Tag: Susilo Bambang Yudhoyono

  • Menko AHY Harap Kawasan Industri Karawang Bakal Dongkrak Penumpang Kereta Cepat – Page 3

    Menko AHY Harap Kawasan Industri Karawang Bakal Dongkrak Penumpang Kereta Cepat – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan (IPK), Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), meminta pembangunan tiga juta rumah agar jangan sampai mengganggu program prioritas lainnya milik Presiden Prabowo Subianto, yakni swasembada pangan.

    Dalam konteks ini, AHY tak ingin pembangunan 3 juta rumah turut mengganggu lahan pertanian. Sehingga hasil produksi pertanian secara nasional pun ikut terkikis.

    Oleh karenanya, putra sulung Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut menekankan perlunya peta satu jalan, atau one map policy dalam pembangunan infrastruktur nasional ke depan.

    “Jangan sampai di tempat yang jauh di sana kita membuka lahan sawah, di tempat yang sudah ada kita mengkonversi lahan sawah secara besar-besaran. Sehingga ya kembali terjadi defisit (lahan pertanian),” ujar AHY di Kantor Kemenko IPK, Jakarta, Rabu (8/1/2025).

    Menko AHY tak ingin produktivitas pertanian terkendala. Lantaran pemerintah secara kebijakan juga tidak turut melindungi lahan sawah eksisting, demi menyongsong urbanisasi.

    “Kita juga tahu bahwa seiring dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi, dan lain sebagainya, harus ada lahan yang dipersiapkan juga. Untuk membangun perumahan dan membuka kawasan-kawasan permukiman,” ungkapnya.

    Di sisi lain, ia tak menutup mata jika saat ini masih terjadi backlog perumahan. Lantaran sekitar 10 juta kepala keluarga belum memiliki rumah, dan sekitar 26 juta kepala keluarga masih tinggal di rumah tidak layak huni.

    “Ini juga yang terus kita kejar, termasuk memindahkan masyarakat yang berada di kolong-kolong jembatan atau rumah-rumah susun sederhana,” seru Agus Harimurti Yudhoyono.

     

  • Hari Gerakan Satu Juta Pohon, Begini Cara Merayakannya

    Hari Gerakan Satu Juta Pohon, Begini Cara Merayakannya

    Liputan6.com, Yogyakarta – Hari Gerakan Satu Juta Pohon diperingati setiap 10 Januari. Peringatan ini bertujuan untuk memberikan wawasan dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pelestarian lingkungan dan penyelamatan ekosistem hutan.

    Hari Gerakan Satu Juta Pohon berawal pada 10 Januari 1993. Saat itu, Presiden RI Soeharto menetapkan bahwa gerakan sejuta pohon akan diperingati secara nasional di dalam negeri.

    Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, gerakan ini memasuki target yang lebih ambisius. Pada 2011, SBY sempat menerapkan kebijakan pelestarian pohon melalui gerakan satu miliar pohon.

    Hingga kini, Hari Gerakan Satu Juta Pohon masih rutin diperingati setiap 10 Januari. Tak hanya di Indonesia, melainkan juga di dunia.

    Gerakan ini juga kerap dikaitkan dengan berbagai kampanye lingkungan internasional, seperti Hari Lingkungan Hidup Sedunia pada 5 Juni serta Hari Pohon Sedunia pada 28 Juni.

    Berikut cara sederhana merayakan Hari Gerakan Satu Juta Pohon:

    1. Menanam pohon di sekitar rumah

    Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk ikut merayakan Hari Gerakan Satu Juta Pohon adalah dengan menanam pohon di sekitar rumah. Setiap satu pohon setidaknya menyediakan pasokan oksigen untuk empat orang dalam sehari.

    Menanam pohon juga bermanfaat untuk membersihakan udara, menyaring air untuk diminum, serta menyediakan habitat bagi lebih dari 80 persen keanekaragaman hayati terestrial yang ada di dunia. Gerakan kecil ini tanpa disadari dapat membantu pelestarian pohon di dunia.

    2. Mendukung gerakan go green

    Salah satu upaya untuk melindungi bumi dari krisis iklim dan pemanasan global adalah melalui gerakan go green. Gerakan ini mengacu pada semua aspek pemanfaatan produk, kegiatan, praktik, serta aktivitas yang ramah lingkungan.

    Kamu bisa mendukung gerakan ini dalam rangka merayakan Hari Gerakan Satu Juta Pohon dengan cara memanfaatkan energi terbarukan, mengurangi polusi dengan melakukan penghijauan, mengurangi konsumsi sampah plastik dan produk berpolutan lainnya, serta membiasakan penerapan daur ulang sampah organik maupun anorganik.

    3. Berkampanye di media sosial

    Cara paling sederhana untuk merayakan Hari Gerakan Satu Juta Pohon adalah dengan menyebarluaskan informasi terkait pentingnya pelestarian pohon dan menjaga lingkungan. Kamu bisa melakukan kampanye melalui media sosial yang tentunya murah, mudah, dan bisa menjangkau banyak orang.

    4. Berpartisipasi dalam acara gerakan satu juta pohon

    Biasanya, akan ada acara yang dapat diikuti oleh khalayak umum menjelang Hari Gerakan Satu Juta Pohon. Kamu bisa ikit serta dalam setiap rangkaian acara yang diadakan di wilayah setempat.

    5. Berdonasi

    Rayakan Hari Gerakan Satu Juta Pohon dengan berdonasi ke organisasi nirlaba yang bergerak di sektor lingkungan hidup dan konservasi. Donasi menjadi salah satu cara alternatif untuk ikut andil dalam gerakan pelestarian pohon. Dana donasi tersebut biasanya akan digunakan untuk memperbaiki lingkungan hidup, sehingga dapat mengurangi pemanasan global.

