Tag: Sri Mulyani Indrawati

  • PHRI Kirim Surat ke Prabowo Subianto Minta PPN 12 Persen Ditinjau Ulang

    PHRI Kirim Surat ke Prabowo Subianto Minta PPN 12 Persen Ditinjau Ulang

    Jakarta, Beritasatu.com – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah mempertimbangkan ulang kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Ketua PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan pihaknya juga telah mengirimkan surat berisi masukan terkait kebijakan PPN 12 persen kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

    “Jadi dalam surat kami, tidak hanya ke menteri keuangan, juga ke Bapak Presiden Prabowo Subianto, kami sampaikan bahwa kami memohon (PPN 12 persen) ditinjau kembali,” kata Hariyadi di Hotel Grand Sahid Jaya, Selasa (19/11/2024).

    Hariyadi menjelaskan, kenaikan PPN cukup membebani masyarakat karena berpotensi meningkatkan harga barang dan jasa. Beban biaya produksi dan pajak yang dialihkan kepada konsumen akan membuat pengeluaran masyarakat semakin besar.

    Para pelaku usaha juga telah memperingatkan adanya dampak negatif dari penerapan PPN 12 persen. Tarif pajak yang tinggi ini diperkirakan akan menurunkan penjualan akibat daya beli masyarakat menurun, khususnya di kalangan menengah ke bawah.

    “Kami berharap pemerintah bisa menjadikan data dan hasil riset sebagai acuan untuk meninjau kembali kebijakan ini,” kata Hariyadi.

  • PPN Mau Naik jadi 12%, Pengusaha Properti Minta Insentif untuk Sektor Perumahan

    PPN Mau Naik jadi 12%, Pengusaha Properti Minta Insentif untuk Sektor Perumahan

    Bisnis.com, JAKARTA – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perusahaan Realestate Indonesia (REI) berharap pemerintah dapat melanjutkan pemberian insentif pajak seiring dengan makin dekatnya rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025.

    Wakil Ketua Umum DPP REI, Bambang Ekajaya menyebut keputusan tersebut bakal berdampak pada pasar perumahan, meskipun kenaikannya hanya sebesar 1%. 

    “Sebenarnya kalau dari nilainya kenaikannya kan hanya 1%, tapi yang di khawatirkan multiplier effect nya. Khususnya sektor perumahan, building material pasti naik,” jelasnya kepada Bisnis, Selasa (19/11/2024).

    Di samping itu, Bambang juga menjelaskan bahwa keputusan mengerek PPN menjadi 12% bakal berdampak pada meningkatnya biaya logistik dan transportasi bahan-bahan konstruksi. 

    Apabila tak dilakukan mitigasi dengan tepat, dikhawatirkan bakal berdampak pada makin tingginya harga rumah. Sehingga, makin memberatkan masyarakat untuk dapat memiliki hunian sekaligus menjadi getah bagi pasar properti.

    “Imbasnya, transportasi naik, tenaga kerja konstruksi akan naik juga. Harga juga ujung-ujungnya naik, di tambah konsumen harus menanggung PPn 12%,” imbuhnya.

    Dengan demikian, REI berharap pemerintah dapat merumuskan insentif pajak tambahan bagi sektor perumahan. Terlebih, hingga saat ini pasar perumahan belum kunjung membaik pasca-Pandemi Covid-19.

    “Karena kenaikan PPN menjadi 12% berimbas ke semua sektor, otomatis dikhawatirkan calon pembeli menahan diri dulu untuk membeli properti. Semoga nanti ada solusi dan insentif properti,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal bahwa tidak akan ada penundaan implementasi kenaikan tarif PPN menjadi 12%. 

    Dia menegaskan Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 sudah mengamanatkan bahwa PPN harus naik menjadi 12% pada 1 Januari 2025. 

    “Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR pada Rabu (13/11/2024).

