini juga menyampaikan respons tentang sejumlah pemerintah daerah (pemda) yang ketahuan melakukan aksi pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di luar jadwal. Padahal proses seleksi⁠ Honorer Kategori 1 (K1) dan Honorer Kategori 2 (K2) telah selesai.

    Rini mengatakan, dirinya akan berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk melakukan pengecekan terhadap para pegawai non-ASN atau honorer ini. Sebab, seharusnya pemda memasukan daftar orang tersebut ke dalam data BKN untuk mengangkatnya ke PPPK.

    “Seharusnya pemda memasukkan orang itu ke dalam data BKN sebagai yang harus masuk ke PPPK. Saya nggak bisa berspekulasi apakah ini karena memang pemdanya nggak masukkan data ke BKN atau bagaimana,” kata dia.

    Di samping itu, Rini juga akan berdiskusi dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyangkut persoalan sanksi. Sebab, sanksi pemda berada di bawah kewenangan Kemendagri berdasarkan pada Undang-Undang (UU).

    Selain itu, di Undang-Undang (UU) tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) No. 20 Tahun 2023 atau UU ASN juga diatur tentang sanksi bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau pejabat lain yang melakukan pelanggaran, termasuk terkait perekrutan pegawai non-ASN.

    Selamatkan Potensi Kebocoran Rp 128,5 Triliun

    Di sisi lain, Rini turut melaporkan bahwa implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) mampu mencegah potensi pemborosan APBN dan APBD hingga Rp 128,5 triliun dalam periode 2023 dan 2024. Hal ini tidak terlepas dari program RB yang sudah terkonsolidasi dalam kegiatan Stranas PK.

    “Indeks RB dalam 2 tahun terakhir penerapan SAKIP kita sudah berhasil mencegah potensi pemborosan APBN dan APBD mencapai Rp 128,5 triliun,” kata Rini, dalam paparannya di acara Rakor tersebut.

    Dalam pelaksanaannya, ada manajemen kinerja dari mulai perencanaan dan pemantauan secara lebih terarah, hingga evaluasi yang lebih profesional dan akuntabel. Selain itu, Kementerian PANRB juga mencatat, total ada sebanyak 2.624 unit percontohan pelayanan prima dan anti-korupsi, termasuk pada sektor penegakan hukum.

    Rini menambahkan, integrasi penyelenggaraan pelayanan publik melalui pembentukan 272 Mal Pelayanan Publik (MPP) dan 91 MPP digital. Kementerian PANRB juga melakukan perbaikan tata kelola Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) yang sudah mencapai 91% di kementerian.

    Kementerian/Lembaga (KL) memiliki rata-rata indeks RB sebesar 82,98 atau naik 6,17 poin. Lalu pemerintah Provinsi memiliki rata-rata indeks RB 74,63 atau naik 4,92 poin, sedangkan pemerintah Kabupaten/Kota memiliki rata-rata 69,46 di tahun 2024 atau naik 10,14 poin dari tahun sebelumnya.

    Kementerian PANRB juga akan segera memulai proses penyusunan Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional (GDRBN) 2025-2045. GDRBN 2025-2045 dirancang untuk mendukung Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional dengan visi birokrasi kelas dunia. Reformasi dilakukan bertahap hingga 2045 melalui transformasi digital, penguatan kolaborasi, dan tata kelola adaptif berbasis manusia dan inklusif.

    (shc/hns)

  • Gubernur Sumut Bobby Nasution Setuju Revisi UU Ormas

    Gubernur Sumut Bobby Nasution Setuju Revisi UU Ormas

    Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution menanggapi peluang Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas).

    Bobby mengaku setuju dengan peluang revisi UU Ormas asalkan dimaksudkan untuk kebaikan bersama. Terlebih, revisi UU Ormas juga dapat berdampak pada kemudahan berinvestasi di Indonesia.

    “Ya pasti kalau untuk kebaikan setuju ya. Apalagi untuk bicara tadi, untuk kemudahan ataupun investasi kegiatan masyarakat dan masyarakat pasti setuju,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (29/4/2025).

    Selain itu, dia juga berpandangan bahwa organisasi-organisasi kemasyarakatan yang berpotensi melakukan premanisme haruslah segera ditertibkan.

