Tag: Susilo Bambang Yudhoyono

  • Dinasti Jokowi Digoyang

    Dinasti Jokowi Digoyang

    Oleh: Tony Rosyid*

       

    BERBEDA dengan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang turun dengan tenang dan nyaris tidak ada gejolak, Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi turun seolah penuh tragedi. Setidaknya ada dua penyebabnya. 

    Pertama soal ijazah. Kedua, tuntutan pemakzulan terhadap Wapres Gibran Rakabuming Raka. Kedua isu ini secara politik bisa cukup berat. Terutama untuk karir keluarga Jokowi.

    Kenapa keluarga Jokowi, dan bukan hanya Jokowi? Perlu dipahami bahwa politik itu sangat personal. Urusan masing-masing orang. Kakak-adik, bapak-anak, bahkan suami istri biasa memiliki identitas politik masing-masing. Satu dengan yang lain terpisah. 

    Tapi, dalam politik Jokowi, identitas keluarga menyatu menjadi satu entitas. Semua berasal dari satu sumber yaitu kekuasaan Jokowi. 

    Dari kekuasaan inilah Gibran menjadi Walikota Solo, lalu Wakil Presiden. Bobby Nasution, menantu Jokowi, jadi Walikota Medan, lalu Gubernur Sumut. Juga Kaesang Pangarep dalam hitungan hari langsung menjadi ketua umum PSI. Kesuksesan mereka sulit dirasionalisasi tanpa back up kekuasaan Jokowi.

    Politik keluarga Jokowi ibarat pohon. Jokowi sebagai akarnya. Anak dan menantu menjadi cabang dari pohon-pohon itu. Ketika akar pohon tidak kuat menahan terpaan angin, maka semuanya ikut tumbang. 

    Di atas pundak Jokowi ada beban politik terhadap Gibran, Bobby dan Kaesang. Ketiganya adalah anak-anak muda yang sedang menanjak karirnya. Tapi, karena karir mereka tidak tegak di atas kematangan pengalaman sendiri, tapi lebih karena bersumber dari kekuasaan sang ayah, maka nasibnya akan sangat bergantung kepada kekuatan Jokowi. 

    Jika Jokowi kuat, mereka akan ikut kuat, dan peluang masa depannya lapang. Tapi, jika kekuatan Jokowi melemah, maka kekuatan dan masa depan politik mereka akan ikut melemah, dan bisa jadi akan menunggu waktu untuk runtuh.

    Saat ini, Jokowi sedang menghadapi tuduhan ijazah palsu. Jokowi bahkan dikejar-kejar oleh sejumlah pihak yang selama Jokowi berkuasa, mereka merasa diperlakukan tidak adil. Jokowi terlibat konflik dan permusuhan dengan mereka. Pendekatan konflik yang dilakukan Jokowi saat berkuasa tidak begitu saja terhapus dan terlupakan setelah Jokowi lengser.

    Jadi, masalah utama, dan ini yang paling krusial mengapa Jokowi setelah pensiun masih terus dikejar masalah adalah “jejak permusuhan Jokowi sedemikian masif kepada banyak kelompok”. Ini fakta objektif yang tidak bisa dipungkiri”.

    Pertama, Jokowi bubarkan Front Pembela Islam (FPI) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) secara kontroversial. Ini tentu punya konsekuensi politik untuk jangka panjang.

    Kedua, Jokowi penjarakan puluhan aktivis yang mengkritiknya. Mulai dari Anton Permana, Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat, Roy Suryo, Eggi Sudjana, Edi Mulyadi, Buni Yani, dan deretan nama tokoh yang sangat kritis terhadap Jokowi.

    Ketiga, Jokowi dianggap orang yang paling ambisius untuk menghancurkan karir Anies Baswedan. Ini membuat para pendukung Anies marah.

    Keempat, Jokowi berseteru hebat dengan Megawati Soekarnoputri dan PDIP. Sebuah partai yang sejak tahun 2005 telah membesarkan Jokowi.

    Kelima, tragedi pembantaian di KM 50 terjadi di era Jokowi. Tidak sedikit opini dan persepsi yang berkembang di publik menganggap KM 50 adalah bagian dari upaya Jokowi menghancurkan pengaruh pimpinan FPI. 

    KM 50 sebuah aksi jalanan yang sangat kasar dan brutal, yang membuat banyak pihak bertanya-tanya: kok bisa pembantaian semacam ini terjadi di Indonesia?

    Mereka, kelompok yang merasa dimusuhi oleh Jokowi selama berkuasa, terus akan bermanuver dan menuntut pengadilan terhadap Jokowi. 

    Isu ijazah palsu dan pemakzulan Gibran hanya dua di antara tuntutan yang nanti boleh jadi akan muncul yang lain jika kedua tuntunan ini tidak berhasil. Ini bukan soal dendam, tapi lebih merupakan sebab akibat dalam relasi sosial yang bisa dipahami rasionalitasnya.

    Di sisi lain, Jokowi tidak punya penerus kekuasaan yang menjamin “rasa aman” terhadap dirinya. Gibran sebagai Wakil Presiden, posisinya tidak memberinya otoritas untuk mengamankan Jokowi dan dinastinya. 

    Sementara Presiden Prabowo Subianto tidak mungkin pasang badan untuk mengamankan Jokowi. Prabowo adalah calon presiden yang dua kali dikalahkan “secara kontroversial” oleh Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019. Kontroversial lebih merujuk pada proses, bukan hasil. 

    Banyak yang menilai bahwa Gibran dianggap sebagai ancaman bagi Prabowo. Bukan Gibran, tapi kekuatan Jokowi yang meletakkan Gibran sebagai bayang-bayang Prabowo. 

