Tag: Tito Karnavian

  • Awasi kinerja pemda, Mendagri siapkan penghargaan dan sanksi

    Awasi kinerja pemda, Mendagri siapkan penghargaan dan sanksi

    Kabupaten Sumedang, Jawa Barat (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan akan memperketat pengawasan terhadap kinerja pemerintah daerah (pemda) dalam mengelola anggaran daerah, sekaligus menyiapkan mekanisme penghargaan (reward) dan sanksi.

    Upaya itu dilakukan untuk mendorong pemda lebih transparan, efisien, dan bertanggung jawab dalam penggunaan dana publik.

    Tito usai membuka Rapat Koordinasi Sinkronisasi Program Kementerian/Lembaga Non-Kementerian dengan Pemerintah Daerah di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin​​​​​​ menjelaskan evaluasi kinerja Pemda akan dilakukan secara berkala melalui Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD), yang menampilkan data realisasi pendapatan dan belanja secara real-time.

    “Saya bisa memantau mana pemda yang pendapatannya tinggi dan belanjanya tinggi. Itu artinya roda ekonomi di daerahnya berputar,” kata Tito

    Langkah ini dilakukan seiring dengan proses pengalihan transfer keuangan daerah (TKD) yang menuntut Pemda lebih mandiri dalam meningkatkan pendapatan dan menyesuaikan belanja secara seimbang.

    Menurut Tito, setiap dua pekan sekali, Kemendagri akan mengumumkan daerah dengan kinerja keuangan terbaik dan terburuk berdasarkan data SIPD. Pengumuman ini akan dilakukan secara terbuka melalui Zoom dan disiarkan langsung di YouTube agar publik dapat ikut memantau.

    Tito menegaskan daerah yang memiliki pendapatan tinggi dan realisasi belanja yang seimbang akan mendapat penghargaan berupa insentif. Sebaliknya, pemda yang memiliki kinerja buruk akan mendapat peringatan dan pendampingan khusus dari Kemendagri.

    “Yang terbaik itu pendapatan tinggi dan belanja tinggi. Kalau pendapatan tinggi tapi belanja rendah, berarti programnya tidak berjalan. Kalau pendapatan rendah dan belanja tinggi, itu defisit. Sementara, kalau dua-duanya rendah, rakyat yang akan kesulitan,” jelasnya.

    Melalui sistem ini, Tito berharap muncul kompetisi positif antar daerah untuk memperbaiki tata kelola anggaran.

    Untuk memperkuat pengawasan, Tito juga membentuk tim khusus dari Kemendagri yang akan diterjunkan langsung ke daerah-daerah. Tim tersebut dibagi menjadi tiga wilayah pengawasan besar.

    Jawa dan Sumatera diawasi oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, Kalimantan dan Sulawesi diawasi oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus, dan Indonesia Timur diawasi oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk.

    “Sekarang saya punya tiga wakil menteri, jadi lebih mudah untuk mengawasi. Kalau ada daerah yang kinerjanya buruk, segera didatangi. Yang baik akan kami beri penghargaan,” ujar Tito.

    Melalui sistem pengawasan berbasis data dan pembentukan tim evaluasi, Mendagri Tito Karnavian berupaya memperkuat akuntabilitas dan transparansi pengelolaan anggaran daerah. Dengan penerapan penghargaan dan sanksi yang jelas, pemerintah berharap seluruh pemda mampu meningkatkan kinerja fiskal, mempercepat pembangunan, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di daerah.

    Selain memperkuat pengawasan, Tito juga meminta jajaran Pemda untuk menyelaraskan program daerah dengan program unggulan pemerintah pusat, seperti Makan Bergizi Gratis, Program Swasembada Pangan, Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih).

    Menurut Tito, program-program tersebut, sejalan dengan visi ekonomi Pancasila Presiden Prabowo, yang menekankan peran aktif pemerintah dalam menjaga keseimbangan ekonomi dan melindungi masyarakat kecil.

    “Pemerintah tidak boleh menyerahkan sepenuhnya mekanisme ekonomi kepada pasar. Negara harus hadir untuk menjaga harga dan melindungi rakyat kecil,” tegas Tito.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Benardy Ferdiansyah
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Cianjur Pastikan Anggaran Tersalur Optimal Saat Banyak Dana Mengendap

    Cianjur Pastikan Anggaran Tersalur Optimal Saat Banyak Dana Mengendap

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur memastikan telah menjalankan instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian untuk mempercepat realisasi belanja daerah menjelang akhir tahun anggaran.

    Langkah tersebut dilakukan agar tidak ada dana pemerintah daerah yang mengendap atau tersimpan tanpa manfaat di kas daerah, sebagaimana tengah menjadi sorotan pemerintah pusat.

