Tag: Susilo Bambang Yudhoyono

  • Kisah Natalius Pigai Menolak Pelanggar HAM Jadi Pahlawan Nasional

    Kisah Natalius Pigai Menolak Pelanggar HAM Jadi Pahlawan Nasional

    JAKARTA – Rencana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Sarwo Edhie Wibowo sempat heboh. Jenderal penumpas simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) 1965-1966 dianggap belum layak jadi pahlawan nasional.

    Protes itu disampaikan oleh Natalius Pigai. Komisioner Komnas HAM era 2012-2017 menolak pelanggar HAM jadi pahlawan nasional. Ia menganggap tak etis memberikan penghargaan kepada Sarwo yang punya dosa masa lalu.

    Soeharto dan Sarwo Edhie Wibowo dikenal sebagai duet yang mematikan eksistensi Partai Komunis Indonesia (PKI). Keduanya bergerak menumpas pemberontakan Gerakan 30 September (G30S) 1965. Tragedi pemberontakan berdarah itu segera dibereskan secara terukur.

    Soeharto kala itu sebagai Pangkostrad. Sarwo Edhie sebagai Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) – kini Kopassus. Soeharto yang mendapatkan kepercayaan dari rakyat Indonesia mencoba mengamankan negara dari jeratan PKI.

    Narasi itu membuatnya bergerak menyingkirkan simpatisan PKI di seantero negeri – utamanya di Pulau Jawa-Bali. Sarwo Edhie pun kebagian peran. Ia mencoba memimpin operasi penumpasan simpatisan PKI. Sarwo Edhie pun memandang operasi itu memakan korban jiwa hingga tiga juta orang dari 1965-1966.

    Komandan RPKAD, Kolonel Sarwo Edhie Wibowo (tengah) mendampingi Pangkostrad Mayjen Soeharto (kiri). (Istimewa/Dok. Pribadi) 

    Upaya itu dianggap Sarwo Edhie sebagai ajian menyelamatkan negara. Namun, tak sedikit yang melihat penumpasan itu sebagai pelanggaran HAM berat. Banyak yang mengungkap bahwa tak semua simpatisan PKI terlibat dalam G30S. Belum lagi banyak pula mereka yang dituduh PKI dan ditumpas.

    Mereka harus tanggung akibat. Apalagi, sampai nyawa melayang. Keluarga mereka pun tak bisa hidup tenang di masyarakat. Sarwo Edhie sendiri memang sudah meninggal dunia pada 1989. Soeharto juga sudah meninggal dunia pada 2008.

    Namun, Sarwo Edhie yang notabene dianggap punya dosa masa lalu malah diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional sedari 2013. Proyek itu dikenang bak aji mumpung. Semuanya karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jadi Presiden Indonesia era 2004-2014 adalah menantu Sarwo Edhie.

    “(Secara peraturan) gelar diusulkan oleh pemerintah daerah tapi masih menunggu (tindak lanjut), karena masih banyak yang harus ditanyakan ke pemerintah pusat mengenai usulan itu. Soal pencalonan tersebut, saya akan tanyakan ke Bupati.”

    “Semuanya karena yang mengusulkan adalah Bupati dan masyarakat Purworejo. Gelar diusulkan memang oleh Pemerintah Daerah tapi saya masih menunggu, dan akan berkomunikasi dengan Bupati mengenai pertimbangannya,” ucap adik ipar SBY, Pramono Edhie sebagaimana dikutip laman ANTARA, 9 November 2013.

    Tolak Pelanggar HAM

    Wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Sarwo Edhie banjir protes. Mereka yang mengecam dan mengkritik bejibun. Mereka meminta pula kepada Presiden SBY tak menjadikan Sarwo sebagai pahlawan karena nantinya berpotensi memunculkan konflik kepentingan.

    Reaksi paling keras muncul dari Natalius Pigai. Komisioner itu jadi orang yang paling berisik menolak rencana Sarwo Edhie jadi pahlawan. Pigai menegaskan andil Sarwo dalam operasi penumpasan PKI seraya noda hitam sejarah.

    Wacana itu dianggapnya dapat menyakiti perasaan keluarga, anak, hingga cucu korban. Alih-alih mendukung wacana pahlawan ke Sarwo Edhie, Pigai justru meminta pemerintah segera menyelesaikan masalah pelanggaran HAM berat 1965-1966.

    Pemerintah diminta untuk adili pelaku dan meminta maaf kepada keluarga korban. Kondisi itu membuat pemerintah tak lagi punya utang kepada keluarga korban. Pandangan Pigai didukung oleh banyak pihak. Kondisi itu membuat orang yang meneken petisi penolakan Sarwo Edhie jadi pahlawan nasional bejibun.