    Tuntutan pemakzulan oleh para jenderal (purn) merupakan petunjuk adanya ancaman itu. Mengapa para jenderal (purn) itu menuntut pemakzulan kalau tidak ada kehawatiran atas potensi lengsernya Prabowo. 

    Di sinilah publik mesti cerdas membaca apa yang memicu para jenderal (purn) itu ngotot pemakzulan Gibran di tahun pertama Prabowo berkuasa. Takut Gibran capres 2029? Masih terlalu jauh. Takut Prabowo jatuh sakit, lalu meninggal di periode pertama? Prabowo sehat, dan semakin sehat. Lalu, apa trigger-nya? Ini yang menarik untuk anda telisik.

    Isu ijazah palsu dan tuntutan pemakzulan Gibran tidak hanya merepotkan Jokowi, tapi semakin berhasil men-downgrade politik dinasti Jokowi. Siapa pun dalam posisi Jokowi, dia akan terjepit. Sementara, Jokowi punya beban untuk mengawal dan membesarkan karir anak dan menantunya. 

    Jika Jokowi bisa menunjukkan ijazah aslinya ke publik, maka situasi bisa berubah. Pamor Jokowi naik. Berangsur kepercayaan publik ke Jokowi akan membesar. Dengan menunjukkan ijazah asli, Jokowi akan mampu merehabilitasi keadaan politiknya, sekaligus menampar mereka yang menuduhnya.

    Sebaliknya, jika para terlapor kemudian jadi tersangka tanpa membuka ijazah asli Jokowi ke publik, maka ini akan memperburuk kondisi politik Jokowi. 

    Publik akan semakin marah dan hari-hari akan semakin besar narasi kebencian dan kemarahan publik terhadap Jokowi. Ini secara politik, tentu akan sangat merugikan bagi politik Jokowi itu sendiri. Persepsi publik terhadap Jokowi akan semakin negatif.

    Soal isu pemakzulan Gibran, selama posisi Prabowo aman, Gibran juga akan aman. Bagaimana dengan masa depan Gibran di 2029? Ini satu hal yang berbeda..

    *(Penulis adalah Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa)

  • Nanik S Deyang Bela Presiden soal Kasus Tambang Nikel Raja Ampat: Prabowo Gak Punya Beban Utang Budi, Pasti Dihentikan

    Nanik S Deyang Bela Presiden soal Kasus Tambang Nikel Raja Ampat: Prabowo Gak Punya Beban Utang Budi, Pasti Dihentikan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sorotan tajam terhadap isu kerusakan lingkungan di Raja Ampat akibat aktivitas tambang nikel mendapat tanggapan dari Wakil I Badan Pengentasan Kemiskinan, Nanik Sudaryati Deyang.

    Ia menyebut bahwa Presiden Prabowo Subianto merupakan sosok yang independen dan tidak terikat oleh kepentingan tertentu.

    “Soal Raja Ampat, percayalah Prabowo itu presiden yang gak punya beban utang budi,” ujar Nanik di Facebook pribadinya, @Naniek Sudaryati Deyang (8/6/2025).

    Menanggapi polemik yang ramai dibicarakan publik, termasuk unggahan sejumlah aktivis dan LSM lingkungan, Nanik menyatakan bahwa jika benar terbukti merusak kawasan konservasi, maka pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo akan mengambil langkah tegas.

    “Jika benar merusak kawasan wisata, pasti tambang nikel yang ada sejak jaman Orba itu akan dihentikan!,” tandasnya.

    Ia pun mempertanyakan mengapa isu tersebut baru ramai disuarakan sekarang, padahal keberadaan tambang di wilayah tersebut sudah berlangsung sejak lama.

    Nanik menyebut beberapa nama mantan presiden, menyindir bahwa protes serupa tidak terdengar saat mereka menjabat.

    “Lagian lu pada napa teriaknya baru sekarang? Napa gak dari jaman Jokowi, SBY, Bu Mega dan presiden yang lain?” tukasnya.

    Nanik juga mengkritik kemunculan foto-foto kerusakan alam yang menurutnya belum tentu sahih. Ia menilai sebagian desakan yang muncul saat ini hanyalah bentuk pencitraan semata.

    “Nah sekarang baru pada Carmuk, hanya gegara LSM Green Peace teriak-teriak ditambah foto hoax kerusakan Raja Ampat,” tandasnya.

  • Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Juni 2025

    Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati Nasional 8 Juni 2025

    Pendekatan Simbolis, Historis, dan Ideologis ala Prabowo terhadap Megawati
    Kandidat Doktor Ilmu Politik yang suka membaca dan menulis
    RELASI
    politik Presiden
    Prabowo Subianto
    dan Ketua Umum PDI Perjuangan
    Megawati Soekarnoputri
    bersifat dinamis. Terkadang berdiri pada satu barisan yang sama dan terkadang pula harus berdiri saling berhadapan lalu berkompetisi dalam konteks kekuasaan.
    Namun, satu hal yang statis adalah persahabatan antara keduanya tak lekang oleh waktu dan tak pernah pudar digerus oleh zaman, walau diuji oleh pelbagai skenario politik dalam dua-tiga dekade kebelakang.
    Prabowo sejatinya punya hutang budi pada Megawati atas kontribusinya memulangkan Prabowo ke Indonesia dari Negara Yordania pada 2001 silam.
    Lewat restu Presiden dan Wakil Presiden saat itu, Abdurrahman Wahid-Megawati yang memerintahkan Taufik Kiemas untuk menjamin kepulangan Prabowo ke Indonesia dan mendapatkan kembali kewarganegaraannya.
    Delapan tahun berselang, pada 2009, Prabowo membalas “kebaikan” masa lampau lewat surat rekomendasi Partai Gerindra untuk pencapresan Megawati.
    Rekomendasi itu sekaligus menyelamatkan wajah Megawati dan PDI Perjuangan yang kala itu kesulitan mendapatkan kawan koalisi untuk memenuhi syarat minimal 20 persen pencalonan presiden dan wakil presiden.
    Pun Partai Gerindra adalah puzzle terakhir pemenuhan kuota
    presidential threshold

