Tag: Tito Karnavian

  • Mendagri minta pemda di Kawasan Rebana tingkatkan iklim investasi

    Mendagri minta pemda di Kawasan Rebana tingkatkan iklim investasi

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian meminta pemerintah daerah (pemda) di Kawasan Rebana, yang mencakup tujuh daerah otonom di Jawa Barat, untuk meningkatkan iklim investasi, guna menjadi motor penggerak ekonomi Jawa Barat dan daerah penyangga.

    Kawasan Rebana mencakup tujuh daerah otonom, yakni Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Kabupaten Subang, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, dan Kabupaten Indramayu.

    “Saya hanya menyampaikan bahwa poinnya, investasi di Jawa Barat harus bisa ditingkatkan dengan berbagai permasalahannya. Nanti kita bahas, diskusikan,” kata Tito dalam diskusi bertajuk “Investasi dan Pengembangan Berkelanjutan di Jantung Jawa Barat” di Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jabar, Senin, sebagaimana keterangan yang diterima di Jakarta.

    Dia mengungkapkan investasi tidak selalu harus berasal dari luar negeri, melainkan juga dapat didorong dari dalam negeri. Ia menilai posisi Jabar sangat strategis karena memiliki sumber daya alam (SDA) yang melimpah serta populasi usia produktif yang besar.

    Oleh karena itu, dukungan terhadap pengusaha nasional dan lokal sangat diperlukan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat setempat juga penting karena mereka dapat berperan sebagai penyangga dalam meminimalkan potensi konflik.

    “Nah, ini menurut saya keberpihakan kepada masyarakat lokal juga harus, karena mereka menjadi buffer zone yang memperkuat ketika ada apa-apa,” ujarnya.

    Ia juga mendorong para kepala daerah untuk mempermudah perizinan guna menghidupkan iklim usaha, salah satunya melalui keberadaan Mal Pelayanan Publik (MPP). Dia mencontohkan Kabupaten Sumedang yang sudah mengadopsi teknologi metaverse dalam pelayanan publik.

    Tito menilai MPP sangat penting karena membuat proses perizinan menjadi lebih cepat, transparan, dan efisien. Dia juga memberikan apresiasi kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar karena hampir semua kabupaten/kota sudah memiliki MPP.

    “Hampir semuanya kabupaten dan kota [di Jabar] sudah memiliki Mal Pelayanan Publik. Ya, kita tepuk tangan untuk kita, karena ini bagus. Tapi menurut saya, sekali lagi, di saat kita membuka iklim investasi, mempermudah perizinan, dan lain-lain, termasuk tata ruang [perlu dipercepat],” jelas Tito.

    Lebih lanjut, dalam rangka meningkatkan pembangunan di Kawasan Rebana, Mendagri mengingatkan agar daerah tidak terlalu bergantung pada SDA, melainkan perlu memperkuat sumber daya manusia (SDM). Hal ini penting agar tenaga kerja di kawasan tersebut menjadi terdidik dan sehat.

    Ia menekankan program pendidikan dan kesehatan perlu ditingkatkan kualitasnya, bukan sekadar memenuhi alokasi anggaran 20 persen untuk pendidikan dan 10 persen untuk kesehatan.

    “Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan hanya sekadar sudah memenuhi kriteria, syarat 20 persen pendidikan, kesehatan. Nah, ini harus berani untuk ngecek secara detail subprogram-subprogramnya, jangan hanya terima-terima saja. Tantangan, saya mohon dengan segala hormat juga teman-teman dari DPRD bisa juga melihat secara detail,” ujarnya.

    Sebagai informasi, acara ini mempertemukan para pemimpin nasional dan daerah. Hadir dalam kesempatan tersebut antara lain Gubernur Jabar Dedi Mulyadi, Gubernur Lemhannas Ace Hasan Syadzily, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Perhubungan Antoni Arif Priadi, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM Dedi Latip, Direktur Keuangan PT Pertamina Emma Sri Martini, Bupati Majalengka Eman Suherman, dan para kepala daerah di Kawasan Rebana, serta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Provinsi Jabar.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Mendagri apresiasi Papua Tengah tertinggi realisasi pendapatan APBD

    Mendagri apresiasi Papua Tengah tertinggi realisasi pendapatan APBD

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian memberikan apresiasi kepada sejumlah pemerintah daerah atas capaian kinerja realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2025.

    Apresiasi termasuk ditujukan kepada Pemerintah Provinsi Papua Tengah, karena menjadi provinsi dengan capaian tertinggi dalam realisasi pendapatan daerah, yakni sebesar 39,08 persen per 7 Mei 2025.

    Hal itu disampaikan Tito pada Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (8/5), sebagaimana keterangan tertulis yang dikutip di Jakarta, Sabtu.

    Dia menekankan pentingnya belanja pemerintah, termasuk di tingkat daerah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Menurutnya, belanja daerah berdampak langsung pada peningkatan jumlah uang yang beredar di masyarakat, sehingga memperkuat daya beli dan menstimulasi pertumbuhan sektor swasta.

    “Saya melihat bahwa pertumbuhan ekonomi sangat didukung sekali oleh konsumsi rumah tangga selain faktor-faktor lain, 50 persen lebih adalah konsumsi rumah tangga,” kata Tito.