    Pemerintah SBY akhirnya bergerak merespons. SBY memilih takkan mengangkat Sarwo Edhie sebagai pahlawan nasional di era kepemimpinannya. Namun, jika pemimpin Indonesia ke depan ingin mengangkat, SBY tak masalah.

    Pigai pun terhitung paling berisik kala Sarwo Edhie yang dianggapnya pelanggar HAM jadi pahlawan nasional. Namun, sebaliknya, Pigai yang kemudian jadi Menteri HAM sedari 2024 tak banyak bicara kala Soeharto diangkat jadi pahlawan nasional pada 10 November 2025.

    “Terkait dengan pemberian gelar pahlawan kepada Sarwo Edhie, kami berpandangan bahwa sangat tidak etis gelar tersebut diberikan kepada seseorang yang diduga ikut berperan atas peristiwa 1965 karena akan menyakiti perasaan keluarga, anak, cucu korban peristiwa itu. Komnas HAM telah berupaya agar hasil penyelidikan kami ditindaklanjuti oleh pemerintah namun justru Presiden sendiri belum pernah merespons secara positif.”

    “Bagaimanapun Jendral Sarwo Edhie memegang posisi yang penting pada saat itu, karenanya nama beliau tetap dianggap masyarakat sebagai salah satu orang yang ikut terlibat di dalam Peristiwa 1965-1966, yang menjadi noda hitam bangsa Indonesia. Oleh karena itu saya menolak tegas jika gelar pahlawan nasional diberikan kepada Sarwo Edhie Wibowo sebelum dilalukan dengan penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu,” ujar Pigai sebagaimana dikutip laman Wartakota, 28 November 2013.

  • Bamsoet Sebut Buku Parenting Try Sutrisno Penting bagi Keluarga Masa Kini

    Bamsoet Sebut Buku Parenting Try Sutrisno Penting bagi Keluarga Masa Kini

    Jakarta

    Ketua MPR RI ke-15 sekaligus Anggota DPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengapresiasi peluncuran buku Filosofi Parenting Try Sutrisno karya mantan Menpora Adhyaksa Dault. Buku ini menyoroti kisah Wakil Presiden RI ke-6 Jenderal TNI (Purn.) Try Sutrisno dalam membangun pola asuh berkarakter kepemimpinan dan integritas.

    Karya tersebut dinilai relevan bagi orang tua Indonesia yang ingin membentuk karakter anak secara kuat dan berprinsip. Nilai-nilai tanggung jawab sosial yang diangkat menjadi pedoman praktis dalam pengasuhan masa kini.

    “Buku ini memotret bagaimana nilai-nilai kepemimpinan Pak Try Sutrisno yang dikenal disiplin, kerja keras, keteguhan moral dan cinta tanah air, ditransformasikan menjadi pola asuh keluarga yang lugas dan hangat. Banyak yang mengetahui kiprah Jenderal Try Sutrisno sebagai pemimpin nasional, tetapi sedikit yang benar-benar memahami filosofi pengasuhan terhadap keluarganya,” kata Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).

    Hadir dalam acara tersebut Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden ke 10 dan ke 12 Jusuf Kalla, Wakil Presiden ke 11 Budiono, Wiranto, Agum Gumelar, Hendropriyono, Djoko Suyanto, Jimly Asshiddiqie, Aburizal Bakrie, Dudung Abdurahman, para menteri dan wakil menteri Kabinet Merah Putih serta para tokoh bangsa lainnya.

    Bamsoet menjelaskan Try Sutrisno membesarkan anak-anaknya dengan disiplin sejak dini dan membiasakan kerja keras tanpa mengeluh. Ia juga memberi ruang bagi mereka untuk belajar dari kegagalan.

    Menurutnya, Try Sutrisno sengaja memberi tanggung jawab kecil, seperti mengurus kegiatan harian dan belajar mandiri, sebagai latihan mental menghadapi masa depan. Kedekatan keluarganya terlihat dari kebiasaan menjadikan makan malam sebagai momen berdiskusi.

    Ia menilai, peluncuran buku tersebut sangat pas di tengah tantangan parenting generasi saat ini. Di era digital di mana distraksi teknologi, tekanan sosial media, dan krisis identitas sering menjadi masalah utama para orang tua, filosofi pengasuhan Try Sutrisno bisa menjadi pijakan kokoh.