    running
    -nya Megawati sebagai Capres. Pasangan Megawati-Prabowo (Mega Pro) akhirnya mendaftar ke KPU dan resmi menjadi pasangan calon di Pilpres 2009.
    Meski kalah di Pilpres 2009, relasi Megawati dan Prabowo berlanjut dalam pembangunan koalisi di DPR. Sikap yang sama melihat
    bailout
    Bank Century yang berujung pada terbentuknya Pansus di DPR adalah kerja sama politik lain Megawati dan Prabowo.
    Pada ruang berbeda, Prabowo saat itu juga dikabarkan punya kesempatan menduduki pos Menteri Pertanian di kabinet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, tapi lekas ditampik oleh Partai Gerindra yang memilih berdiri pada barisan yang sama dengan PDI Perjuangan untuk berada di luar pemerintahan.
    Kerja sama antara PDI Perjuangan dan Partai Gerindra berlanjut ke Pilkada DKI 2012, lewat pencalonan Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok) yang menjadi
    spotlight
    paling ramai dalam pemberitaan politik nasional saat itu.
    Pun keberhasilan Jokowi-Ahok memenangkan pemilihan tidak lepas dari kolaborasi politik antara Megawati dan Prabowo.
    Hubungan Megawati dan Prabowo sempat memanas jelang Pilpres 2014 saat PDI Perjuangan memutuskan mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden.
    Prabowo menganggap Megawati telah melanggar Perjanjian Batu Tulis. Kala itu, Prabowo secara verbatim mengatakan bahwa dirinya sangat kecewa karena telah melakukan semua hal yang bisa dilakukan untuk dapat dukungan Megawati, tapi PDI Perjuangan justru memilih mencalonkan Jokowi.
    Prabowo kalah atas Jokowi di Pilpres 2014. Lima tahun mengambil posisi di luar pemerintahan, Prabowo kemudian memutuskan menerima pinangan Jokowi menjadi Menteri Pertahanan pascakekalahan lain di Pipres 2019.
    Relasi antara Prabowo dan Megawati otomatis perlahan membaik dengan bergabungnya Prabowo ke pemerintahan.
    Pelbagai silaturahmi pribadi antarkeduanya terus berlanjut dengan beberapa kali kunjungan Prabowo ke kediaman Megawati di Teuku Umar, Jakarta.
    Megawati memasak nasi goreng untuk Prabowo, sebaliknya Prabowo juga beberapa kali mengirimkan hadiah kecil kesukaan Megawati berupa minyak urut dan bunga anggrek.
    Pada rentan waktu 2019 sampai 2023, sebelum masa pencapresan untuk Pilpres 2024, Prabowo sejatinya telah melakukan pendekatan simbolis dengan Megawati.
    Salah satunya adalah ketika Prabowo membangun patung Sukarno menunggang kuda di kantor Kementerian Pertahanan RI yang diresmikan pada 2021 lalu.
    Prabowo menyebutkan pembangunan patung Sukarno tersebut terinspirasi oleh peristiwa Hari Peringatan Angkatan Perang pada 5 Oktober 1946 di Yogyakarta.
    Kala itu Presiden Sukarno melakukan inspeksi dengan menunggang kuda untuk memeriksa pasukan angkatan bersenjata Indonesia.
    Prabowo juga menjelaskan secara simbolik peristiwa Sukarno menunggang kuda tersebut sebagai simbol semangat, harapan, keberanian dan gairah bangsa Indonesia untuk senantiasa mencintai Tanah Air.
    Pun peresmian patung tersebut dilakukan pada 6 Juni 2021, bertepatan pula dengan hari lahir Sang Proklamator.
    Pada saat peresmian, wajah Megawati terlihat sangat sumringah dengan beberapa kali mengucapkan terima kasih pada Prabowo yang saat itu menjabat Menteri Pertahanan.
    Lebih lanjut, secara khusus Megawati dalam pidatonya juga menyebut Prabowo sebagai sahabatnya.
    Secara simbolik sosok Sukarno bukan hanya sebagai ayah biologis bagi Megawati, tapi juga menyatu secara ideologis dan praksis pergerakan politiknya.
    Ini pula yang menjadi alasan, segala hal yang menyangkut simbolisasi tentang Sukarno bagi Megawati adalah sesuatu yang sangat sentimental menyentuh perasaan jiwa dan batinnya.
    Pada Senin, 2 Juni 2025, Megawati dan Prabowo akhirnya muncul kembali di hadapan publik pada Perayaan Hari Lahir Pancasila di Lapangan Kementerian Luar Negeri Jakarta setelah satu setengah tahun lamanya.
    Terakhir keduanya menampakkan kebersamaan kala pengundian nomor urut Capres dan Cawapres yang diselanggarakan oleh KPU RI pada 14 November 2023 lalu.
    Saat itu, Megawati hadir dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud, sementara Prabowo hadir sebagai Capres 2024.
    Sekitar dua bulan lalu, tepatnya pada 8 April 2025, sebenarnya Prabowo dan Megawati sempat bertemu di Teuku Umar dalam rangka silaturahmi di Hari Raya Idul Fitri.
     
