Tag: Sri Mulyani Indrawati

  • Kapan PPN 12 Persen Berlaku dan Apa yang Kena?

    Kapan PPN 12 Persen Berlaku dan Apa yang Kena?

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen pada tahun depan.

    Kebijakan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    Sesuai uu tersebut, kenaikan berlaku mulai 1 Januari 2025.

    Banyak pihak meminta pemerintah tak melaksanakan kebijakan itu meski sudah diperintahkan uu. Tapi, pemerintah tetap saja bersikukuh melaksanakannya.

    Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12).

    “Sesuai dengan amanah undang-undang tentang harmoni peraturan perpajakan, ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Tarif PPN tahun depan akan naik sebesar 12 persen per 1 Januari. Namun, barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat ini PPN-nya diberikan fasilitas atau 0 persen,” ujar Airlangga.

    Lantas, apa saja barang dan jasa yang dikenai PPN 12 persen?

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tarif PPN 12 persen di 2025 berlaku untuk seluruh barang dan jasa.

    “Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11 persen,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Dwi Astuti dalam rilis resmi, Minggu (21/12).

    Dwi menegaskan hanya ada 3 barang pokok yang tak terdampak kenaikan tarif PPN mulai 1 Januari 2025 yakni minyak goreng curah pemerintah dengan merek Minyakita, tepung terigu, serta gula industri. Ketiganya tetap dengan tarif lama 11 persen.

    “Untuk ketiga jenis barang tersebut, tambahan PPN sebesar 1 persen akan ditanggung oleh pemerintah (DTP). Sehingga penyesuaian tarif PPN ini tidak mempengaruhi harga ketiga barang tersebut,” tegasnya.

    Meski begitu, ada sejumlah kebutuhan pokok lain yang mendapatkan fasilitas bebas PPN. DJP Kementerian Keuangan menyebut barang dan jasa tersebut tidak akan dipungut pajak pertambahan nilai alias tarifnya 0 persen.

    Barang dan jasa yang mendapatkan fasilitas bebas PPN di 2025 terbagi ke dalam tiga kelompok, yakni sebagai berikut:

    1. Kebutuhan pokok

    Ada beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran.

    2. Sejumlah jasa

    Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan. Kemudian, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja, serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.

    3. Barang lain

    Ini mencakup buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rumah susun sederhana milik (rusunami), listrik, dan air minum.

    Pemerintah sebelumnya menyatakan PPN 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa yang tergolong premium atau mewah. Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan hal ini termasuk sektor pelayanan kesehatan hingga pendidikan di segmen premium.

    “Sesuai dengan masukan dari berbagai pihak, termasuk DPR, agar azas gotong royong di mana PPN 12 persen dikenakan bagi barang yang dikategorikan mewah, maka kita juga akan menyisir untuk kelompok harga untuk barang-barang dan jasa yang merupakan barang jasa kategori premium,” ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Stimulus Ekonomi di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12) lalu.

    (lau/agt)

  • Menteri Maman Tegaskan Tak Ada Penurunan Ambang Batas Pajak UMKM

    Menteri Maman Tegaskan Tak Ada Penurunan Ambang Batas Pajak UMKM

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menegaskan tidak akan ada ambang batas pengenaan pajak UMKM dalam waktu dekat.

    Padahal, sebelumnya muncul wacana penurunan ambang batas pajak pengenaan pajak penghasilan (PPh) final 0,5% UMKM dari yang maksimal omzet Rp4,8 miliar per tahun menjadi Rp3,6 miliar per tahun.

    Begitu juga penurunan ambang batas pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) UMKM. Saat ini, hanya UMKM dengan omzet di atas Rp4,8 miliar per tahun yang wajib memungut PPN atas penjualannya.

    “Tidak ada penurunan ambang batas, tetap Rp4,8 miliar,” ujar Maman kepada Bisnis, Selasa (24/12/2024).