    “Premanisme tentu saya lihat ada organisasi-organisasi tertentu memang yang menjadi cikal bakalnya, yang perlu ditertibkan,” ucapnya.

    Sebelumnya, Mendagri Tito mengatakan peluang merevisi UU Ormas ini dikarenakan seiring maraknya aksi premanisme ormas di Tanah Air.

    Namun, dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif. 

    “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito, dikutip dari Antara, Sabtu (26/4/2025). 

    Dia menyebutkan salah satu aspek penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan, terutama dalam hal transparansi keuangan. 

    Tito menilai ketidakjelasan alur dan penggunaan dana ormas bisa menjadi celah untuk penyalahgunaan kekuasaan di tingkat akar rumput.

  • Kemendagri dukung penuh program tiga juta rumah

    Kemendagri dukung penuh program tiga juta rumah

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mendukung penuh program tiga juta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

    Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Ribka Haluk dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, mengatakan kementerian dan lembaga terkait memang saling bersinergi untuk mendukung berbagai program Presiden Prabowo Subianto, termasuk penyediaan tiga juta rumah bagi MBR.

    “Sehingga posisi kami, Pak Menteri Dalam Negeri sangat-sangat mendukung terkait dengan pelaksanaan pembangunan tiga juta rumah per tahun sesuai dengan program Bapak Presiden dalam Asta Cita,” kata Ribka setelah menghadiri Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Perumahan Perdesaan yang berlangsung di Gedung Sasana Bhakti Praja, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa.

    Ia menuturkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian bersama Menteri PKP Maruarar Sirait telah melakukan sejumlah upaya untuk menyukseskan program tersebut. Hal ini termasuk dengan menggelar Rakortek Perumahan Perdesaan yang melibatkan jajaran pemerintah daerah (pemda).

    Dia menjelaskan sebagai pembina dan pengawas jalannya pemerintahan, Kemendagri mendorong pemda agar turut mendukung program tersebut. Terlebih, gubernur merupakan wakil pemerintah pusat di daerah, sedangkan bupati/wali kota bertindak sebagai pelaksana program.

    “Sehingga memang posisi kami hari ini adalah bagaimana kita mengoordinasikan para pimpinan di daerah, dalam hal ini gubernur, termasuk acara pada hari ini kita menghadirkan [kepala daerah],” jelasnya.

    Sementara itu, Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah dalam arahannya menegaskan komitmen Presiden Prabowo untuk menyediakan rumah bagi masyarakat kecil. Komitmen ini ditunjukkan dengan membentuk Satgas Perumahan dan Kementerian PKP.

    Adapun program tiga juta rumah bagi masyarakat kecil akan tersebar di daerah perkotaan, perdesaan, dan wilayah pesisir.

    Fahri mengimbau pemda agar mendata kebutuhan rumah bagi masyarakat kecil di daerahnya masing-masing. Sebab, kata dia, keakuratan data berperan penting dalam menyukseskan penyediaan rumah tersebut.

    “Mohon didata secara detail kebutuhan rumah ada berapa? Rumah tidak layak huni ada berapa?” ujar Fahri.

    Di sisi lain, ia mengatakan selain persoalan rumah, pihaknya juga memperhatikan kualitas kawasan permukiman. Hal ini karena keduanya saling berkaitan untuk mewujudkan lingkungan yang baik.

    “Karena teorinya mengatakan kalau kawasannya diperbaiki biasanya perumahannya tambah baik. Tapi kalau rumahnya diperbaiki, kawasannya buruk, biasanya rumahnya memburuk,” tambahnya.

    Sebagai informasi, rakortek tersebut dihadiri oleh sejumlah gubernur, bupati, dan wali kota. Hadir pula kepala dinas serta pejabat maupun pihak terkait lainnya.

    Dalam kesempatan itu, Kementerian PKP juga memberikan piagam penghargaan kepada sejumlah pihak yang dinilai telah mendukung program tiga juta rumah. Mereka di antaranya Pemerintah Provinsi Aceh, PT Adaro, Yayasan Buddha Tzu Chi, dan PT Berau Coal.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • MPR: Indonesia Tidak Toleransi Premanisme Berkedok Ormas

    MPR: Indonesia Tidak Toleransi Premanisme Berkedok Ormas

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Ketua MPR, Eddy Soeparno menegaskan Indonesia harus segera menindak aksi-aksi premanisme berkedok organisasi masyarakat (ormas), yang mengganggu pelaku usaha dan industri akhir-akhir ini.