    Namun pertemuan antara keduanya dilaksanakan tertutup dan publik kala itu hanya terpuaskan dengan disebarnya foto pascapertemuan oleh Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad lewat akun media sosial Twitter dan Instagram pribadinya.
    Pertemuan antara Prabowo dan Megawati pada Peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut sangat cair dan penuh canda.
    “Ibu agak kurus, bu. Luar biasa. Dietnya berhasil,” ujar Prabowo pada Megawati pada jamuan sarapan pagi.
    “Iya, berhasil. Tapi ini bagaimana?” jawab Megawati menunjuk ke meja hidangan tempat disajikannya makanan yang diperkirakan cukup menggoda.
    Pun barang tentu pertemuan Prabowo dan Megawati di hadapan publik tersebut tentu tidak akan terjadi jika keduanya tidak sama-sama berkomitmen atas kesepakatan dua bulan lalu. Kesepakatan yang hanya Prabowo dan Megawati yang tahu.
    Juga Prabowo sangat paham soal budaya politik Megawati yang satu kata antara perkataan dan perbuatan sehingga melanggar kesepakatan bukanlah pilihan yang bijak.
    Apalagi Megawati tipe pemimpin sigma yang memiliki sifat mandiri terhadap pemikirannya, tidak membutuhkan validasi atau persetujuan agar terlihat berharga.
    Bahkan secara historis ia memiliki keberanian untuk mengambil sikap yang tidak populis dengan keluar dari hierarki kemapanan politik walau dianggap tidak populis.
    Setidaknya secara empirik pasca-reformasi, Megawati beberapa kali membuktikannya.
    Pertama, kala DPR melakukan revisi UU MD3 di DPR pada 2014 yang berdampak pada posisi PDI Perjuangan sebagai pemenang Pileg harus kehilangan kursi Ketua DPR.
    Kala itu ada satu kesempatan agar undang-undang tersebut tidak direvisi dan Puan Maharani bisa jadi Ketua DPR, yaitu Megawati harus bertemu Presiden SBY.
    Hasilnya Megawati tetap pada pendiriannya untuk tidak bertemu dan bernegosiasi dengan Presiden SBY soal revisi UU MD3, walau partainya kehilangan kursi Ketua DPR.
    Kedua, ketika Megawati dan PDI Perjuangan dikepung oleh koalisi besar KIM Plus di banyak daerah di Pilkada Serentak 2024.
    Megawati seolah tidak peduli. Sikapnya tidak sedikitpun melunak dengan memilih melawan partai-partai yang tergabung dalam koalisi besar di KIM Plus.
    Ketiga atau yang terakhir adalah ketika Megawati melakukan boikot reatret kepala daerah dengan memerintahkan kader-kader terpilih PDI Perjuangan untuk menunda keberangkatan mereka ke Magelang, Jawa Tengah. Hal itu menunjukkan Megawati bukanlah tipe pemimpin yang mudah untuk ditundukkkan.
    Prabowo memang benar-benar ciamik membaca pikiran Megawati. Ia memahami betul menerjemahkan langgam politik Megawati secara historis, simbolis, dan ideologis.
    Pada Peringatan Hari Lahir Pancasila tersebut, ada peristiwa lain yang layak mendapatkan sorotan utamanya saat Prabowo beberapa kali memanggil Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi untuk dilibatkan dalam diskusi bertiga dengan Megawati.
    Mengapa Prasetyo Hadi? Saya menganalisa setidaknya ada dua alasan.
    Pertama, Prasetyo Hadi adalah alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dari Komisariat Fakultas Kehutanan UGM.
    Megawati ketika sempat berkuliah di Pertanian UNPAD Bandung juga pernah bergabung bersama GMNI, organisasi mahasiswa yang punya cita-cita luhur membumikan ajaran Marhaenisme Bung Karno.
    Kedua, Megawati punya perasaan yang sangat sentimental dengan GMNI. Suaminya (Alm Taufik Kiemas) adalah alumni GMNI. Ganjar sebagai orang yang dicapreskan oleh Megawati lewat PDI Perjuangan dulunya juga pernah ber-GMNI.
    Termasuk Djarot Saiful Hidayat, Ahmad Basarah, Bambang Pacul, Aria Bima hingga Arief Wibowo yang saat ini menjadi pengurus pusat (DPP) PDI Perjuangan sedikit banyaknya bisa menduduki struktur strategis di partai berlambang Kepala Banteng Moncong Putih itu karena masa lalu pernah aktif di GMNI.
    Pada masa kepresidenan Megawati di tahun 2001-2004, ia mengangkat Bambang Kesowo menjadi Menteri Sekretaris Negara yang juga alumni GMNI.
    Lalu, jika kita kembali ke 11 tahun lalu, ketika Jokowi terpilih menjadi Presiden RI pada 2014, Megawati pernah merekomendasikan satu nama alumni GMNI lain pada Jokowi untuk dijadikan Menteri Sekretaris Negara bernama Cornelis Lay.
    Namun, karena alasan kesehatan, kala itu Cornelis Lay menolak “dijadikan” Menteri Sekretaris Negara lalu merekomendasikan satu nama, yaitu Pratikno.
    Nama Pratikno disetujui Megawati dan disetujui pula oleh Presiden Jokowi karena Pratikno punya historis dengan Jokowi ketika jadi Wali Kota Solo.
    Juga soal posisi Mensesneg, Megawati punya kecenderungan politik menempatkan alumni GMNI di posisi tersebut ketika kader partainya diberi amanah menduduki kepemimpinan nasional.
    Kembali ke sosok Menseseg Prasetyo Hadi, Prabowo tentu sangat memahami ada kedekatan ideologis antara Prasetyo Hadi dan Megawati karena berasal dari organisasi kemahasiswaan yang sama, yaitu GMNI.
    Hal ini pula yang mengindikasikan pada pertemuan lanjutan pasca-Peringatan Hari Lahir Pancasila berlangsung rapat lain antara Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Prasetyo Hadi dalam pertemuan dengan Megawati, Puan Maharani dan Yassona Laoly di Teuku Umar.
    Artinya, dengan Prabowo melibatkan jauh sosok Prasetyo Hadi dalam komunikasi politik dengan PDI Perjuangan menjelaskan betapa Megawati sangat senang terhadap Mensesneg kabinet Prabowo tersebut.
    Selain alasan historis, terdapat alasan ideologis yang mentautkan sosok Prasetyo Hadi sebagai Alumni GMNI yang pasti sangat memahami bagaimana harus “memuliakan” Bulan Juni. Bulan Bung Karno.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • PDIP Dinilai Tetap Dukung Prabowo di Luar Kabinet, Ini Alasannya