    Sebelumnya, Sekretaris Kemenko Bidang Perekonomian Susiwijono Morgiarso tidak menampik pemerintah sedang membahas wacana penurunan ambang batas pengenaan pajak UMKM.

    Menurutnya, beberapa kali Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sudah menyampaikan secara terbuka wacana tersebut ke publik. Apalagi, sambungnya, penurunan ambang pajak usaha kecil juga menjadi saran Organization for Economic Co-operation and Development (OECD).

    Susi menjelaskan setidaknya ada dua alasan pemerintah berencana menurunkan ambang batas PPh final UMKM tersebut. Intinya, untuk memaksimalkan penerimaan negara.

    “Supaya threshold-nya [ambang batasnya] disesuaikan dengan beberapa praktis di beberapa negara. Demikian juga untuk masalah keadilan dan perluasan tax space-nya [cakupan basis pajaknya],” ujar Susi di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2024).

    Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, pemerintah selalu mengevaluasi ambang batas kena UMKM. Hanya saja, dia menegaskan ambang batas pajak UMKM tetap Rp4,8 miliar dan tidak ada penurunan pada tahun depan. 

    “Threshold tetap Rp4,8 miliar,” ujarnya kepada media massa di kantornya, Kamis (19/12/2024) malam.

  • Airlangga Sebut QRIS, E-Money dan Kartu Kredit Tak Kena PPN 12 Persen

    Airlangga Sebut QRIS, E-Money dan Kartu Kredit Tak Kena PPN 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan transaksi menggunakan QRIS, e-money, dan berbagai layanan keuangan digital lainnya tetap bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    “Transaksi tidak di QRIS, tidak (tidak kena PPN 12 persen). Mastercard, visa semua nggak ada PPN. Jadi itu yang kemarin diramaikan,” ujar Airlangga dalam diskusi dengan pemimpin media massa di Jakarta, Senin (23/12).

    Ia menegaskan jasa, bahan pokok, dan barang penting, seperti beras dan kebutuhan pokok lainnya, tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena sejak awal telah ditetapkan bebas dari pajak tersebut.

    “Jadi kalau bicara PPN, yang pasti jasa, bahan pokok, dan penting itu semuanya bebas PPN. Karena memang tidak pernah dikenakan PPN. Ini mulai dari beras dan kebutuhan pokok itu,” tambahnya.

    Selain transaksi digital, Airlangga menyebutkan sejumlah sektor lain yang juga bebas dari kewajiban PPN, seperti transportasi, kesehatan, pendidikan, pulsa, hingga jasa asuransi dan jasa keuangan.

    “Transportasi enggak bayar PPN. Kesehatan enggak bayar PPN. Pendidikan enggak bayar PPN. E-Toll tidak bayar PPN. Pulsa tidak bayar PPN,” pungkasnya.

    Airlangga sebelumnya mengatakan hingga saat ini dirinya belum mengantongi daftar produk-produk yang akan terdampak PPN 12 persen. Adapun penetapan barang kena PPN 12 persen ini dilakukan oleh Kementerian Keuangan.

    “Belum terima setoran (daftar barang mewah dari Sri Mulyani),” kata Airlangga sembari tersenyum, saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (12/12).

    (lau/pta)

  • Gaji PNS Naik Tahun Depan? Ini Kata Menteri PANRB

    Gaji PNS Naik Tahun Depan? Ini Kata Menteri PANRB

    Jakarta

    Gaji para Pegawai Negeri Sipil (PNS) sempat diisukan akan naik di tahun 2025. Bahkan, kenaikannya masuk ke dalam dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025 yang menyebut akan ada penyesuaian upah aparatur sipil negara (ASN).

    Lalu apakah gaji ASN jadi naik tahun depan?

    Dikonfirmasi lebih lanjut terkait hal tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini tidak berbicara banyak. Menurutnya hal ini perlu dikonfirmasi langsung ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

    “Gaji PNS itu sama Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani),” kata Rini, ditemui di Kantor Kementerian PANRB, Jakarta Selatan, Rabu (24/12/2024).