    Data Kementerian Komunikasi dan Digital menunjukkan tren penggunaan gawai pada anak terus meningkat hingga 79% pada 2024. Situasi ini membuat banyak orang tua kehilangan kendali dalam membangun komunikasi, disiplin, dan pembiasaan karakter.

    (prf/ega)

  • Eks Stafsus SBY Dukung Roy Suryo Cs, Sebut Ada yang Salah dengan Hukum Indonesia

    Eks Stafsus SBY Dukung Roy Suryo Cs, Sebut Ada yang Salah dengan Hukum Indonesia

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Pakar Hukum Denny Indrayana sedikit menyayangkan penetapan Roy Suryo dan 7 orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ijazah Jokowi.

    Menurutnya mengkriminalisasi para tersangka ini tindakan yang dirasa tidak perlu. Dia bahkan menyebut ada permainan mafia hukum dalam kasus ini.

    “Diksi dan narasi kriminalisasi, karena memang dengan sedih saya berpandang. Politik penegakan hukum kita masih belum ideal. Mafia hukum di sana yang masih kental,” ungkapnya saat menjadi narasumber dalam tayangan iNews dikutip Sabtu (15/11/2025).

    Sejak mahasiswa, stafsus presiden hingga saat ini kasusafia hukum masih menjadi masalah genting dalam sistem hukum di negeri ini.
     
    Katanya menjdi bagian dari koalisi akan lebih aman dibandingkan menjadi bagian dari oposisi.

    “Karena kalau oposisi itu dipukul, kalau koalisi ya dirangkul. Dan itu politik Sandra pak jokowi. Itu kelihatan dalam bentuk cawe-cawenya itu,” sambung Eks Stafsus SBY ini.

    Menanggapi lebih lanjut kasus ini, Denny merasa harus ada advokasi kepada publik. Dia menyebut ini tidak hanya sebagai masalah teknis hukum pidana.
     
    “Saya kemudian memutuskan ini harus diadvokasi secara publik. Dan saya ingin memberikan perspektif yang lebih mendasar. Bahwa ini tidak semata-mata masalah teknis hukum pidana,” imbuhnya.

    Lebih dari itu, kejadian ini adalah ceinan bagaimana proses hukum berjalan di Indonesia yang menurutnya penuh intervensi, intimidasi dan kedekatan kekuasaan.

    “Ini ada relasi hukum tata negara, bagaimana harusnya proses penegakan hukum itu merdeka. Harusnya proses pidana itu jangan diintervensi, diintimidasi oleh kedekatan kekuasaan,” sebutnya.

  • SBY Sebut Negara dengan Nasionalisme Ekstrim, Bisa Sebabkan Perang Dunia ke-3

    SBY Sebut Negara dengan Nasionalisme Ekstrim, Bisa Sebabkan Perang Dunia ke-3

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengkhawatirkan adanya perang dunia ketiga, karena adanya negara-negara yang memiliki nasionalisme ekstrim.

    SBY mengatakan pada saat perang dunia ke-2 hanya ada 2 bom besar yang mengejutkan dunia yakni Hiroshima dan Nagasaki. Namun, pada saat ini, banyak negara-negara yang dengan mudah menggunakan bom.

    “Geopolitic memanas. Bersaing Amerika, Tiongkok, Rusia, dan negara-negara lain. Akibatnya perang terjadi, makin sering terjadi. Perlombaan persenjataan. Ini harus dihentikan,” ungkapnya dikutip dari Youtube ITS, Rabu (12/11/2025).

    Dia mengkhawatirkan negara-negara yang memiliki nasionalisme yang ekstrim, dengan tindakan sepihak, terutama negara-negara besar. Negara yang punya veto power.

    Menurutnya, dunia sedang mengalami kemunduran kerja sama global. SBY mengatakan hal-hal ini harus dihentikan, baik melalui kerja sama multilateral ataupun regional.

    Pria yang akrab disapa SBY ini memprediksikan, bila kondisi ini tidak dihentikan, maka sangat mungkin terjadi peperangan yang lebih besar.

    “World War 3 sangat mungkin terjadi. Saya general. Saya mengerti geopolitik. Saya mengerti hubungan internasional. Saya mengerti peace and security. Anytime could happen, tetapi ini bisa dicegah,” katanya.

  • Terdakwa Pemalsuan Surat Divonis Bebas, Kuasa Hukum Apresiasi Hakim

    Terdakwa Pemalsuan Surat Divonis Bebas, Kuasa Hukum Apresiasi Hakim

    Surabaya (beritajatim.com) – Soeskah Eny Marwati alias Fransiska Eny Marwati dibebaskan dari segala tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan yang digelar di PN Surabaya, Rabu (12/11/2025).

