Tag: Sri Mulyani Indrawati

  • Pemerintah Tetapkan Paket Stimulus Ekonomi untuk 6 Sektor di 2025 – Halaman all

    Pemerintah Tetapkan Paket Stimulus Ekonomi untuk 6 Sektor di 2025 – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah menetapkan paket stimulus ekonomi untuk enam sektor di tahun depan sejalan dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 di tahun 2025.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyatakan, stimulus ekonomi ini dilakukan untuk mendukung sektor produktif baik di bawah Kementerian Perindustrian, Kementerian Perumahan dan Permukiman dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, penciptaan kesempatan kerja serta optimisme di dalam masyarakat.

    Hal itu dia sampaikan dalam acara Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Kesejahteraan di Kemenko Perekonomian, Senin (16/12/2024).

    “Maka paket stimulus ini dibuat sekomplit mungkin. Untuk rumah tangga ada bantuan pangan bagi kelompok yang paling membutuhkan. Ada PPN DTP untuk barang-barang yang dikonsumsi paling sering seperti tepung terigu, gula, terutama gula untuk masukkan ke industri dan minyak goreng kita,” ujar Sri Mulyani.

    “Itu diproteksi PPN-nya tetap tidak mengalami kenaikan ke-12 persen, 1 persennya di tahun pemerintah. Dan juga rumah tangga ini akan menikmati diskon listrik 50 persen,” sambungnya.

    Adapun sektor pertama yaitu meliputi stimulus untuk rumah tangga. Nantinya pemerintah bakal menyalurkan bantuan beras sebesar 10 kilogram (Kg) untuk dua bulan dari Januari hingga Februari 2025 bagi 16 juta penerima bantuan pangan (PBP).

    Kemudian, pemerintah juga memberikan insentif PPN ditanggung pemerintah (DTP) untuk tiga Komoditas yakni Minyakita, gula dan tepung terigu sebesar 1 persen. Artinya ketiga komoditas itu tetap PPN-nya 11 persen.

    Lalu, pemberian diskon tarif listrik 50 persen bagi pelanggan daya maksimal 2.200 VA selama dua bulan dari Januari hingga Februari.

    “Untuk pekerja ada paketnya juga. Dari menaikan akses kehilangan, jaminan kehilangan pekerjaan, dan nanti untuk industri padat karya, di mana lagi-lagi yang disasar adalah pekerjanya dan industrinya.”

    “Selain itu juga ada insentif PPH Pasal 21 DTP untuk industri padat karya, pembiayaan industri padat karya, dan bantuan 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja untuk sektor padat karya,” jelas Sri Mulyani.

    Ketiga yaitu stimulus untuk Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yakni perpanjangan masa berlakunya PPh final 0,5 persen. Keempat, insentif PPh pasal 21 ditanggung pemerintah bagi pekerja dengan gaji 10 juta per bulan. 

    Kemudian, pemberian industri padat karya dan bantuan sebesar 50 persen untuk jaminan kecelakaan kerja pada sektor padat karya

    “Untuk UMKM juga diperpanjang masa berlaku PPH 0,5 persen final, dan juga volume dari pendapatan sampai 500 juta tidak kena pajak,” terangnya.

    Kelima, stimulus untuk mobil listrik dan hybrid. Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) berupa PPN ditanggung pemerintah 10 persen untuk kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan terurai dan lengkap sebagai KBL Berbasis Baterai

    Kemudian, PPnBM Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditanggung pemerintah sebesar 15 persen untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai impor CBU dan CKD. Lalu bea masuk 0 persen untuk Bermotor Listrik Berbasis Baterai impor CBU. 

    Kendaraan bermotor hybrid diberikan stimulus berupa Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditanggung pemerintah sebesar 3 persen. 

    Terakhir, sektor perumahan. PPN ditanggung pemerintah bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar atas Rp2 miliar pertama, dengan skema diskon 100 persen untuk bulan Januari sampai Juni 2025 dan diskon 50 persen untuk bulan Juli sampai Desember 2025.

    “Kemudian kita juga memberikan PPN DTP untuk sektor perumahan, karena ini adalah sektor yang selain memenuhi kebutuhan masyarakat, hajat hidup orang banyak, juga memiliki multiplier dan penciptaan kesempatan kerja yang besar,” ungkapnya.