  • Rakyat Bak Jatuh Tertimpa Tangga! PHK, Daya Beli Lesu, Eh PPN Naik Jadi 12%

    Rakyat Bak Jatuh Tertimpa Tangga! PHK, Daya Beli Lesu, Eh PPN Naik Jadi 12%

    Jakarta

    Masyarakat Indonesia harus menanggung beban lebih berat jika Pajak Pertambahan Nilai (PPN) jadi naik 12% di 2025. Terlebih kebijakan itu berlangsung saat pemutusan hubungan kerja (PHK) sedang terjadi di mana-mana dan daya beli lesu.

    “Efek kenaikan PPN 12% akan langsung naikan inflasi umum, berbagai barang akan lebih mahal harganya,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira kepada detikcom, Selasa (19/11/2024).

    Untuk PHK, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat sebanyak 63 ribu tenaga kerja terkena PHK selama periode Januari-Oktober 2024. Karyawan terdampak tersebut tersebar di sejumlah provinsi, namun terbanyak berada di DKI Jakarta.

    “Pada periode Januari-Oktober 2024 terdapat 63.947 orang tenaga kerja yang ter-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Tenaga kerja ter-PHK paling banyak terdapat di Provinsi DKI Jakarta yaitu sekitar 22,68 persen dari jumlah tenaga kerja ter-PHK yang dilaporkan,” tulis keterangan dalam situs Satu Data Kemnaker.

    Selain itu, daya beli masyarakat juga lesu. Hal itu ditunjukkan dari data Badan Pusat Statistik (BPS) selama empat kuartal terakhir konsumsi rumah tangga selalu di bawah 5%, di mana pada kuartal III-2024 hanya 4,91%.

    Lesunya daya beli juga ditunjukkan dengan laporan S&P Global yang mencatat PMI Manufaktur Indonesia berada di level 49,2 pada Oktober 2024 atau sama dengan bulan sebelumnya. Kontraksi itu sudah terjadi selama empat bulan berturut-turut.

    Di tengah kondisi itu, pemerintah justru berencana menerapkan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Hal itu berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    “Jadi kami di sini sudah membahas bersama bapak ibu sekalian (DPR), sudah ada UU-nya, kita perlu menyiapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (13/11) lalu.

    Sementara, laporan terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) menunjukkan meskipun kenaikan PPN berpotensi untuk meningkatkan penerimaan negara, kebijakan itu berisiko memperburuk tekanan inflasi.

    “Tarif PPN yang lebih tinggi biasanya mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa secara langsung sehingga meningkatkan biaya hidup secara keseluruhan,” tulis LPEM UI dalam laporannya.

    Efek ini dinilai dapat memberikan tantangan bagi rumah tangga berpenghasilan rendah yang mungkin mengalami penurunan daya beli. Hal itu mengarah pada penurunan pengeluaran dan konsumsi konsumen secara keseluruhan.

    “Efek distribusi dari kenaikan PPN dapat membebani rumah tangga berpenghasilan rendah secara tidak proporsional. Meskipun masyarakat berpenghasilan rendah membelanjakan sebagian kecil dari pendapatan mereka untuk barang dan jasa yang dikenai pajak, pengalaman terbaru di Indonesia menunjukkan bahwa kenaikan biaya hidup akan sangat membebani rumah tangga,” bunyi laporan itu lebih lanjut.

    Akibatnya, kenaikan PPN disebut bisa memperburuk tingkat kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial, mendorong lebih banyak orang ke bawah garis kemiskinan dan semakin membebani kelompok rentan. Dampaknya terhadap daya saing juga menjadi perhatian, terutama di sektor-sektor seperti pariwisata.

    “Kenaikan tarif PPN dapat menghalangi pengunjung internasional yang menganggap Indonesia kurang hemat biaya dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang memiliki tarif pajak yang lebih rendah,” jelasnya.