    Wakil Bupati Cianjur Ramzi mengatakan, pemerintah daerah sebisa mungkin mengoptimalkan belanja sesuai dengan arahan dari Mendagri dan pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa dana publik harus dimanfaatkan secara optimal agar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

    “Bagi kami ini sudah menjadi hal yang rutin di akhir tahun. Alokasi dana yang sudah diberikan harus digunakan secara optimal,” ujar Ramzi saat ditemui seusai menghadiri acara Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Jakarta, Senin (28/10/2025).

    Ia menambahkan, Pemkab Cianjur memastikan seluruh penggunaan dana daerah dijalankan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Setiap rupiah yang digunakan untuk menjalankan program daerah juga sudah sesuai dengan yang dicanangkan.

    Ramzi menyebutkan bahwa penggunaan anggaran daerah Cianjur tahun ini telah difokuskan pada berbagai program. Mulai dari sektor infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

    “Instruksi dari mendagri maupun pemerintah pusat sudah kami jalankan, terutama dalam mempercepat program pembangunan daerah,” pungkas pria yang lama dikenal sebagai artis tersebut.

    Sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian memerintahkan seluruh kepala daerah mempercepat realisasi belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025 untuk mendorong perputaran ekonomi lokal. Instruksi tersebut disampaikan setelah banyak daerah dinilai belum maksimal dalam merealisasikan anggarannya.

    Tito memaparkan, hingga 30 September 2025, pendapatan APBD nasional telah mencapai 70,27% atau Rp 949,97 triliun, meningkat dibandingkan tahun lalu yang sebesar 67,82% atau Rp 918,98 triliun.

    Namun, realisasi belanja daerah justru menurun menjadi 56,07% atau Rp 770,13 triliun, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun 2024 sebesar 57,20% atau Rp 817,79 triliun.

    “Kita harus kerja keras mendorong belanja. Kita harapkan realisasinya bisa mencapai minimal 91%,” kata Tito dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah Tahun 2025 di Kantor Pusat Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (20/10/2025).

    Rapat tersebut turut dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa, yang meminta kepala daerah segera menyalurkan dana APBD agar perekonomian daerah tetap bergerak.

    Berdasarkan data Bank Indonesia per 15 Oktober 2025, tercatat masih ada simpanan pemerintah daerah di bank sebesar Rp 234 triliun sepanjang Januari-September 2025. Angka tersebut terdiri atas simpanan pemerintah kabupaten sebesar Rp 134,2 triliun, pemerintah provinsi Rp 60,2 triliun, dan pemerintah kota Rp 39,5 triliun.

    Beberapa daerah dengan simpanan terbesar antara lain DKI Jakarta Rp 14,68 triliun, Jawa Timur Rp 6,84 triliun, Kota Banjarbaru Rp 5,16 triliun, Kalimantan Utara Rp 4,70 triliun, dan Jawa Barat Rp 4,17 triliun.

    Kritik dari Purbaya tersebut sempat mendapat beragam tanggapan dari sejumlah kepala daerah, seperti Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Namun, Purbaya menegaskan data tersebut valid dan bisa dikonfirmasi langsung ke Bank Indonesia.

  • Tito Karnavian Perketat Pengawasan Anggaran Daerah, Siapkan Reward dan Sanksi

    Tito Karnavian Perketat Pengawasan Anggaran Daerah, Siapkan Reward dan Sanksi

    “Yang terbaik itu pendapatan tinggi dan belanja tinggi. Kalau pendapatan tinggi tapi belanja rendah, berarti programnya tidak berjalan. Kalau pendapatan rendah dan belanja tinggi, itu defisit. Sementara kalau dua-duanya rendah, rakyat yang akan kesulitan,” jelasnya.

    Melalui sistem ini, Tito berharap muncul kompetisi positif antar daerah untuk memperbaiki tata kelola anggaran.

    Untuk memperkuat pengawasan, Tito juga membentuk tim khusus dari Kemendagri yang akan diterjunkan langsung ke daerah-daerah. Tim ini dibagi menjadi tiga wilayah pengawasan besar:
    Jawa dan Sumatera diawasi oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya, Kalimantan dan Sulawesi diawasi oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Akhmad Wiyagus, dan Indonesia Timur diawasi oleh Wakil Menteri Dalam Negeri Ribka Haluk.

    “Sekarang saya punya tiga wakil menteri, jadi lebih mudah untuk mengawasi. Kalau ada daerah yang kinerjanya buruk, segera didatangi. Yang baik akan kami beri penghargaan,” ujar Tito.

    Melalui sistem pengawasan berbasis data dan pembentukan tim evaluasi, Mendagri Tito Karnavian berupaya memperkuat akuntabilitas dan transparansi pengelolaan anggaran daerah. Dengan penerapan reward dan sanksi yang jelas, pemerintah berharap seluruh Pemda mampu meningkatkan kinerja fiskal, mempercepat pembangunan, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di daerah.