    Majelis hakim oleh Purnomo Hardiyarto menjatuhkan hukuman bebas karena perkara dugaan pemalsuan surat yang menjerat Soeskah telah kedaluwarsa sehingga tidak layak lagi untuk dilanjutkan.

    Atas putusan itu, kuasa hukum Soeskah, Boyamin Saiman, menyatakan apresiasi kepada majelis hakim. Namun, ia menyebut apresiasi yang diberikan kepada hakim tidak tinggi karena sejak awal pihaknya sudah meminta agar perkara dihentikan dengan alasan yang sama.

    “Putusan ini kami hormati. Tapi sejak awal kami sudah ingatkan bahwa perkara ini seharusnya tidak sampai disidangkan karena jelas-jelas sudah kedaluwarsa,” ujar Boyamin Saiman saat dikonfirmasi, Rabu (12/11/2025).

    Boyamin meminta kejaksaan untuk tidak mengajukan upaya hukum lanjutan, baik banding maupun kasasi. Ia menilai teori baru yang digunakan jaksa untuk menghitung masa daluwarsa tidak memiliki dasar hukum yang kuat.

    “Kalau jaksa tetap banding atau kasasi, kami akan gugat balik lewat pra-peradilan ganti rugi atas penahanan Bu Soeskah. Klien kami sudah diputus bebas, dan kami yakin akan menang,” tegasnya.

    Menurut Boyamin, langkah tersebut bukan semata pembelaan, tapi juga bentuk penegakan hukum agar kejaksaan lebih berhati-hati.

    “Kami baru saja menang kasus serupa di Jakarta melawan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Ini akan menjadi tambahan rekor kemenangan tim kami,” ujarnya.

    Ia berharap kasus ini menjadi pelajaran penting bagi aparat penegak hukum dalam hal ini Jaksa agar lebih cermat dalam membaca berkas perkara, termasuk berita acara pemeriksaan (BAP).

    “Pelapor sendiri sudah mengakui mengetahui peristiwa sejak 2009. Artinya, kasus ini seharusnya tidak bisa dipaksakan P21 setelah 2020,” kata Boyamin.

    Menurut dia, ketelitian dan integritas aparat hukum dalam menilai masa daluwarsa perkara sangat penting untuk mencegah kriminalisasi serta menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.

    Kasus yang menjerat Soeskah Eny Marwati berawal dari sengketa kepemilikan rumah di Kendalsari Selatan 2, Kelurahan Penjaringan Sari, Kecamatan Rungkut, Surabaya.

    Pada 1995, seorang bernama Linggo Hadiprayitno yang tak lain adalah suami Lisa Rahmat menggugat sejumlah pihak, termasuk Soeskah (saat itu sebagai Tergugat IV). Gugatan itu sempat ditolak oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Namun, Pengadilan Tinggi Surabaya kemudian mengabulkan banding Linggo pada 16 Mei 1997 dengan putusan No. 729/PDT/1996/PT.Sby dan membatalkan putusan PN Surabaya.

    Putusan banding itu telah diberitahukan kepada seluruh pihak dan berkekuatan hukum tetap karena tidak ada kasasi yang diajukan dalam tenggat waktu.

    Namun, pada 1999, Soeskah melalui kuasa hukumnya saat itu, Sudiman Sidabukke, mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dengan melampirkan surat keterangan dari Kelurahan Ngagelrejo dan Kecamatan Wonokromo, Surabaya, yang menyatakan dirinya belum menerima salinan putusan karena sudah pindah alamat.

    Surat tersebut kemudian dijadikan dasar pengajuan kasasi meski melewati tenggat waktu sah. Dalam persidangan, jaksa menyebut surat itu palsu karena pihak kelurahan mengaku tidak pernah mengeluarkannya. Jaksa menilai surat tersebut dibuat untuk memperpanjang proses hukum.

    Meski demikian, Mahkamah Agung pada 4 Juli 2003 tetap mengabulkan permohonan kasasi Soeskah dalam perkara No. 2791 K/Pdt/2000 dan membatalkan putusan banding yang sudah berkekuatan hukum tetap.

    Akibatnya, hak kepemilikan atas rumah yang semula menjadi milik Linggo Hadiprayitno kembali dipertaruhkan. Jaksa menilai perbuatan terdakwa melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP tentang pemalsuan surat, yang ancamannya maksimal enam tahun penjara.

    Namun, majelis hakim berpendapat perkara tersebut telah melampaui batas waktu penuntutan, sehingga terdakwa dinyatakan bebas murni.