    Saat ditanya apakah sudah ada pembahasan lebih lanjut bersama Sri Mulyani soal wacana kenaikan gaji di tahun depan, ia juga belum dapat memastikannya.

    “Nanti kita cek lagi dengan Menteri Keuangan,” ujarnya.

    Begitu pula dengan rencana penerapan skema single salary. Menurut Rini, belum banyak pembahasan terkait skema ini. Saat ini, Kementerian PANRB masih dalam proses menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang nantinya akam memuat skema tersebut.

    “RPP lagi kita siapkan. Kan kita RPP Manajemen ASNsaja belum selesai,” kata dia.

    Sebagai informasi, wacana kenaikan gaji ASN di 2025 tercantum dalam KEM-PPKF 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah menyebut arah kebijakan belanja pegawai pada tahun depan akan difokuskan kepada empat aspek, salah satu di antaranya adalah gaji PNS.

    Suharso Monoarfa yang dulu menjabat sebagai Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas pernah menjelaskan bahwa kenaikan gaji ASN akan dilakukan secara bertahap. Pemerintah akan memprioritaskan peningkatan kesejahteraan bagi ASN, khususnya guru, dosen, tenaga kesehatan (nakes), penyuluh, serta anggota TNI dan Polri.

    “Kenaikan gaji aparatur sipil negara terutama guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh, serta TNI dan Polri akan dilakukan secara bertahap,” ujar Suharso dalam konferensi pers di Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (16/8).

    Program kenaikan gaji ini merupakan bagian dari delapan program unggulan Prabowo-Gibran yang sudah dimasukkan dalam postur RAPBN 2025. Fokus utama pemerintah adalah memastikan bahwa kenaikan gaji ini akan meningkatkan kesejahteraan para ASN, khususnya di sektor-sektor penting yang berdampak langsung pada masyarakat.

    Di kesempatan berbeda, saat masih di Kabinet Indonesia Maju, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyampaikan, gaji PNS akan naik atau tidak akan diumumkan langsung oleh Prabowo yang nantinya akan menjalankan pemerintahan berikutnya.

    “Nanti Presiden terpilih akan menyampaikan ya,” beber Sri Mulyani ketika dikonfirmasi langsung di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (5/8/) silam.

    Lihat juga Video: Daftar Presiden yang Menaikan Gaji PNS Paling Banyak

    (acd/acd)

  • Pelayanan Kesehatan ‘Premium’ Kena PPN 12 Persen, Ini Respons ARSSI

    Pelayanan Kesehatan ‘Premium’ Kena PPN 12 Persen, Ini Respons ARSSI

    Jakarta

    Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) menilai perlu ada definisi lebih lanjut terkait pelayanan kesehatan premium menyusul kebijakan Kementerian Keuangan mengenai kenaikan PPN 12 persen. Pihaknya mengatakan kenaikan satu persen pun dapat memengaruhi komponen harga hingga 20 persen.

    “Orang yang sedang sakit, sedang membutuhkan pelayanan, apakah di situ harus dikenakan pajak? Nah ini melanggar HAM nggak, dan mungkin nanti biayanya akan lebih tinggi, itu yang pertama. Yang kedua, bagaimana dengan pasien BPJS, walaupun pasien itu naik ke VIP. Ke VIP itu kan sudah dilimitasi, nah ini juga akan sangat memberatkan sekali ke pasien-pasien BPJS itu,” kata Ketua Umum ARSSI Iing Ichsan Hanafi kepada ANTARA, Selasa (17/24/2024).

    Iing menambahkan jika PPN 12 persen diberlakukan, bebannya hanya pada tarif kamar saja, idak pada obat-obatan dan alat kesehatan penunjang. Di sisi lain, pihaknya merasa keberatan dengan PPN tersebut, dan akan memberikan masukan-masukan terkait kebijakan serta mengajukan pernyataan secara tertulis.