  • PPN Naik, Tarif Listrik Daya 2.200 VA Didiskon 50 Persen 2 Bulan

    PPN Naik, Tarif Listrik Daya 2.200 VA Didiskon 50 Persen 2 Bulan

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 persen bagi pelanggan rumah tangga dengan daya listrik hingga 2.200 Volt Ampere (VA).

    Kebijakan ini berlaku selama dua bulan, yakni Januari hingga Februari 2025. Diskon diberikan untuk membantu meringankan beban masyarakat yang akan ditimpa beban baru pada awal 2025 mendatang; kenaikan PPN jadi 12 persen.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan diskon tarif listrik ini diberikan untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah tantangan ekonomi global maupun domestik.

    “Ini diberikan selama 2 bulan, Januari-Februari,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12).

    Sri Mulyani menyebut akan ada 81,4 juta rumah tangga di seluruh Indonesia yang mendapatkan diskon ini.

    Sri Mulyani menegaskan kebijakan ini menggunakan alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebagai instrumen untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga.

    “Sehingga ekonomi kita tetap jalan meski kita pahami banyak dinamakan global yang terjadi dan di dalam negeri yang terus kita waspadai,” tambahnya.

    Selain diskon listrik, pemerintah juga meluncurkan beberapa stimulus lainnya untuk mendukung kelompok rumah tangga, pekerja, dan UMKM.

    Untuk rumah tangga, disalurkan bantuan pangan berupa 10 kilogram beras per bulan selama Januari-Februari 2025 kepada 16 juta penerima manfaat.

    Untuk pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), pemerintah akan mempermudah akses terhadap Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

    Sementara itu, bagi UMKM, pemerintah memperpanjang masa berlaku tarif PPh final sebesar 0,5 persen hingga tahun 2025 dan membebaskan PPh bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun.

    (lau/agt)

  • Jaga Daya Beli Masyarakat Jadi Alasan Pemerintah Gelontorkan Sederet Stimulus Ekonomi

    Jaga Daya Beli Masyarakat Jadi Alasan Pemerintah Gelontorkan Sederet Stimulus Ekonomi

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama jajaran para menteri Kabinet Merah Putih Prabowo Subianto resmi mengeluarkan sederet insentif sebagai stimulus ekonomi 2025. 

    Menghadapi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hadir untuk menjaga daya beli masyarakat. 

    “APBN menyelenggarakan berbagai paket kebijakan untuk menjaga daya beli masyarakat, kesejahteraan dan stimulus ekonomi, sehingga ekonomi kita tetap bisa berjalan,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024). 

    Selain ekonomi domestik, stimulus ini juga diberikan dengan mempertimbangkan banyak dinamika global yang terjadi dan perlu diwaspadai. 

    Bendahara Negara menjelaskan APBN menjadi instrumen fiskal, khususnya belanja perpajakan, untuk mewujudkan azas keadilan dan gotong royong dalam menjaga dan membangun Indonesia. 

    Insentif yang pemerintah keluarkan, mulai dari pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), maupun bea masuk impor, nantinya akan tercatat sebagai belanja perpajakan. 

    Dengan kata lain, total dari PPN barang dan jasa yang seharusnya dibayar namun tidak dibayar masyarakat dan ditanggung pemerintah (DTP) dari insentif ini diestimasikan mencapai Rp265,6 triliun.

    Adapun, pihaknya mendesain paket stimulus ini mempertimbangkan secara seimbang sisi permintaan terutama kelompok menengah ke bawah yang tetap dimaksimalkan untuk dilindungi perlindungannya dan bahkan bantuannya. 

    Harapannya, stimulus tersebut untuk mendukung sektor produktif yang berada di bawah Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perumahan, sehingga dapat meningkat kegiatannya.

    “Ini azas keadilan akan coba kita terus, tidak mungkin sempurna tapi kita coba mendekati untuk terus menyempurnakan dan memperbaiki,” lanjutnya. 