    (acd/acd)

  • Presiden desak gencatan senjata di Ukraina dan Gaza pada KTT G20

    Presiden desak gencatan senjata di Ukraina dan Gaza pada KTT G20

    Jakarta (ANTARA) – Presiden RI Prabowo Subianto mendesak agar gencatan senjata segera dilakukan di wilayah konflik Ukraina dan Gaza, Palestina.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo saat berbicara dalam sesi pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil, Senin (18/11) waktu setempat.

    “Kami mendesak gencatan senjata segera di Ukraina dan di Gaza,” tegas Prabowo.

    Presiden menyampaikan bahwa permasalahan ekonomi dunia tidak dapat dipisahkan dari dinamika geopolitik, termasuk konflik yang sedang berlangsung.

    Baca juga: Prabowo di KTT G20 sebut alokasi terbesar APBN pada pendidikan

    Prabowo menegaskan dukungannya terhadap negara-negara di kawasan selatan, sekaligus mendesak seluruh anggota G20 untuk mengambil langkah konkret dalam menangani konflik yang terjadi saat ini, demi tercapainya perdamaian dan stabilitas.

    Menurut Presiden, perdamaian dan stabilitas adalah syarat utama untuk mengatasi tantangan global seperti kemiskinan dan kelaparan.

    Kepala Negara juga mendesak negara-negara G20 untuk memanfaatkan kekuatan kolektif mereka guna memperkuat upaya multilateral dalam menyelesaikan konflik ini.

    “Hanya dengan perdamaian dan stabilitas kita dapat mengatasi kemiskinan dan kelaparan. Kami juga mendesak negara-negara G20 untuk menggunakan kekuatan kolektif untuk memperkuat upaya multilateral dalam masalah ini,” kata Presiden.

    Baca juga: Prabowo tegaskan komitmen Indonesia atasi kelaparan dan kemiskinan

    Dalam kesempatan itu, Prabowo juga menegaskan komitmen Indonesia dalam menanggulangi kelaparan dan kemiskinan.

    Presiden menjelaskan bahwa pemerintahannya menempatkan penanggulangan kelaparan dan kemiskinan sebagai prioritas nasional. Bahkan, pemerintahannya juga mengalokasikan anggaran besar untuk pendidikan.

    “Saya percaya pendidikan akan membawa kita keluar dari kemiskinan. Program makanan gratis untuk anak-anak juga menjadi bagian dari strategi kami untuk memastikan generasi muda mendapatkan manfaat pendidikan,” kata Presiden.

    Prabowo juga menyampaikan rencana konkret untuk mencapai ketahanan pangan dan energi di Indonesia. Prabowo optimistis pemerintahannya dapat mengatasi masalah kelaparan dalam tiga tahun ke depan.

    Turut mendampingi Presiden Prabowo dalam KTT ini adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

    Baca juga: Presiden hadiri peluncuran inisiatif global lawan kelaparan di KTT G20
    Baca juga: Presiden Prabowo bertemu para pemimpin MIKTA di KTT G20 Brasil

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • Daftar 10 ‘Beban’ Tambahan Mulai 2025: PPN 12%, BPJS, hingga Tapera

    Daftar 10 ‘Beban’ Tambahan Mulai 2025: PPN 12%, BPJS, hingga Tapera

    Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran masyarakat soal potensi kenaikan pengeluaran pada tahun bukan isapan jempol belaka. Pasalnya terdapat peluang kenaikan sejumlah komponen dan tambahan pungutan pada 2025, yang akan memengaruhi belanja masyarakat.

    Wacana pajak pertambahan nilai alias PPN naik jadi 12% menjadi isu panas belakangan, karena dianggap berlaku saat daya beli masyarakat tidak prima. Kenaikan harga barang-barang menjadi dampak kenaikan PPN 12% yang paling dikhawatirkan masyarakat.

    Rencana kenaikan pajak itu pun menyeruak tidak lama setelah ramainya isu pembatasan subsidi tarif kereta rel listrik (KRL). Pemerintah ingin memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK atau nomor induk kependudukan (NIK), karena menganggap banyak masyarakat mampu yang menggunakan KRL—meskipun merupakan transportasi umum atau bisa digunakan siapapun.

