Tag: Sri Mulyani Indrawati

  • Kemenkeu buka suara soal rincian barang dan jasa premium PPN 12 persen

    Kemenkeu buka suara soal rincian barang dan jasa premium PPN 12 persen

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti saat media briefing di Bandung, Jawa Barat, Rabu (4/12/2024). (ANTARA/Imamatul Silfia)

    Kemenkeu buka suara soal rincian barang dan jasa premium PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 22 Desember 2024 – 16:10 WIB

    Elshinta.com – Kementerian Keuangan buka suara soal rincian barang dan jasa premium yang akan menjadi objek pajak yang dikenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen. Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan Kemenkeu tengah mengkaji kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait.

    “Agar pengenaan PPN atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu,” kata Dwi, dikutip di Jakarta, Minggu.

    Hingga rincian tersebut dirilis, maka seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa yang menerima fasilitas pembebasan PPN sebagaimana yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) tidak akan dikenakan PPN.

    “Atas seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan/pendidikan pada tanggal 1 Januari 2025 akan tetap bebas PPN sampai diterbitkannya peraturan terkait,” ujar Dwi.

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah. Dari konferensi pers Senin (16/12), Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, namun dengan fasilitas pembebasan terhadap barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas.

    Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen. Terkait barang mewah, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan non kendaraan bermotor.

    Untuk non kendaraan bermotor, rinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu–atau yang disebut oleh Menkeu Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Mengacu pada definisi di UU HPP, kelompok-kelompok tersebut seharusnya mendapat fasilitas pembebasan PPN. Namun, karena sifatnya yang premium, pemerintah bakal menarik PPN 12 persen terhadap barang dan jasa tersebut. Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen.

    Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN, tetapi salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen. Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium.

    Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen. Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan belakangan, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

    Sumber : Antara

  • Kecelakaan Kerja, Pria di Bekasi Kota Tewas Usai Tertimpa Ekskavator – Page 3

    Kecelakaan Kerja, Pria di Bekasi Kota Tewas Usai Tertimpa Ekskavator – Page 3

    Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat terbatas persiapan Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 (Nataru) di Kantor Presiden Jakarta, Senin 16 Desember 2024. Prabowo ingin memastikan semua masyarakat dapat merayakan Natal dan Tahun Baru dengan suka cita, aman, dan nyaman.

    Rapat ini dihadiri oleh sejumlah menteri kabinet Merah Putih. Mulai dari, Menteri Koordinator Bidang Politik Keamanan Budi Gunawan, Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Pratikno, Menteri Agama Nasarudin Umar, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, hingga Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.

    “Pada sore hari ini sengaja saya kumpulkan para menteri dan pejabat terkait untuk mengecek dan memastikan kesiapan menghadapi hari Natal tahun 2024 dan Tahun Baru 2025 agar seluruh lapisan masyarakat dapat menjalankan hari-hari tersebut dengan penuh kebaikan, penuh sukacita dan yang terpenting dengan penuh rasa aman dan nyaman,” jelas Prabowo saat membuka rapat di Kantor Presiden Jakarta, Senin 16 Desember 2024.

    Dia meyakini jajaran menterinya sudah melakukan koordinasi dan persiapan Nataru dengan baik. Kendati begitu, Prabowo tetap meminta laporan terkini terkait keamanan, transportasi, pasokan BBM, dan bahan pangan selama Nataru.

    “Saya ingin juga mendapatkan laporan yang terkini dari pihak keamanan juga dari sektor transportasi, kemudian laporan tentang pasokan bahan bakar, ketersedian bahan pangan dan bahan-bahan pokok lainnya juga sektor tenaga kerja dan sektor pariwisata,” tuturnya.

    “Kalau begitu dengan demikian saya mungkin persilakan mungkin Kapolri akan melaporkan,” sambung Prabowo.

     

  • Kemenkeu Buka Suara soal Perincian Barang dan Jasa yang Kena PPN 12 Persen

    Kemenkeu Buka Suara soal Perincian Barang dan Jasa yang Kena PPN 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara soal perincian barang dan jasa premium yang akan dikenakan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen.

    Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan, Kemenkeu tengah mengkaji kriteria atau batasan barang/jasa tersebut secara hati-hati dengan pihak-pihak terkait.