    Sebelumnya diberitakan Kementerian Keuangan membuka peluang terkait jasa kesehatan atau Rumah Sakit (RS) premium dan sekolah internasional dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen yang berlaku mulai 1 Januari 2025.

    “Maka kita juga akan menyisir untuk kelompok harga untuk barang-barang dan jasa yang merupakan barang jasa kategori premium tersebut seperti rumah sakit kelas VIP, pendidikan yang standar internasional yang berbayar mahal,” Menkeu Sri Mulyani.

    (kna/kna)

  • Melirik Indikator Ekonomi Makro Jelang Akhir Tahun, Asumsi 2024 Tercapai?

    Melirik Indikator Ekonomi Makro Jelang Akhir Tahun, Asumsi 2024 Tercapai?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menggunakan asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi acuan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN 2024 dan berbagai kebijakan ekonomi.

    Seiring berjalannya tahun ditambah dengan dinamika global yang meningkat, pemerintah merevisi asumsi tersebut melalui outlook yang disampaikan kepada DPR pada pertengahan tahun ini.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di antaranya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5,1%. Begitu pula dengan rupiah yang semula diasumsikan Rp15.000 per dolar AS, dirinya melihat outlook pada akhir tahun akan mencapai pada rentang Rp15.900 hingga Rp16.100 per dolar AS.

    “Nilai tukar masih dibayangi volatilitas pasar global. Potensi risiko diinamika pasar keuangan global bagi rupiah dan yield SBN perlu terus diwaspadai,” ujarnya dalam konferensi pers beberapa waktu lalu.

    Akibatnya, pemerintah memprediksi akan ada peningkatan belanja di tengah penerimaan yang tidak akan mencapai target dan membuat defisit lebih besar.

    Bahkan bila memperhatikan antara APBN 2024 dengan outlook-nya, seluruh asumsi dari tujuh indikator makroekonomi diprediksikan tidak sejalan dengan target awal.

    Selain pertumbuhan ekonomi dan rupiah, inflasi yang sebelumnya diasumsikan mencapai 2,5%, namun pemerintah memasang outlook 2,7%—3,2%. Sementara realisasinya pada November 2024 mencapai 1,55% year on year (YoY).

    Kemudian tingkat imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) yang semula diprediksi sebesar 6,7%, realisasinya kini sebesar 6,81%. Kondisi tersebut terdampak akibat yield US Treasury (UST) yang mengalami kenaikan.

    Sementara harga minyak mentah, lifting minyak dan gas, ketiganya tidak ada yang menyentuh target awal APBN. Namun demikian, posisi saat ini berada di dalam rentang outlook.

    Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manilet melihat bahwa pada dasarnya beberapa asumsi makro tersebut memiliki karakteristik ataupun sensitifitas yang berbeda untuk penerimaan dan juga belanja.

    Misalnya rupiah yang melemah jauh dari target awal dapat mempengaruhi potensi penerimaan negara yang relatif lebih besar. Namun, hal tersebut sensitif terhadap belanja negara yang akan naik lebih tinggi.

    Sementara untuk pos asumsi makro pertumbuhan ekonomi, maka ada potensi angka ataupun nilai (PDB) yang akan hilang dengan tidak tercapainya asumsi makro untuk pos pertumbuhan ekonomi.

    Yusuf memandang kondisi asumsi makro untuk nilai tukar rupiah dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat pada angka untuk pertumbuhan realisasi APBN di mana pendapatan negara pertumbuhannya relatif kecil sebesar 1,29% dan belanja negara pertumbuhannya relatif besar 15,29%.

    “Jika tren ini kemudian berlanjut terutama untuk bulan terakhir di Desember maka peluang melebarnya defisit anggaran dibandingkan target yang tercantum akan semakin terbuka,” ujarnya, Selasa (23/12/2024).

    Meski demikian, Yusuf meyakini bahwa defisit memang akan lebih besar dari target awal 2,29% dari PDB atau 522,8 triliun. Namun, tidak akan mencapai outlook pemerintah yang senilai Rp609,7 triliun. 