    Rentetan tambahan pungutan dan iuran itu juga berseliweran di tengah penurunan jumlah kelas menengah Indonesia, yang menurut sejumlah pakar perlu menjadi perhatian. Pasalnya, kelas menengah (middle class) menjadi kelompok penting bagi perekonomian Indonesia, yang separuh produk domestik brutonya (PDB) berasal dari konsumsi.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah berkurang 9,48 juta orang. Mereka ‘turun kasta’ menjadi kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class).

    Berkurangnya jumlah kelas menengah dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Tanah Air, terutama dari sisi konsumsi. Adanya risiko tambahan beban belanja juga menimbulkan di kalangan kelas menengah, karena kenaikan upah belum terlihat besarannya.

    Bisnis menghimpun setidaknya 10 pungutan yang berpotensi naik atau bertambah pada 2025. Artinya, kurang dari dua bulan lagi, masyarakat perlu bersiap untuk membayar berbagai kewajiban tersebut apabila jadi berlaku.

    Lantas, apa saja pungutan yang berpotensi naik tahun depan?

    1. PPN Naik jadi 12%

    Pemerintah telah merencanakan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025. Dari besarannya, tarif pajak itu mengalami kenaikan 9,09%.

    Sebelumnya terdapat sinyal penundaan kenaikan tarif tersebut karena pemerintah belum memperhitungkan PPN 12% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berkali-kali, otoritas terkait menyebutkan bahwa nasib tarif PPN berada di tangan Prabowo.

    Usai Prabowo menduduki kursi RI 1, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal di hadapan Komisi XI DPR, bahwa tidak akan melakukan penundaan implementasi tarif PPN 12% pada 2025.

    “Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” ujarnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    2. Tapera

    Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) membuat masyarakat harus membayar simpanan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta. Kini Tapera masih berlaku untuk kalangan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pengalihan dari program Tabungan Perumahan (Taperum).

    Implementasi Tapera secara luas berlaku paling lambat 2027, mencakup seluruh pekerja, yaitu pekerja swasta dan pekerja lepas. Masih terdapat kemungkinan tabungan tersebut tidak akan diterapkan tahun depan, tetapi pemerintah memiliki rencana untuk melakukan perluasan secara bertahap.

    Berdasarkan Pasal 68 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut.

    3. Iuran BPJS Kesehatan

    Terdapat wacana iuran BPJS Kesehatan direncanakan naik pada tahun depan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pun telah memberikan gambaran bahwa perubahan tarif mungkin baru akan ditetapkan pada pertengahan 2025.

    Hal tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tarif baru untuk iuran, paket manfaat, dan harga layanan diperkirakan akan mulai berlaku pada 1 Juli 2025.

    Saat ini, iuran BPJS Kesehatan Kelas 1 adalah Rp150.000, Kelas 2 sejumlah Rp100.000 dan Kelas 3 senilai Rp35.000 setelah mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000.

    4. Uang Kuliah Tunggal (UKT)

    Muncul pula wacana kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. Sebelumnya, Nadiem Makarim—kala itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi—berencana mengerek naik UKT pada tahun ini.

    Pada akhirnya, Nadiem mengaku akan melakukan evaluasi dan mengkaji ulang kenaikan UKT yang menjadi keresahan masyarakat. Batalnya kenaikan UKT tersebut juga mempertimbangkan semua aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, keluarga, dan masyarakat.

    Meski demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat adanya kenaikan biaya pendidikan, termasuk UKT pada Tahun Ajaran Baru 2024/2025.

    “Secara umum biaya kenaikan biaya perguruan tinggi pada bulan Agustus 2024 mengalami inflasi sebesar 0,46%. Salah satu contohnya adalah kenaikan UKT-nya. Dalam hal ini BPS tidak mencatat lebih rinci lagi untuk biaya perguruan tinggi,” jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (2/9/2024).