    Berikut Skema kebijakan PPN dan Insentif yang diputuskan:

    1. Beras, daging, telur, sayur, buah2an, garam, gula konsumsi, tetap NOL alias bebas PPN.

    2. Jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi publik tetap NOL atau bebas PPN.

    3. Minyak Kita, tepung terigu, gula industri tetap 11% (1% ditanggung pemerintah).

    4. PPh Final 0,5% diperpanjang hingga 2025.

    5. PPh Pasal 21 karyawan gaji sd Rp 10 juta, ditanggung pemerintah utk industri padat karya. 

    6. Diskon Listrik 50% utk pelanggan dg daya sd 2200 va Jan-Feb 2025

    7. Bantuan pangan/beras Jan-Feb 2025 tiap keluarga 10 kg utk 16 juta KK

    8. Diskon PPN 100% utk pembelian rumah harga sd 5 M, utk bagian harga 2 M. Jan-Juni 2025.

    9. Pekerja yg mengalami PHK diberi kemudahan mengakses JKP.

    10. Subsidi bunga 5% revitalisasi mesin untik produktivitas.

    11. Bantuan 50% utk jaminan kecelakaan kerja sektor padat karya selama 6 bulan. 

    12. Kendaraan listrik berbasis baterai, PPnBM DTP 15% utk CKD/CBU

    13. PPN DTP 10% KBLBB CKD

    14. Bea Masuk NOL utk KBLBB CBU.

    15. PPnBM DTP 3% kendaraan listrik hybrid.

  • Simak! Rincian Barang Bebas PPN, PPNDTP 1%, dan Insentif Pajak mulai Awal 2025

    Simak! Rincian Barang Bebas PPN, PPNDTP 1%, dan Insentif Pajak mulai Awal 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Prabowo Subianto secara resmi melanjutkan amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, yakni implementasi PPN 12% pada 1 Januari 2025. 

    Setelah menanti pengumuman PPN 12% dengan munculnya isu pengenaan PPN hanya untuk barang mewah, pada akhirnya pemerintah tetap menaikkan tarif pungutan tersebut. 

    “Sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, tarif PPN tahun depan akan naik menjadi 12% per 1 Januari 2025,” ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers, Senin (16/12/2024). 

    Airlangga menyampaikan meski kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tetap berlanjut, tetapi barang pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat tetap diberikan fasilitas bebas PPN alias PPN 0%. 

    Mulai dari beras, daging, ikan, telur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, rumah sangat sederhana, dan pemakaian air seluruhnya bebas PPN.

    Terhadap barang-barang lainnya, pemerintah memberikan PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) 1% khusus untuk minyak kita, tepung terigu, dan gula industri. Alhasil, untuk komoditas tersebut, tarif PPN yang berlaku tetap 11%. 

    “Stimulus ini untuk menjaga daya beli masyarakat terutama untuk kebutuhan pokok, dan secara khusus gula industri yang menopang industri pengolahan makanan minuman,” lanjut Airlangga. 

    Industri makanan dan minuman menjadi pililhan pemerintah untuk mendapatkan insentif tersebut karena perannya terhadap industri pengolahan cukup tinggi, yaitu 36,3%. 

    Anggaran untuk insentif fiskal paket kebijakan ekonomi 2025 yang terdiri dari 15 stimulus tersebut diestimasikan sekitar Rp28 triliun. 

    Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa sesuai azas keadilan terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang tergolong mewah, dikenakan PPN 12%. 

    “Seperti rumah sakit kelas VIP dan pendidikan yang standar internasional yang berbayar mahal,” tuturnya. 

    Berikut Daftar Kebijakan PPN 12% dan Insentif yang Diberikan Mulai 2025: 

    1. Beras, daging, telur, sayur, buah2an, garam, gula konsumsi, tetap 0% alias bebas PPN.

    2. Jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa transportasi publik tetap 0% atau bebas PPN.

    3. Minyak Kita, tepung terigu, gula industri tetap 11% (1% ditanggung pemerintah).

    4. PPh Final 0,5% diperpanjang hingga 2025.

    5. PPh Pasal 21 DTP karyawan gaji sampai dengan Rp10 juta untuk industri padat karya. 

    6. Diskon Listrik 50% untuk pelanggan dengan daya sampai dengan 2200 va Jan-Feb 2025

    7. Bantuan pangan/beras Jan-Feb 2025 tiap keluarga 10 kg untuk 16 juta KK

    8. Diskon PPN 100% untyk pembelian rumah harga sampai dengan Rp5 miliar, dengan dasar pengenaan pajak Rp2 miliar, berlaku Januari-Juni 2025