    PDIP Dinilai Tetap Dukung Prabowo di Luar Kabinet, Ini Alasannya

    Hensa juga mengaitkan posisi politik PDIP saat ini dengan sejarah saat pemerintahan Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), di mana PDIP juga berada di luar pemerintahan namun tetap memberi dukungan.

    “Kalaupun ada kader PDI Perjuangan yang masuk ke kabinet itu menurut saya bonus saja. Ini pernah terjadi pada saat Pak Taufik Kiemas menjadi Ketua MPR, zaman SBY,” kata dia.

    Sebelumnya, diketahui Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, dan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, mendatangi kediaman Presiden ke-5 RI, Megawati Soekarnoputri, di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

    Dasco mengungkapkan bahwa ia datang atas utusan langsung dari Presiden Prabowo untuk menyampaikan pesan khusus.

    “Kami juga membawa pesan balik dari Ibu Megawati kepada Pak Prabowo,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (5/6).

    Pertemuan itu turut dihadiri Ketua DPR RI yang juga putri Megawati, Puan Maharani, serta petinggi PDIP seperti Yasonna Laoly dan Said Abdullah.

    Momen pertemuan tersebut juga diunggah melalui akun Instagram Dasco dan Prasetyo. Dalam unggahan tersebut, Dasco menuliskan:

    “Saya mendapatkan wejangan dan masukan demi kepentingan bangsa dan negara saat ini di bawah kepemimpinan Pak Prabowo.” (*/ant)

  • Maruarar Sirait Tanggapi Positif Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Maruarar Sirait Tanggapi Positif Pertemuan Prabowo dan Megawati

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengapresiasi pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang berlangsung saat upacara peringatan Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni 2025 lalu. 

    Menurutnya, pertemuan tersebut mencerminkan sikap kenegarawanan dan nasionalisme yang tinggi, meskipun keduanya memiliki perbedaan pandangan politik.

    “Pertemuan itu sangat positif. Meski ada perbedaan langkah politik, tetapi keduanya tetap menunjukkan rasa nasionalisme sebagai tokoh bangsa,” ujar Maruarar atau yang akrab disapa Ara, saat ditemui di kantor Kompleks Wisma Mandiri 2, Jumat (6/6/2025).

    Mantan politisi PDI Perjuangan yang kini menjadi politisi Partai Gerindra itu menilai bahwa momen tersebut mencerminkan nilai luhur sila ketiga Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia. “Sejuk ya buat Indonesia. Itu sangat mendukung sila ketiga, Persatuan Indonesia. Saya pikir itu sangat baik,” ujarnya.

    Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya saling menghormati dalam perbedaan, khususnya dalam konteks politik. “Masalah posisi politiknya di mana, itu saling menghormati. Namun, komunikasi yang penuh rasa hormat itu harus tetap terjaga,” tegasnya.

    Ia juga menyoroti sikap Presiden Prabowo yang dinilainya terbuka dan menjalin hubungan baik dengan semua mantan presiden, yakni Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.

    “(Semua) Tidak ada masalah, dan itu menunjukkan sikap kenegarawanan,” kata Ara.

    Menurutnya, sikap tersebut patut menjadi teladan, terutama bagi generasi muda. “Kita harus belajar dari itu. Walaupun posisi politik kadang berbeda, tetapi tujuannya tetap sama, untuk kebaikan bangsa. Saya sendiri kadang berbeda pendapat dengan para pengembang, tetapi kita tetap bersilaturahmi, tetap berdialog dengan baik. Tidak mungkin semua pandangan itu sama, tetapi yang penting ada dialektika,” pungkasnya.

  • Analis: Peta politik PDIP masih sama usai Dasco bertemu Megawati

    Analis: Peta politik PDIP masih sama usai Dasco bertemu Megawati

    Jakarta (ANTARA) – Analis komunikasi politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio (Hensa) menilai arah peta politik PDI Perjuangan masih akan tetap mendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di luar kabinet, usai pertemuan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

    Dia menilai pertemuan tersebut tak ubahnya upaya Presiden Prabowo untuk merangkul semua elemen, di samping menyampaikan pesan khusus Prabowo kepada Megawati.

    “Menurut saya masih sama saja, mendukung pemerintahan Pak Prabowo tidak harus masuk ke kabinet,” kata Adi kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

    Lebih lanjut, dia memandang bahwa bentuk dukungan yang diberikan PDIP kepada Prabowo berbeda, sama halnya dengan apresiasi yang diberikan Prabowo kepada PDIP dalam bentuk berbeda.

    Dia pun menilai PDIP sejak awal telah memberikan dukungannya terhadap Prabowo dan hal itu tak berubah sejauh ini.

    “PDI Perjuangan beberapa kali menyampaikan mendukung program Pak Prabowo,” ucapnya.

    Adapun, lanjut dia, Prabowo memberikan dukungan dengan tidak mengambil ‘kenikmatan’ yang dimiliki oleh PDIP, seperti mengambil atau mengurangi jabatan yang sudah dimiliki oleh PDIP sekalipun mampu.