    Berikut perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN 2024 

    Indikator
    APBN 
    Outlook 
    Posisi Terakhir*

    PE (%, YoY)
    5,2
    5,1
    4,95**

    Inflasi (%)
    2,8
    2,7—3,2
    1,55

    Nilai tukar (Rp/US$)
    15.000
    15.900—16.100
    16.181

    Yield SBN 10 Tahun (%)
    6,7
    6,9—7,1
    6,81

    Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/barel)
    82
    79—85
    78,74

    Lifting Minyak (ribu barel per hari)
    635
    565—609
    571,7

    Lifting Gas (ribu barel setara minyak per hari)
    1.033
    943—1.007
    973

    Sumber: Kementerian Keuangan, diolah.

    *realisasi per November 2024 

    **realisasi kuartal III/2024

  • Kapan PPN 12 Persen Berlaku dan Apa yang Kena?

    Menyibak Alasan Prabowo Enggan Batalkan Kenaikan PPN 12 Persen

    Jakarta, CNN Indonesia

    Pemerintah ngotot menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen ke 12 persen mulai 1 Januari 2025. Padahal, gelombang penolakan kenaikan PPN terus menggema.

    Petisi berisi penolakan kenaikan PPN menjadi 12 persen bahkan menembus 171 ribu tanda tangan per Senin (23/12) pagi pukul 07.40 WIB.

    Pembuat petisi menganggap PPN 12 persen menyulitkan rakyat. Dia mengingatkan daya beli masyarakat sedang buruk.

    “Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga Bahan Bakar Minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga hinggap di posisi yang baik,” tulis Bareng Warga, inisiator petisi tersebut.

    Kenaikan PPN tak heran membuat masyarakat marah. Pasalnya, harga barang dan jasa yang selama ini dikonsumsi sehari-hari akan ikut terkerek.

    Awalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim kebijakan kenaikan PPN ini bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.

    Sejumlah barang mewah yang ia maksud di antaranya beras premium; buah-buahan premium; daging premium (wagyu, daging kobe); ikan mahal (salmon premium, tuna premium); udang dan crustacea premium (king crab); jasa pendidikan premium; jasa pelayanan kesehatan medis premium; dan listrik pelanggan rumah tangga 3500-6600 VA.

    Namun, kenyataannya PPN 12 persen tak hanya menyasar barang-barang mewah. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan tarif PPN 12 persen berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11 persen.

    Artinya, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan berlaku untuk barang dan jasa yang biasa dibeli masyarakat mulai dari sabun mandi, pulsa, hingga langganan video streaming seperti Netflix.

    Lantas apa yang membuat pemerintah seolah menutup telinga terhadap protes kenaikan PPN 12 persen?

    Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar mengatakan peluang kenaikan PPN ditunda atau dibatalkan sebenarnya terbuka. Pasalnya, dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pasal 7 Ayat (3) pada Bab IV disebutkan tarif PPN bisa diubah dalam rentang 5 hingga 15 persen.

    Namun, langkah ini akan memakan waktu lama karena perlu kesepakatan antara pemerintah dan DPR.

    Media mengatakan sebenarnya ada jalan pintas untuk membatalkan kenaikan PPN yakni dengan Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mengubah kebijakan kenaikan PPN 12 persen pada 2025.

    Namun sayangnya, Prabowo tak mengambil langkah itu hingga saat ini.

    “Akan jadi heroik sekali Pak Prabowo kalau menerbitkan Perppu membatalkan kenaikan tarif PPN 12 persen karena memang membebani masyarakat menengah ke bawah. Jadi akan dianggap sebagai presiden yang baik di mata masyarakat,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (23/12).

    Media menilai pemerintah tak kunjung membatalkan kenaikan PPN lantaran sudah kebakaran jenggot saat ini. Menurutnya, perencanaan kebijakan PPN 12 persen sudah salah sejak awal karena tidak diputuskan dengan matang.