     

    Penulis: Resla

  • KAI Daop 8 Abaikan Proses Hukum, DPRD Surabaya Desak Menteri BUMN Turun Tangan

    KAI Daop 8 Abaikan Proses Hukum, DPRD Surabaya Desak Menteri BUMN Turun Tangan

    Surabaya (beritajatim.com) – Polemik penguasaan lahan di kawasan Pacarkeling, Jalan Penataran, Surabaya, kembali memanas. Komisi C DPRD Surabaya mengkritik PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 8 atas tindakan sepihak mengambil alih lahan sengketa meski proses hukum masih berjalan di Pengadilan Negeri Surabaya.

    Gugatan dengan nomor perkara No.1265/Pdt.G/2024/PN.Sby diajukan oleh warga penggugat, Indra Perdana, pada 2 Desember 2024. Namun, alih-alih menunggu putusan pengadilan, PT KAI justru melakukan penguasaan lahan secara sepihak pada 12 Desember 2024.

    “Ini sangat disayangkan. Negara telah menyediakan mekanisme hukum melalui pengadilan. Namun, KAI, yang seharusnya menjadi alat negara untuk menyejahterakan masyarakat, malah menunjukkan ketidaktaatan pada hukum,” ujar Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Eri Irawan dalam pertemuan dengan manajemen KAI Daop 8 dan perwakilan warga Pacarkeling, Kamis (9/12/2024).

    Protes terhadap tindakan sepihak KAI Daop 8 semakin menguat setelah adanya laporan intimidasi kepada warga selama proses penguasaan lahan. Menurut Eri, hal ini mencederai prinsip hukum dan kemanusiaan. Ia menegaskan bahwa semua pihak, baik institusi negara maupun masyarakat, harus menunggu keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

    “Apapun keputusan pengadilan nantinya, semua pihak wajib menghormati. Jangan ada tindakan sepihak, seperti memaksa warga meninggalkan tempat tinggal mereka. Jika memang ada intimidasi, ini sangat mencederai prinsip hukum dan kemanusiaan,” tegasnya.

    Eri juga menyebut tindakan PT KAI Daop 8 yang dinilai bertentangan dengan visi Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, Presiden telah dikenal tegas dalam menegakkan hukum dan mengutamakan pendekatan humanis, sehingga tindakan KAI tersebut bisa merusak citra pemerintah.

    “Presiden Prabowo sangat menghormati hukum. Jika KAI Daop 8 bertindak seperti ini, wajar jika masyarakat mempertanyakan loyalitas mereka terhadap visi Presiden. Tindakan seperti ini justru dapat merusak citra pemerintah yang berkomitmen menegakkan hukum,” jelasnya.

    Selain itu, Eri mendesak Menteri BUMN Erick Thohir untuk mengevaluasi kinerja KAI Daop 8. Ia mengingatkan bahwa Surat Edaran Nomor 14/MBU/12/2020 telah menggarisbawahi pentingnya jalur hukum dengan pendekatan humanis dalam penataan aset oleh BUMN.

    “Pak Erick Thohir sudah menegaskan bahwa BUMN harus menghormati hukum dalam setiap upaya penataan aset. Namun, yang terjadi di Surabaya ini justru menunjukkan sebaliknya. Kami berharap Menteri BUMN dapat mengevaluasi kinerja KAI Daop 8 yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut,” tegasnya.

    Sementara itu, warga Pacarkeling yang diwakili Indra Perdana berharap pemerintah dapat memberikan keadilan dalam sengketa ini. Mereka merasa dirugikan atas tindakan KAI yang dianggap melawan hukum. “Proses hukum ini belum selesai, tetapi kami sudah mengalami tekanan. Kami hanya ingin hak kami dihormati, seperti yang diatur dalam hukum,” ujar Indra. [asg/kun]

  • Mahfud MD dan Jusuf Kalla Puji Sikap Megawati di Pilpres 2004: Tak Gunakan Aparat Meski Berstatus Incumbent

    Mahfud MD dan Jusuf Kalla Puji Sikap Megawati di Pilpres 2004: Tak Gunakan Aparat Meski Berstatus Incumbent

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Eks Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, memberikan apresiasi terhadap sosok Megawati Soekarnoputri.

    Apresiasi itu diberikan Mahfud terutama terkait sikapnya saat menjadi calon presiden pada Pilpres 2004.

    Mahfud menyoroti bagaimana Megawati, meski menjabat sebagai Presiden saat itu, tidak menggunakan posisinya untuk mengintervensi pemilu.

    “Waktu Ibu Mega jadi capres di 2004, beliau kan Presiden. Tapi menurut orang-orang KPU, Ibu Mega sama sekali tidak ikut campur,” ujar Mahfud dikutip dari unggahan akun x @jayabay19479190 (8/1/2025).

    Dikatakan Mahfud, Megawati saat itu justru datang ke KPU untuk menawarkan bantuan yang diperlukan untuk memastikan pemilu berjalan dengan baik.

    “Kerja baik-baik (kata ibu Mega), yang jujur, adil, Bu Mega nggak ikut campur waktu Pilpres 2004,” ucapnya.

    Mahfud juga menekankan bahwa Megawati, meski memiliki kontrol penuh atas TNI, Polri, dan birokrasi, tidak menggunakan kekuatan itu untuk kepentingan politiknya.

    “Kalau mau dia bisa pakai semua alat. TNI, Polri, waktu itu di bawah dia semua. Tapi nda ada dipakai birokrasi,” tandasnya.