    Menurut dia, dalam dunia investasi, masalah keamanan dan penegakan hukum adalah hal yang paling utama. Jika ini sudah terpenuhi, investor akan siap berinvestasi meski infrastrukturnya belum terbangun.

    Sebab itu, Eddy memandang investasi di Indonesia tentunya harus diproteksi dengan baik, terutama dalam aspek keamanannya, sehingga aksi premanisme harus segera diberantas.

    “Agar Indonesia bisa mengirimkan sinyal yang kuat kepada dunia usaha, kepada pelaku investasi bahwa Indonesia itu tidak akan menoleransi dalam tanda kutip aksi-aksi koboi, premanisme yang sering berkedok ormas tersebut,” tuturnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (28/4/2025).

    Lebih lanjut, Wakil Ketua Umum PAN ini turut merasa lega dan bahagia karena Menteri Dalam negeri (Mendagri), Tito Karnavian siap melakukan evaluasi terhadap Undang-Undang tentang Ormas guna memperkuat aspek pengawasannya.

    “Saya menyambut gembira meskipun saya rasa jika penegakan hukum dilakukan secara kuat dan konsekuen, ya perubahan legislasi itu mungkin tidak perlu,” ungkap Eddy.

    Lebih jauh, dia mencontohkan proyek pabrik BYD di Subang yang diganggu preman berkedok ormas. Menurutnya, secara operasional sebenarnya pabrik belum berfungsi, karena masih dalam tahap pembangunan.

    “Tetapi kan lalu lintas dari kendaraan untuk mengangkut material, alat-alat untuk dibangun dan lain-lain itu kan juga konon kabarnya mendapatkan gangguan,” ucapnya.

    Dengan demikian, dia khawatir bilamana kegiatan premanisme berkedok ormas ini dapat mengganggu iklim investasi di Indonesia. Oleh sebab itu, dia mendorong adanya tindakan cepat untuk mengatasi hal tersebut.

    “Jangan sampai kita ini punya target investasi yang tinggi, tetapi terhalang oleh aksi-aksi yang sesungguhnya bisa kita cepat atasi, asal penegakan hukumnya itu bisa dilaksanakan secara kuat,” tutup Eddy.

  • Natalius Pigai Bicara Revisi UU Ormas: Bukan Pembatasan, tapi Demokrasi

    Natalius Pigai Bicara Revisi UU Ormas: Bukan Pembatasan, tapi Demokrasi

    PIKIRAN RAKYAT – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, menanggapi wacana revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang disampaikan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian. Menurut Pigai, rencana revisi tersebut perlu disikapi secara positif untuk memperkuat demokrasi di Indonesia.

    “Menurut saya adanya revisi UU Ormas ini perlu dilihat dari sisi positif sebagai upaya untuk memajukan demokrasi di Indonesia, jangan dari sudut pandang negatifnya,” kata Pigai dalam keterangan yang diterima, Senin, 28 April 2025.

    Pigai juga menanggapi soal adanya aktivitas sejumlah ormas yang meresahkan masyarakat. Ia menilai pendekatan yang dibutuhkan adalah pengaturan, bukan pembatasan.

    “Prinsipnya yang penting tidak boleh ada pembatasan (union busting), namun memang perlu diatur agar ormas ini profesional dan berkualitas,” ucapnya.

    Ia menekankan pentingnya pendekatan pengaturan, mengingat Perpu Ormas Nomor 2 Tahun 2017 sebelumnya dinilai subjektif dalam membubarkan beberapa ormas, sehingga menghambat demokrasi.

    “Kita bicara mengenai indeks demokrasi yang selalu rendah, kita mengalami penurunan indeks demokrasi dari prominen ke fraud democracy karena salah satunya UU Ormas atau Perpu Nomor 2. Oleh karena itu revisi ini tentu orientasinya dalam rangka membuka keran demokrasi. Saya bahkan beberapa waktu lalu sudah menyampaikan juga kepada media agar UU ormas direvisi khususnya Perpu Nomor 2 tahun 2017,” jelasnya.