    Selain memperkuat pengawasan, Tito juga meminta jajaran Pemda untuk menyelaraskan program daerah dengan program unggulan pemerintah pusat, seperti: Makan Bergizi Gratis,
    Program Swasembada Pangan, Koperasi Desa Merah Putih (Kopdes Merah Putih).

  • 22 Narasumber dalam Retret Sekda, Ada Danantara hingga Kemenkeu

    22 Narasumber dalam Retret Sekda, Ada Danantara hingga Kemenkeu

    22 Narasumber dalam Retret Sekda, Ada Danantara hingga Kemenkeu
    Tim Redaksi
    SUMEDANG, KOMPAS.com
    – Sejumlah narasumber akan dihadirkan dalam acara retret atau rapat koordinasi dengan Sekretaris Daerah (Sekda) dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang digelar Kementerian Dalam Negeri pada 27-30 Oktober 2025.
    Dalam pemaparannya, Menteri Dalam Negeri RI Tito Karnavian menyebut sejumlah narasumber akan dihadirkan, baik setingkat menteri maupun eselon 1.
    Rapat ini, kata Tito, bertujuan untuk memberikan evaluasi dan bekal kepada Sekda dan Bappeda dalam menyusun anggaran di tahun berikutnya.
    “Maka kita undang narasumber-narasumber yang berhubungan dengan penyusunan itu (anggaran). Mulai dari ada Kementerian Keuangan, nanti Dirjen Perimbangan yang langsung mau datang,” kata Tito dalam acara retret tersebut di Balairung Rudini, IPDN Jatinangor, Jawa Barat, Senin (27/10/2025).
    Begitu juga dengan Kementerian Kesehatan yang berkaitan dengan pengelolaan fasilitas kesehatan tingkat pertama di daerah.
    Selain itu, ada Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang berkaitan dengan kewajiban daerah dalam mengelola pendidikan tingkat dasar.
    “Kemudian ada Kementerian PU yang kita minta datang juga, gimana arah jalan Kabupaten Kota, arah jalan Provinsi yang harus ditangani oleh APBD masing-masing ketika ada pengalihan anggaran dari daerah ke pusat,” imbuhnya.
    Dalam data pemaparannya, Tito juga memperlihatkan adanya Badan Gizi Nasional (BGN) yang berkaitan dengan program pemerintah pusat, yakni Makan Bergizi Gratis.
    Ada juga Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang akan memberikan materi dalam retreat Sekda tersebut.
     
    Berikut sejumlah narasumber yang dijadwalkan hadir mengisi retreat Sekda dan Bappeda:
    1. Kementerian Keuangan
    2. Badan Pembangunan Perencanaan Nasional (Bappenas)
    3. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi
    4. Kementerian Kesehatan
    5. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah
    6. Kementerian Sosial
    7. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi
    8. Kementerian Pertanian
    9. Kementerian Perumahan dan Kawasan Pemukiman
    10. Kementerian Koperasi
    11. Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
    12. Kementerian Pekerjaan Umum
    13. Kementerian Lingkungan Hidup
    14. Danantara
    15. Kementerian Kelautan dan Perikanan
    16. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
    17. Kementerian Sekretaris Negara
    18. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
    19. Badan Gizi Nasional
    20. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal
    21. Kantor Staf Presiden
    22. Badan Pengendalian Pembangunan dan Investasi Khusus
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tito dan Purbaya Sepakati Strategi soal Transfer ke Daerah