    5. Tarif Cukai

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menyampaikan meski tidak ada kenaikan tarif cukai, sejauh ini pemerintah baru merencanakan penyesuain harga jual rokok di level industri.

    “Tentunya nanti akan kami review dalam beberapa bulan ke depan untuk bisa dipastikan mengenai kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah,” ungkapnya kepada Wartawan, Senin (23/9/2024).

    Artinya, meski tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), tetapi pemerintah akan mendorong industri melakukan penyesuain harga jual eceran.

    Pemerintah juga berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) atau cukai minuman manis pada 2025.

  • Rupiah Hari Ini Cerah, Simak Analisisnya – Page 3

    Rupiah Hari Ini Cerah, Simak Analisisnya – Page 3

    Namun, posisi tersebut tidak berlangsung lama, lantaran adanya perubahan sentimen global imbas ekspektasi penurunan Fed Fund Rate oleh The Fed memengaruhi kondisi pasar.

    “Dengan terpilihnya kembali Presiden Trump, indeks Dolar AS mengalami penguatan, sehingga nilai tukar Rupiah kita kemarin cenderung mengalami tekanan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jumat (8/11/2024).

    Secara keseluruhan, depresiasi nilai tukar Rupiah mencapai 2,68 persen.

    Namun, Sri Mulyani juga mencatat bahwa kinerja Rupiah masih relatif baik jika dibandingkan dengan negara-negara G7 dan G20 lainnya.

    Sebagai contoh, Dolar Kanada mengalami depresiasi hingga 4,46 persen, Peso Filipina 5,69 persen, dan Won Korea Selatan mencapai 6,79 persen.

    “Kita relatif masih cukup baik dari sisi nilai tukar kita,” imbuhnya.

    Sri Mulyani pun menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan terus dipantau dan dikelola dengan cermat hingga akhir tahun.

    “Kami berharap perekonomian tetap terjaga dalam posisi yang positif hingga akhir tahun,” tutup Sri Mulyani. 

  • Tarif PPN 12%: Pengusaha Was-Was Daya Beli Amblas

    Tarif PPN 12%: Pengusaha Was-Was Daya Beli Amblas

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha khawatir daya beli masyarakat makin turun seiring dengan rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. 

    Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja menyampaikan, naiknya tarif PPN menjadi 12% tahun depan akan mengakibatkan harga produk di pusat-pusat perbelanjaan ikut terkerek, yang berdampak pada daya beli masyarakat. 

    “Ini akan memberatkan masyarakat terutama untuk kelas menengah bawah yang saat ini masih mengalami kesulitan dalam hal daya beli,” kata Alphonzus kepada Bisnis, Senin (18/11/2024).

    Menurutnya, tarif PPN yang berlaku saat ini termasuk dalam kategori yang tidak rendah, jika dibanding dengan tarif yang berlaku di beberapa negara tetangga. Oleh karena itu, dia melihat tidak ada alasan mendesak untuk mengerek tarif PPN tahun depan.

    Di sisi lain, jika pemerintah perlu mengerek penerimaan negara, Alphonzus mengusulkan agar pemerintah sebaiknya meningkatkan pertumbuhan usaha secara maksimal terlebih dahulu. Pasalnya, saat ini masih banyak potensi pertumbuhan yang belum diupayakan secara maksimal.

    “Kenaikan tarif bisa dilakukan setelah pertumbuhan usaha mencapai tingkat yang optimal,” ujarnya.

    Salah satu pusat perbelanjaan malPerbesar

    Meskipun pemerintah tetap bersikeras untuk memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, dia meminta agar dibarengi dengan berbagai stimulus untuk masyarakat. Tujuannya, agar daya beli masyarakat kelas menengah bawah tidak semakin terpuruk.