    “Artinya wacana revisi ini kami dukung dalam konteks positif untuk memajukan demokrasi di Indonesia,” tambah Pigai.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian menyatakan membuka peluang revisi UU Ormas sebagai respons atas maraknya penyimpangan yang dilakukan sejumlah ormas.

    Menurut Tito, revisi diperlukan agar pengawasan terhadap ormas bisa lebih ketat dan akuntabel.

    “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito, Jumat, 25 April 2025, dikutip dari Antara.

    Ia menilai transparansi keuangan ormas perlu diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan di tingkat akar rumput.

    Tito menegaskan ormas adalah bagian penting dari demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat, namun kebebasan itu tidak boleh disalahgunakan.

    “Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” jelasnya.

    Tito menyebut UU Ormas pascareformasi memang berfokus pada kebebasan sipil, tetapi dalam perkembangannya, ada ormas yang menyalahgunakan status tersebut.

    “Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.

    Namun, Tito menegaskan bahwa revisi harus mengikuti prosedur legislasi yang melibatkan DPR RI.

    “Nantinya kalau ada usulan dari pemerintah, ya diserahkan ke DPR. DPR yang membahas dan memutuskan,” katanya.

    Tito juga mengingatkan pentingnya penegakan hukum terhadap pelanggaran, baik oleh individu maupun organisasi, untuk menjaga stabilitas keamanan.

    “Kalau pidana ya otomatis harus ditindak. Proses pidana. Harus tegakkan hukum supaya stabilitas keamanan dijaga,” pungkasnya.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • Menteri HAM: Revisi UU Ormas positif demi kemajuan demokrasi

    Menteri HAM: Revisi UU Ormas positif demi kemajuan demokrasi

    Namun, memang perlu diatur agar ormas ini profesional dan berkualitas.

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan bahwa wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) yang dicanangkan Pemerintah perlu dilihat dalam konteks positif demi kemajuan demokrasi di Indonesia.

    “Menurut saya, adanya wacana revisi UU Ormas ini perlu dilihat dari sisi positif sebagai upaya untuk memajukan demokrasi di Indonesia, jangan dari sudut pandang negatifnya,” kata Pigai dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.

    Pigai menyoroti adanya aktivitas ormas tertentu yang meresahkan masyarakat.

    Menurut dia, perlu digunakan pendekatan pengaturan alih-alih pembatasan untuk mengatasi masalah itu.

    “Prinsipnya yang penting tidak boleh ada pembatasan (union busting). Namun, memang perlu diatur agar ormas ini profesional dan berkualitas,” kata dia.

    Di sisi lain, Pigai menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas ketika itu dibentuk secara subjektif sehingga dinilai memengaruhi indeks demokrasi Indonesia.

    “Kita bicara mengenai indeks demokrasi yang selalu rendah. Kita mengalami penurunan indeks demokrasi dari prominent (menonjol) ke fraud (penipuan) demokrasi karena salah satunya UU Ormas atau Perppu Nomor 2 Tahun 2017 ini,” katanya.

    Oleh karena itu, Menteri HAM mendukung wacana revisi UU Ormas demi memajukan demokrasi tanah air. Bahkan, pendekatan pengaturan ini perlu ditekankan.

    “Revisi ini tentu orientasinya dalam rangka membuka keran demokrasi. Saya bahkan beberapa waktu lalu sudah menyampaikan juga kepada media agar UU Ormas direvisi, khususnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017,” imbuh Pigai.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian membuka peluang merevisi UU Ormas sebagai respons atas maraknya tindakan menyimpang yang dilakukan oleh sejumlah ormas di Tanah Air.

    Mendagri saat ditemui awak media di Jakarta, Jumat (25/4), mengatakan bahwa revisi ini menjadi penting agar pengawasan terhadap ormas makin ketat dan akuntabel.

    “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito.

    Mendagri menyebutkan salah satu aspek penting yang perlu dievaluasi ialah mekanisme pengawasan, terutama dalam hal transparansi keuangan.

    “Ketidakjelasan alur dan penggunaan dana ormas bisa menjadi celah penyalahgunaan kekuasaan di tingkat akar rumput,” ujarnya.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • MPR: Esensi revisi UU Ormas percepat proses likuidasi pembubaran ormas

    MPR: Esensi revisi UU Ormas percepat proses likuidasi pembubaran ormas

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengatakan bahwa esensi dari wacana revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (UU Ormas) ialah untuk mempercepat proses likuidasi pembubaran ormas.