    Pujian serupa juga datang dari Jusuf Kalla (JK), yang saat itu menjadi rival politik Megawati di Pilpres 2004.

    “Jadi saya akui ibu Megawati itu orang politisi yang paling objektif,” kata JK.

    JK yang saat itu berpasangan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyebut Megawati sebagai politisi yang ksatria.

    “Karena dia incumbent, tapi dia tidak pakai (aparat). Jadi kita hormati beliau walaupun kalah, tapi kalau dengan ksatria,” JK menuturkan.

  • Diisukan Jadi Kandidat Asisten Pelatih Timnas Indonesia, Denny Landzaat Hapus Postingan Dukungan RMS

    Diisukan Jadi Kandidat Asisten Pelatih Timnas Indonesia, Denny Landzaat Hapus Postingan Dukungan RMS

    Diisukan Jadi Kandidat Asisten Pelatih Timnas Indonesia, Denny Landzaat Hapus Postingan Dukungan RMS

    TRIBUNJATENG.COM – Denny Landzaat dikabarkan akan menjadi asisten Patrick Kluivert kandidat Pelatih Timnas Indonesia.

    Nama Denny Landzaat sudah tak asing lagi di telinga sebagian pecinta sepak bola.

    Pria 48 tahun tersebut juga malang melintang di dunia sepak bola semasa menjadi pemain.

    Salah satu asisten pelatih Timnas Indonesia, Denny Landzaat saat menjadi asisten pelatih di Lech Poznan. (Lech Poznan)

    Landzaat pernah mengirim lamaran ke klub Indonesia, Sriwijaya FC.

    Namun sayangnya lamaran tersebut tidak bersambut dan sampai akhir Liga Super Indonesia musim 2013, Sriwijaya tak kunjung deal dengan Landzaat.

    Selain itu, nama Denny Landzaat, juga dikenal karena afiliasi politiknya.

    Denny Landzaat pernah mendukung pergerakan Republik Maluku Selatan (RMS).

    Dukungan itu disampaikan Denny Landzaat sekitar tahun 2010 saat RMS mengajukan tuntutan pelanggaran hak azasi manusia (HAM) ke Pengadilan Den Haag.

    Denny Landzaat juga menolak undangan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) karena sikap politik tersebut.

    Kini saat dikabarkan menjadi kandidat Asisten Pelatih Timnas Indonesia, Denny Landzaat kedapatan menghapus postingannya tentang RMS.

    Banyak netizen yang menyindir Denny Landzaat di medsos karena menghapus postingan yang dimaksud.

    Profil Denny Landzaat

    Denny Landzaat dikenal malang-melintang di dunia sepak bola semasa menjadi pemain.

    Sejumlah tim besar di Belanda dan Inggris pernah ia bela selama kariernya.

    Feyenoord, FC Twente, AZ Alkmaar, dan Wigan Athletic adalah beberapa klub yang pernah dibela Landzaat.

    Pemain berdarah Maluku tersebut juga pernah mengantongi 38 caps bersama Timnas Belanda.

    Dirinya tampil pada periode 2001-2008 dan terpilih dalam skuad akhir di ajang Piala Dunia 2006.

    Meski sudah makan asam garam di dunia sepak bola Eropa, Landzaat sempat kesulitan mencari klub baru.

    Momen tersebut terjadi usai kontraknya berakhir bersama FC Twente setelah musim 2012/2013 tuntas.

    Pada bursa transfer musim panas 2013, dirinya melamar di banyak klub.

    Tak ada angin dan hujan, pria 48 tahun tersebut juga mengirim lamaran ke klub Indonesia.

    Sriwijaya FC jadi tim yang ingin dituju pria asal Amsterdam tersebut.

    Namun, sampai Liga Super Indonesia musim 2013 berakhir, nama Landzaat tidak pernah mendarat di klub kebanggaan Kota Palembang tersebut.

    Sampai musim berakhir, Sriwijaya FC tidak pernah merekrut eks pemain Feyenoord tersebut.

    Sriwijaya FC hanya merekrut Erick Weeks (Liberia), Boakay Eddy Foday (Liberia), Herman Dzumafo (Kamerun), dan Lee Dong-won (Korea Selatan) untuk mengisi slot pemain asing sampai akhir musim.

    Penantian Denny Landzaat akhirnya terwujud pada awal 2014 saat direkrut oleh Willem II.

    Itu juga jadi klub terakhirnya dalam karier profesional sebagai pemain.

    Landzaat pensiun dengan hanya tampil sembilan kali bersama Willem II.

    Eks pemain Feyenoord tersebut pensiun di usia 38 tahun.

    Usai pensiun sebagai pemain, Denny Landzaat banting setir sebagai pelatih.

    Namun, kariernya lebih banyak menjadi asisten pelatih.

    Dirinya pernah bekerja sama dengan Giovanni van Bronckhorst dan Japp Stam saat masih melatih Feyenoord Rotterdam pada 2018-2019.

    (*)

  • Saldo ATM Rp 0, Gara-gara Kau!

    Saldo ATM Rp 0, Gara-gara Kau!

    Jakarta

    Marta Panggabean mengaku kesal dengan suaminya, Mangapul, yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Surabaya sekaligus terdakwa kasus suap vonis bebas Gregorius Ronald Tanur. Marta mengaku gara-gara suaminya terjerat kasus, keuangan keluarganya terganggu.

    Hal ini disampaikan Marta saat memberi keterangan sebagai saksi di sidang lanjutan perkara suap dan gratifikasi tiga hakim PN Surabaya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (7/1/2025).