    “Tujuannya agar pengenaan PPN 12 persen atas barang/jasa tertentu dengan batasan di atas harga tertentu dapat dilakukan secara tepat sasaran, yaitu hanya dikenakan terhadap kelompok masyarakat sangat mampu,” kata Dwi, dikutip di Jakarta, Minggu (22/12/2024) dilansir Antara.

    Adapun seluruh barang kebutuhan pokok dan jasa kesehatan/pendidikan pada 1 Januari 2025 akan tetap bebas PPN sampai diterbitkannya peraturan terkait.

    Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto maupun DPR menyatakan tarif PPN 12 persen akan diterapkan secara selektif, utamanya menyasar kelompok barang mewah.

    Pemerintah mengumumkan tarif tunggal PPN, yakni sebesar 12 persen, tetapi dengan fasilitas pembebasan barang dan jasa kebutuhan pokok serta pajak ditanggung pemerintah (DTP) terhadap tiga komoditas. Di luar dua kelompok itu, tarif PPN yang dikenakan adalah sebesar 12 persen.

    Terkait barang mewah, pemerintah melakukan penyesuaian terhadap definisi barang mewah dalam kebijakan PPN 12 persen.

    Dari paparan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, konsep barang mewah selama ini mengacu pada ketentuan pengenaan pajak penjualan atas barang mewah (PPn BM), yang terdiri atas dua kelompok, yaitu kendaraan bermotor dan nonkendaraan bermotor.

    Untuk nonkendaraan bermotor, perinciannya diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2023, di antaranya hunian mewah, balon udara, peluru dan senjata api, pesawat udara, serta kapal pesiar mewah.

    Adapun dalam konteks PPN 12 persen, pemerintah memperluas kelompok barang mewah dengan turut menyasar barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, dan jasa pendidikan yang dikonsumsi oleh kalangan mampu atau yang disebut oleh Menkeu Sri Mulyani sebagai barang dan jasa premium.

    Sebagai contoh, dalam UU HPP, daging termasuk barang kebutuhan pokok yang dibebaskan dari PPN. Namun, daging wagyu dan kobe nantinya bakal termasuk golongan yang dikenakan tarif PPN 12 persen.

    Sama halnya, ikan juga termasuk komoditas yang dibebaskan dari PPN. Namun, salmon dan tuna yang lebih banyak dikonsumsi masyarakat kelompok atas bakal diterapkan tarif 12 persen.

    Adapun untuk jasa pendidikan, yang termasuk objek pengenaan PPN adalah sekolah dengan iuran tinggi. Untuk jasa kesehatan, layanan VIP menjadi contoh jasa yang dianggap premium. Listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA juga akan dimasukkan dalam objek pajak tarif PPN 12 persen.

    Untuk detail lebih lanjut mengenai barang dan jasa yang menjadi objek pajak PPN 12 persen maupun yang diberikan insentif akan dituangkan dalam peraturan yang diterbitkan dalam waktu dekar, bisa berupa peraturan menteri maupun peraturan pemerintah.