    Dia mencontohkan misalnya kursi Ketua DPR RI yang diduduki oleh Ketua DPP PDIP Puan Maharani tidak diutak-atik dengan merevisi Undang Nomor 13 tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPRD, DPD (UU MD3).

    “Padahal kan dengan kekuatan 80 persen di parlemen bukan hal yang sulit buat Pak Prabowo dan Gerindra mengganti Undang-Undang MD3 sehingga Mbak Puan tidak lagi menjadi Ketua DPR,” tuturnya.

    Dia lantas berkata, “Ada kader-kader PDI Perjuangan yang tetap mendapat jabatan duta besar misalnya.”

    Menurut dia, sikap politik PDIP yang memilih berada di luar pemerintahan, namun tetap memberikan dukungan terhadap program pembangunan pemerintah tersebut tak ubahnya seperti yang pernah terjadi ketika era pemerintahan presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

    “Kalaupun ada kader PDI Perjuangan yang masuk ke kabinet itu menurut saya bonus saja. Ini pernah terjadi pada saat Pak Taufik Kiemas menjadi Ketua MPR, zaman SBY,” kata dia.

    Sebelumnya diberitakan Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengunjungi kediaman presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

    Dasco mengatakan bahwa kehadirannya dengan Prasetyo karena diutus oleh Presiden Prabowo Subianto untuk menyampaikan pesan konfidensial yang tak bisa diungkapkan ke publik.

    Ia pun mengaku datang membawa pesan dari Prabowo dan pulang membawa jawaban dari Megawati.

    “Kami juga membawa pesan balik dari Ibu Megawati kepada Pak Prabowo,” kata Dasco di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis (5/6).

    Dalam pertemuan itu, ada pula Ketua DPR RI sekaligus putri Megawati, Puan Maharani, beserta Ketua DPP PDI Perjuangan Yasonna Laoly dan Said Abdullah.

    Foto-foto pertemuan itu pun diunggah di akun media sosial Instagram Dasco dan Prasetyo, Kamis (5/6). Keterangan foto dari foto-foto itu menyebutkan pertemuan itu berlangsung beberapa hari yang lalu.

    Dalam keterangan foto-foto tersebut, Dasco melalui akun Instagram pribadinya menyebut: “Saya mendapatkan wejangan dan masukan demi kepentingan bangsa dan negara saat ini di bawah kepemimpinan Pak Prabowo.”

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Azhari
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kasus Dugaan Pemerasan TKA di Kemenaker Terjadi sejak 2012

    Kasus Dugaan Pemerasan TKA di Kemenaker Terjadi sejak 2012

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan praktik dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (TKA) sudah terjadi sejak 2012 lalu. 

    Hal itu berarti, praktik pemerasan TKA sudah terjadi saat Ketum PKB Muhaimin Iskandar atau biasa disapa Cak Imin menjabat menteri ketenagakerjaan.

    “Praktik ini (pemerasan TKA) bukan dari 2019. Dari hasil proses pemeriksaan yang KPK laksanakan terungkap praktik ini sudah berlangsung sejak 2012,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    Budi mengatakan, KPK bakal menerapkan pasal berlapis dalam mengusut kasus pemerasan TKA di Kemenaker, yakni pasal gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Pasalnya, kasus dugaan pemerasan ini dilakukan secara berjenjang dan sudah terjadi sejak 2012.

    “Terkait pasal yang mungkin nanti diterapkan akan kita kembangkan ke tindak pidana pencucian uang karena praktik ini sudah berlangsung sejak 2012. Dengan ini kami akan lebih mudah apabila nanti kita melakukan asset recovery melalui TPPU terhadap para oknum yang melaksanakan praktik pemerasan di Kemenaker,” jelas Budi.

    Diketahui, Cak Imin menjabat sebagai menteri tenaga kerja dan transmigrasi pada periode 2009-2014 atau masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah Cak Imin, posisi menaker dijabat Hanif Dhakiri pada periode 2014-2019 atau masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Setelah Hanif Dhakiri, menaker periode 2019-2024 dijabat Ida Fauziyah. Sementara saat ini posisi menaker dijabat Yassierli sejak Oktober 2024.

    KPK sebelumnya telah resmi mengumumkan delapan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan dalam pengurusan penggunaan TKA senilai Rp 53 miliar di Kemenaker. Delapan tersangka ini diumumkan oleh pelaksana harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (5/6/2025).

    “Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap tenaga kerja asing yang akan melakukan pekerjaan di Indonesia dengan cara yaitu para tenaga kerja asing ini apabila akan masuk ke Indonesia untuk melakukan kerja mereka akan meminta izin berupa RPTKA. Nah, kewenangan pengeluaran RPTKA ini ada di dirjen Binapenta. Dari sini ternyata ada celah-celah di dalam pembuatan RPTKA,” kata Budi.

  • Ajudan Beberkan Kondisi Terkini Jokowi Usai Alami Alergi Kulit

    Ajudan Beberkan Kondisi Terkini Jokowi Usai Alami Alergi Kulit

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisaris Polisi Syarif Muhammad Fitriansyah, yang merupakan ajudan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) menginformasikan bahwa kondisi kesehatan mantan Presiden tersebut kini sudah menunjukkan perkembangan positif setelah sempat mengalami alergi kulit.

    “Sudah mulai membaik,” ujarnya kepada Bisnis melalui pesan teks, Kamis (5/6/2025).

    Lebih lanjut, Syarif turut menepis kabar yang menyebutkan bahwa Jokowi sempat dibawa ke rumah sakit akibat alergi tersebut.

    “Tidak, itu hoaks,” tandas Syarif. 

    Sekadar informasi, akibat kondisi kesehatannya itu, Jokowi tak menghadiri peringatan Hari Lahir Pancasila di Jakarta pada  Senin (2/6/2025). 