    Boyamin menegaskan, putusan ini menjadi preseden penting agar kejaksaan tidak memaksakan perkara yang sudah kehilangan dasar hukumnya.

    “Keadilan tidak boleh dipaksakan lewat perkara yang sudah kadaluwarsa,” ujarnya. [uci/but]

     

  • SBY Beberkan Resep Capai Pertumbuhan Ekonomi 6%: Gerakkan Sektor Privat dan Investasi

    SBY Beberkan Resep Capai Pertumbuhan Ekonomi 6%: Gerakkan Sektor Privat dan Investasi

    Bisnis.com, SURABAYA – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), menyatakan dukungannya terhadap Presiden Prabowo Subianto dalam berbagai upaya dan kebijakan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga dapat menyentuh angka 6%. 

    Pernyataan tersebut dilontarkan SBY saat menyampaikan orasi ilmiahnya dalam puncak acara Dies Natalies Ke-65 dan Lustrum XIII Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/11/2025).

    “Ekonomi Indonesia harus tetap tumbuh. Kita harus mencapai pertumbuhan minimal 6% or more. Karena itu, saya mendukung Presiden Prabowo untuk kembali meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” ucap SBY di hadapan civitas academika ITS.

    Namun, SBY menekankan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya sekadar menjadi capaian yang secara empiris terlihat elok di atas kertas, tetapi juga harus berdampak adil dan berkelanjutan di tubuh masyarakat. 

    “Tumbuhnya harus adil. Dalam ekonomi yang kapitalistik, open market system, memang ekonomi akan makin efisiensi. Pasar, suka atau tidak suka, akan membikin ekonomi kita makin efisien,” ucapnya.

    SBY menjelaskan bahwa selama dua periode masa kepemimpinannya, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat mencapai angka 6-6,5%. Namun, krisis ekonomi global yang terjadi pada 2008-2009 membuat angka tersebut lambat laun merosot.

    “Dulu sepuluh tahun, alhamdulillah kita bekerja keras mencapai 6%. Sebenarnya, kita pernah mencapai 6,5% tahun tertentu, tapi waktu waktu krisis 2008–2009, [pertumbuhan ekonomi Indonesia] drop 4,6%. So, selama sepuluh tahun kita bertahan 6%. Not bad, dan ternyata ada kenaikan GDP, pengurangan kemiskinan pengurangan pengangguran, pengurangan utang asing, dan seterusnya,” paparnya.

    Dirinya pun mengingatkan bahwa sistem ekonomi pasar bebas juga acap kali tidak menghiraukan kemiskinan dan ketimpangan. Karena itu, SBY menegaskan bahwa pemerintah tetap dibutuhkan perannya untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi ekonomi dan keadilan sosial.

    “Kenyataannya, memang pasar tidak masuk dalam domainnya, tidak sensitif terhadap kemiskinan dan ketimpangan tadi. So, menurut saya harus ada paduan untuk one hand agar efisien. Kita follow open market system, tapi untuk keadilan sosial, untuk justice, untuk equity, tetap ada peran pemerintah yang positif,” lanjutnya.

    SBY juga mengungkap bahwa resep untuk membangun perekonomian Indonesia menuju arah pertumbuhan yang lebih baik harus disokong oleh seluruh pihak. Dia secara khusus menggarisbawahi peran pemerintah, yang banyak berkutat dalam penyusunan kebijakan, anggaran, dan regulasi terhadap para pelaku usaha maupun iklim investasi.

    “Siapa yang harus bekerja bersama-sama? Satu, government. Dia yang bikin kebijakan, bikin regulasi, mengalokasikan anggaran untuk lebih menggenerasi ekonomi kita,” ucapnya.

    Selanjutnya, SBY juga mengingatkan peran penting dari sektor privat dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, aktivitas perekonomian pada sektor privat sangat sentral bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

    “Tanpa dunia bisnis, private sector, investor, tidak mungkin ekonomi tumbuh. Apalagi negara memerlukan pajak. Siapa yang bayar pajak? Dunia usaha. Negara memerlukan lapangan pekerjaan. Siapa yang menciptakan lapangan pekerjaan? Dunia usaha. So, private sectors must be on board,” tegasnya. 

    Selanjutnya, SBY juga menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan dan berbasis inovasi teknologi. Menurutnya, pembangunan ekonomi nasional harus memperhatikan keberlanjutan bumi agar generasi mendatang tetap dapat menikmati sumber daya alam.