    9. Pekerja yg mengalami PHK diberi kemudahan mengakses JKP

    10. Subsidi bunga 5% revitalisasi mesin untuk produktivitas

    11. Bantuan 50% untuk jaminan kecelakaan kerja sektor padat karya selama 6 bulan. 

    12. Kendaraan listrik berbasis baterai, PPnBM DTP 15% untuk CKD/CBU

    13. PPN DTP 10% KBLBB CKD

    14. Bea Masuk 0% untuk KBLBB CBU

    15. PPnBM DTP 3% kendaraan listrik hybrid.

  • Pemerintah Alokasikan Rp 256 Triliun untuk Bebaskan PPN Kebutuhan Pokok

    Pemerintah Alokasikan Rp 256 Triliun untuk Bebaskan PPN Kebutuhan Pokok

    Jakarta, Beritasatu.com – Kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025. Namun, beberapa jenis barang akan diberikan fasilitas diskon PPN atau tetap 11%. Bahkan, barang kebutuhan pokok ada yang dibebaskan PPN atau nol persen.

    Adapun barang dan jasa yang diberikan pembebasan PPN (tarif 0 persen), antara lain beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, rumah sederhana, air minum yang diperkirakan mencapai Rp 265,6 triliun.

    “Pemerintah dan DPR memberikan keberpihakan membebaskan PPN, maka pemerintah membayar biayanya, diestimasi Rp 265,6 triliun agar masyarakat terbebas PPN untuk barang-barang yang dibutuhkan tersebut dan masih terkena PPN,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers paket kebijakan ekonomi, di Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Selanjutnya, barang yang sesuai peraturan perundangan seharusnya membayar PPN 1%, tetapi karena diperlukan oleh masyarakat umum, maka beban kenaikan PPN 1% akan ditanggung pemerintah.

    “Dengan demikian, harga barang atau jasa yang dibayar masyarakat tidak mengalami perubahan. Barang-barang ini, meliputi tepung terigu, gula industri, dan minyakita (minyak subsidi),” ucapnya.

    Dia menyebut, penerapan PPN 12% mengedepankan asas keadilan dan gotong royong serta memperhatikan aspirasi masyarakat. Bagi kelompok mampu, maka membayar pajak sesuai UU. Sedangkan bagi rakyat tidak mampu, dilindungi negara dan diberikan bantuan.

    Selain itu membebaskan PPN untuk barang kebutuhan pokok, kenaikan tarif PPN akan dikenakan bagi barang dan jasa yang dikategorikan mewah dan dikonsumsi masyarakat mampu, antara lain kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional.

  • Pemerintah Kenakan Pajak 12 Persen ke Barang Mewah per 1 Januari 2025

    Pemerintah Kenakan Pajak 12 Persen ke Barang Mewah per 1 Januari 2025

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah mengumumkan tetap menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 untuk barang mewah atau premium. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Hal ini diumumkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani, juga menteri Kabinet Merah Putih lainnya pada Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12).

    “Sesuai dengan amanah undang-undang tentang harmonisasi peraturan perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari,” ujar Airlangga.

    Pemerintah menegaskan pajak akan dikenakan pada barang premium atau tergolong mewah.

    Namun, Airlangga mengatakan, tarif PPN 12 persen tidak berlaku untuk barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat atau bahan kebutuhan pokok penting. Bahan pokok ini justru diberikan fasilitas bebas PPN.

    Barang yang dimaksud adalah di antaranya beras, daging, ikan, telur, sayur, susu, gula konsumsi, jasa pendidikan, kesehatan, angkutan umum, tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, vaksin polio, hingga pemakaian air.

    “Barang-barang yang dibutuhkan olah masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen … seluruhnya bebas PPN. Jadi, nanti ada yang kita berikan fasilitas, yaitu untuk barang-barang tertentu,” imbuhnya.

    Guna mengantisipasi dampak kenaikan PPN tersebut, pemerintah juga akan memberlakukan sejumlah paket stimulus ekonomi untuk menjaga kesejahteraan masyarakat.