    Marta menyebut dirinya tak lagi menerima uang gaji suaminya sejak Desember 2204. Padahal, katanya, mereka punya tiga anak yang sedang kuliah.

    “Tidak ada lagi (terima gaji). Sejak Desember tidak pernah lagi dapat gaji sampai sekarang. Padahal anak saya ada tiga mahasiswa. Ini yang bikin saya sedih dan satu lagi di swasta juga yang bungsu,” ujar Marta.

    Marta sampai meneteskan air mata saat menjelaskan soal saldo ATM-nya Rp 0. Dia mengaku marah dengan suaminya atas kejadian ini.

    “Saya dua kali datang ke ATM, selalu ‘saldo anda nol, saldo anda nol’, sedih sekali itu saya Pak. Saya sampai marah sama bapak ‘Gara-gara kau jadi begini’. Gitu saya bilang,” ujar Marta.

    “Tapi dalam hati kecil saya kasian, kok bisa begini, kami alami kenapa begini Tuhan, saya pikir begitu juga Pak,” kata Marta sambil nangis.

    Marta mengaku dibantu oleh kakak ipar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dia juga mengaku menjual perhiasan untuk bertahan hidup.

    Sebelumnya, tiga hakim PN Surabaya didakwa menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul.

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, Hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dan SGD308.000 (tiga ratus delapan ribu dolar Singapura),” kata jaksa penuntut umum.

    Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.

    Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan Pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

    Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap.

    Jaksa juga telah mengajukan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.

    (haf/haf)

  • PB PGI Dorong Obat, Alkes dan Vaksin Bisa Diproduksi di Dalam Negeri – Halaman all

    PB PGI Dorong Obat, Alkes dan Vaksin Bisa Diproduksi di Dalam Negeri – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sektor kesehatan sangat berperan besar berkontribusi sebagai salah satu masalah yang harus diselesaikan oleh bangsa ini. Menteri Kesehatan sebagai nakhoda harus bisa bekerja sama dengan semua pihak dalam pembangunan kesehatan.

    Selain itu riset kesehatan inovatif juga harus didukung terutama yang dilakukan oleh institusi pendidikan agar bisa menghasilkan produk yang murah untuk dapat digunakan masyarakat.

    Terkait hal tersebut, Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI), Prof Dr.dr. Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH,MMB,FACP,FACG mengatakan salah satu riset kesehatan inovatif yang harus segera ditingkatkan adalah upaya-upaya kemandirian untuk pembuatan obat, vaksin dan alat kesehatan yang memang dapat diproduksi dalam negeri.

    “Beberapa perusahaan farmasi dalam negeri bahkan produknya sudah diterima di negara tetangga. Di satu sisi, pembiayaan BPJS tidak terbatas juga harus dibatasi. Rekomendasi dari penilaian teknologi kesehatan atau health technology assessment (HTA) harus dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan karena rekomendasi yang diberikan bertujuan untuk menekan pembiayaan kesehatan. Harus ada regulasi yang kuat agar mengurangi produk impor alat kesehatan dan pemerintah mendorong  penggunaan produk-produk inovasi lokal yang sebenarnya tidak kalah dengan produk luar negeri,” kata Prof Ari Fahrial dalam pernyataannya yang diterima Tribun, Senin(6/1/2025).

    Menurut Prof Ari Fahrial saat ini juga harus melihat negara-negara Asia lain maju pesat dalam produksi alat kesehatan berteknologi tinggi, seperti produksi India, China dan Turki yang mengikuti kemajuan produksi teknologi tinggi dari Korea dan Jepang.

    Bahkan saat ini kata dia ada aksesoris untuk tindakan endoskopi saluran cerna masih diimpor. “Para praktisi klinis tentu akan senang hati untuk menggunakan produk dalam negeri yang berkualitas ketika alat kesehatan tersebut memang ada di pasaran Indonesia. Pada akhirnya harapan untuk Indonesia yang lebih sehat selalu ada dan rasanya profesi kedokteran serta institusi pendidikan kedokteran dan kesehatan harus diajak berkomunikasi dan berkolaborasi untuk mengejar ketertinggalan kita selama ini dalam hal pembangunan kesehatan,” kata Prof Ari Fahrial.

    Lebih jauh Prof Ari Fahrial juga menjelaskan peran organisasi profesi termasuk institusi pendidikan, organisasi kemasyarakatan, swasta dan juga lembaga pemerintah lainnya memegang peranan penting dalam pembangunan kesehatan. Dalam periode tahun 2024 dirinya melihat kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan stakeholder dalam membangun kesehatan belum berjalan secara optimal.

    Semua stakeholder pembangunan kesehatan selama ini turut serta dalam pembangunan Kesehatan, serta turut serta memberikan masukan yang terbaik untuk nangsa ini mengatasi masalah kesehatan yang ada.  

    “Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI), berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan khususnya di bidang saluran cerna, dalam hal continuing medical education peningkatan capacity building para dokter umum, spesialis dan subspesialis di bidang gastroenterologi, melakukan riset multisenter termasuk uji klinik dan terus menerus mengedukasi masyarakat secara langsung melalui seminar dan webinar, serta melalui media sosial,” ujarnya.

    PB PGI lanjut Prof Ari Fahrial juga terus melakukan pembaruan-pembaruan konsensus dalam bidang gastroenterologi berdasarkan evidence based yang menjadi panduan bagi para tenaga medis di seluruh Indonesia. PB PGI juga rutin mengirimkan pakar ke BPOM dalam memberikan pandangan ahli untuk obat baru yang akan beredar di Indonesia. PB PGI juga aktif mengirimkan topik-topik untuk Health Technology Assessment (Penilaian Teknologi Kedokteran). PB PGI juga turut serta menjadi tim ahli dalam penyusunan formularium obat nasional.