    Selain itu, SBY juga mengaku bahwa dirinya sepenuhnya mendukung agenda-agenda pemerintahan Presiden Prabowo Subianto saat ini. Menurutnya, kebijakan yang telah disusun Presiden Prabowo sudah pada koridor yang tepat. Hanya saja harus dieksekusi dengan baik dan matang di lapangan.

    “Saya mendukung berbagai agenda dan kebijakan Presiden Prabowo karena saya tahu niatnya benar, tujuannya benar, arahnya benar. Tinggal masukkan dalam sistem dan manajemen agar bisa dilaksanakan secara efektif dan menghasilkan hasil yang baik di masa depan,” pungkasnya.

  • SBY Tegaskan Pensiun dari Dunia Politik: Saya ini Sekarang Seniman

    SBY Tegaskan Pensiun dari Dunia Politik: Saya ini Sekarang Seniman

    Bisnis.com, SURABAYA – Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengaku bahwa saat ini dirinya telah meninggalkan dunia perpolitikan dan memilih jalan hidup baru sebagai seorang seniman.

    Pernyataan tersebut dilontarkannya saat menyampaikan orasi ilmiah dalam puncak acara Dies Natalies Ke-65 dan Lustrum XIII Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/11/2025).

    Awalnya, SBY mengaku bahwa dirinya sempat ditanya oleh Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) ITS, Mohammad Nuh dan Rektor ITS, Bambang Pramujati mengenai ketersediaan salindia presentasi untuk menyampaikan detail mengenai orasi ilmiah yang disampaikannya.

    “Pak Nuh dan Pak Rektor sempat tanya ‘Pak SBY, nanti bapak pakai PowerPoint tidak?’ Saya bilang, ‘Wah, saya sudah lama tidak pakai PowerPoint. Saya ini sekarang seniman’,” beber SBY di hadapan civitas akademika ITS.

    SBY pun mengaku, dirinya sudah tidak menggunakan salindia presentasi dalam jangka waktu yang lama. Saat ini, ia menyebut sedang sibuk dengan rutinitas yang baru, yakni melukis, bermusik, mengurus tim olahraga, hingga menulis puisi dan novel.

    “Dunia saya melukis, bermain musik, membuat puisi, dan mempersiapkan novel. Sambil membina olahraga,” tegasnya.

    SBY mengungkapkan bahwa rutinitasnya sebagai seniman membuat dirinya merasa lebih bebas untuk mengekspresikan gagasan, perasaan, dan pandangan hidup. Tanpa di bawah tekanan ataupun protokoler yang dahulu mengikatnya.

    “Kemudian, saya lebih merdeka sekarang berbicara karena tidak lagi diikat oleh protokoler tatanan yang kadang-kadang membikin seseorang terbelenggu,” tuturnya lagi.

    Semenjak dia mengakhiri masa jabatan sebagai presiden pada 2014, SBY memang diketahui luas cukup aktif melukis selama beberapa tahun terakhir, dan telah menggelar sejumlah pameran seni rupa.

    “I am free now as an artist, sebagai seniman. Sehingga Pak Rektor saya tidak akan menyampaikan orasi ini secara atau terlalu akademis. Biarkan ini sebuah conversation, biar mengalir begitu saja yang penting ada dialog antara kita,” pungkasnya.

    Sebagai informasi, Presiden SBY baru saja menerima penghargaan 10 Nopember dari ITS. Susilo Bambang Yudhoyono dinilai memberikan banyak kontribusi bagi bangsa Indonesia. 

    Selain SBY, sebelumnya ITS juga memberikan penghargaan serupa kepada sejumlah tokoh lainnya, seperti BJ Habibie, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Emil Salim, hingga Presiden RI Prabowo Subianto.

  • Bukan Klenik, I Know Futurology

    Bukan Klenik, I Know Futurology

    GELORA.CO – Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan orasi ilmiah dalam puncak acara Dies Natalies Ke-65 dan Lustrum XIII ITS di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (11/11).

    SBY sempat bicara soal dirinya yang meramal bagaimana kondisi ekonomi Indonesia ke depannya. Hal itu ia sampaikan 15 tahun lalu di ITS atau pada 2010. Menurutnya, apa yang ia ucapkan saat itu menjadi kenyataan.

    “Contoh, saya mengatakan Indonesia 2025 which is now akan menjadi strong emergent market, strong economic. It is happening now. Kita member of G20. 20 ekonomi besar dunia. We are the biggest economy, the biggest country in ASEAN itu menjadi kenyataan,” kata SBY.