    (del/asa)

    [Gambas:Video CNN]

  • Tok! Pemerintah Beri Paket Stimulus Kebijakan Ekonomi 2025 untuk 6 Sektor Produktif

    Tok! Pemerintah Beri Paket Stimulus Kebijakan Ekonomi 2025 untuk 6 Sektor Produktif

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah mengumumkan enam paket stimulus kebijakan ekonomi sebagai stimulus pada 2025 yang didesain untuk merespons guncangan ekonomi. Salah satunya terkait pelemahan daya beli masyarakat kelas menengah hingga bawah.

    “Oleh karena itu pemerintah merespons, kami mendesain paket stimulus kebijakan ekonomi ini mempertimbangkan secara seimbang, sisi permintaan terutama kelompok menengah ke bawah yang tetap dimaksimalkan untuk dilindungi perlindungannya dan bahkan bantuannya,” ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers paket kebijakan ekonomi di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada Senin (16/12/2024).

    Sri Mulyani menjelaskan, paket stimulus kebijakan ekonomi tersebut diberikan kepada enam sektor produktif, yakni pertama, rumah tangga. Sektor rumah tangga mendapatkan bantuan pangan atau beras, pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) 1% untuk tepung terigu, gula industri, dan minyak subsidi (Minyakita), serta diskon listrik sebesar 5%.

    Kedua, pekerja. Pekerja akan mendapatkan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Ketiga, usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM yang diberikan perpanjangan masa berlaku pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5%.

    Keempat, industri padat karya. Pemerintah memberikan insentif PPh pasal 21 DTP untuk industri padat karya, pembiayaan industri padat karya, serta bantuan sebesar 50% untuk jaminan kecelakaan kerja pada sektor padat karya.

    Kelima, mobil listrik dan hybrid. Pemerintah memberikan insentif bagi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) dan kendaraan bermotor hybrid.

    “Terakhir, untuk sektor perumahan diberikan PPN DTP pembelian rumah karena ini adalah sektor yang selain memenuhi kebutuhan masyarakat hajat hidup orang banyak juga memiliki multiplier dan penciptaan kesempatan kerja yang besar,” pungkas Sri Mulyani yang merilis paket stimulus kebijakan ekonomi. 

  • Terbesar dari Pajak, Sri Mulyani Ungkap Target Pendapatan Rp3.005,1 Triliun di APBN 2025

    Terbesar dari Pajak, Sri Mulyani Ungkap Target Pendapatan Rp3.005,1 Triliun di APBN 2025

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp3.005,1 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan pada Selasa (10/12), Menteri Keuangan Sri Mulyani memaparkan bahwa penerimaan perpajakan akan menjadi tulang punggung pendapatan negara dengan kontribusi sebesar Rp2.490,9 triliun.

    Selain itu, pendapatan negara juga akan diperoleh dari pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang diproyeksikan mencapai Rp513,6 triliun, serta hibah sebesar Rp0,6 triliun. “Pendapatan negara bukan pajak (PNBP) akan mencapai Rp513,6 triliun dan hibah sebesar Rp0,6 triliun,” ujar Sri Mulyani.

    Di sisi lain, belanja negara dalam APBN 2025 ditargetkan mencapai Rp3.621,3 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp2.701,4 triliun dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat, sementara Rp919,9 triliun akan disalurkan melalui transfer ke daerah.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa belanja pemerintah pusat diarahkan untuk mendukung berbagai program prioritas pembangunan, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan dan energi, pendidikan, kesehatan, serta perlindungan sosial.

    “Untuk itu, dengan belanja Rp2.701,4 triliun, belanja pendidikan mencapai Rp724,3 triliun. Ini adalah belanja tertinggi fungsi pendidikan di APBN kita. Untuk kesehatan Rp218,5 triliun, perlindungan sosial mencapai Rp503,2 triliun, dan ketahanan pangan mencapai Rp144,6 triliun,” ungkapnya.

    Program Makan Bergizi (MBG) yang mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp71 triliun menjadi salah satu fokus utama pemerintah dalam APBN 2025. Sri Mulyani berharap program ini tidak hanya meningkatkan akses masyarakat terhadap makanan bergizi, tetapi juga mampu mendorong perekonomian di daerah.