    Dia khawatir, pertumbuhan sektor ritel tahun depan hanya single digit saja, jika penerapan PPN 12% tidak diiringi dengan adanya stimulus bagi masyarakat kelas menengah bawah.

    “Tanpa adanya stimulus maka pertumbuhan sektor ritel pada tahun depan diperkirakan hanya single digit saja atau dengan kata lain tidak akan lebih dari 10%,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal bahwa penerapan PPN 12% tahun depan tidak akan ditunda. Pasalnya, Undang-undang (UU) No.7/2021 telah mengamanatkan bahwa PPN harus naik sebesar 1%, dari 11% menjadi 12%, pada 1 Januari 2025.

    “Kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Rabu (13/11/2024).

    Kendati begitu, Bendahara Negara memastikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tidak terjadi pada semua barang dan jasa. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi merupakan barang/jasa yang termasuk ke daftar PPN dibebaskan.

    Boikot

    Dalam perkembangannya di sosial media, masyarakat ramai-ramai mengajak untuk memboikot kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN menjadi 12% tahun depan dengan mengurangi belanja.

    Seruan boikot ini setidaknya ramai di media sosial X (dulu Twitter). Salah satu netizen pun mengajak netizen lainnya untuk hemat belanja minimal untuk satu tahun saja.

    Netizen lain pun mengamini saran itu. Netizen mengajak untuk cermat dalam belanja dan mengajak berbelanja di warung tetangga saja alih-alih di minimarket demi menghindari PPN.

  • Ini Anggaran Infrastruktur Kementerian PU yang Dikunci Sri Mulyani

    Ini Anggaran Infrastruktur Kementerian PU yang Dikunci Sri Mulyani

    Jakarta

    Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan pagu anggaran pembangunan infrastruktur pemerintah 2025 ditahan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Sebetulnya anggaran (2025) ini kan sudah diketok waktu masih periode kemarin kan. Jadi sebenarnya kita 2025 hanya tinggal kerjanya saja kan. Tapi karena arahan pak Presiden begitu, kemudian semua anggaran utama yang terkait infrastruktur sementara dibintang (ditahan) dulu,” kata Dody saat ditemui wartawan di Kantor Kementerian PU, Senin (18/11/2024).

    “Kami mesti berdiskusi ulang dengan seluruh pemangku kepentingan, Bappenas, (Kementerian) Keuangan, Pendidikan, Agama, dan pokoknya kepentingan terkait lainnya agar kemudian program apapun yang dibebankan kepada kita untuk dikerjakan itu memang sudah hasil diskusi matang dengan para lembaga terkait dan semua sudah sesuai dengan perencanaan jangka menengah, jangka panjang dari Bappenas,” terangnya lagi.

    Meski begitu, ia mengatakan tidak semua anggaran infrastruktur 2025 ditahan Sri Mulyani. Sebab lebih dari 90% anggaran infrastruktur Kementerian PU tahun depan meliputi pembayaran kontrak multi-year atau proyek-proyek yang sudah berjalan selama beberapa tahun.

    “Saya juga baru tahu, karena saya kan orang baru di sini, new kids on the block. Baru tahu bahwa 90% plus anggaran kita ini sudah committed sekian lama, setahun lah, dua tahun lah, tiga tahun lah. Jadi sekarang ini (2025) tinggal bayar, tinggal nyelesaiin (proyek yang sudah berjalan) gitu-gitu doang,” terangnya.

    Untuk proyek-proyek infrastruktur yang sudah berjalan inilah pemerintah akan tetap melakukan pembayaran. Sedangkan proyek-proyek infrastruktur yang rencananya mulai dikerjakan 2025 inilah yang kemudian masih ditahan Sri Mulyani untuk kemudian dibahas lebih lanjut dengan Kementerian terkait.

    “Yang free, maksudnya free itu bisa dipakai (untuk proyek infrastruktur baru) yang lain itu paling berapa sih? 4%-an lah. 4% dari the whole total (seluruh anggaran) yang sudah diberikan negara kepada kita untuk tahun 2025,” ucapnya.