    Tito dan Purbaya Sepakati Strategi soal Transfer ke Daerah

    Tito dan Purbaya Sepakati Strategi soal Transfer ke Daerah
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyepakati strategi soal transfer ke daerah (TKD) yakni TKD harus dikelola secara sehat dan daerah harus lebih mandiri.
    “Langkah ini bukan pemangkasan, tapi bagian dari strategi agar daerah lebih mandiri dan memiliki tata kelola keuangan yang sehat,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, dilansir
    ANTARA
    , Minggu (26/10/2025).
    Tito menuturkan pengalihan sebagian TKD adalah langkah strategis untuk mendorong pemerintah daerah agar lebih efisien dan fokus pada program yang berdampak langsung kepada masyarakat.
    Tito dan Purbaya akan bersinergi mewujudkan transfer fiskal daerah agar menjadi transparan, produktif, dan berdampak untuk publik.
    Purbaya menyebut total dana ke daerah 2025 tetap sekitar Rp 1.300 triliun, namun sebagian dialokasikan melalui kementerian agar penggunaan anggaran lebih terarah.
    “Langkah ini mempertegas sinergi antara Kemendagri dan Kemenkeu dalam mengarahkan belanja daerah agar lebih produktif dan berorientasi pada hasil nyata bagi masyarakat,” ujarnya.
    Kata Purbaya, Kemenkeu dan Kemendagri memiliki peran yang saling melengkapi.
    Kemenkeu mengatur alokasi, penyaluran, dan pengawasan TKD, sedangkan Kemendagri mengawal teknis pengelolaan serta pengalihan TKD di daerah, memastikan anggaran digunakan sesuai rencana dan memberi dampak langsung kepada masyarakat.
    Dosen Administrasi Bisnis Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh menilai langkah koordinatif antara Mendagri dan Menkeu menunjukkan babak baru reformasi fiskal nasional.
    Menurutnya, untuk pertama kalinya dua kementerian strategis ini bergerak dalam satu garis kebijakan fiskal yang terpadu, di mana Kemendagri memperkuat fungsi pengawasan belanja daerah dan Kemenkeu memperkuat disiplin fiskal melalui regulasi penyaluran TKD.
    “Selama ini, isu fiskal daerah sering terjebak pada tumpang tindih peran antara pusat dan daerah. Tapi kini, kita melihat arah yang lebih jelas, Kemenkeu dan Kemendagri tidak lagi berjalan paralel, melainkanbersinergi dalam satu kerangka transformasi fiskal yang terukur,” ujar Ricky.
    Ia menjelaskan perbedaan data antara BI, Kemenkeu, dan Kemendagri terkait dana mengendap bukanlah indikasi kelemahan, tetapi tanda bahwa mekanisme pelaporan fiskal mulai diperhatikan secara serius dan saling diaudit.
    “Kalau dulu perbedaan data dianggap masalah, sekarang justru menjadi momentum untuk membangun integrasi sistem pelaporan fiskal yang real-time dan kredibel. Sinergi dua kementerian ini bisa menjadi katalis untuk menciptakan satu portal fiskal nasional yang terintegrasi,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mendagri-Menkeu tegaskan sinergi kawal transformasi fiskal daerah

    Mendagri-Menkeu tegaskan sinergi kawal transformasi fiskal daerah

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan komitmen bersama untuk memperkuat sinergi antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam mewujudkan transformasi fiskal daerah.

    Dalam konteks transformasi fiskal, Tito menuturkan pengalihan sebagian Transfer ke Daerah (TKD) adalah langkah strategis untuk mendorong pemerintah daerah agar lebih efisien dan fokus pada program yang berdampak langsung kepada masyarakat.

    “Langkah ini bukan pemangkasan, tapi bagian dari strategi agar daerah lebih mandiri dan memiliki tata kelola keuangan yang sehat,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Menurutnya, sinergi Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan menjadi kunci dalam mengawal transformasi fiskal daerah menuju tata kelola yang transparan, produktif, dan berdampak langsung bagi publik.

    Senada dengan itu, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa meminta para kepala daerah untuk menjadikan momentum ini sebagai kesempatan memperbaiki kualitas pengelolaan anggaran.

    Purbaya menyebut total dana ke daerah 2025 tetap sekitar Rp1.300 triliun, namun sebagian dialokasikan melalui kementerian agar penggunaan anggaran lebih terarah.

    “Langkah ini mempertegas sinergi antara Kemendagri dan Kemenkeu dalam mengarahkan belanja daerah agar lebih produktif dan berorientasi pada hasil nyata bagi masyarakat,” ujarnya.

    Dalam sinergi fiskal nasional ini, kata Purbaya, Kemenkeu dan Kemendagri memiliki peran yang saling melengkapi. Kemenkeu mengatur alokasi, penyaluran, dan pengawasan TKD, memastikan setiap rupiah dana publik disalurkan secara efisien dan tepat waktu.

    Sedangkan Kemendagri mengawal teknis pengelolaan serta pengalihan TKD di daerah, memastikan anggaran digunakan sesuai rencana dan memberi dampak langsung kepada masyarakat.

    Kedua kementerian juga bekerja bahu-membahu mengendalikan inflasi di tingkat daerah serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui percepatan realisasi belanja dan penguatan daya beli masyarakat.

    Dosen Administrasi Bisnis Universitas Nusa Cendana, Ricky Ekaputra Foeh menilai langkah koordinatif antara Mendagri dan Menkeu menunjukkan babak baru reformasi fiskal nasional.

    Menurutnya, untuk pertama kalinya dua kementerian strategis ini bergerak dalam satu garis kebijakan fiskal yang terpadu, di mana Kemendagri memperkuat fungsi pengawasan belanja daerah dan Kemenkeu memperkuat disiplin fiskal melalui regulasi penyaluran TKD.

    “Selama ini, isu fiskal daerah sering terjebak pada tumpang tindih peran antara pusat dan daerah. Tapi kini, kita melihat arah yang lebih jelas, Kemenkeu dan Kemendagri tidak lagi berjalan paralel, melainkan bersinergi dalam satu kerangka transformasi fiskal yang terukur,” ujar Ricky.

    Ia menjelaskan perbedaan data antara BI, Kemenkeu, dan Kemendagri terkait dana mengendap bukanlah indikasi kelemahan, tetapi tanda bahwa mekanisme pelaporan fiskal mulai diperhatikan secara serius dan saling diaudit.