    Hal itu setidaknya terlihat dari pernyataan pemerintah yang berubah-ubah di mana yang awalnya mereka menyebut PPN 12 persen hanya untuk barang mewah. Namun, kemudian pemerintah menjelaskan PPN 12 persen berlaku untuk semua barang dan jasa yang dikenakan PPN 11 persen selama ini.

    Selain itu, pemerintah katanya sepertinya tidak mengira bahwa kritik masyarakat akan sangat tajam terhadap kenaikan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi sekarang (pemerintah) udah kayak kebakaran jenggot. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sekarang diminta sebagai garda depan untuk berbicara kepada publik. Jadi seakan-akan ya sudah ini tanggung jawab Kemenkeu. Padahal Kemenkeu juga sudah bingung karena ini adalah kesepakatan antara pemerintah dan DPR,” katanya.

    “Jadi pemerintah khususnya Prabowo takut malu seandainya membatalkan kenaikan PPN, sehingga mereka enggan membatalkan sekarang. Jadi udah heboh di publik, sekarang kalau ditarik lagi kebijakannya seakan menjilat ludah sendiri,” katanya.

    Sementara, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan alasan pasti pemerintah tetap menaikkan PPN ke 12 persen bukan lah hanya demi menjalankan UU HPP seperti yang selama ini disampaikan Airlangga cs. Pasalnya beleid itu memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk membatalkan kebijakan kenaikan tarif PPN.

    Menurutnya, alasan paling utama PPN tetap dinaikkan adalah karena pemerintah butuh uang untuk pembiayaan program andalan Prabowo-Gibran.

    “Mereka butuh uang banyak, yang mereka ambil dari masyarakat dalam bentuk pajak. PPN merupakan instrumen termudah dan mengikat bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara. Porsi PPN juga relatif besar, daripada effort lebih untuk ekstensifikasi pajak melalui pencarian objek pajak baru atau pematuhan subjek pajak,” katanya.

    Senada, Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet melihat pemerintah kekeh menaikkan PPN menjadi 12 persen lantaran pemerintah butuh uang untuk program baru yang siap dieksekusi di tahun depan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

    Di saat yang bersamaan, pemerintahan Prabowo juga butuh uang untuk melanjutkan beberapa program yang sudah diinisiasi oleh pemerintahan Jokowi seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).

    Alasan lainnya adalah pemerintah akan dihadapkan pada kondisi utang jatuh tempo dalam lima tahun ke depan. Makan mau tak mau, pemerintah harus mencari cara untuk mencari tambahan sumber pendanaan.

    [Gambas:Photo CNN]

    “Terkait dengan sumber pendanaan sebenarnya pemerintah bisa mencari melalui pos lain seperti misalnya pajak windfall dan batubara, yang secara spesifik bisa dijalankan ketika sebuah komoditas dalam hal ini misalnya batubara tengah mengalami kenaikan harga di sebabkan oleh beberapa faktor,” katanya.

    Selain itu, sambungnya, pemerintah juga masih bisa menjalankan pajak karbon yang sebenarnya ketentuannya sudah diatur bersamaan dengan UU HPP.

    Yusuf pun mengaku bingung kenapa pemerintah begitu percaya diri mengerek tarif PPN di tengah kondisi ekonomi saat ini. Pasalnya, saat ini sudah terlihat jelas jumlah kelas menengah dan daya beli masyarakat tertekan. Kondisi itu sudah menjadi indikasi yang jelas bahwa kondisi perekonomian sedang tidak baik-baik saja.

    Namun, sayangnya pemerintah hanya melihat ekonomi yang tumbuh di kisaran 5 persen, tanpa melihat masalah yang sebenarnya terjadi di dalamnya.

    “Pandangan inilah yang saya kira menjadikan pemerintah tetap menaikkan tarif PPN karena menganggap pertumbuhan ekonomi yang terjadi merupakan indikator satu-satunya yang menggambarkan kondisi perekonomian saat ini. Padahal pemerintah seharusnya melihat lebih jauh terkait kondisi perekonomian kita saat ini terutama ketika mempertimbangkan akan menjalankan kebijakan tarif baru PPN ini,” katanya.