    Selain Papua Tengah, sembilan daerah lainnya yang mencatat realisasi pendapatan APBD tertinggi antara lain Kalimantan Barat 35,92 persen, Jawa Barat 32,94 persen, Sumatera Utara 30,65 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 29,76 persen, Sulawesi Selatan 29,11 persen, Gorontalo 28,84 persen, Kalimantan Utara 28,76 persen, Kepulauan Bangka Belitung 27,64 persen, dan Bali 27,50 persen.

    Kemudian di tingkat kabupaten, yaitu Sumbawa Barat 46,96 persen, Tanah Laut 37,04 persen, Ciamis 36,34 persen, Barito Kuala 35,08 persen, Garut 34,70 persen, Ponorogo 34,48 persen, Melawi 34,17 persen, Puncak 33,89 persen, Malang 33,70 persen, dan Magetan 33,19 persen.

    Sementara di tingkat kota, yaitu Denpasar 34,52 persen, Baubau 33,95 persen, Banjarbaru 33,80 persen, Bukittinggi 33,33 persen, Batam 32,80 persen, Padang Panjang 32,67 persen, Banjar 32,53 persen, Tangerang Selatan 32,44 persen, Cimahi 30,95 persen, dan Payakumbuh 30,75 persen.

    Dalam kesempatan itu, dia juga memberikan catatan bagi pemerintah daerah yang realisasi pendapatannya masih tergolong rendah. Ia mengimbau seluruh kepala daerah agar segera mendorong percepatan pelaksanaan program dan kegiatan di daerah masing-masing.

    Adapun 10 provinsi dengan realisasi pendapatan terendah, yakni Papua Pegunungan 7,24 persen, Lampung 8,83 persen, Papua Barat Daya 9,25 persen, Bengkulu 9,85 persen, Papua 11,37 persen, Riau 12,34 persen, Jawa Tengah 12,72 persen, Aceh 13,30 persen, Papua Barat 15,96 persen, dan Sulawesi Barat 16,51 persen.

    Kemudian di tingkat kabupaten, yakni Batanghari 0,14 persen, Jayawijaya 0,35 persen, Lumajang 1,11 persen, Empat Lawang 2,38 persen, Mimika 3,14 persen, Semarang 3,81 persen, Cilacap 4,24 persen, Pakpak Bharat 4,31 persen, Aceh Tenggara 6,12 persen, dan Aceh Selatan 6,28 persen.

    Selanjutnya di tingkat kota, yaitu Tual 0,19 persen, Subulussalam 7,38 persen, Yogyakarta 9,37 persen, Pematangsiantar 10,54 persen, Sungai Penuh 13,49 persen, Samarinda 14,45 persen, Bontang 14,62 persen, Tebing Tinggi 14,82 persen, Lhokseumawe 14,88 persen, dan Cirebon 15,72 persen.

    Kemudian, 10 provinsi dengan realisasi belanja tertinggi, yakni Jawa Barat 21,91 persen, Daerah Istimewa Yogyakarta 21,73 persen, Sumatera Utara 20,64 persen, Banten 20,16 persen, Kepulauan Bangka Belitung 20,08 persen, Nusa Tenggara Barat 19,70 persen, Sulawesi Barat 18,84 persen, Gorontalo 18,45 persen, DKI Jakarta 18,00 persen, dan Sulawesi Selatan 17,65 persen.

    Lalu untuk kabupaten, yaitu Ciamis 33,42 persen, Pati 27,74 persen, Banyuwangi 27,06 persen, Sumbawa Barat 26,23 persen, Madiun 25,85 persen, Purbalingga 25,43 persen, Aceh Besar 25,39 persen, Wonogiri 25,35 persen, Bantul 25,15 persen, dan Ponorogo 24,96 persen.

    Sementara di tingkat kota, yakni Dumai 24,99 persen, Ternate 24,35 persen, Salatiga 23,83 persen, Cimahi 23,59 persen, Banjar 23,48 persen, Padang Panjang 23,34 persen, Banda Aceh 22,80 persen, Serang 22,77 persen, Batam 22,51 persen, dan Sukabumi 21,98 persen.

    Sedangkan 10 provinsi dengan realisasi belanja terendah, yakni Papua Tengah 4,69 persen, Lampung 5,67 persen, Papua Selatan 5,90 persen, Papua Barat 6,88 persen, Jawa Tengah 6,99 persen, Kalimantan Timur 7,39 persen, Sumatera Selatan 9,59 persen, Papua Barat Daya 9,65 persen, Riau 10,87 persen, dan Aceh 11,13 persen.

    Kemudian di tingkat kabupaten, yaitu Empat Lawang 1,69 persen, Buton Selatan 1,91 persen, Mamberamo Raya 2,17 persen, Keerom 2,41 persen, Lebong 2,45 persen, Dogiyai 2,51 persen, Lumajang 2,54 persen, Boven Digoel 3,08 persen, Muara Enim 3,35 persen, dan Aceh Selatan 3,40 persen. Di tingkat kota, yaitu Subulussalam 3,95 persen, Yogyakarta 6,39 persen, Pematangsiantar 7,91 persen, Samarinda 9,48 persen, Gunungsitoli 10,24 persen, Cirebon 10,71 persen, Tual 11,83 persen, Pagar Alam 12,30 persen, Sungai Penuh 12,57 persen, dan Tanjung Balai 13,26 persen.