    “Kalau dulu perbedaan data dianggap masalah, sekarang justru menjadi momentum untuk membangun integrasi sistem pelaporan fiskal yang real-time dan kredibel. Sinergi dua kementerian ini bisa menjadi katalis untuk menciptakan satu portal fiskal nasional yang terintegrasi,” tuturnya.

    Ricky menilai kunci keberhasilan sinergi ini terletak pada integrasi data antarinstansi. Ia menyoroti pentingnya keterhubungan sistem antara SPID (Kemendagri), Treasury System (Kemenkeu), dan BI Monitoring System, agar pemerintah dapat melihat posisi kas daerah setiap hari secara otomatis.

    Lebih jauh, ia menilai kolaborasi ini juga berdampak langsung pada stabilitas ekonomi daerah. Ketika belanja daerah bisa disalurkan cepat dan tepat sasaran, maka roda ekonomi lokal akan berputar lebih kuat, konsumsi masyarakat meningkat, dan tekanan inflasi dapat diredam.

    “Sinergi fiskal ini bukan sekadar administrasi data, tapi soal bagaimana uang publik diputar kembali ke masyarakat. Ini dampaknya langsung ke daya beli, lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi daerah,” kata Ricky.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Dede Yusuf: Purbaya dan KDM Tak Usah Berpolemik

    Dede Yusuf: Purbaya dan KDM Tak Usah Berpolemik

    Dede Yusuf: Purbaya dan KDM Tak Usah Berpolemik
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf Macan Effendi, meminta Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, dan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, tidak berpolemik terkait anggaran.
    “Jadi kita nggak usah berpolemik soal anggaran karena kalau anggaran hilang pun sudah pasti ada yang memeriksa kan,” ujar Dede saat dihubungi
    Kompas.com
    , Minggu (26/10/2025).
    Keduanya diketahui tengah berselisih terkait keberadaan dana Rp 4,17 triliun yang mengendap di bank atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar).
    Dede memandang, perselisihan itu timbul hanya karena perbedaan sudut pandang dan persepsi.
    Perbedaan pandangan itu bisa dibicarakan bersama. “Melalui kesepakatan antara Kemenkeu dengan pemerintah daerah yang akan dikirim,” ujar Dede.
    Dede menuturkan, Komisi II DPR sebagai mitra Kementerian Dalam Negeri menyebutkan, terkadang pemerintah daerah membutuhkan dana yang siap digunakan.
    Pada umumnya, tender atau lelang proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah baru terjadi pada bulan Agustus.
    Proyek baru dikerjakan pada September hingga akhir November.
    Kondisi itu menjadi penyebab dana pemerintah daerah masih “stand by” dan tidak bisa dicairkan.
    “Kecuali apabila transfer keuangan dari pusat ke daerah itu bisa dilakukan di awal-awal tahun, di Januari-Februari, sehingga tender bisa dilakukan di April, penyerapan bisa dimulai di bulan September saja,” kata dia.
    Oleh karena itu, ia memandang polemik itu bisa diselesaikan ketika para pihak tersebut duduk bersama.
    Di sisi lain, Komisi II juga memuji langkah Purbaya yang berencana membuat mekanisme pencairan dana transfer daerah pada tahun depan.
    “Saya dengar Pak Purbaya berjanji akan bikin mekanisme pencairan transfer keuangan daerah itu akan dimulai di Januari. Saya pikir itu bagus,” tuturnya.
    Sebelumnya, Purbaya dan Dedi Mulyadi berbeda pendapat terkait dana Rp 4,17 triliun yang mengendap di bank.
    Persoalan itu timbul setelah Purbaya menyebut dana pemerintah daerah yang mengendap di bank mencapai Rp 234 triliun.
    Data itu sama dengan catatan Kementerian Dalam Negeri bahwa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang mengendap di bank mencapai Rp 234 triliun.
    Dalam data itu, dana Pemprov Jabar yang mengendap disebut mencapai Rp 4,17 triliun dalam bentuk deposito.
    Mendengar ini, Dedi Mulyadi menantang Purbaya untuk membuktikan dana yang mengendap itu dalam bentuk deposito.
    Menurutnya, tidak semua pemerintah daerah menghadapi kesulitan keuangan dan sengaja memarkir anggaran di bank.
    Perselisihan terus berlanjut hingga Dedi Mulyadi melakukan safari di Jakarta.
    Safari dilakukan untuk memeriksa dana endapan Rp 4,17 triliun.
    Ia menemui dan menggelar audiensi dengan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
    Setelah itu, Dedi Mulyadi mendatangi Kantor Bank Indonesia (BI) dan menemui pejabatnya.
    “Tidak ada, apalagi angkanya Rp 4,1 triliun, yang ada hari ini hanya Rp 2,4 triliun,” ujar Dedi saat ditemui di Kantor BI, Rabu (22/10/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 15 Menit Selesai, Pelayanan PBG di MPP Siola Surabaya Tercepat se-Indonesia

    15 Menit Selesai, Pelayanan PBG di MPP Siola Surabaya Tercepat se-Indonesia

     

    Surabaya (beritajatim.com) Pelayanan publik Kota Surabaya kembali menorehkan prestasi membanggakan di tingkat nasional. Layanan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) di Mal Pelayanan Publik (MPP) Siola dinilai sebagai yang tercepat se-Indonesia, dengan waktu pengurusan hanya sekitar 15 menit.