    “Kementerian Kesehatan dalam 1 tahun terakhir ini berusaha keras untuk melaksanakan UU Kesehatan 17 2023 dan juga turunannya PP N0 28 2024. Tetapi upaya yang dilakukan tampaknya belum berjalan mulus dan bahkan terburu-buru sehingga terkesan mengubur upaya-upaya yang telah dilakukan sebelumnya,” kata dia.

    Benturan yang terjadi menurut Prof Ari Fahrial kalau tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Transformasi kesehatan yang terdiri dari enam pilar utama yang mencakup layanan primer, layanan rujukan, ketahanan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya kesehatan dan teknologi terus diupayakan dengan berbagai terobosan.

    Beberapa aturan dibuat untuk mendukung hal tersebut, tetapi problem utama adalah tatanan implementasi khususnya dalam hal pemerataan dan evaluasi berkelanjutan yang menunjukkan bahwa program turunan dari enam pilar transformasi Kesehatan masih menghadapi berbagai kendala.

    Kendala utama adalah upaya kolaboratif antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan masyarakat termasuk para pelaku kesehatan.

    “Ego sektoral masih kental dalam Pembangunan Kesehatan saat ini. Konsep sistem Kesehatan akademik yang telah dimulai sejak zaman pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tampaknya didukung setengah hati oleh Kementerian Kesehatan saat ini. Padahal jika konsep ini dijalankan dengan konsisten dan didukung penuh, bisa mengurai berbagai permasalahan Kesehatan di Indonesia termasuk dalam pelaksanaan enam pilar transformasi kesehatan,” kata Prof Ari Fahrial.

    Karena lanjut dia konsep Sistem Kesehatan Akademik (AHS) menyatukan peran Kementerian Kesehatan dengan rumah sakit vertikalnya, institusi Pendidikan dengan sumber dayanya baik sumber daya manusia, fasilitas Pendidikan, riset dan fasilitas Kesehatan yang juga dimiliki oleh institusi Pendidikan dan juga melibatkan pemerintah daerah yang mempunyai Masyarakat termasuk calon SDM Kesehatan.

    “Target AHS bukan saja untuk menciptakan sumber daya Kesehatan yang handal, tetapi juga pelayanan Kesehatan yang mumpuni dan berorientasi pada penurunan berbagai target pembangunan Kesehatan.

    Melalui konsep AHS ini pembiayaan Kesehatan menjadi lebih efisien, distribusi tenaga Kesehatan menjadi lebih baik, penelitian kesehatan inovatif lebih meningkat yang akhirnya terjadi efisiensi pembiayaan kesehatan serta upaya-upaya pencegahan penyakit yang lebih optimal. Melalui AHS ini terjadi resources sharing atas semua stakeholder yang ada,” tutup Prof Ari Fahrial.

  • Pilkada Jalur DPRD, untuk Siapa?

    Pilkada Jalur DPRD, untuk Siapa?