    Dalam kesempatan itu, Tito juga menyinggung soal peran Pemda dalam menyukseskan program makan bergizi gratis (MBG). Sebagai bentuk dukungan konkret, Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.12/2119/SJ tentang Dukungan Pemerintah Daerah dalam Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi.

    “Tentunya kita harus dorong, kita dukung Kepala Badan Gizi Nasional agar terjadi percepatan untuk realisasi, artinya program-program beliau harus bisa dipercepat,” imbuhnya.

    Dalam rapat itu, turut hadir secara virtual Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana, Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti.

    Sementara itu, Mendagri didampingi oleh para pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kemendagri secara langsung. Adapun peserta rapat meliputi seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia beserta jajaran masing-masing.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mendagri komitmen dukung penuh pelaksanaan program MBG

    Mendagri komitmen dukung penuh pelaksanaan program MBG

    “Ini harus cepat untuk direalisasikan supaya terjadi peredaran uang di masyarakat,”

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menyatakan komitmennya untuk mendukung penuh pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Berdasarkan keterangan yang diterima di Jakarta, Sabtu, sebagai langkah konkret, Mendagri telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 500.12/2119/SJ tentang Dukungan Pemerintah Daerah dalam Penyediaan Tanah untuk Pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi.

    Dalam SE tersebut, para gubernur, bupati, dan wali kota diminta untuk meminjamkan tanah milik pemerintah daerah (Pemda) kepada Badan Gizi Nasional (BGN). Setiap kepala daerah diminta mengusulkan tiga titik lokasi tanah di wilayah masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota.

    Langkah ini diharapkan dapat membantu mengatasi keterbatasan jangkauan BGN, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), dengan menyiapkan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

    Tito mengatakan merupakan bagian dari upaya menyukseskan program yang digawangi oleh BGN tersebut.

    “Tentunya kita harus dorong, kita dukung Kepala Badan Gizi Nasional agar terjadi percepatan untuk realisasi, artinya program-program beliau harus bisa dipercepat,” ujar Tito dalam Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2025 yang berlangsung secara virtual dari Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta, Kamis (8/5).

    Ia menilai selain untuk pemenuhan gizi, program MBG juga menjadi bagian dari upaya mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, serta membuka peluang yang dapat dimanfaatkan oleh daerah.

    Pertama, program ini akan menyerap tenaga kerja. Artinya, masyarakat di daerah dapat dilibatkan dalam penyelenggaraan program MBG.

    Apalagi, diperkirakan setiap SPPG membutuhkan lebih kurang 50 orang relawan untuk menyediakan MBG tersebut.

    Kedua, program ini juga akan mendorong terwujudnya ekonomi sirkular melalui rantai pasok pangan yang saling terhubung dan berkelanjutan. Pola ini akan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi daerah.

    Untuk itu, Tito meminta agar hasil efisiensi anggaran yang telah dilakukan Pemda dapat dialihkan untuk mendukung pelaksanaan MBG. Apalagi, pemda telah diminta agar segera merealisasikan belanja APBD untuk program-program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan memicu aktivitas ekonomi, termasuk MBG.

    “Ini harus cepat untuk direalisasikan supaya terjadi peredaran uang di masyarakat,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala BGN Dadan Hindayana berterima kasih atas dukungan konkret Mendagri melalui SE terkait pinjam pakai lahan aset Pemda tersebut. Ia menegaskan, pemda sangat berperan dalam menyukseskan program MBG ini.

    Menurutnya, setidaknya terdapat tiga peran penting yang dimainkan Pemda dalam mendukung program tersebut. Pertama, pengembangan infrastruktur SPPG yang menjadi dapur umum atau tempat aktivitas masak-memasak.

    Kedua, membina potensi sumber daya lokal dalam penyediaan bahan baku bagi program MBG. Dadan menjelaskan secara umum setiap SPPG melayani sekitar tiga ribu penerima manfaat.

    Dengan jumlah tersebut, setiap hari dibutuhkan pasokan bahan baku dalam jumlah besar, seperti beras, telur, daging ayam, sayur, susu, dan buah. “Jadi ini adalah potensi ekonomi daerah yang bisa dikembangkan dengan hadirnya program Makan Bergizi Gratis,” imbuhnya.

    Ketiga, pemda bersama BGN dapat menyalurkan program MBG kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Penyaluran ini dapat dilakukan dengan melibatkan kader Posyandu yang sudah ada.

    Bahkan, BGN juga akan menyiapkan insentif bagi para kader dalam pendistribusian MBG kepada kelompok sasaran tersebut. “Kami ingin padukan satu dengan yang lainnya sehingga penyaluran ini bisa tepat sasaran dan tepat manfaat,” jelas Dadan.

    Dalam rapat itu, turut hadir secara virtual Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Hendrar Prihadi dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti. Sementara itu, Mendagri didampingi oleh para pejabat pimpinan tinggi madya di lingkungan Kemendagri secara langsung. Adapun peserta rapat meliputi seluruh gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia beserta jajaran masing-masing.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • KUD bakal disinergikan dengan Kopdes Merah Putih

    KUD bakal disinergikan dengan Kopdes Merah Putih

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Menkop: KUD bakal disinergikan dengan Kopdes Merah Putih
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 08 Mei 2025 – 18:11 WIB

    Elshinta.com – Menteri Koperasi (Menkop) Budi Arie Setiadi menyebut koperasi unit desa (KUD) bakal disinergikan dengan Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih.