    “Dan saya katakan di kampus Sukolilo, Surabaya, ini look, 15 tahun lagi berarti berarti 2025 ekonomi Indonesia, standing Indonesia itu sama dengan BRICS,” tambah SBY.

    Ia menyampaikan, Presiden Prabowo Subianto telah membawa Indonesia masuk ke dalam BRICS sebagaimana yang ia perkiraan akan terjadi pada tahun 2025 ini.

    BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa) adalah kelompok negara berkembang yang memiliki peran besar dalam perekonomian global.

    SBY pun berseloroh dirinya bisa meramal masa depan, namun dengan pemikiran yang rasional.

    “Jadi kalau ada guru besar, dosen yang ingin menanyakan nasib dan masa depan bisa ke saya. Bukan klenik tapi pemikiran yang scientific, rasional. I know futurology. I know membaca trend. I know bagaimana visi yang bisa terjadi. Sehingga alhamdulillah sekali lagi itu menjadi kenyataan. Barangkali itu juga tuah dari kampus ITS yang kita cintai ini,” ucapnya.

  • SBY Warning Potensi Perang Dunia 3, Ungkap Tanda-tandanya

    SBY Warning Potensi Perang Dunia 3, Ungkap Tanda-tandanya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mewanti-wanti potensi terjadinya Perang Dunia 3 di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global. Ia menilai rivalitas kekuatan besar dan perlombaan persenjataan kini mengancam stabilitas dunia.

    Hal ini ia sampaikan dalam orasi ilmiah pada puncak Dies Natalis ke-65 dan Lustrum XIII Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), di Graha ITS pada Selasa (11/11/2025).

    “Dengan nasionalisme yang ekstrem dan tindakan sepihak, terutama dari negara-negara besar yang punya veto power, terjadi kemunduran kerja sama global, baik multilateral maupun regional,” ujar SBY, seperti dikutip detikcom.

    SBY menegaskan, situasi tersebut harus segera dikendalikan agar tidak berkembang menjadi konflik berskala besar.

    “This one has to stop. Kalau tidak dihentikan, sangat mungkin terjadi peperangan yang lebih besar. World War 3 sangat mungkin terjadi,” tegasnya.

    Sebagai mantan jenderal dan pemimpin negara, SBY mengaku memahami dinamika geopolitik dan keamanan internasional. “Saya jenderal, saya ngerti geopolitik, saya ngerti hubungan internasional, saya mengerti peace and security,” ucapnya.

    Meski memperingatkan potensi perang besar, SBY tetap optimistis bahwa Perang Dunia 3 masih bisa dicegah.

    “Saya termasuk barisan yang percaya perang dunia ketiga bisa dihindari. Can be prevented, can be avoided. If there is a will, there is a way. Tergantung para pemimpin dunia sekarang ini,” tutupnya.

    (luc/luc)

    [Gambas:Video CNBC]

  • SBY Terima Penghargaan ITS, Demokrat Jatim: Beliau Layak Jadi Mentor Bangsa

    SBY Terima Penghargaan ITS, Demokrat Jatim: Beliau Layak Jadi Mentor Bangsa

    Surabaya (beritajatim.com) – Presiden RI ke-6 Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima langsung Penghargaan Sepuluh Nopember—anugerah tertinggi ITS—pada Puncak Dies Natalis ke-65 di Graha Sepuluh Nopember, Selasa (11/11/2025).

    Penghargaan yang diserahkan Rektor Prof. Ir. Bambang Pramujati itu menjadi penegasan atas rekam jejak SBY dalam pembangunan, demokrasi, dan penguatan tradisi konstitusional bangsa.

    Dalam orasi ilmiahnya, SBY menyampaikan rasa bangga dan apresiasi mendalam kepada ITS yang dinilainya terus tumbuh menjadi institusi global yang disegani.

    “Semoga ITS makin memperkuat diri sebagai world class university, center of excellence, dan center of innovation and sustainability. Saya percaya ITS bisa,” tegas SBY yang disambut tepuk tangan civitas akademika. Ia menambahkan, “ITS bukan hanya kebanggaan Jawa Timur, tetapi kebanggaan Indonesia, bahkan dunia.”

    SBY juga memuji pesan-pesan fundamental yang disampaikan Ketua Majelis Wali Amanat Prof. Mohammad Nuh dan Rektor Prof. Bambang terkait demokrasi, rule of law, dan manfaat nyata pendidikan.

    “Pak Nuh mengingatkan kita pada pentingnya konstitusionalisme. Demokrasi, konstitusi, dan rule of law adalah fondasi negara yang tak boleh kita abaikan. Apa pun yang kita lakukan harus membawa manfaat bagi bangsa—bring benefit to our country, to our people,” ujar SBY.