  • Cara Dapat Diskon Listrik 50 Persen bagi Pelanggan 450 VA hingga 2.200 VA

    Cara Dapat Diskon Listrik 50 Persen bagi Pelanggan 450 VA hingga 2.200 VA

    JABAR EKSPRES – Cara dapat diskon listrik 50 persen bagi pelanggan PLN dengan daya listrik mulai dari 450 VA hingga 2.200 VA.

    Pemerintah mengumumkan kebijakan diskon tarif listrik sebesar 50 persen yang akan berlaku selama dua bulan pertama di tahun 2025.

    Langkah ini dilakukan untuk melindungi daya beli masyarakat seiring dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.

    Diskon ini berlaku untuk pelanggan PT PLN (Persero) dengan daya listrik hingga 2.200 Volt Ampere (VA).

    BACA JUGA: Cocok untuk Pemula! Aplikasi Investasi Terbaik OJK yang Bisa Cuan 2025 hingga Rp3 Juta

    Diskon berlaku selama Januari hingga Februari 2025, bagi pelanggan rumah tangga PLN dengan daya listrik 450 VA hingga 2.200 VA.

    Potongan harga listrik ini akan menyasar sekitar 81,4 juta rumah tangga atau 97 persen dari total pelanggan PLN akan merasakan manfaat ini.

    Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, kebijakan ini bertujuan untuk memberikan insentif kepada masyarakat yang terkena dampak langsung kenaikan PPN. Diskon akan diterapkan secara otomatis baik untuk pelanggan prabayar maupun pascabayar.

    Cara Mendapatkan Diskon Listrik 50 Persen

    Pelanggan PLN tidak perlu melakukan apa pun untuk mendapatkan diskon ini. Prosesnya dilakukan secara otomatis melalui sistem digital PLN, baik untuk pelanggan prabayar maupun pascabayar.

    BACA JUGA: Diskon Tarif Listrik 50 Persen Januari-Februari 2025 Dipotong Otomatis atau Tidak? Ini Penjelasannya

    1. Pelanggan Prabayar:

    – Diskon diterapkan langsung pada pembelian token listrik.

    – Saldo token yang diterima akan mencakup potongan sebesar 50 persen.

    2. Pelanggan Pascabayar:

    – Tagihan listrik bulanan akan otomatis dipotong sebesar 50 persen.

    Pelanggan yang Berhak Mendapatkan Diskon

    Diskon tarif listrik ini berlaku untuk:

    – 24,6 juta pelanggan PLN dengan daya 450 VA.

    – 38 juta pelanggan PLN dengan daya 900 VA.

    – 14,1 juta pelanggan PLN dengan daya 1.300 VA.

    – 4,6 juta pelanggan PLN dengan daya 2.200 VA.

    Namun, pelanggan dengan daya di atas 2.200 VA tetap dikenakan tarif normal dengan tambahan PPN 12 persen.

    BACA JUGA: Akses kemdikbud.go.id untuk Cek Penerima Bantuan PIP Cair Desember 2024

    Program diskon tarif listrik 50 persen ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk meringankan beban masyarakat akibat kenaikan PPN.

  • Sadar Daya Beli Rakyat Turun, Prabowo Ingin PPN 12% Hanya Barang Mewah

    Sadar Daya Beli Rakyat Turun, Prabowo Ingin PPN 12% Hanya Barang Mewah

    Jakarta, CNBC Indonesia-Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyesali arahan Presiden Prabowo Subianto terkait kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berbeda dengan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

    Ketua Komisi XI Misbakhun menjelaskan, dalam pertemuan Presiden dengan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), PPN 12% hanya dikenakan pada kelompok barang mewah. Kala itu Presiden hanya menyebut jenis mobil, rumah dan tas mewah.