    Budi menjelaskan ada 385 KUD yang masih aktif beroperasi di berbagai daerah Indonesia dari total 9.000 KUD yang terdaftar.

    “Nanti disinergikan, karena menurut data kami KUD yang aktif itu tinggal 385 KUD dari 9.000 KUD,” kata Budi Arie di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis.

    Budi Arie kemudian menekankan Koperasi Desa Merah Putih merupakan upaya pemerintah untuk memastikan masyarakat desa sejahtera.

    “Kami mulai dari desa, karena desa ini produsen, kalau desa jadi sumber kemiskinan nggak make sense (masuk akal, red.),” kata Budi Arie.

    Dalam kesempatan yang sama, Budi Arie juga menjawab pertanyaan mengenai keterlibatan bank-bank pelat merah (Himbara) terutama terkait pembiayaan dan modal usaha.

    Budi menegaskan rencananya plafon pinjaman yang ditetapkan oleh Himbara untuk Koperasi Desa Merah Putih sebesar Rp5 miliar.

    “Itu plafon, nanti disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing (koperasi),” kata Menkop Budi.

    Dia melanjutkan saat ini pemerintah masih menggodok berbagai urusan teknis pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, termasuk terkait legalitas koperasi.

    “Kami sudah berdiskusi dan memutuskan dengan Ikatan Notaris Indonesia bahwa biaya maksimal untuk per akta notaris itu Rp2,5 juta. Itu biaya pembentukan (akta), kan baru legalitas,” ujar Budi Arie.

    Presiden Prabowo Subianto memanggil beberapa menterinya ke Istana pada Kamis sore untuk rapat terbatas membahas Koperasi Desa Merah Putih. Beberapa menteri yang mengikuti rapat terbatas itu, selain Menkop Budi Arie, antara lain ada Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, serta ada Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Yandri Susanto.

    Koperasi Desa Merah Putih merupakan program prioritas pemerintah yang pembentukannya ditetapkan oleh Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih. Inpres itu diteken oleh Presiden Prabowo Subianto pada tanggal 27 Maret 2025 dan mulai berlaku pada tanggal yang sama.

    Inpres No. 9/2025 bertujuan sebagai landasan untuk mempercepat pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di seluruh Indonesia. Koperasi Desa Merah Putih itu diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi desa, memberikan akses permodalan yang lebih sehat dan berkeadilan bagi masyarakat desa, serta mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada pangan berkelanjutan.

    Sumber : Antara

  • 9
                    
                        Mendagri Puji Dedi Mulyadi Kelola APBD Jabar: Ini Menunjukkan Prestasi dan Kinerja, Tak Bisa Dibantah
                        Bandung

    9 Mendagri Puji Dedi Mulyadi Kelola APBD Jabar: Ini Menunjukkan Prestasi dan Kinerja, Tak Bisa Dibantah Bandung

    Mendagri Puji Dedi Mulyadi Kelola APBD Jabar: Ini Menunjukkan Prestasi dan Kinerja, Tak Bisa Dibantah
    Editor
    KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri
    Tito Karnavian
    memberikan apresiasi terhadap kinerja
    Gubernur Jawa Barat
    ,
    Dedi Mulyadi
    , dalam pengelolaan keuangan daerah.
    Menurutnya, capaian Jawa Barat dalam realisasi pendapatan dan belanja daerah merupakan prestasi nyata yang tidak bisa dipungkiri.
    Pujian tersebut disampaikan Tito saat memimpin
    Rapat Koordinasi Percepatan Realisasi APBD
    Tahun 2025 yang disiarkan secara langsung melalui akun YouTube Ditjen Bina Keuangan, Kamis (8/5/2025).
    Dalam paparannya, Tito menekankan pentingnya belanja pemerintah daerah sebagai motor penggerak ekonomi lokal.
    “Kalau belanjanya kurang, maka otomatis uang yang beredar di masyarakat juga kurang, dan swasta juga tak bergerak karena tidak dipicu, tidak distimulasi pemerintah,” jelas Tito.
    Saat memaparkan hasil evaluasi realisasi pendapatan dan belanja provinsi se-Indonesia, Tito secara khusus mengapresiasi kinerja Dedi Mulyadi.
    “Kita lihat Jawa Barat bagus, realisasi pendapatan 32 persen. Ini apresiasi saya untuk Pak Gubernur Pak Dedi. Angka ini menunjukkan prestasi, menunjukkan kinerja, tak bisa dibantah,” ujarnya.
    Menurut Tito, pencapaian 32 persen realisasi pendapatan hingga 2 Mei 2025 tergolong tinggi. Selain itu, kinerja belanja Provinsi Jawa Barat juga dinilai sangat baik.
    “Pembelanjaan juga lumayan bagus, tertinggi bahkan. Belanja seluruh provinsi kalah oleh Jabar, 21,91 persen. Artinya uang beredar, tapi masih punya cadangan sebanyak lebih kurang 11 persen atau 10 persen. Artinya kalau ada bencana dan lain-lain, itu Kang Dedi ada uang,” jelas Tito lagi.
    Tito juga menyebut beberapa daerah lain yang menunjukkan kinerja positif, seperti Yogyakarta dengan realisasi belanja 21,73 persen dan pendapatan 29,76 persen. Lalu Sumatera Utara, Banten, Bangka Belitung, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
    Namun, Tito menyoroti kondisi keuangan di Sulawesi Barat, yang menunjukkan ketidakseimbangan antara pendapatan dan belanja.
    “Grafik pendapatan 16,51 persen menyentuh belanja 18,84 persen. Ini artinya, belanja lebih tinggi dibandingkan pendapatan, sehingga cadangan mengalami defisit. Sulbar ini bahaya. Untuk menutupi belanja pasti menggunakan dua hal. Satu dengan cara mengambil SiLPA tahun lalu atau mengutang,” tegasnya.
    Jakarta juga dinilai cukup baik dengan realisasi pendapatan sebesar 27,41 persen, meskipun masih berada di bawah Jawa Barat dan Sumatera Utara. Namun, Tito mengingatkan DKI Jakarta untuk meningkatkan realisasi belanja yang baru mencapai 18,00 persen.
    “Kalau belanja itu tanggung jawab kadis. Dicek, kadis mana yang lincah realisasi APBD baik, dan mana yang lemot,” kata Tito.
    Ia juga menjelaskan cara membaca grafik realisasi pendapatan dan belanja. Grafik biru menunjukkan pendapatan, sementara grafik batang berwarna hijau menunjukkan belanja.
    “Kalau seandainya warna biru jauh sekali dengan grafik batang, itu menunjukkan bahwa gap pendapatannya cukup tinggi, artinya banyak simpan uang di dalam bank. Kalau dia mepet, deket-deket artinya pendapatan dan belanja tak jauh beda, cadangan uang kurang, tapi belanjanya baik. Tapi kalau garis warna biru masuk ke grafik batang, itu artinya bahaya. Defisit,” papar Tito.
    Dengan capaian yang disebutnya “tak bisa dibantah”, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kembali membuktikan kapabilitasnya dalam pengelolaan anggaran daerah secara efisien dan strategis.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo dan Bill Gates Mendadak Cek MBG di Sekolah, BGN: Bukan Setting-an