  • Harga Naik: Perusahaan Rokok Elektrik Untung, Industri Konvensional Buntung

    Harga Naik: Perusahaan Rokok Elektrik Untung, Industri Konvensional Buntung

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan menaikkan harga jual eceran rokok pada 2025, tetapi tidak dengan tarif cukainya. Akibatnya, perusahaan rokok elektrik diyakini akan untung, sedangkan perusahaan rokok konvensional akan merugi.

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan kebijakan kenaikan harga jual eceran (HJE) atas produk hasil tembakau terdiri dari beberapa layar berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97/2024. Beleid terbaru itu membedakan antara rokok konvensional dengan rokok elektrik.

    Masalahnya, menurut Fajry, HJE atas beberapa rokok elektrik yang diterapkan pemerintah masih di bawah harga di tingkat konsumen. Dia mengakui bahwa satu batang rokok lebih murah dibanding satu rokok elektrik sistem tertutup.

    Hanya saja, sambungnya, satu produk rokok elektrik dapat dikonsumsi lebih lama atau jumlah hisapan lebih banyak. Oleh sebab itu, harga rokok konvensional masih lebih mahal dibandingkan dengan rokok elektrik. 

    Selain itu, beban cukai rokok elektrik jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Fajry pun meyakini kenaikan HJE bagi rokok elektrik tanpa adanya kenaikan tarif cukai hanya akan meningkatkan keuntungan perusahaan rokok elektrik. 

    “Dengan begitu akan ada peralihan konsumsi dari rokok konvensional ke rokok elektrik. Kalau ada peralihan, artinya tujuan pengendalian menjadi tidak terpenuhi,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (15/12/2024).

    Jika benar demikian maka terbantahkan alasan pemerintah menaikkan HJE rokok untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Fajry melihat konsumsi produk hasil tembakau tidak akan menurun secara agregat, hanya terjadi peralihan dari rokok konvensional ke rokok elektrik.

    Dia pun menukil dari dari Badan Pusat Statistik, Riset Kesehatan Dasar, dan Survei Kesehatan Nasional yang menunjukkan terjadi kenaikan pengguna rokok elektrik dalam beberapa tahun terakhir pada saat prevalensi perokok menurun.

    “Kebijakan fiskal yang tidak adil hanya akan menyebabkan peralihan konsumsi bukan pengendalian konsumsi. Itulah mengapa, belakangan beberapa seperti Inggris melarang penjualan rokok elektrik per Juni 2025,” ungkap Fajry.

    Lebih lanjut, dia juga meyakini pendapatan kenaikan HJE rokok juga tidak akan berdampak positif ke penerimaan negara. Dia menjelaskan selama ini penerimaan negara dari ‘pajak dosa’ produk hasil tembakau berdasarkan tarif cukai bukan tarif ad-valorem.

    Tarif cukai sendiri dikenakan berdasarkan jumlah atau kuantitas barang tertentu seperti unit, berat, atau volumenya. Sementara itu, tarif ad-valorem dikenakan berdasarkan persentase dari nilai atau harga barang/jasa.

    “Besaran penerimaan [dari produk hasil tembakau] bergantung jumlah yang terjual bukan harga. Sedangkan kenaikan HJE akan menurunkan jumlah produk hasil tembakau yang terjual. Dengan begitu, kenaikan HJE malah akan menurunkan kinerja penerimaan cukai tahun depan,” jelas Fajry.

    Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menaikkan HJE produk hasil tembakau mulai 1 Januari 2025 melalui PMK No. 97/2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

    “Untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri hasil tembakau yang padat karya yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin, dan optimalisasi penerimaan negara,” tulisnya, dikutip pada Jumat (13/12/2024).

    Sri Mulyani menuliskan bahwa peraturan terkait rokok tersebut perlu diubah dan disempurnakan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di bidang tarif cukai hasil tembakau. 

    Pemerintah sebelumnya telah mengumumkan bahwa tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang seharusnya dilakukan penyesuaian pada tahun depan. Sebagai gantinya, pemerintah hanya akan menaikkan HJE sementara tarif cukai produk tembakau tersebut tetap sama.