    “Presiden sangat tahu secara mendalam kondisi masyarakat seperti apa. Presiden tau apa yang menjadi getaran hati rakyat, maka beliau mengambil keputusan yang moderat,” ungkapnya saat berbincang dengan CNBC Indonesia, Senin (23/12/2024)

    Penurunan daya beli masyarakat, kata Misbakhun sangat jelas terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Terlihat dari jumlah simpanan, indeks keyakinan konsumen dan konsumsi rumah tangga yang terus menurun.

    Daya beli tidak bisa dilihat dari penerimaan PPh pasal 21. Penerimaan tersebut mencakup gaji pegawai negeri sipil, badan usaha milik negara serta pekerja kelas menengah atas lainnya.

    “Dalam situasi seperti ini pundak negara yang mampu menanggung situasi yang berat maka negara yang ambil alih, penderitaan rakyat jangan hanya penderitaan rakyat,” tegasnya.

    Menurut Misbakhun, Kementerian Keuangan masih ada waktu sebelum 1 Januari 2025 untuk kembali pada arahan Presiden.

    “Mudah-mudahan nanti ada hal yang sifatnya formal pemerintahan dan ada sebuah keputusan Perintah Presiden itu dijalankan,” ujar Misbakhun.

    (mij/mij)

  • Tiket transportasi umum tidak kena PPN 12 persen

    Tiket transportasi umum tidak kena PPN 12 persen

    Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo (Kiri) dan Direktur Utama Perum DAMRI Setia N Milatia Moemin (Kanan) saat konferensi pers Kesiapan KAI dan DAMRI Jelang Natal dan Tahun Baru di kantor Kementerian BUMN Jakarta, Senin (23/12/2024). (ANTARA/Maria Cicilia Galuh)

    Dirut DAMRI: Tiket transportasi umum tidak kena PPN 12 persen
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 23 Desember 2024 – 16:45 WIB

    Elshinta.com – Direktur Utama Perum DAMRI Setia N Milatia Moemin memastikan bahwa harga tiket transportasi umum tidak terpengaruh dengan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai Januari 2025.

    Setia menyampaikan peraturan tersebut terbit pada 21 Desember 2024, yang menyebut bahwa transportasi umum tidak terkena PPN 12 persen.

    “Jadi awalnya ada kecuali public transport, tapi ini enggak ada lagi, sekarang keterangan tertulis Nomor 3 Tahun 2024 terkait PPN 12 persen, public transport sudah tertulis tidak kena PPN, karena ini kan untuk kemaslahatan masyarakat banyak,” ujar Setia di Jakarta, Senin.

    Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Utama PT KAI (Persero) Didiek Hartantyo, yang meminta masyarakat tidak perlu khawatir dengan PPN 12 persen.

    “Sudah jelas kita nggak kena sehingga masyarakat tidak perlu khawatir,” kata Didiek.

    Diketahui, pemerintah menetapkan barang dan jasa yang termasuk dalam kategori premium menjadi sasaran pengenaan tarif PPN 12 persen.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan empat kategori barang dan jasa premium yang terkena PPN 12 persen adalah bahan makanan premium seperti beras premium, buah-buahan premium, daging premium (contoh: wagyu dan daging kobe), ikan mahal (contoh: salmon premium dan tuna premium), serta udang dan crustacea premium (contoh: king crab).

    Kedua, jasa pendidikan premium, “Dalam hal ini, untuk yang uang sekolahnya bisa mencapai ratusan juta,” kata Menkeu.

    Ketiga, jasa pelayanan kesehatan medis premium. Terakhir, listrik pelanggan rumah tangga 3.500-6.600 VA. Kategorisasi tersebut merupakan wujud asas keadilan dari penyusunan instrumen fiskal.

    Pemerintah juga menyiapkan paket stimulus ekonomi untuk kesejahteraan yang menyasar enam aspek, di antaranya rumah tangga, pekerja, UMKM, industri padat karya, mobil listrik dan hibrida, serta properti.

    Sumber : Antara