    Pilkada Jalur DPRD, untuk Siapa?
    Akademisi dan Mahasiswa S3 Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada. Konsultan komunikasi politik di Menjangan Institut. Bersama akademisi dan praktisi di Bali konsen terkait demokrasi, kebijakan publik dan pemberdayaan pemuda.
    SEBERAPA
    loyalkah para pemimpin daerah kepada rakyat jika kelak ia terpilih langsung oleh DPRD? Pada akhirnya, siapa yang menjadi tuan bagi para gubernur/wali kota/bupati, rakyat atau wakil rakyat?
    Dua pertanyaan reflektif ini sangat penting dijawab sekaligus direnungkan oleh elite dan partai politik di negeri ini jika Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ada di tangan DPRD.
    Jalur
    Pilkada lewat DPRD
    kini menjadi diskursus, pascagagasan Presiden Prabowo Subianto bersua saat puncak Hari Ulang Tahun Ke-60 Partai Golkar mengenai mahalnya ongkos politik Pilkada (
    Kompas
    , 16/12/2024).
    Ide ini sesungguhnya lagu lama yang kembali diputar di ruang publik. Tepatnya pada pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang salah satunya membahas soal mekanisme Pilkada secara tidak langsung, yakni dilakukan melalui DPRD.
    Suara parlemen mayoritas kala itu memberikan dukungan agar Pilkada digelar jalur DPRD. Namun, tak berselang lama, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menganulir dengan menerbitkan Perppu No 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
    Bisa dibayangkan, jika Pemerintahan hari ini menghendaki Pilkada tersebut, pemilihan pemimpin di daerah kembali berlanjut di tangan DPRD. Konsekuensinya, jelas calon penguasa di daerah sarat dengan kompromistis.
    Tidak ada diskursus politik yang bermakna. Tidak ada kritik atas program dari calon kepada daerah karena semuanya “dikondisikan” langsung oleh DPRD, meskipun program dan janji politik tak rasional.
    Pada akhirnya, masyarakat akan menerima pilihan calon pemimpin di daerah sesuai dengan selera dan pilihan DPRD. Meskipun hati nurani rakyat berbeda dengan wakil rakyat yang memilih. Ini sangat dilema.
    Selain itu, ada gap antara pemimpin di daerah dengan rakyatnya. Karena pemilihan dilakukan menggunakan jalur wakil rakyat, pada akhirnya rakyat hanya menjadi penonton.
    Tidak ada tanggung jawab moril dari rakyat untuk mengontrol kebijakan karena seutuhnya diserahkan kepada DPRD.
    Apa jadinya jika para gubernur/wali kota/bupati “berselingkuh” dengan DPRD untuk memuluskan program atau proyek tertentu yang tidak bermanfaat untuk publik. Apakah ini yang kita inginkan?
    Jika proses Pilkada di daerah ditaksir akan semakin murah dan efektif melalui DPRD, apakah ada jaminan?
    Sesungguhnya, Pilkada melalui DPRD tidak kalah dinamisnya dengan
    Pilkada Langsung
    , di mana rakyat menjadi penentu.
    Untuk meyakinkan para DPRD memilih para calon pemimpin di daerah, apakah cukup dengan program dan janji-janji politik atau program mercusuar untuk menarik simpati wakil rakyat?
    Anggaplah janji-jani politik itu diamini oleh DPRD dan bersedia memilih, apakah program yang ditawarkan kepada DPRD bermanfaat dan berdampak bagi rakyat? Atau hanya sejalan dengan agenda DPRD dan elit partai semata?
    Saya kira, pemilihan dengan menggunakan jalur DPRD akan lebih alot dan tidak bisa dilepaskan dari praktik transaksional (
    money politic
    ).
    Kesepakatan antar elite untuk memuluskan calon kepada daerah dilakukan di ruang sunyi, tertutup dan tak transparan sesungguhnya mencoreng wajah demokrasi di Indonesia.
    Kekuasaan Pemerintah yang sebelumnya berorientasi pusat mengalamai perubahan pesat pasca-Reformasi 1998 dan seiring munculnya tuntutan desentralisasi. Hal ini kemudian menjadi pertanda dimulainya pemilihan Pilkada Langsung.
    Hal ini juga dipengaruhi atas kondisi DPRD dan para calon bupati/wali kota/gubernur kerapkali “bersekongkol” yang berimbas pada korupsi dan rendahnya transparasi yang pada akhirnya menjadi pemilihan kepada daerah sarat dengan politik uang.
    Hal ini terjadi karena DPRD yang memilih secara langsung kepala daerah. Fenomena ini kemudian memunculkan ketidakpuasan terhadap pelaksanaan Pilkada tidak langsung.
    Desakan untuk mengubah UU No. 22/1999 berganti menjadi UU No. 32/2004 yang mengatur Pilkada secara langsung di Indonesia.
    Perubahan aturan ini kemudian menghadirkan oase dalam suksesi kepemimpinan di daerah. Rakyat memiliki ekpektasi besar karena secara langsung tanpa intervensi langsung Pemerintah Pusat bisa menentukan siapa yang akan memimpin di daerah.
    Kehadiran pemimpin lokal melalui proses Pilkada Langsung juga menawarkan aspek-aspek yang lebuh substansial.
    Pertama, kapasitas. Aspek ini sangat krusial menentukan efektivitas kepemimpinan dalam mengelola Pemerintahan dan melayani masyarakat.
    Kapasitas ini mencakup pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang relevan dengan tugas-tugas kepemimpinan.
    Seperti menguasi persoalan di daerah, kemampuan manajerial, mengambil keputusan yang tepat, integritas dan memiliki visi misi yang jelas.
    Kedua, kapabilitas. Seorang calon pemimpin daerah sangat penting untuk memastikan bahwa ia mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya secara efektif, membawa kemajuan bagi daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
    Ketiga, Akseptabilitas. Kepala daerah adalah jabatan politis, sosoknya harus memiliki daya penerimaan yang cukup tinggi dari para stakeholder maupun masyarakat secara luas. Ia harus bisa diterima di semua golongan dan lapisan, tanpa terkecuali.
    Nilai-nilai inilah yang menjadi indikator kepala daerah yang selama ini diharapkan melahirkan pemimpinan lokal yang bermanfaat dan berdampak luas.
    Karena bagi rakyat, memilih langsung berarti berpartisipasi secara nyata, menentukan sendiri calon yang pantas dan layak.
    Rakyat mengetahui jejak rekam dan prestasi sang calon pemimpin. Lantas, bagaimana jika semua proses Pilkada diambil alih oleh DPRD?
    Apakah pilihan wakil rakyat bisa merepresentasikan ekpektasi rakyat secara luas atau malah sebaliknya hanya sekadar kepentingan elite dan partai politik semata?
    Jangan sampai rakyat disodorkan pemimpin seperti membeli kucing dalam karung.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tidak Perlu Khawatir Penghapusan “Presidential Threshold”

    Tidak Perlu Khawatir Penghapusan “Presidential Threshold”