    Dalam bagian orasinya, SBY menyinggung pengalaman penting dalam sejarah kepemimpinannya: penyelesaian damai konflik Aceh. Ia menggambarkannya sebagai bukti bahwa tekad politik dapat mengubah kemustahilan.

    “Banyak yang tidak percaya konflik 30 tahun di Aceh bisa selesai secara damai dan terhormat. Tetapi kita membuktikan bahwa yang tak mungkin bisa menjadi mungkin,” tegasnya.

    Pada aspek ekonomi, SBY menekankan kembali tesis sustainable growth with equity—pertumbuhan berkelanjutan yang tetap adil dan ramah lingkungan. Ia mengingatkan bahwa masa depan ekonomi Indonesia harus berpijak pada komitmen global.

    “Ekonomi kita harus leading to Net Zero Indonesia 2060. Kalau tidak, kiamat—bumi kita tidak bisa disambung lagi,” ujarnya. Ia melanjutkan kritik moralnya terhadap pola ekonomi dunia:

    “Kita harus menghentikan keserakahan. Kita tidak ingin menjadi greedy nation. Yang kita perlukan adalah need not greed.”

    SBY juga menyoroti peran ITS dalam memutus lingkaran ketidaksetaraan. Komitmen kampus untuk memastikan tidak ada mahasiswa putus kuliah karena ekonomi dinilainya sangat penting.

    “Membangun human capital adalah masa depan kita. No one left behind. Selalu ada solusi,” kata SBY.

    Ia menutup orasinya dengan peringatan global.

    “Keadaan dunia tidak dalam kondisi baik. Geopolitik memanas. Ini era G-Zero—every country for itself. Namun dengan inovasi dan kepemimpinan yang tepat, kita bisa menyelesaikan tantangan,” kata SBY.

    Acara ini turut dihadiri mantan Mendiknas Prof. Mohammad Nuh, Wakil Gubernur Jawa Timur sekaligus Ketua DPD Demokrat Jatim Emil Elestianto Dardak, Forkopimda Jatim, serta jajaran Fraksi Demokrat DPRD Jatim yang dipimpin ketua fraksi dr. Agung Mulyono, juga Wakil Ketua DPRD Jatim Sri Wahyuni, Bendahara Fraksi Dedi Irwansyah, serta anggota fraksi Samwil, Naufal Alghifary, dan M. Soleh.

    Ketua DPD Demokrat Jatim Emil Elestianto Dardak menilai orasi SBY bukan hanya reflektif, tetapi memuat arah pembangunan masa depan yang presisi.

    “Sangat menginspirasi. Beliau memberi konteks proyeksi masa depan—bagaimana teknologi dipersiapkan untuk menjawab persoalan manusia. Kebutuhan dan keinginan sering bercampur, rawan melahirkan keserakahan. Ini sejalan dengan pesan beliau tentang bahaya greed,” ujar Emil.

    Ia menambahkan bahwa ITS terus mencetak alumnus yang mampu memutus lingkaran persoalan bangsa dan menghindari jebakan keserakahan itu sendiri.

    Ketua Fraksi Demokrat DPRD Jatim dr. Agung Mulyono menilai pidato SBY memuat ketepatan analisis yang terbukti sepanjang waktu.

    “Good, sangat bagus. Orasinya kuat dan presisi. Pengalaman beliau 15 tahun lalu ternyata bisa diprediksi dan terjadi di tahun 2025 ini,” ujarnya.

    Agung menegaskan bahwa SBY layak menjadi rujukan nasional.
    “Beliau layak menjadi bapak bangsa dan mentor. Ini inspirasi besar bagi kader Demokrat di Jawa Timur—acuan, inspirator, dan rujukan untuk negeri tercinta,” pungkasnya.

    Plt Sekretaris DPD Demokrat Jatim Mugianto menilai orasi SBY memberikan kerangka berpikir yang sangat dibutuhkan generasi muda.

    “Alhamdulillah Pak SBY menyampaikan kuliah umum tentang arah pembangunan Indonesia ke depan. Ini materi bagus yang menjadi acuan bagi generasi muda agar memahami tantangan bangsa,” katanya.

    Menurut dia, dengan berbagai pandangan tersebut, penganugerahan yang diterima SBY bukan sekadar seremoni, tetapi menjadi ruang intelektual yang mempertegas pentingnya kepemimpinan visioner, keberanian moral, dan arah pembangunan bangsa yang berkeadilan. [tok/beq]