    Penilaian tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Republik Indonesia, Maruarar Sirait, saat meninjau MPP Siola bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, Jumat (17/10/2025).

    Dalam kunjungan tersebut, keduanya didampingi oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Mereka meninjau sejumlah fasilitas dan layanan publik yang tersedia di gedung bersejarah yang kini menjadi pusat layanan terpadu masyarakat.

    Menteri PKP Maruarar menilai kecepatan pengurusan PBG di Surabaya menjadi contoh nyata pelayanan publik modern yang efisien dan bebas pungutan liar. Ia bahkan menyebut, prosesnya hanya memakan waktu sekitar 15 menit.

    “Kami hitung waktunya, kami muter (melihat pelayanan lainnya) lalu balik lagi kira-kira 15 menit lebih 20 detik dan kami menemukan (pengurusannya) sudah selesai,” ujar Menteri Maruarar.

    Karena itu, Menteri Maruarar memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang telah menghadirkan layanan publik cepat, transparan, dan tanpa biaya tambahan.

    “Jadi selamat kepada Wali Kota Surabaya (Eri Cahyadi) dan kepala dinasnya, mampu membuat pelayanan publik yang prima, berkualitas, cepat, dan tidak ada pungli, bahkan gratis ya,” tambahnya.

    Saat ini, MPP Siola Surabaya menyediakan sekitar 1.993 layanan publik, mulai dari PBG, administrasi kependudukan (adminduk), hingga perizinan investasi. Berbagai fasilitas juga disiapkan untuk mendukung kenyamanan masyarakat.

    Fasilitas tersebut meliputi Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga), Ruang Layanan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), Klinik Investasi, Ruang Laktasi, Ruang Bermain Anak, Pojok Baca Digital, Ruang Pengaduan, Ruang Tunggu Difabel, Sentra Wisata Kuliner (SWK), hingga musala.

    Sementara itu, Mendagri Tito Karnavian menilai kehadiran MPP Siola sangat bermanfaat bagi masyarakat. Menurutnya, warga tidak perlu lagi berpindah dari satu kantor ke kantor lain untuk mengurus berbagai dokumen administrasi.

    “Maka, adanya MPP ini, semua outlet-outlet untuk membuat paspor, Dukcapil, membuat KK, termasuk pengurusan PBG itu semua di sini,” kata Mendagri.

    Mendagri menjelaskan, hingga saat ini sudah terdapat 289 MPP yang terbentuk di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 di antaranya berada di Jawa Timur.

    “Kita total ada 514 kabupaten/kota (di Indonesia), jadi masih ada yang belum, dan terus kita genjot. Di Jatim, dari 38 kabupaten/kota, 35 sudah terbentuk, termasuk yang terbaik dan tertinggi (di Indonesia), tapi masih ada tiga lagi,” terangnya.

    Menurut Mendagri, MPP seperti Siola mampu mempercepat pelayanan publik, meningkatkan transparansi, memperjelas proses pembayaran, serta menekan potensi korupsi. Ia berharap model pelayanan publik di Surabaya bisa ditiru oleh daerah lain.

    “Adanya MPP maka akan membantu masyarakat dalam mendapatkan pelayanan yang lebih cepat, transparan, proses pembayarannya jelas, mengurangi korupsi dan mewujudkan pelayanan publik yang lebih baik,” tuturnya.

    Mendagri juga menyampaikan terima kasih kepada Wali Kota Eri Cahyadi yang dinilainya berhasil menciptakan layanan publik dengan standar nasional.

    “Kami berterima kasih kepada Wali Kota Eri Cahyadi yang telah mewujudkan pelayanan terbaik untuk masyarakat di MPP Siola,” katanya.

    Untuk memperkuat sistem pelayanan publik di seluruh Indonesia, Mendagri menyarankan agar MPP dapat terintegrasi dengan layanan digital lintas kementerian dan pemerintah daerah.

    “Misalnya mengenai (PBG), sebelum menuju ke PBG itu ada beberapa persyaratan, biasanya persetujuan teknis (pertek) dari PUPR, nah ini yang perlu dikoneksikan,” jelas Tito.

    Ia menambahkan, konektivitas digital dengan sistem nasional seperti SIMBG dari Kementerian PUPR dan OSS dari Kementerian Investasi perlu ditingkatkan agar pelayanan tidak berjalan parsial.