  • Airlangga Sebut Transaksi QRIS dan E-Toll Tak Dikenakan PPN 12 Persen

    Airlangga Sebut Transaksi QRIS dan E-Toll Tak Dikenakan PPN 12 Persen

    Airlangga Sebut Transaksi QRIS dan E-Toll Tak Dikenakan PPN 12 Persen
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membantah transaksi pembayaran virtual melalui QRIS dan e-Money seperti e-toll dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
    Menurut Airlangga, pemerintah tidak mengenakan tarif
    PPN 12 persen
    untuk transaksi berbasis QRIS maupun kartu debit.
    “Hari ini ramai QRIS. Itu juga tidak dikenakan PPN. Jadi QRIS tidak ada PPN. Sama seperti
    debit card
    transaksi yang lain,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis di Tangerang, Banten, Minggu (22/12/2024).
    Airlangga mengatakan, QRIS sudah digunakan di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia, Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.
    Ia memastikan, masyarakat tidak akan dikenakan PPN 12 persen jika bertransaksi menggunakan QRIS di Indonesia maupun di negara yang sudah menggunakan sistem pembayaran virtual itu.
    “Kalau ke sana pun (negara Asia lain) juga pakai QRIS dan tidak ada PPN. Jadi ini kami klarifikasi bahwa
    payment system
    tidak dikenakan PPN, karena ini kan transaksi, yang PPN adalah barang,” ujarnya.
    “Transportasi itu tanpa PPN. Jadi yang namanya tol dan kawan-kawannya, e-toll juga tidak ada PPN,” sambungnya.
    Airlangga mengatakan, selain sistem pembayaran, PPN juga tidak berlaku untuk bahan pokok. Ia mengatakan, bahan makanan seperti tepung terigu, minyak goreng Minyakita, dan gula bebas dari dampak kenaikan PPN.
    Menurut Airlangga, tarif PPN 12 persen juga tidak dikenakan untuk tarif tol, sektor kesehatan, dan pendidikan, kecuali barang dan jasa khusus.
    “Kecuali yang khusus. Yang khusus nanti yang ditentukan,” tuturnya.
    Airlangga mengakui, kenaikan PPN memang akan berdampak terhadap inflasi. Namun, menurut dia, pengaruh itu tidak akan terlalu besar.
    “PPN naik itu satu persen, dari 11 (persen) ke 12 (persen), bukan dari nol ke 12 (persen). Jadi dari segi kenaikan ini pengaruh inflasi ada, tapi relatif tidak terlalu tinggi,” ucap dia.
    Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menetapkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
    Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, kebijakan ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan penerimaan negara guna mendukung stabilitas ekonomi nasional.
    “Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dilakukan sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Langkah ini bertujuan menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (16/12/2024).
    Menteri Keuangan menekankan bahwa kenaikan tarif PPN ini tidak berlaku untuk kebutuhan dasar masyarakat.
    Barang pokok dan layanan esensial seperti kesehatan dan pendidikan umum tetap dibebaskan dari PPN atau dikenakan tarif lebih rendah.
    “Penerimaan dari PPN 12 persen ini akan dialokasikan untuk mendukung program-program pembangunan pemerintah, seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan begitu, kebijakan ini diharapkan dapat berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Sri Mulyani.
    Sri Mulyani juga meminta masyarakat untuk memahami kebijakan ini dengan baik.
    “Kami mengimbau masyarakat untuk mengetahui barang dan jasa yang terdampak sehingga bisa mempersiapkan diri menghadapi perubahan,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Berbanding Terbalik dengan Indonesia, Vietnam Turunkan PPN 8 Persen dan Pangkas Kementerian

    Berbanding Terbalik dengan Indonesia, Vietnam Turunkan PPN 8 Persen dan Pangkas Kementerian

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Vietnam telah mengambil langkah signifikan dengan menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 8 persen, berlaku hingga Juni 2025. 

    Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong konsumsi domestik dan mendukung pertumbuhan ekonomi pascapandemi Covid-19. 

    Meskipun diperkirakan akan mengurangi pendapatan anggaran negara sekitar 26,1 triliun dong Vietnam, pemerintah berharap penurunan PPN ini akan merangsang aktivitas bisnis dan produksi, yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan melalui pajak lainnya. 

    Selain itu, pemerintah Vietnam berencana merampingkan struktur birokrasi dengan mengurangi jumlah kementerian dan lembaga negara dari 30 menjadi 21. 

    Reformasi ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pemerintahan dan mengalihkan dana ke proyek pembangunan. Rencana ini diperkirakan akan selesai pada April 2025. 

    Sebaliknya, Indonesia berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kebijakan ini menuai perbandingan dengan langkah Vietnam. 

    Namun, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa setiap negara memiliki kebijakan fiskal yang disesuaikan dengan kondisi domestiknya. 

    Indonesia juga memberikan berbagai insentif pajak untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah, seperti pembebasan PPN untuk bahan makanan pokok. 

    Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. 

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kenaikan ini bertujuan untuk meningkatkan rasio pajak Indonesia, yang saat ini dianggap rendah dibandingkan dengan negara lain. 

  • PLN Berikan Diskon 50 Persen untuk Pelanggan Listrik, Ini Penjelasannya!

    PLN Berikan Diskon 50 Persen untuk Pelanggan Listrik, Ini Penjelasannya!

    JABAREKSPRES – Kabar gembira untuk pelanggan listrik PLN di awal tahun nanti akan mendapatkan diskon pembayaran untuk pelanggan 450 VA, 900 VA, 1300,VA dan 2200 VA.

    Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo mengatakan diskon akan diberikan untuk 4 kategori pelanggan listrik sebesar 50 persen.