    Tidak Perlu Khawatir Penghapusan “Presidential Threshold”
    Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung
    PUTUSAN
    Mahkamah Konstitusi (MK) yang cukup menggemparkan tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (
    presidential threshold
    ) membuat sejumlah orang khawatir atas dampak yang ditimbulkannya ke depan.
    Sebab, MK bukan sekadar membatalkan ambas batas raihan 20 persen kursi parlemen atau 25 persen raihan suara sah nasional, tapi juga menyatakan bahwa berapa pun besarannya, persentase ambang batas pencalonan pasangan presiden dan wakilnya bertentangan dengan Konstitusi.
    Kekhawatiran sejumlah pihak, di antaranya, terkait mandat kuasa dan legitimasi presiden terpilih, andaikan pasangan terpilih nanti adalah calon dari partai kecil yang minim kursi di parlemen.
    Atau, calon terpilih mendapatkan suara terbanyak, tapi dengan angka raihan yang tidak signifikan karena suara pemilih terdistribusi ke sejumlah kandidat yang berjibun.
    Jika terlalu banyak kandidat bersaing, maka suara pemilih dapat tersebar sangat tipis di antara calon. Dalam kondisi seperti ini, seorang kandidat hanya akan meraih mayoritas relatif, tidak meraih mayoritas absolut suara pemilih.
    Kondisi di atas dikhawatirkan akan menimbulkan instabilitas pemerintahan karena dinamika politik di parlemen yang tidak akan mudah dikendalikan.
    Atau karena presiden terpilih mendapatkan mandat mayoritas yang minim, sehingga akan terhambat menjalankan program-program pemerintahannya.
    Kekhawatiran sebagian orang di atas beralasan ketika menghubungkan raihan angka suara sebagai instrumen legitimasi pemerintahan.
    Namun, dalam demokrasi sejati, legitimasi bukan hanya soal angka, tetapi juga soal kemampuan aktor politik untuk mengelola dinamika politik.
    Paling tidak, kita memiliki dua hal yang dapat diandalkan untuk menghadapi “badai penghapusan ambang batas”, yaitu budaya politik dan aturan Konstitusi tentang sistem
    Pilpres
    .
    Budaya politik Indonesia tertandai oleh fleksibilitas tinggi dalam praktik koalisi. Kita memiliki sejarah bahwa koalisi politik di negeri ini mencerminkan semangat gotong royong, bukan sekadar perilaku politik pragmatis.
    Sampai pun dalam situasi dengan fragmentasi politik yang tajam, aktor-aktor politik di kita mampu menemukan jalan tengah untuk membangun koalisi pemerintahan.
    Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming saat ini melibatkan koalisi besar dari berbagai partai yang sebagiannya malah lawan kontestasi.
    Termasuk pada Pemilu 2004, Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden hanya bermodalkan tiga partai kecil, yaitu Demokrat, PBB, dan PKPI pada putaran pertama. Seiring berjalannya waktu dan proses negosiasi, terbangunlah koalisi yang relatif kuat.
    Fleksibilitas koalisi di Indonesia didukung oleh struktur sosial dan budaya yang didasarkan nilai kompromi tinggi. Budaya ini memberikan ruang negosiasi politik untuk mengakomodasi berbagai pihak.
    Kerangka koalisi di negeri ini bertumpu pada jargon “musyawarah untuk mufakat”. Jargon ini cukup teruji dalam menyelesaikan konflik politik.
    Fleksibilitas koalisi di Indonesia memudahkan integrasi politik pasca-pemilu, sehingga pihak yang kalah tidak selalu menjadi oposisi yang keras.
    Partai-partai yang awalnya tidak mendukung presiden terpilih sangat mudah bersedia untuk bergabung dalam pemerintahan jika diberikan “bagian” yang memadai.
    Hal lain yang unik dari modal budaya politik kita adalah figur presiden yang menjadi “pusat gravitasi politik”. Presiden terpilih di kita selalu “memiliki energi alami” untuk menarik dukungan lintas partai dan menjadi katalis bagi terbentuknya koalisi yang luas.
    Satu hal lagi yang dapat digunakan mengantisipasi dampak “nol persen ambang batas” adalah kerangka konstitusi, dalam hal ini peraturan Pemilu Indonesia yang menganut sistem dua putaran (
    two-round system
    ).
    Sistem dua putaran memberikan rancangan bahwa meskipun putaran pertama mencerminkan fragmentasi politik, putaran kedua menawarkan konsolidasi politik melalui calon yang paling kuat.
    Pada putaran pertama, keberagaman kandidat mungkin lebih mencerminkan pluralitas ideologi dan kepentingan politik. Hal ini pun jangan dirisaukan, bukan kelemahan, melainkan modal demokrasi itu sendiri.
    Kehadiran kandidat yang beragam memungkinkan masyarakat untuk bisa menimbang dari spektrum pilihan yang lebih luas dan mendorong partisipasi politik lebih besar.
    Mungkin saja terlihat seperti “overload” kandidat, tapi putaran pertama sebenarnya berfungsi sebagai tahap “seleksi alami”, di mana kandidat dengan dukungan paling besar maju ke putaran berikutnya.
    Sementara itu, putaran kedua berfungsi sebagai mekanisme penyederhanaan politik.
    Di putaran kedua akan terbentuk konsolidasi. Kandidat yang tersisa akan membangun aliansi politik yang lebih besar untuk memenangkan suara mayoritas, sehingga presiden terpilih akan memiliki legitimasi yang lebih kuat.
    Dalam sistem dua putaran, kandidat yang maju ke tahap akhir sering kali bukan sekadar memiliki dukungan terbesar, tetapi juga mampu membangun koalisi lintas partai dan kepentingan.
    Proses ini mendorong terbentuknya pemerintahan yang relatif stabil karena presiden terpilih didukung oleh aliansi politik yang lebih luas dibandingkan pada putaran sebelumnya.
    Dengan demikian, penghapusan
    presidential threshold
    sebaiknya dilihat sebagai tantangan yang dapat dikelola daripada dilihat sebagai ancaman.
    Sekalipun tidak menggaransi apapun tentang kualitas pemimpin terpilih nanti, “ambang batas nol persen” adalah ekspresi dari komitmen kita terhadap demokrasi yang inklusif.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Keran Dibuka MK, Partai Besar Tak Lagi Monopoli Pencapresan!

    Keran Dibuka MK, Partai Besar Tak Lagi Monopoli Pencapresan!

    Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ambang batas presiden atau presidential threshold 20%. Keputusan itu membuka keran di tengah paceklik calon alternatif dan terbatasnya pilihan dalam setiap kontestasi pemimpin tingkat nasional atau pemilihan presiden (Pilpres).