    Prabowo dan Bill Gates Mendadak Cek MBG di Sekolah, BGN: Bukan Setting-an

    Prabowo dan Bill Gates Mendadak Cek MBG di Sekolah, BGN: Bukan Setting-an
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyebut peninjauan yang dilakukan Presiden RI
    Prabowo Subianto
    dan pendiri Microsoft sekaligus filantropis
    Bill Gates
    terhadap program makan bergizi gratis di SDN Jati 03, Pulo Gadung, Jakarta Timur, bukanlah
    setting
    -an.
    Dadan menyebut segala hal yang terjadi di SD tersebut adalah apa adanya.
    “Jadi apa pun yang terjadi di sini bukan
    setting
    -an, jadi apa adanya,” ujar Dadan di lokasi, Rabu (7/5/2025).
    Dadan mengeklaim dia baru tahu bahwa Prabowo dan
    Bill Gates
    akan meninjau sekolah itu tadi pagi.
    Pasalnya, Dadan sejatinya seharusnya bertemu Mendagri Tito Karnavian tadi pagi.
    Namun, karena tiba-tiba ada agenda Prabowo dan Bill Gates, mereka batal bertemu.
    “Kemudian tiba-tiba saya harus menerima atau mendampingi Pak Presiden di sini dan saya juga baru tahu diarahkan di sini. Jadi betul-betul ini dadakan, jadi kita enggak tahu mau ke sekolah mana, dan kita baru tahunya pagi hari,” imbuhnya.
    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto bersama pendiri Microsoft sekaligus filantropis Bill Gates mendatangi SDN Jati 03 Pulo Gadung, Jakarta Timur (Jaktim), Rabu (7/5/2025).
    Pantauan Kompas.com di lokasi, Prabowo dan Bill Gates tiba sekitar pukul 10.30 WIB.
    Prabowo tampak mengenakan kemeja safari berwarna krem, sementara Bill Gates memakai kemeja biru.
    Adapun kedatangan Prabowo dan Bill Gates ke SD tersebut dalam rangka mengecek program makan bergizi gratis (MBG).
    Ketika baru tiba di SD, Prabowo tampak berdiri dari atas mobilnya.
    Prabowo pun diteriaki anak-anak SD yang menyambutnya.
    “Prabowo, Prabowo!” seru anak-anak SD.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pakar: Perlu kajian terkait usulan pembentukan Provinsi Jawa Selatan

    Pakar: Perlu kajian terkait usulan pembentukan Provinsi Jawa Selatan

    Purwokerto (ANTARA) – Pakar kebijakan publik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Slamet Rosyadi menilai perlu adanya kajian, terkait dengan usulan pembentukan provinsi baru di wilayah Jawa Tengah bagian selatan (Jasela), yang sempat diusulkan dengan sebutan Jateng Selatan atau Jawa Selatan.

    “Usulan pembentukan provinsi daerah khusus penyangga pangan di wilayah Jasela itu ide yang menarik, tapi itu perlu kajian,” katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu.

    Ia mengatakan kajian tersebut untuk mengetahui apakah betul wilayah Jasela layak untuk dijadikan sebagai provinsi daerah khusus penyangga pangan.