  • Penerimaan ‘Pajak Dosa’ Diprediksi Turun Akibat Kenaikan Harga Eceran Rokok

    Penerimaan ‘Pajak Dosa’ Diprediksi Turun Akibat Kenaikan Harga Eceran Rokok

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat pajak meyakini penerimaan negara dari produk hasil tembakau bakal anjlok usai pemerintah menaikkan harga jual eceran rokok pada 2025. Meski demikian, tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok tetap naik mulai 2025. 

    Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menjelaskan kenaikan harga jual eceran (HJE) akan lebih dirasakan oleh masyarakat daripada industri dibandingkan kenaikan tarif cukai.

    Alasannya, kenaikan HJE akan dirasakan langsung oleh masyarakat ketika membeli rokok. Sementara itu, jika tarif cukai produk hasil tembakau yang dinaikkan maka pelaku usaha justru cenderung akan mengorbankan keuntungan agar produknya masih bisa dijangkau konsumen.

    Fajry meyakini kenaikan HJE rokok konvensional tidak akan meningkatkan penerimaan negara, bahkan sebaliknya. Dia menjelaskan selama ini ‘pajak dosa’ produk hasil tembakau berdasarkan tarif cukai bukan tarif ad-valotem.

    Tarif cukai sendiri dikenakan berdasarkan jumlah atau kuantitas barang tertentu seperti unit, berat, atau volumenya. Sementara itu, tarif ad-valotem dikenakan berdasarkan persentase dari nilai atau harga barang/jasa.

    “Besaran penerimaan [dari produk hasil tembakau] bergantung jumlah yang terjual, bukan harga. Sedangkan kenaikan HJE akan menurunkan jumlah produk hasil tembakau yang terjual. Dengan begitu, kenaikan HJE malah akan menurunkan kinerja penerimaan cukai tahun depan,” jelas Fajry kepada Bisnis, Minggu (15/12/2024).

    Dia tidak menampik alasan kesehatan masyarakat menjadi salah satu pertimbangan pemerintah menaikkan HJE rokok. Kendati demikian, Fajry tidak yakin konsumsi produk hasil tembakau juga akan menurun.

    Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 97/2024, kebijakan tarif dan HJE atas produk hasil tembakau terdiri dari beberapa layer. Beleid terbaru itu membedakan antara rokok konvensional dengan rokok elektrik.

    Masalahnya, menurut Fajry, HJE atas beberapa rokok elektrik yang diterapkan pemerintah masih di bawah harga di tingkat konsumen. Dia mengaku bahwa satu batang rokok lebih murah dibanding satu rokok elektrik sistem tertutup.

    Hanya saja, sambungnya, satu produk rokok elektrik dapat dikonsumsi lebih lama atau jumlah hisapan lebih banyak. Oleh sebab itu, harga rokok konvensional masih lebih mahal dibandingkan dengan rokok elektrik. 

    Selain itu, beban cukai rokok elektrik jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok konvensional. Fajry pun meyakini kenaikan HJE bagi rokok elektrik tanpa adanya kenaikan tarif cukai hanya akan meningkatkan keuntungan perusahaan rokok elektrik. 

    “Dengan begitu akan ada peralihan konsumsi dari rokok konvensional ke rokok elektrik. Kalau ada peralihan, artinya tujuan pengendalian menjadi tidak terpenuhi,” ujarnya.

    Sebagai informasi, sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati resmi menaikkan HJE produk hasil tembakau mulai 1 Januari 2025 melalui PMK No. 97/2024 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau Berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris.

    “Untuk mengendalikan konsumsi hasil tembakau, melindungi industri hasil tembakau yang padat karya yang proses produksinya menggunakan cara lain daripada mesin, dan optimalisasi penerimaan negara,” tulisnya, dikutip pada Jumat (13/12/2024).

    Sri Mulyani menuliskan bahwa peraturan terkait rokok tersebut perlu diubah dan disempurnakan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di bidang tarif cukai hasil tembakau. 

    Pemerintah sebelumnya telah mengumumkan bahwa tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang seharusnya dilakukan penyesuaian pada tahun depan. Sebagai gantinya, pemerintah hanya akan menaikkan HJE sementara tarif cukai produk tembakau tersebut tetap sama.