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani angkat bicara terkit dengan absennya Presiden Ke-7 Joko Widodo, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, dan Wakil Presiden Ke-13 Ma’ruf Amin dalam Hari Lahir (Harlah) Pancasila.

    Ditemui di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Muzani enggan berspekulasi. Dia mengaku tidak mengetahui alasan ketidakhadiran mereka karena dirinya hadir hanya sebagai tamu. 

    “Saya enggak tahu itu. Ini acara BPIP, saya di sini sebagai tamu, saya petugas membaca Pancasila,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/6/2025).

    Meski begitu, dia menekankan bahwa suasana hangat dan penuh kekeluargaan mewarnai pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden Ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri dalam sebuah acara yang digelar oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) itu.

    Dia mengamini bahwa dengan turut hadir dalam acara tersebut pertemuan antara dua tokoh nasional itu berlangsung sangat cair.

    “Suasana pertemuan antara Presiden Prabowo dengan Ibu Megawati berlangsung sangat akrab, penuh kekeluargaan, dan saling banyak bercanda,” ujar Muzani 

    Dia bahkan menyebut sempat melihat keduanya saling berbisik. Namun, dia mengaku belum mengetahui apa yang dibisikkan.

    “Tapi keakraban dan kekeluargaan penuh mewarnai dan menjadi pemandangan di depan mata kami,” tambahnya.

    Muzani mengatakan dirinya merasa bersyukur bisa menyaksikan momen tersebut, di mana para pemimpin bangsa saling menyapa dan berbicara akrab.

    “Sekarang itu kami bersyukur, bergembira, dan bersenang karena pemimpin-pemimpin bangsa semuanya saling tegur sapa, saling bersalaman, dan saling ngobrol,” ucapnya.

    Sejumlah tokoh nasional lain juga hadir dalam acara BPIP itu, antara lain Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno dan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla.

    “Tadi semuanya ada,” pungkas Muzani.

  • Kader PSI Dian Sandi Klaim Punya Bukti Akun Fufufafa Bukan Milik Gibran: Itu Ciptaan Orang Lain

    Kader PSI Dian Sandi Klaim Punya Bukti Akun Fufufafa Bukan Milik Gibran: Itu Ciptaan Orang Lain

    GELORA.CO –  Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dian Sandi Utama, siap menunjukkan bukti kuat bahwa akun Fufufafa yang sebelumnya membuat gaduh publik itu, bukan milik Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka.

    Sandi mengatakan, akun Fufufafa itu dibuat oleh pihak tertentu dengan tujuan untuk menjatuhkan Gibran.

    Pernyataan Sandi itu terungkap saat ia menanggapi komentar warganet pada postingannya yang mengunggah pujian terhadap sikap Gibran ketika bertemu Wakil Presiden ke-6 RI, Jenderal (Purn) Try Sutrisno.

    Di mana, Try Sutrisno merupakan salah satu tokoh yang disebut ‘merestui’ pemakzulan Gibran.

    “Pada waktunya nanti, saya akan keluarkan bukti yang tidak terbantahkan, bahwa; akun itu ciptaan seseorang yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan Mas Gibran,” ungkapnya, dikutip dari Wartakotalive.com, Rabu (4/6/2025).

    Terkait dengan akun Fufufafa ini, hal tersebut masuk dalam poin-poin landasan Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan Gibran.

    Disebutkan bahwa akun itu berisi hinaan terhadap sejumlah tokoh nasional seperti Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, Susilo Bambang Yudhoyono, hingga Anies Baswedan.

    Tentang Akun Fufufafa

    Sebelumnya, akun Fufufafa yang disorot jejak digitalnya karena diduga milik Gibran itu, pertama kali mendapatkan perhatian publik usai diungkap oleh sebuah akun X.

    Akun itu menemukan jejak digital penghinaan kepada Presiden RI Prabowo Subianto dan putranya Didit Hediprasetyo. 

    Berdasarkan penelusuran, Fufufafa juga melontarkan hinaan kepada mantan presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, Titiek Soeharto, dan Anies Baswedan.

    Selain itu, akun Fufufafa juga diketahui memberikan komentar rasis dan ofensif kepada berbagai kelompok, salah satu adalah etnis Papua. 

    Pakar Telematika, Roy Suryo pun meyakini bahwa pemilik akun Fufufafa adalah Gibran. 

    “Saya bicara teknis saja bahwa 99,9 persen memang akun Fufufafa itu loud and clear adalah akun milik mantan Wali Kota Solo ataupun Wakil Presiden Terpilih kita, Gibran,” ujarnya dalam acara Talkshow Overview Tribunnews, pada Rabu, 18 September 2024 lalu.

    Roy Suryo mengaku menggunakan dua pendekatan untuk pernyataan tersebut, yakni dengan pendekatan socio technical dan pendekatan pure technical.

    Pada pendekatan socio technical, Roy Suryo mengamati pada cara menulis di akun Fufufafa dan hasilnya beberapa kata ditulis dengan gaya sama yang juga digunakan di akun media sosial Chili Pari, nama usaha milik Gibran.

    “Cara menulis seseorang itu tidak pernah berubah, ketika dia menuliskan kata ‘yang’ itu dengan cara ‘yg’, clear betul ketika akun dia yang lain yakni Chili Pari, dia menggunakan gaya bahasa yang sama,” lanjut Roy.

    Kemudian, pada pendekatan pure technical, kata Roy Suryo, akun Anonymous mencoba untuk melakukan checking terhadap nomor handphone yang digunakan Fufufafa, yakni 0899 belakangnya 33.