    Menurut dia, usulan tersebut harus mempunyai logika yang kuat, bukan sekadar bahasa politis yang disampaikan oleh seorang politikus ataupun tokoh daerah.

    “Karena tentu ini akan berimplikasi banyak kalau misalkan dilakukan pembentukan provinsi baru. Tapi paling tidak ini akan memberikan beban berat dalam hal pendanaan (pada pemerintah provinsi induk sebelum daerah otonomi baru itu bisa mandiri),” katanya.

    Ia mengatakan alangkah baiknya jika berbagai potensi yang ada di wilayah Jasela itu dioptimalkan dengan pengembangan kawasan tanpa harus membentuk daerah otonomi baru.

    Dalam hal ini, kata dia, kawasan tersebut dikembangkan di salah satu wilayah provinsi itu, misalnya sebagai penyangga pangan.

    “Mungkin itu sifatnya pada fungsinya saja ya, ada penguatan dari pusat. Misalkan di salah satu kabupaten di wilayah Jateng Selatan itu diberikan perhatian yang besar untuk bisa menjadi daerah penyangga pangan, saya kira itu yang rasional,” katanya menjelaskan.

    Lebih lanjut, dia mengatakan pengembangan kawasan sebenarnya merupakan kewenangan gubernur agar tidak ada ketimpangan pembangunan antara wilayah utara dan selatan Jateng.

    Menurut dia, Gubernur Jateng seharusnya berperan aktif dalam meningkatkan pembangunan di wilayah Jateng Selatan agar tidak tertinggal dari wilayah utara.

    “Gubernur harus diingatkan bahwa daerah-daerah yang tertinggal harus mendapatkan perhatian agar tidak ada ketimpangan dengan daerah lain,” kata Slamet.

    Usulan pembentukan provinsi baru di wilayah Jasela sebagai daerah khusus penyangga pangan itu disampaikan oleh anggota DPD RI Abdul Kholik yang selama ini menyuarakan pemerataan pembangunan agar tidak ada ketimpangan antara Jateng bagian utara dan Jateng bagian selatan.

    Dalam sebuah diskusi di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Sabtu (3/5) sore, Abdul Kholik mengatakan dari hasil kerja pengawasan terhadap pembangunan Jawa Tengah selama lima tahun sebagai senator periode 2019-2024, diketahui bahwa provinsi tersebut membutuhkan akselerasi untuk percepatan pertumbuhan ekonomi, penanganan kemiskinan, pengembangan potensi daerah, dan permasalahan regional.

    Oleh karena itu, kata dia, opsi terbaik untuk mengatasi permasalahan tersebut berupa pengembangan simpul kawasan utara, selatan, dan timur secara lebih merata.

    “Khusus untuk selatan ini, saya menyebutnya adalah Jasela, Jateng Selatan atau Jawa Selatan, ini membutuhkan skema khusus untuk dikembangkan. Idealnya memang harus menjadi provinsi, tapi jalurnya adalah dengan jalur menjadi daerah khusus penyangga pangan nasional,” kata Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI itu.

    Menurut dia, hal itu disebabkan wilayah Jasela yang meliputi Kabupaten Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, Kebumen, Purworejo, dan Wonosobo (Barlingmascakebpurwo) memiliki kekuatan berupa sektor pertanian dan maritim yang bisa menjadi penyangga pangan nasional.

    Dia mengatakan jika melihat berbagai keterangan pemerintah terutama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, tidak ada moratorium untuk pembentukan provinsi dengan jalur khusus, baik berupa daerah istimewa maupun daerah khusus.

    Oleh karena itu, kata dia, skema pengembangan wilayah Jasela tersebut diharapkan bisa sebagai daerah khusus penyangga pangan.

    “Ini tentu masih akan kami komunikasikan dengan pemerintah. Mudah-mudahan akselerasi ini, terobosan yang tadi saya konstruksikan dari semua fakta ini akan sangat menguntungkan untuk daerah, regional, bahkan nasional, mudah-mudahan ini bisa dipahami dan mungkin mudah-mudahan ke depan bisa diwujudkan,” kata Kholik.

    Pewarta: Sumarwoto
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Lemhannas: Konsep retret kepala daerah gelombang kedua tak jauh beda

    Lemhannas: Konsep retret kepala daerah gelombang kedua tak jauh beda

    … tentu secara teknis nanti kami pasti akan membahas lagi dengan Kemendagri

    Jakarta (ANTARA) – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) Ace Hasan Syadzily memperkirakan konsep kegiatan retret kepala daerah gelombang kedua tak akan jauh berbeda dengan retret gelombang pertama yang telah berlangsung di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, pada akhir Februari 2025.

    Dia menuturkan konsep tersebut sudah dikoordinasikan pihaknya bersama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

    “Namun tentu secara teknis nanti kami pasti akan membahas lagi dengan Kemendagri karena para kepala daerah ini berada di bawah koordinasi Kemendagri,” ujar Ace dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa.

    Sementara dari aspek materi pembelajaran, Ace mengungkapkan terdapat kemungkinan bahwa Lemhannas akan kembali mengisi materi, seperti halnya pada retret kepala daerah gelombang pertama.

    Adapun dalam retret gelombang pertama Februari lalu, Lemhannas ditugaskan untuk memberikan materi wawasan kebangsaan, kondisi geopolitik, serta ketahanan nasional.