    “Nanti Pak Maruarar akan koordinasikan ke tingkat pusat supaya daerah terkoneksi dan lebih mudah,” tambahnya.

    Di kesempatan yang sama, Wali Kota Eri Cahyadi menyampaikan terima kasih atas perhatian dan penilaian positif dari pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa kecepatan pelayanan bukan semata prestasi, tetapi bentuk tanggung jawab Pemkot Surabaya terhadap warganya.

    “Pak Menteri PKP, Maruarar Sirait meninjau Mal Pelayanan Publik (MPP) Siola. Melihat langsung kecepatan petugas kita dalam memproses layanan adminduk. Salah satunya, pelayanan Persetujuan Bangunan Gedung. Kalau kata Pak Maruarar, ini yang tercepat di Indonesia: cuma 15 menit sudah jadi,” ujar Wali Kota Eri.

    Wali Kota Eri juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh petugas MPP Siola yang telah bekerja keras memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.

    “Kerja baik kita diapresiasi. Ke depan tetap harus bisa kita tingkatkan lagi. Karena yang utama adalah melayani warga Surabaya. Matur nuwon untuk seluruh petugas yang sudah bekerja keras di MPP Siola,” imbuhnya.

    Selain layanan Pemkot Surabaya, terdapat pula 43 instansi pemerintah pusat dan daerah yang beroperasi di MPP Siola. Termasuk di antaranya pelayanan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, Polrestabes Surabaya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Timur I, hingga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.

    Sejak Mei 2022, Pemkot Surabaya terus melakukan pembenahan terhadap MPP Siola yang telah diresmikan sejak 2017. Berbagai perombakan dilakukan agar masyarakat semakin nyaman dalam mengakses layanan publik.

    Kini, wajah MPP Siola Surabaya tampil lebih modern dengan tata letak stan yang tertata rapi, ruang tunggu yang luas, area bermain anak, serta fasilitas ramah disabilitas. (ADV)

  • Bertujuan Sama dengan Menkeu, Mendagri: Dana Daerah Jangan Mengendap di Bank

    Bertujuan Sama dengan Menkeu, Mendagri: Dana Daerah Jangan Mengendap di Bank

    Bertujuan Sama dengan Menkeu, Mendagri: Dana Daerah Jangan Mengendap di Bank
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengatakan bahwa dirinya memiliki pandangan yang sama dengan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa terkait dana daerah.
    Tito menegaskan bahwa dana daerah tidak boleh mengendap di bank dan harus segera digunakan untuk kepentingan masyarakat.
    “Tujuan kita sama, dana daerah jangan mengendap di bank, tapi segera dibelanjakan untuk masyarakat,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (25/10/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Saat ditanya soal perbedaan data simpanan pemerintah daerah (Pemda) antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Tito memastikan, tidak ada perbedaan prinsip melainkan hanya perbedaan teknis dalam metode pelaporan.
    Mendagri menjelaskan, selisih sekitar Rp 18 triliun antara data yang dirilis Kemenkeu dan Kemendagri bersifat wajar.
    Berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) per Oktober 2025, dana simpanan Pemda tercatat Rp 215 triliun. Sementara data Bank Indonesia (BI) yang dikutip Menkeu menunjukkan angka Rp 233 triliun per Agustus 2025
    Menurut Tito, selisih dua bulan waktu pelaporan itulah yang menjelaskan perbedaan angka.
    “Sangat wajar jika berkurang. Kalau Agustus Rp 233 triliun, lalu Oktober Rp 215 triliun, artinya Rp 18 triliun itu sudah dibelanjakan,” ujarnya.
    Tito juga menegaskan bahwa semangat antara Kemenkeu dan Kemendagri tetap sejalan, yakni sama-sama ingin mempercepat penyerapan anggaran dan memastikan dana daerah memberi manfaat nyata bagi masyarakat.
    Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti dana pemda yang belum digunakan dan masih mengendap di bank hingga Rp 234 triliun per akhir September 2025.
    Padahal, menurut dia, pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat, dengan total realisasi transfer ke daerah sepanjang 2025 mencapai Rp 644,9 triliun.
    “Realisasi belanja APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata Purbaya dalam acara Pengendalian Inflasi Daerah 2025 di Kantor Kemendagri, Jakarta pada 20 Oktober 2025.
    Oleh karena itu, Purbaya mengingatkan Pemda agar segera menggunakan anggaran untuk program yang produktif dan bermanfaat bagi masyarakat.
    Namun, sejumlah kepala daerah membantah data yang disampaikan Menkeu. Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyebut, dana yang tersimpan di rekening pemerintah provinsinya hanya sekitar Rp 2,4 triliun, bukan Rp 4,1 triliun seperti yang disebut Kemenkeu.
    “Tidak ada dana Rp 4,1 triliun yang disimpan dalam bentuk deposito. Yang ada hari ini hanya Rp 2,4 triliun dan itu tersimpan di rekening giro untuk kegiatan Pemprov Jabar,” kata Dedi di Kantor Bank Indonesia pada 22 Oktober 2025.
    Bantahan juga disampaikan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution. Sebab, data Kemenkeu menyebut dana mengendap di daerahnya mencapai Rp 3,1 triliun.
    Bobby menyebut, saldo Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) Sumut hanya Rp 990 miliar dan telah digunakan untuk membiayai sejumlah kegiatan pemerintah provinsi.
    “RKUD kami cuma satu, ada di Bank Sumut. Saldo hari ini Rp 990 miliar, dan itu pun untuk pembayaran beberapa kegiatan serta karena perubahan APBD,” kata Bobby di Medan pada 21 Oktober 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mendagri dan Menkeu tegaskan dana daerah tidak boleh mengendap