    Adapun amar putusan MK yang dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Suhartoyo, menyatakan bahwa norma Pasal 222 UU No. 7/2017 yang mengatur ambang batas presiden Inkonstitusional. “Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ucap Ketua MK Suhartoyo.

    Putusan MK menjadi kejutan pada awal tahun. Pasalnya, dengan dihapusnya ambang batas presiden, keran kompetisi politik dibuka lebar. Selain itu, putusan itu menjamin proses pencalonan presiden tidak melulu dimonopoli koalisi atau partai besar yang mencukupi threshold 20%. Semua partai politik bisa mengusung calon presidennya masing-masing.

    Presidential threshold sejatinya telah ada sejak Pilpres secara langsung pertama kali diterapkan, yakni tahun 2004. Hanya saja, besarannya kerap berubah-udah. Pada Pilpres 2004 misalnya, Undang-undang No.23/2003 tetang Pemilihan Umum alias Pemilu mengatur secara eksplisit bahwa partai atau gabungan partai politik yang mengusung calon presiden dan wakil presiden harus merepresentasikan 15% kursi parlemen atau 20% suara sah nasional. 

    Besaran ambang batas presiden kemudian dinaikan pada tahun 2009. Saat itu pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang didukung mayoritas kursi di parlemen, menaikan ambang batas pencalonan presiden menjadi 25% kursi di parlemen dan 20% suara sah pemilihan legislatif alias Pileg. 

    Pada Pemilu 2014 besaran presidential threshold tidak berubah. Namun pada Pemilu 2019 terjadi perubahan. Undang-undang No.7/2017, mengamanatkan tentang perubahan ambang batas yakni 20% kursi parlemen dan 25% suara sah nasional. 

    Pada Pemilu 2024 ketentuannya masih sama. Meski demikian, banyak pihak berupaya untuk menggugat penerapan aturan mengenai presidential threshold ke Mahkamah Konstitusi. Namun demikian, mayoritas gugatan ditolak MK.

    Dalam catatan Bisnis, pasal tentang Presidential Threshold yang tercantum dalam Undang-undang Pemilu adalah salah satu masalah yang sering digugat ke Mahkamah Konstitusi. Pasal itu akhirnya dihapus pada Kamis (2/1/2025) kemarin setelah 36 kali gugatan ke MK.

    Alasan Hakim MK 

    Ada sejumlah pertimbangan hakim konstitusi menghapus pasal mengenai presidential threshold. Pandangan mayoritas hakim konstitusi itu tercermin dalam pertimbangan mahkamah, kecuali satu hakim yang menyatakan disenting opinion atau berbeda pendapat yakni Anwar Usman.

    Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga paman dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Anwar semula adalah Ketua Mahkamah Konstitusi. Namun jabatan itu dicopot setelah Mahkamah Kehormatan (MKMK) menyatakan Anwar melanggar etik pelanggaran etik saat memutus perkara No.90/PUU.XXI/2023.

    Adapun mayoritas hakim berpandangan bahwa presidential threshold telah membatasi hak konstitusional pemilu karena calon hanya didominasi bahkan dimonopoli oleh partai-partai besar. Terbatasnya jumlah calon, yang dalam dua pilpres terakhir hanya 2, berpotensi memunculkan polarisasi di tengah masyarakat. 

    Selain itu, keberadaan threshold pencalonan presiden juga bisa memunculkan calon tunggal. Hal itu setidaknya tercermin dalam Pilkada 2024 yang baru saja selesai. Pada Pilkada 2024, besarnya threshold nyaris membuat kontestasi politik di sejumlah daerah menghadapkan calon dengan kotak kosong.

    “Jika hal itu terjadi, makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser dari salah satu tujuan yang hendak dicapai dari perubahan konstitusi.”

    Komentar Politisi

    Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menghormati dan menghargai putusan MK yang menghapus persentase presidential threshold.

    Menurutnya, pemerintah dan DPR akan menindaklanjutinya dalam pembentukan norma baru di UU terkait dengan syarat pencalonan presiden dan wakil presiden (wapres).

    “Saya kira ini babak baru bagi demokrasi konstitusional kita, di mana peluang mencalonkan presiden dan wapres bisa lebih terbuka diikuti oleh lebih banyak pasangan calon dengan ketentuan yang lebih terbuka,” ujarnya.

    Hal senada juga diungkapkan Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Said Abdullah. Said menyampaikan PDIP menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20%.

    Menurutnya, PDIP sebagai bagian dari partai politik sudah sepatutnya patuh pada putusan MK lantaran bersifat final dan mengikat. “Atas putusan ini, maka kami sebagai bagian dari partai politik sepenuhnya tunduk dan patuh, sebab putusan MK bersifat final dan mengikat,” ujarnya.

    Sementara itu, Sekjen Partai Golkar Sarmuji mengaku dirinya terkejut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 UU No.7/2017.Pasalnya, Sarmuji terkejut lantaran dia mengungkapkan bahwa sebelumnya MK selalu menolak dalam 27 kesempatan sebelumnya.

    “Keputusan MK sangat mengejutkan mengingat putusan MK terhadap 27 gugatan [soal UU yang sama] sebelumnya selalu menolak,” kata Sarmuji saat dikonfirmasi, di Jakarta, pada Kamis (2/1/2025).

    Lebih lanjut, dia turut mengungkit bawa MK dan pembuat Undang-Undang (UU) selalu memiliki cara pandang yang sama. “Dalam 27 kali putusannya cara pandang MK dan pembuat UU selalu sama, yaitu maksud diterapkannya presidensial treshold itu untuk mendukung sistem presidensial bisa berjalan secara efektif,” pungkasnya.