    “Jadi saya kira tidak akan jauh berbeda dari konsep yang selanjutnya,” ungkapnya menambahkan.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan bahwa kementeriannya sedang menyiapkan skenario untuk kegiatan retret kepala daerah gelombang kedua.

    Tito mengatakan dua kepala daerah yang dilantik, yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Pegunungan John Tabo-Ones Pahabol serta Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Hidayat Arsani-Hellyana akan ikut dalam retret tersebut.

    “Nanti ini akan ditambah yang dua ini, jadi sudah kami buat skenario nanti kita tambah yang dua ini, nanti kami sampaikan,” ujar Tito di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (17/4).

    Mengenai lokasi pelaksanaan retret tersebut, Tito mengatakan bahwa pihaknya masih menyiapkan beberapa skenario, namun tidak menjelaskan lebih detail mengenai skenario itu.

    Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto di Solo, Jawa Tengah, Kamis (3/4), mengatakan ada sebanyak 49 kepala daerah yang belum mengikuti retret.

    “Sebagian dari ini akan mengikuti gelombang kedua, yaitu yang teman-teman di Bali nggak sempat ikut, kemudian ada yang gugatannya ditolak di Mahkamah Konstitusi,” katanya.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Habib Rizieq Minta Pejabat Sampai Presiden Cabut dari Ormas Preman Jika Jadi Pembina: Rakyat Muak!

    Habib Rizieq Minta Pejabat Sampai Presiden Cabut dari Ormas Preman Jika Jadi Pembina: Rakyat Muak!

    TRIBUNJAKARTA.COM – Imam besar Habib Rizieq Shihab meminta agar para pejabat tinggi termasuk presiden sekalipun segera hengkang dari organisasi masyarakat jika menjabat sebagai dewan pembina. 

    Menurutnya, rakyat kini sudah muak dengan keberadaan ormas yang berbuat aksi premanisme.

    “Saya minta pejabat-pejabat tinggi termasuk presiden sekalipun, kalau namanya masih tercantum di sebagai pembina organisasi semacam ini segera tarik namanya, itu akan memalukan si pejabat karena ke depan rakyat sudah muak dengan yang begini,” katanya seperti dikutip dari YouTube Cerita Untungs yang tayang pada Selasa (6/5/2025). 

    Rizieq melanjutkan sulitnya pemerintah menumpas ormas preman karena para pejabat masuk di dalam struktur organisasi. 

    “Sebenarnya jawabannya sudah jelas, karena banyak dari ormas-ormas preman tadi pembinanya para pejabat. Nah, kalau pembinanya pejabat, bagaimana ceritanya?” ujar Habib Rizieq.

    Hal itu bisa terlihat ketika pemerintah berani membubarkan ormas yang dipimpinnya, Front Pembela Islam (FPI) yang diklaim sebagai organisasi sosial, kemasyarakatan dan kemanusiaan. 

    Sementara, pemerintah terkesan tak berani ambil sikap tegas terhadap organisasi preman. 

    Pemerintah semestinya tidak pandang bulu terhadap ormas-ormas preman meskipun tercantum nama para pejabat di dalam struktur ormas.

    Ia pun meminta agar ormas preman yang sudah secara sistematis dan struktural terbukti melakukan keresahan di masyarakat untuk dibubarkan. 

    “Kalau sudah struktural, masif, memang organisasi ini, sok jago di berbagai daerah jadi tukang peres, meresahkan masyarakat, bubarkan enggak peduli pembinanya siapa,” katanya.

    Duduk perkara polemik Ormas antara Hercules vs Sutiyoso

    Meledaknya kegaduhan ormas diawali dari seorang purnawirawan jenderal TNI bintang tiga yang juga Gubernur Jakarta (1997-2007), Sutiyoso.

    Sutiyoso mendukung revisi Undang-Undang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) yang wacananya digulirkan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.

    Dalam mengutarakan opininya, Sutiyoso mengungkap pengalamannya bersinggungan dengan ormas yang berlaku bak preman.

    Sutiyoso berbicara di Youtube tvOneNews, tayang Minggu (27/4/2025).

    Semasa menjabat Panglima Komando Distrik Militer (Kodam) Jaya pada 1996-1997, Sutiyoso yang bertanggung jawab dengan keamanan Jakarta sering berurusan dengan ormas.

    Menurutnya, pengalaman dengan ormas yang berlaku layaknya preman sangat tidak menyenangkan.

    Sutiyoso berbicara di Youtube tvOneNews, tayang Minggu (27/4/2025).

    Hal itu ia rasakan kurang lebih 11 tahun, ditambah masa jabatan Gubernur Jakarta.

    “Jadi waktu panglimapun sudah begitu, hiruk pikuknya ibu kota oleh aksi-aksi ormas yang menjelma jadi preman tukang palak, terutama di tempat-tempat hiburan,” kata Sutiyoso.

    Bang Yos, sapaan karibnya menyatakan dukungannya terhadap wacana revisi UU Ormas.

    Ia berharap perubahan aturan juga menyentuh tata cara berpakaian ormas, yang saat ini dianggapnya mirip tentara.

    “Bahwa saya sangat mendukung Pak Tito Mendagri mau merevisi UU Ormas ini. Bukan tingkah laku mereka saja yang harus dievaluasi ya, tapi juga cara berpakaian.”