    ‘’Dikon ini akan diberikan untuk bulan Januari dan Februari 2025 nanti,’’ ujar Darmawan dalam keterangannya, dikutip Minggu, (21/12/2024)

    BACA JUGA: Begini Cara Dapat Diskon Listrik PLN 50 Persen untuk Pelanggan 450 VA sampai 2200 VA

    Diskon pembayaran listrik sebagai stimulus ekonomi dari pemerintah dan akan diberikan kepada 81,4 pelanggan rumah tangga

    Untuk jumlah pelanggan kategori 450 Volt Amphere (VA) ada sebanyak 24,6 juta pelanggan. Sedangkan 900 VA sebanyak 38 juta pelanggan.

    Kemudian pelanggan dengan kategori 1.300 VA ada sebanyak 14,1 juta dan terakhir pelanggan dengan kategori 2.200 VA sebanyakk 4,6 juta rumah tangga.

    BACA JUGA: Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    Pemberian diskon pembayaran tarif listrik ini menyasar  97 persen pelanggan yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan daya beli.

    ‘’Jadi kalau beli listri sebesar 100 ribu maka cukup bayar 50 ribu saja karena sudah ada diskon 50 persen,’’ ujarnya.

    Darmawan mengatakan, PT PLN (Persero) akan mendukung penuh kebijakan pemerintah tersebut, terlebih penyaluran diskon ini akan tepan sasaran.

    BACA JUGA: Waspada Peredaran Narkoba Happy Water di Malam Tahun Baru!

    Untuk memperoleh diskon ini, masyarakat tidak perlu melakukan registrasi baik pelanggan Pascabayar dan Prabayar. Sebab, sistem pembayaran listrik PLN sudah otomatis akan memberikan potongan harga.

    Untuk pembelian listrik Prabayar akan diberikan diskon langsung sebesar 50 persen ketika membeli melalui aplikasi PLN, Agen, ataupun mitra lainya.

    Sementara itu, sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, kebijakan ini dikeluarkan untuk menjaga daya beli masyarakat.

    Dengan begitu, pergerakan perekonomian akan tetap jalan, meski banyak berbagai tekanan global yang tidak bisa dihindarkan.

    BACA JUGA: Kejati Jabar Tahan Dua Tersangka Kasus Kebun Binatang Bandung, Negara Rugi Rp 25 Miliar

    Untuk diketahui, Kebijakan ini dinamakan bantuan stimulus yang diberikan kepada masyarakat untuk meningkatkan daya beli.

  • Yenny Wahid Sorot Kenaikan PPN 12 Persen di Haul ke-15 Gus Dur

    Yenny Wahid Sorot Kenaikan PPN 12 Persen di Haul ke-15 Gus Dur

    Jakarta, CNN Indonesia

    Putri Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Yenny Wahid, menyoroti rencana kenaikan Pajak Penambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai Januari 2025.

    Yenny bercerita saat menjadi presiden, kebijakan yang diambil Gus Dur berpihak kepada rakyat kecil. Gus Dur, kata dia, tidak pernah menggunakan jabatan untuk memperkaya diri atau mempertahankan kekuasaan.

    Ia mengatakan hal itu seharusnya menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama para pemimpin di Indonesia.

    “Semua yang beliau lakukan adalah untuk kepentingan masyarakat. Hadirin sekalian, inilah yang seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua, terutama bagi para pemimpin kita hari ini,” kata Yenny saat Haul ke-15 Gus Dur yang digelar di Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Sabtu (21/12) malam.

    Ia mengatakan saat ini rakyat Indonesia dalam kesulitan. Harga kebutuhan pokok melonjak, daya beli menurun dan kelas menengah juga turun.

    Yenny menyoroti rencana kenaikan PPN 12 persen di tengah situasi tersebut.

    “Kelas menengah turun kelas, bahkan berkurang jumlahnya sebanyak 9 juta orang. Para ekonom menganalisa bahwa konsumsi domestik adalah penopang terbesar laju ekonomi Indonesia. Tetapi justru saat ini ada rencana pemerintah untuk menaikkan pajak pertambahan nilai menjadi 12 persen, apakah ini bijak?” kata dia.

    Ia menyinggung kebijakan di negara lain. Yenny mengatakan Singapura memberikan bantuan tunai kepada rakyatnya. Selain itu, Vietnam menurunkan pajak dan memperkecil jumlah pejabatnya.