    “Kalaupun kita akan melakukan sesuatu yang baru untuk mendukung program Pak Presiden misalnya, ya kita kan mesti bicara ke Pak Presiden ‘anggaran kita yang free cuma sekian nih. Apakah yang ini (proyek infrastruktur 2025 sesuai rencana) dulu kita kerjakan nih, menghasilkan apa baru review lagi, atau kami boleh mengajukan (proyek) yang baru?’ Itu nanti kita diskusikan,” terang Dody lagi.

    Karena hal ini juga Dody mengatakan pihaknya masih belum membuka lelang proyek infrastruktur baru untuk 2025. Ia sendiri belum bisa memastikan apakah akhir tahun ini pihaknya bisa melakukan lelang proyek infrastruktur untuk tahun depan karena masih menunggu arahan Prabowo.

    “Lelang-lelang baru sementara belum ada. Lelang awal (proyek 2025) kan Pak Presiden mungkin datang di akhir-akhir November ya (menunggu arahan berikutnya). InsyaAllah kita tetap mengusahakan, semua yang ditargetkan bisa selesai on time.

    (fdl/fdl)

  • Bos OJK Ungkap Pelaku Pasar Waswas Trump Menang Pilpres

    Bos OJK Ungkap Pelaku Pasar Waswas Trump Menang Pilpres

    Jakarta

    Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan bahwa kemenangan Donald Trump di kontestasi Pilpres Amerika Serikat (AS) membuat para pelaku pasar was-was. Kondisi ini pun memberikan pengaruh bagi kondisi perekonomian global.

    Hal ini disampaikan Mahendra dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI. Dana Moneter Internasional (IMF) sendiri memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global stabil di 3,2%, lebih rendah 0,1% dari perkiraan pada bulan Juli.

    “Risiko terpilihnya Donald Trump menjadikan para pelaku pasar memperhitungkannya dalam pelemahan perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depan,” kata Mahendra, di Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024).

    Mahendra mengatakan, pada triwulan III 2024 perekonomian dunia tercatat mengalami penurunan, utamanya di sebagian besar negara-negara perekonomian utama global. Sikap waswas para pelaku pasar juga dibarengi dengan pelemahan ekonomi China dan peningkatan proteksionisme sejumlah negara.

    Salah satu alasan utama yang membuat negara-negara memasang langkah proteksionisme karena kondisi ekonomi global dibayangi dengan memburuknya tensi geopolitik yang terjadi di berbagai penjuru, khususnya perang Ukraina-Rusia dan serangan Israel ke Gaza dan Lebanon.

    “Menyikapi hal itu, berbagai bank sentral mengambil kebijakan yang lebih akomodatif dengan melonggarkan kebijakan moneter dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing,” ujarnya.

    Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti rencana kenaikan tarif impor AS yang menjadi salah satu rencana kebijakan Donald Trump. Menurutnya, tidak menutup kemungkinan kebijakan tersebut akan berimbas ke negara-negara ASEAN.

    “Selama ini targetnya adalah AS terhadap RRT, karena RRT (China) surplus. Namun sama seperti Trump periode pertama, US Treasury-nya melihat semua partner dagang AS yang surplus,” ujar Sri Mulyani, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI di Senayan, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

    “Jadi mungkin tidak hanya RRT yang kena, ASEAN seperti Vietnam dan beberapa negara lain akan dijadikan poin untuk fokus dan perhatian terhadap pengenaan tarif impor ini,” sambungnya.

    Sri Mulyani menjelaskan, kondisi perekonomian global saat ini terpantau cukup dinamis, terutama dengan selesainya kontestasi Pilpres AS. Adapun Trump sendiri dijadwalkan akan mulai memimpin AS mulai bulan Januari 2025.

    Namun menurutnya, reaksi market dalam menetapkan langkah antisipasi terhadap kebijakan keuangan di bawah Trump perlu dilihat lagi perkembangannya ke depan. Apalagi, langkah-langkah Trump kemungkinan akan cukup ekspansif.