    Mendagri dan Menkeu tegaskan dana daerah tidak boleh mengendap

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan dirinya dan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa satu suara terkait dana daerah yang tidak boleh mengendap di bank dan harus segera digunakan untuk kepentingan masyarakat.

    “Tujuan kita sama, dana daerah jangan mengendap di bank, tapi segera dibelanjakan untuk masyarakat,” kata Tito dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.

    Kemudian saat ditanya soal perbedaan data simpanan pemda antara Kemendagri dan Kemenkeu. Menurut Tito, tidak ada perbedaan prinsip antara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), melainkan hanya perbedaan teknis dalam metode pelaporan.

    Tito menjelaskan, selisih sekitar Rp18 triliun antara data yang dirilis Kemenkeu dan Kemendagri bersifat wajar.

    Berdasarkan data Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) per Oktober 2025, dana simpanan Pemda tercatat Rp215 triliun. Sementara data Bank Indonesia (BI) yang dikutip Menkeu menunjukkan angka Rp233 triliun per Agustus 2025.

    Menurut Tito, selisih dua bulan waktu pelaporan itulah yang menjelaskan perbedaan angka.

    “Sangat wajar jika berkurang. Kalau Agustus Rp233 triliun, lalu Oktober Rp215 triliun, artinya Rp18 triliun itu sudah dibelanjakan,” ujarnya.

    Tito juga menegaskan bahwa semangat antara Kemenkeu dan Kemendagri tetap sejalan, yakni sama-sama ingin mempercepat penyerapan anggaran dan memastikan dana daerah memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

    Menanggapi hal tersebut, Dosen Hukum Pemerintahan Daerah Universitas Atma Jaya Yogyakarta Hestu Cipto Handoyo juga menyatakan dirinya sepakat dengan kedua menteri tersebut soal penggunaan dana daerah.

    Menurutnya, baik Mendagri maupun Menkeu memiliki semangat yang sama, yaitu memastikan dana daerah tidak menumpuk di perbankan.

    “Baik Kemenkeu maupun Kemendagri berupaya memperkuat disiplin fiskal daerah. Perbedaan data jangan diartikan perbedaan arah, karena tujuannya tetap sama: memastikan uang daerah bekerja untuk rakyat, bukan mengendap di rekening,” kata Hestu dalam keterangannya, Sabtu

    Hestu menilai perbedaan angka Rp18 triliun tidak menunjukkan konflik atau penyimpangan, melainkan disebabkan oleh perbedaan teknis dan metodologis dalam pelaporan data.

    Menurutnya, data BI yang digunakan Menkeu menggambarkan posisi simpanan Pemda di bank pada waktu tertentu, umumnya di akhir bulan.

    Sementara data yang digunakan Mendagri melalui SIPD bersumber dari laporan administratif Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), yang bersifat dinamis dan harian, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 70 Tahun 2019.

    “SIPD merekam kondisi kas daerah yang terus bergerak, sementara data BI bersifat posisi tetap (cut-off), jadi wajar jika angkanya berbeda,” tutur Hestu.

    Hestu menjabarkan, ada tiga faktor utama yang menyebabkan selisih data, pertama perbedaan waktu pelaporan (cut-off date) antara BI dan SIPD.

    Kedua, perbedaan definisi akun, di mana rekening tertentu yang masih atas nama Pemda bisa jadi bukan kas daerah operasional.

    Ketiga, kesalahan input atau keterlambatan pelaporan di daerah karena keterbatasan SDM dan sistem.

    Menurut Hestu, semua faktor tersebut bisa diklarifikasi melalui proses rekonsiliasi administratif, tanpa harus diasumsikan sebagai pelanggaran.

    “Rekonsiliasi data antara ketiga lembaga ini sangat penting untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas keuangan negara,” tegas Hestu.

    Ia menyarankan agar hasil rekonsiliasi nantinya diumumkan bersama oleh BI, Kemenkeu, dan Kemendagri, sehingga publik mendapatkan data yang sudah tervalidasi dan tidak menimbulkan tafsir berbeda.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.