    Reaksi Hercules 

    Ketua umum Ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya, Hercules yang mendengar pernyataan Sutiyoso, geram.

    Pria bernama lengkap Rosario de Marshal itu menganggap Sutiyoso telah menyinggung ormas.

    Sambil mengejek, pemimpin ormas bernama Grib itu meminta Sutiyoso untuk diam.

    Hal itu disampaikan Hercules saat memberi dukungan kepada Razman Nasution yang sedang bersidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (29/4/2025).

    “Kaya Pak Sutiyoso itu ngapain, Pak Sutiyoso itu gak usahlah menyinggung ormas, sudahlah kalau saya bilang mulutmu sudah bau tanah. Gak usah nyinggung-nyinggung kita,” tegas Hercules.

    Hercules juga tegas mengatakan, tidak takut terhadap Sutiyoso.

    “Orang boleh takut sama Pak Sutiyoso, saya gak takut,” jelasnya.

    Sambil mengejek, pemimpin ormas bernama Grib itu meminta Sutiyoso untuk diam.

    Hal itu disampaikan Hercules saat memberi dukungan kepada Razman Nasution yang sedang bersidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa (29/4/2025).

    “Kaya Pak Sutiyoso itu ngapain, Pak Sutiyoso itu gak usahlah menyinggung ormas, sudahlah kalau saya bilang mulutmu sudah bau tanah. Gak usah nyinggung-nyinggung kita,” tegas Hercules.

    Hercules juga tegas mengatakan, tidak takut terhadap Sutiyoso.

    “Orang boleh takut sama Pak Sutiyoso, saya gak takut,” jelasnya.

     

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya.

  • Habib Rizieq Sindir Pemerintah: FPI Dibubarkan, Ormas Preman Masih Aman? – Halaman all

    Habib Rizieq Sindir Pemerintah: FPI Dibubarkan, Ormas Preman Masih Aman? – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kenapa FPI bisa dibubarkan, tapi ormas-ormas yang diduga meresahkan justru dibiarkan tetap eksis?

    Pertanyaan itu dilontarkan Habib Rizieq Shihab dalam sebuah pernyataan tajam yang langsung menyentil pemerintah, baik di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo maupun Prabowo Subianto yang kini memimpin.

    Dalam video yang ramai diperbincangkan, tokoh agama itu menyindir keberanian pemerintah membubarkan Front Pembela Islam, namun terkesan “tak berdaya” terhadap ormas yang disebutnya sok jago dan jadi tukang peras.

    Sindiran Tajam untuk Dua Rezim

    Dalam tayangan YouTube Cerita Untungs pada Selasa (6/5/2025), Habib Rizieq menyoroti ketimpangan sikap pemerintah terhadap ormas.

    Ia mempertanyakan mengapa pemerintah dengan tegas membubarkan FPI, namun membiarkan ormas-ormas lain yang justru disebutnya meresahkan masyarakat.

    “Kalau pembinanya pejabat, bagaimana ceritanya?” kata Rizieq menyindir.

    Ia menuding beberapa ormas dilindungi oleh pejabat sehingga aktivitasnya tetap berjalan meski melanggar hukum.

    Menurut Rizieq, FPI adalah organisasi sosial, bukan preman. Ia pun menantang pemerintah bertindak adil.

    “Pemerintah berani bubarin FPI. Kenapa organisasi preman enggak berani bubarin, ada apa?” ujarnya.

    FPI Dibubarkan, Ormas Lain Aman?

    Sebagai catatan, pemerintah secara resmi membubarkan FPI pada 30 Desember 2020 lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) enam pejabat tinggi negara.

    Menko Polhukam Mahfud MD menyebut FPI tidak memiliki legalitas formal dan kerap melanggar hukum.

    Pejabat yang menandatangani SKB:

    Mendagri Tito Karnavian

    Menkumham Yasonna Laoly

    Menkominfo Johnny G Plate

    Kapolri Jenderal Idham Azis

    Jaksa Agung ST Burhanuddin

    Kepala BNPT Boy Rafli Amar

    Isi penting SKB:

    FPI dianggap bubar secara de jure.

    Aktivitas FPI dianggap mengganggu ketertiban.

    Simbol dan atribut FPI dilarang keras.

    Aparat diminta menghentikan semua kegiatan FPI.

    Masyarakat diminta melapor jika menemukan aktivitas FPI.

    Aturan Pembubaran Ormas: Tidak Bisa Sembarangan

    Pembubaran ormas bukan tanpa aturan. Negara memiliki landasan hukum kuat dalam mengatur dan membubarkan ormas, termasuk:

    UU No. 17 Tahun 2013

    Perppu No. 2 Tahun 2017

    UU No. 16 Tahun 2017

    Sanksi terhadap ormas bisa bersifat administratif dan pidana. Prosedur pembubaran dilakukan lewat tahapan:

    Peringatan tertulis

    Penghentian kegiatan

    Pencabutan status hukum

    Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa pemerintah wajib bertindak jika ada ormas yang tidak sesuai Pancasila.

    Namun, ucapan Habib Rizieq membuka kembali diskusi tentang keberpihakan pemerintah dalam menertibkan ormas. Apakah semua ormas diperlakukan setara? Ataukah ada yang kebal hukum karena kedekatan dengan kekuasaan?