    “Nomor tersebut ternyata ketika digunakan untuk recovery emergency kemudian dimasukkan email yang digunakan yakni email Chili Pari langsung masuk ke Fufufafa. Itu artinya clear betul tidak bisa terbantahkan lagi,” ujar Roy Suryo.

    Mengenai hal ini, Roy Suryo mengaku tidak memiliki niatan apapun saat memberikan pernyataan soal Fufufafa, dirinya hanya berharap kejujuran segera diungkap.

    “Kalau iya katakanlah iya kalau tidak katakanlah tidak,” katanya lagi.

    Landasan Usulan Pemakzulan Gibran

    Selain menyinggung persoalan moral, etika, dan dugaan keterlibatan Gibran dalam kasus akun media sosial “Fufufafa” itu, Forum Purnawirawan TNI juga menyebutkan sejumlah dasar konstitusional sebagai landasan usulan pemakzulan Gibran sebagai wapres. 

    Di antaranya adalah UUD 1945 Amandemen Ketiga, TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, serta Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Forum Purnawirawan TNI menyoroti proses pencalonan Gibran sebagai wakil presiden yang dinilai sarat pelanggaran hukum. 

    Dalam hal ini, mereka mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah batas usia calon presiden dan wakil presiden. 

    Menurut Forum Purnawirawan TNI, keputusan tersebut cacat secara hukum karena adanya konflik kepentingan.

    “Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung, paman dan keponakan, antara Ketua MK Anwar Usman dengan saudara Gibran Rakabuming Raka,” tulis Forum dalam surat tersebut.

    Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan TNI juga mengungkap alasan kepatutan dan kelayakan.

    Di mana, mereka menilai Gibran belum memiliki kapasitas dan pengalaman untuk memimpin Indonesia.

    “Sangat naif bagi negara ini bila memiliki seorang wakil presiden yang tidak patut dan tidak pantas untuk memimpin rakyat Indonesia sebesar ini,” demikian forum membeberkan alasan kepatutan.

    Tak hanya itu saja, Forum Purnawirawan TNI juga kembali mengingatkan soal laporan dugaan korupsi yang disampaikan akademisi Ubedilah Badrun pada 2022.

    Laporan itu menyinggung dugaan relasi bisnis antara Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep, terkait suntikan dana dari perusahaan modal ventura ke sejumlah usaha rintisan milik keduanya.

    “Berdasarkan uraian tersebut, kami mendesak agar DPR RI segera memproses pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka,” ucap Forum dalam suratnya.

    Diketahui bahwa ada empat purnawirawan TNI yang menandatangani surat tersebut, yakni sebagai berikut:

    Jenderal TNI (Purn) Fachrul RaziMarsekal TNI (Purn) Hanafie AsnanJenderal TNI (Purn) Tyasno SoedartoLaksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto

  • Golkar nilai pertemuan Megawati-Gibran baik untuk negara

    Golkar nilai pertemuan Megawati-Gibran baik untuk negara

    “Bagus dong, pertemuan antara Bu Mega dengan Mas Gibran itu sesuatu yang sangat bagus ya, meskipun orang mengatakan itu pertemuan fisik ya. Apa pun lah, mau pertemuan fisik, mau pertemuan apa saja, itu baik buat negara,”

    Jakarta (ANTARA) – Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Muhammad Sarmuji menilai pertemuan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka dengan Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri pada momentum peringatan Hari Lahir Pancasila sebagai sesuatu yang baik untuk negara.

    “Bagus dong, pertemuan antara Bu Mega dengan Mas Gibran itu sesuatu yang sangat bagus ya, meskipun orang mengatakan itu pertemuan fisik ya. Apa pun lah, mau pertemuan fisik, mau pertemuan apa saja, itu baik buat negara,” kata Sarmuji di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.

    Dia menilai pertemuan itu sebagai kesempatan baik bagi Megawati maupun Gibran itu sendiri.

    “Mas Gibran juga berkesempatan untuk bisa belajar bagaimana bersikap dengan Ibu Mega yang lebih senior,” katanya.

    Dia lantas berkata, “Mungkin Bu Mega juga punya kesempatan untuk menasehati Mas Gibran, meskipun untuk tahap kemarin barangkali belum.”

    Anggota Komisi VI DPR RI itu pun berharap kedua tokoh itu dapat lebih sering bertemu sebab intensitas pertemuan akan membuat orang saling akrab.

    “Kalau makin sering ketemu rasanya makin akrab. Mudah-mudahan sering ketemu, mudah-mudahan, ya,” tuturnya.

    Berangkat dari pertemuan itu, dia menilai bukan suatu yang muskil bila Megawati bertemu pula dengan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    “Kalau saya harapannya begitu,” kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu.

    Dia menekankan bila para pemimpin bangsa saat ini dan terdahulu berkumpul dengan cair dan penuh kehangatan merupakan sesuatu yang baik.

    Tak terkecuali, lanjut dia, apabila pertemuan dilangsungkan dalam bentuk jamuan-jamun makan, seperti halnya “diplomasi nasi goreng” ala Megawati.

    “Malah bagus sekali seandainya ada reuni sambil kama nasi goreng buatannya Bu Mega. Pak Prabowo ketemu Bu Mega, ada Pak Jokowi, ada Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) sangat baik, sambil makan nasi goreng,” ucap dia.

    Sebelumnya, Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri turut hadir dalam Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila di Gedung Pancasila, Jakarta, Senin (2/6), yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.

    Megawati berbaris diapit Presiden Prabowo dan Wapres Gibran sebelum Upacara Peringatan Hari Lahir Pancasila dimulai.

    Saat acara hendak dimulai, Presiden Prabowo yang bertindak sebagai Inspektur Upacara mendapat laporan dari Komandan Upacara Kolonel Marinir Achmad Hadi Al-Hasny.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025