    “Namun Indonesia justru mengambil langkah sebaliknya. Jika Gus Dur masih ada, saya yakin beliau akan berdiri bersama rakyat kecil dan mengatakan, hentikan rencana ini,” katanya.

    Pemerintah akan memberlakukan kenaikan PPN 12 persen mulai 1 Januari 2025. Rencana ini mendapat penolakan dari masyarakat luas.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim kebijakan kenaikan PPH ini bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.

    (yoa/fea)

    [Gambas:Video CNN]

  • Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Sektor Properti, Ini Alasannya – Page 3

    Pemerintah Perpanjang Insentif PPN DTP untuk Sektor Properti, Ini Alasannya – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan keputusan untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada awal tahun 2025 telah dipertimbangkan secara bertahap dan matang. Kebijakan PPN 12 persen sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) Nomor 7 Tahun 2021.

    Sri Mulyani menjelaskan bahwa Undang-Undang HPP, yang disahkan pada 29 September 2021, tidak hanya mengatur peraturan perpajakan, tetapi juga mencakup kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Salah satunya adalah melalui penyesuaian tarif PPN secara bertahap.

    Kenaikan tarif PPN sebelumnya, dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022, dirancang untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional pasca-pandemi. Begitu pula dengan kenaikan berikutnya dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diberlakukan mulai 1 Januari 2025.

    “Waktu itu, bahkan setelah pandemi, kita menaikkan tarif dari 10 persen ke 11 persen pada 1 April 2022. Kemudian DPR memutuskan penundaan kenaikan berikutnya hingga 1 Januari 2025. Hal ini memberi masyarakat waktu untuk pulih dengan memadai,” jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers Paket Kebijakan Ekonomi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Senin (16/12/2024).

    Kebijakan Pro Rakyat dalam Undang-Undang HPP

    Menkeu menegaskan bahwa dalam pembahasan Undang-Undang HPP, pemerintah tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat, khususnya kelompok ekonomi menengah ke bawah.

     

  • UMKM Beromzet Kurang dari Rp4,8 M Tetap Pakai PPh 0,5%

    UMKM Beromzet Kurang dari Rp4,8 M Tetap Pakai PPh 0,5%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan membantah adanya rencana pemerintah untuk menurunkan batasan omzet bagi UMKM untuk bisa menikmati tarif PPh 0,5% maupun kategori pengusaha kena pajak (PKP).

    Sebagaimana diketahui, batasan atau threshold bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0,5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) saat ini adalah senilai Rp 4,8 miliar per tahun.

    Namun, saat tarif PPN akan naik menjadi 12% per 1 Januari 2025, santer tersiar kabar thresholdnya tengah dibahas pemerintah untuk diturunkan menjadi menjadi Rp 3,6 miliar per tahun. Sebagaimana tertera dalam dokumen Bahan Rapat Koordinasi Paket Kebijakan Ekonomi.

    Meski begitu, melalui lembaran Keterangan Tertulis Nomor KT-03/2024, Ditjen Pajak menegaskan, “Sampai saat ini Pemerintah tidak berencana untuk menurunkan batasan omzet bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0,5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), dari Rp 4,8 miliar per tahun menjadi Rp 3,6 miliar per tahun.”

    Penegasan ini sebelumnya telah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia membantah bahwa pemerintah akan menurunkan ambang batas atau threshold omzet UMKM yang bisa memanfaatkan tarif pajak penghasilan (PPh) final dan status pengusaha kena pajak dari yang saat ini maksimal Rp 4,8 miliar menjadi Rp 3,6 miliar per tahun.

    “Ya kalau itu belum ada rencana. Threshold tetap Rp 4,8 miliar,” kata Airlangga di kantornya Kamis malam (19/12/2024).

    Ia pun mengaku belum ada bahasan di antara pemerintah untuk menurunkan ambang batas UMKM yang bisa bebas pajak tersebut. Meski begitu, Airlangga mengakui bila pemerintah memang ada rencana untuk mengevaluasi ambang batas omzet UMKM yang mulai terkena pajak ataupun bisa menikmati PPh Final 0,5%.

    “Tapi tetap Rp 4,8 miliar, ya. Kalau evaluasi pasti ada, sekarang engak ada,” tutur Airlangga.