    “Karena mereka punya ambisi untuk memotong belanja hingga US$ 1 triliun dalam waktu 10 tahun, berarti US$ 10 miliar per tahun. Namun yield US Treasury 10 tahun mengalami kenaikan karena memproyeksikan bahwa APBN di AS mungkin relatif masih ekspansif,” ujar Sri Mulyani.

    Sementara itu, Dolar AS mengalami penguatan dalam beberapa waktu terakhir. Hal ini didorong oleh berbagai arah kebijakan Trump, terutama di bagian penurunan pajak korporasi, ekspansi belanja untuk beberapa yang sifatnya strategis, hingga langkah proteksionisme seperti kenaikan tarif impor tadi.

    (shc/rrd)

  • PPN 12% di 2025, Biaya Bangun Infrastruktur Jadi Lebih Mahal

    PPN 12% di 2025, Biaya Bangun Infrastruktur Jadi Lebih Mahal

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mengungkapkan, kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) pada 2025 menjadi sebesar 12% akan berpengaruh pada biaya pembangunan infrastruktur.

    Meski begitu, ia menekankan, belum ada perhitungan secara pasti potensi kenaikan biaya pembangunan infrastruktur, termasuk perhitungan anggarannya untuk tahun depan.

    “Ya, pasti akan berefek. Pasti akan ada eskalasi harganya dan seterusnya. Tapi itu nantilah, belum, kan kita harus bicara dengan para stakeholder terkait ya. Pasti akan ada,” kata Dody di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Senin (18/11/2024).

    Dody mengaku akan memitigasi potensi kenaikan biaya pembangunan infrastruktur itu dengan merelokasi anggaran di kementeriannya. Sebagaimana diketahui, anggaran Kementerian PU 2025 telah didesain senilai Rp 116,23 triliun saat masih menyandang nomenklatur Kementerian PUPR.

    “Nanti tinggal merelokasi anggaran kanan-kiri saja,” ucap Dody.

    “Karena itu sekarang anggaran 2025 kan sudah diketok 2024. Tapi kan fokusnya sedikit berubah karena kan sekarang lebih kepada bagaimana anggaran 2025 ini bisa menjadi cikal bakal untuk bisa sukseskan Asta Cita Pak Presiden Prabowo, utamanya untuk ketahanan pangan, air, energi itu aja,” tegasnya.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya telah mengungkapkan penerapan tarif PPN sebesar 12% pada 2025 sudah melalui pembahasan yang panjang dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Semua indikator sudah dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan.

    “Bukannya membabi buta, tapi APBN memang tetap harus dijaga kesehatannnya,” kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Gedung DPR, Rabu (13/11/2024)

    Penerapan tarif baru sudah tercantum dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap, dari 10% menjadi 11% pada 2022 dan kemudian menjadi 12% pada 2025.

    Sri Mulyani berkomitmen agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan seksama, termasuk sosialisasi kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat mendapatkan penjelasan yang lebih komprehensif dan tidak menimbulkan kegaduhan.

    Meskipun patut disadari, ekonomi Indonesia saat ini tengah mengalami tekanan, tercermin dari tingkat konsumsi masyarakat yang terus melambat hingga kuartal III-2024.

    Tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 53,08%, hanya mampu tumbuh 4,91%, lebih rendah dari laju pertumbuhan kuartal II-2024 sebesar 4,93%.

    Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11% maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05%, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).

    “Saya setuju bahwa kita perlu banyak memberikan penjelasan kepada masyarakat. Artinya walaupun kita buat policy tentang pajak termasuk PPN bukannya membabi buta atau tidak punya afirmasi atau perhatian pada sektor-sektor seperti kesehatan, pendidikan, bahkan makanan pokok waktu itu debatnya panjang di sini,” tegasnya.

    (arj/mij)