    “Esensi daripada Undang-Undang Ormas yang baru direvisi itu kan untuk mempercepat proses likuidasi pembubaran ormas,” kata Eddy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Eddy menekankan bahwa pemerintah mengantongi kewenangan untuk membubarkan ormas yang dinilai mengganggu ketertiban umum di tengah masyarakat.

    “Soal pembubaran ormas kan sudah ada, ormas yang kemudian mengganggu ketertiban umum itu bisa dibubarkan,” ujarnya.

    Untuk itu, ia menyatakan dukungannya terhadap wacana pemerintah untuk melakukan revisi terhadap UU Ormas sebagai respons pengawasan atas maraknya tindakan menyimpang oleh sejumlah ormas di tanah air.

    “Saya kira itu kan kewenangannya pemerintah dan kalau memang pemerintah merasa bahwa perlu ada penguatan dari aspek pengawasan ormasnya, ya tentu kami akan mendukung karena kita perlu pengawasan,” ucapnya.

    Eddy mengaku gembira dan menyambut iktikad baik pemerintah merevisi UU Ormas, sebagaimana yang disampaikan Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian.

    “Menyambut dengan gembira pernyataan dari Mendagri yang menyatakan bahwa beliau siap untuk melakukan evaluasi terhadap Undang-Undang Ormas untuk memperkuat aspek pengawasannya,” katanya.

    Di sisi lain, ia mengatakan UU Ormas pun tidak apa-apa jika tak direvisi asalkan pengawasan dan penegakan hukum atas tindakan premanisme oleh ormas-ormas mampu dilakukan secara konsekuen.

    “Jika penegakan hukum dilakukan secara kuat dan konsekuen, ya perubahan legislasi itu mungkin tidak perlu,” tegasnya.

    Menurut Eddy, hal penting di lapangan adalah pengawasan dan penegakan hukumnya bisa dilaksanakan secara konsekuen.

    Sebelumnya, pada Jumat (25/4), Mendagri Muhammad Tito Karnavian membuka peluang merevisi UU Ormas sebagai respons atas maraknya tindakan menyimpang yang dilakukan sejumlah ormas di tanah air.

    Menurut Tito, revisi ini menjadi penting agar pengawasan terhadap ormas semakin ketat dan akuntabel.

    “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito saat ditemui awak media di Jakarta.

    Mendagri mengatakan salah satu aspek penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan, terutama dalam hal transparansi keuangan.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • 13 Larangan untuk Ormas, Jika Melanggar Dapat Disanksi Pembubaran
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 April 2025

    13 Larangan untuk Ormas, Jika Melanggar Dapat Disanksi Pembubaran Nasional 28 April 2025

    13 Larangan untuk Ormas, Jika Melanggar Dapat Disanksi Pembubaran
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Organisasi kemasyarakatan (
    ormas
    ) menjadi sorotan karena sejumlah peristiwa yang melibatkan mereka.
    Mulai dari pembakaran mobil polisi di Depok, Jawa Barat. Lalu pernyataan Wakil Ketua MPR Eddy Soeparno yang menyebut adanya ormas yang mengganggu pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat.
    Payung hukum terkait ormas sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang
    Ormas
    . Di dalamnya mengatur mekanisme pembentukan, kewajiban, larangan, hingga sanksi untuk ormas.
    Dalam UU Ormas, mengatur pula 13 larangan untuk ormas. Jika melanggar, ormas dapat dikenai sanksi berupa peringatan tertulis hingga pembubaran.
    Larangan untuk ormas diatur dalam Pasal 59 UU Ormas. Dalam Pasal 59 ayat (1) UU Ormas dijelaskan lima larangan, yakni:
    Selanjutnya dalam Pasal 59 ayat (2) UU Ormas, diatur lima larangan lainnya:
    Lalu dalam Pasal 59 ayat (3) UU Ormas mengatur dua larangan, yakni sebagai berikut:
    Terakhir dalam Pasal 59 ayat (4), ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
    Pemerintah pusat atau daerah dapat menjatuhkan sanksi administratif kepada ormas yang melanggar Pasal 59 UU Ormas. Salah satunya adalah pembubaran atau pencabutan status hukum ormas.
    Selanjutnya berkaitan dengan sanksi administratif terdiri dari empat hal yang diatur dalam Pasal 61 UU Ormas, yakni:
    Pemerintah membuka peluang untuk merevisi UU Ormas setelah sejumlah peristiwa yang melibatkan ormas.
    Beberapa peristiwa yang melibatkan ormas antara lain diganggunya pembangunan pabrik BYD di Subang, Jawa Barat. Lalu, pembakaran mobil polisi oleh empat anggota ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya.
    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan, banyak ormas saat ini yang bertindak kebablasan dan membuka peluang direvisinya UU Ormas.
    “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat. Di antaranya, mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
    Salah satu yang perlu dievaluasi adalah pengawasan terhadap pemasukan dan pengeluaran dana ormas.
    Sebab menurut Tito, ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
    Tegasnya, ormas tidak boleh bertindak sewenang-wenang dengan melakukan intimidasi, kekerasan, hingga pemerasan.
    “Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas Tito.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 April 2025

    Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas Nasional 28 April 2025

    Pimpinan MPR Dukung Usulan Mendagri Revisi UU Ormas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    MPR
    (Majelis Permusyawaratan Rakyat), Eddy Soeparno, mendukung usulan Mendagri (Menteri Dalam Negeri) Tito Karnavian untuk merevisi UU
    Ormas
    (Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan).
    “Saya juga menyambut baik usulan Mendagri yang tengah mengevaluasi perlunya revisi
    UU Ormas
    , meski saya merasa bahwa ketegasan aparat penegak hukum memberantas aksi
    premanisme
    sampai ke akar-akarnya sudah akan cukup ampuh tanpa perlu mengubah legislasinya,” kata Eddy dalam keterangan resminya, Senin (28/4/2025).
    Eddy menilai langkah tersebut bisa menjadi salah satu upaya memperketat pengawasan terhadap
    ormas
    yang kerap mengganggu dunia usaha.
    Menurut Eddy, aksi premanisme berkedok ormas yang mengganggu pelaku usaha dan industri akan berdampak pada iklim investasi dan menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
    “Dengan kata lain, jika ada pihak-pihak yang mengganggu iklim investasi di Indonesia, itu sama saja dengan mengganggu target pemerintah mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen,” kata politikus PAN ini.
    Dia pun mengingatkan bahwa keamanan dan kepastian hukum menjadi hal yang paling dipertimbangkan investor untuk menanamkan modalnya.
    “Jika investor yakin bahwa keduanya dijamin negara, mereka tidak akan ragu untuk berusaha di Indonesia,” jelas Eddy.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menilai banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) yang telah bertindak kebablasan.
    Oleh karenanya, ia membuka peluang untuk merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas, guna memberikan pengawasan ketat terhadap keberadaan mereka. “Kita lihat banyak sekali peristiwa ormas yang kebablasan. Mungkin perlu ada mekanisme pengawasan yang ketat, di antaranya mungkin masalah keuangan, audit keuangan,” kata Tito melansir Antara, Jumat (25/4/2025).
    Salah satu hal penting yang perlu dievaluasi adalah mekanisme pengawasan transparansi keuangan.
    Menurutnya, ketidakjelasan penggunaan dana ormas berpotensi membuka celah penyalahgunaan kekuasaan di bawah.
    Ia menambahkan, ormas merupakan bagian dari sistem demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul.
    Namun, ormas tidak boleh bertindak kebablasan dengan melakukan perbuatan seperti intimidasi, pemerasan, hingga kekerasan. “Kalau seandainya itu adalah kegiatan yang sistematis dan ada perintah dari ormasnya, maka secara organisasi bisa dikenakan pidana. Korporasinya,” tegas mantan Kapolri itu.
    Tito mengatakan Undang-Undang Ormas yang dirancang pascareformasi pada 1998 memang mengedepankan kebebasan sipil.
    Namun, dalam perkembangannya, sejumlah organisasi justru menyalahgunakan status ormas untuk menjalankan agenda kekuasaan dengan cara-cara koersif.
    “Dalam perjalanan, setiap undang-undang itu dinamis. Bisa saja dilakukan perubahan-perubahan sesuai situasi,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.