    Sebelumnya, Sekertaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, rencana kebijakan penurunan threshold omzet PPh Final UMKM didasari dari rekomendasi Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan atau OECD.

    OECD menganggap, batasan omzet usaha di Indonesia yang terbebas dari pajak pertambahan nilai (PPN) ketinggian. Penilaian ini tertuang dalam Survei Ekonomi OECD Indonesia edisi November 2024. Batasan omzet usaha yang dimaksud OECD ini ialah senilai Rp 4,8 miliar atau setara US$ 300.000.

    “Sebenarnya rencana penurunan sudah disampaikan Bu Menkeu (Sri Mulyani) dan Pak Menko (Airlangga) di beberapa kesempatan karena ada catatan rekomendasi OECD juga, untuk lebih disesuaikan thresholdnya dengan best practices negara lain, terkait keadilan dan perluasan tax base,” ucap Susiwijono di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Meski begitu, Susiwijono menegaskan bahwa rencana kebijakan ini baru sebatas kajian di internal pemerintahan, belum ada keputusan resmi terkait itu. Ia juga menekankan kebijakan ini tidak akan termasuk ke dalam paket kebijakan ekonomi yang dirilis pemerintah tentang kelanjutan PPh Final UMKM orang pribadi yang dapat memanfaatkan PPh Final 0,5% sampai dengan 2025.

    “Kemarin ini tidak disinggung karena konteksnya kan adalah insentif-insentif untuk meringankan UMKM dalam rangka adanya pemberlakuan PPN 12% per 1 Januari 2025. Tapi, setelah itu nanti pasti disampaikan,” ucap Susiwijono.

    Bila nantinya hasil proses pembahasan threshold omzet PPh final UMKM diputuskan diturunkan menjadi Rp 3,6 miliar per tahun, Susiwijono memastikan, pemberlakuannya akan ditetapkan dengan mengubah PP, seperti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

    Perubahan PP itu ia akui pada akhirnya juga akan menjadi acuan batasan omzet untuk memberikan insentif PPh Final 0,5% bagi UMKM. Namun, ia kembali menegaskan bahwa rencana ini juga belum tentu menghasilkan keputusan threshold omzet pengusaha kena pajak yang senilai Rp 4,8 miliar akan ikut turun.

    “Kita lihat perubahan PP nya nanti ya, threshold yang mana ini kan harus ubah PP, nanti pasti pemerintah akan sampaikan hitung-hitungannya, kita perlu juga arah kajiannya bagaimana meski sudah ada ke sana terkait rekomendasi OECD, cuma konteks sekarang kan ke insentif PPh Final UMKM,” ungkap Susiwijono.

    (mkh/mkh)

  • PP KAMMI: Kenaikan PPN 12% Tambah Beban Hidup Rakyat – Page 3

    PP KAMMI: Kenaikan PPN 12% Tambah Beban Hidup Rakyat – Page 3

    Senada dengan itu, Arsandi selaku ketua bidang kebijakan publik PP KAMMI, menyoroti kenaikan PPN 12% yang menjadikan Indonesia sebagai Negara dengan tarif PPN tertinggi di kawasan ASEAN, sejajar dengan Filipina. Dia menyayangkan hal itu karena kondisi perekonomian Indonesia belum stabil, bahkan upah tergolong rendah dibandingkan dengan Negara tetangga Malaysia, Singapura, Thailand dan lainnya.

    “Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani, mengatakan penerapan PPN 12% hanya untuk dikenakan pada barang dan jasa dalam kategori mewah. Namun batasan kategori barang mewah tidaklah jelas. Jika memang targetnya kategori barang mewah seharusnya memaksimalkan penerimaan dari Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM),” kritik dia.

    Arsandi meyakini, dampak kenaikan PPN 12% bakal memperburuk keadaan kelas ekonomi menengah dan pelaku usaha kecil. Padahal kelas menengah berkontribusi banyak terhadap tingkat konsumsi rumah tangga yang merupakan penyumbang terbesar terhadap perekonomian Indonesia.

    “Dengan kenaikan tarif PPN 12%, akan memperburuk kondisi perekonomian kelas menengah. Sulit bagi mereka untuk naik kelas atau bahkan bisa bergeser kepada kelompok rentan miskin. Terlebih bantuan yang disiapkan pemerintah seringkali tidak menyasar kelompok kelas menengah,” dia menandasi.