Tag: Sri Mulyani Indrawati

  • Mayoritas Alumni LPDP Bekerja di Sektor Publik, 33% di Swasta, Sosial, dan Wirausaha

    Mayoritas Alumni LPDP Bekerja di Sektor Publik, 33% di Swasta, Sosial, dan Wirausaha

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut sekitar dua pertiga dari alumni penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan atau LPDP memilih bekerja di sektor publik.

    Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menuturkan total penerima beasiswa LPDP pada periode 2010—2024 adalah sebanyak 652.976 orang. Adapun beasiswa tersebut juga mencakup kolaborasi yang dilakukan dengan Kemendikbudristek dan juga Kemenag.

    Dia menuturkan, untuk periode 2024 total penerima beasiswa LPDP adalah sebanyak 59.625 orang.

    Thomas menuturkan, sekitar 66,5% alumni penerima beasiswa LPDP bekerja di sektor publik. Sektor tersebut mencakup beberapa profesi seperti akademisi, peneliti, posisi di pemerintahan dan lembaga/kementerian.

    “Alumni LPDP sebanyak 66,5% bekerja di sektor publik, sedangkan 33,5% lainnya di sektor swasta,” kata Thomas dalam Konferensi Pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta pada Senin (6/1/2025).

    Sebanyak 33,5% alumni LPDP itu bekerja di perusahaan swasta, lembaga swadaya masyarakat atau non-governmental organization (NGO), pekerja sosial, hingga wirausaha.

    Sementara itu, total dana abadi (endowment fund) LPDP hingga saat ini telah mencapai Rp154,11 triliun dengan Rp9,25 triliun diantaranya adalah tambahan pada periode 2024. 

    Thomas menuturkan, hasil pengembangan dana abadi salah satunya digunakan untuk memberikan pendanaan riset kepada 3.243 proyek dengan total Rp3,23 triliun.

    Selanjutnya, LPDP juga telah melakukan penyaluran dana sebesar Rp108,14 miliar kepada 20 Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH). Selain itu, lembaga tersebut juga memberikan hibah kepada 398 grantee dengan total nilai Rp124,38 miliar.

    Sebelumnya, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 tercatat senilai Rp507,8 triliun. Pendapatan negara meningkat, tetapi belanja negara tumbuh lebih tinggi lagi. 

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan bahwa berdasarkan data APBN 2024 unaudited, defisit mencapai Rp507,8 triliun atau setara 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Defisit APBN itu lebih besar dari realisasi 2023 yaitu Rp347,6 triliun atau 1,65% terhadap PDB. Namun, lebih kecil dari outlook semesteran, ketika Kemenkeu sempat memperkirakan defisit APBN 2024 berisiko menembus 2,70%. 

    “APBN 2024 yang tadinya didesain dengan defisit 2,29% dari PDB, [diperkirakan] akan mengalami kenaikan yang cukup signifikan [karena tekanan ekonomi pada semester I/2024],” ujar Sri Mulyani.

  • Waspada, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Mentok 5% di 2025 – Page 3

    Waspada, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Mentok 5% di 2025 – Page 3

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2024 mencapai Rp 507,8 triliun.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, data APBN 2024 unaudited menunjukkan defisit sebesar Rp.507,8 triliun atau setara 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Ini merupakan defisit yang lebih besar dari realisasi 2023 senilai Rp.347,6 triliun atau 1,65% terhadap PDB.

    Namun, defisit tersebut masih lebih kecil dari outlook semesteran, ketika Kemenkeu memperkirakan defisit APBN 2024 berpotensi mencapai 2,70%.

    “APBN 2024 yang tadinya didesain dengan defisit 2,29% dari PDB, (diperkirakan) akan naik cukup signifikan,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Namun, Pemerintah mampu menekan risiko pelebaran defisit, sehingga realisasi akhir tahun sesuai dengan rencana awal APBN 2024 dengan defisit 2,29% terhadap PDB.

    Sri Mulyani lebih lanjut memaparkan bahwa, pendapatan negara pada Januari—Desember 2024 mencapai Rp.2.842,5 triliun atau 101,4% dari target. Pendapatan negara tahun 2024 mengalami kenaikan 2,1% dari tahun sebelumnya.

    Kemudian realisasi belanja negara pada Januari—Desember 2024 mencapai Rp.3.350,3 triliun atau 100,8% dari alokasi pemerintah.

    Realisasi belanja mengalami kenaikan 7,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Kenaikan belanja negara yang lebih tinggi dari laju pertumbuhan penerimaan negara memengaruhi defisit APBN 2024 yang lebih besar dari 2023, papar Sri Mulyani. Sementara itu, keseimbangan primer APBN 2024 juga defisit Rp.19,4 triliun.

    “Kita berharap keseimbangan primer bisa kita netralkan,” ucap Sri Mulyani.

    Adapun Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) 2024 tercatat Rp.45,4 triliun, atau naik dari posisi SiLPA 2023 sebesar Rp.19,4 triliun.

  • Belanja Negara Tembus Rp 3.350 Triliun, APBN 2024 Tekor Rp 507 Triliun – Page 3

    Belanja Negara Tembus Rp 3.350 Triliun, APBN 2024 Tekor Rp 507 Triliun – Page 3

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat bahwa Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN 2024 mencapai Rp 507,8 triliun.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, data APBN 2024 unaudited menunjukkan defisit sebesar Rp.507,8 triliun atau setara 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Ini merupakan defisit yang lebih besar dari realisasi 2023 senilai Rp.347,6 triliun atau 1,65% terhadap PDB.

    Namun, defisit tersebut masih lebih kecil dari outlook semesteran, ketika Kemenkeu memperkirakan defisit APBN 2024 berpotensi mencapai 2,70%.

    “APBN 2024 yang tadinya didesain dengan defisit 2,29% dari PDB, (diperkirakan) akan naik cukup signifikan,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Namun, Pemerintah mampu menekan risiko pelebaran defisit, sehingga realisasi akhir tahun sesuai dengan rencana awal APBN 2024 dengan defisit 2,29% terhadap PDB.

     

  • Penerimaan Pajak 2024 Tak Capai Target, 97% dari Proyeksi Rp1.988,9 Triliun

    Penerimaan Pajak 2024 Tak Capai Target, 97% dari Proyeksi Rp1.988,9 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mengumumkan realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.932,4 triliun selama 2024. Realisasi tersebut lebih rendah atau hanya mencapai 97,2% dari target asumsi APBN 2024 sebesar 1.988,9 triliun.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan meski realisasi penerimaan pajak tersebut tidak capai asumsi APBN 2024 namun lebih tinggi (100,5%) dari outlook laporan Semester I/2024 sebesar Rp1.921,9 triliun.

    Selain itu, Sri Mulyani merincikan jika dibandingkan dengan penerimaan pajak 2023 sebesar Rp1.867,9 triliun maka realisasi 2024 tumbuh lebih sebesar 3,5%. Oleh sebab itu, dia mengaku bersyukur dengan realisasi penerimaan Rp1.932,4 triliun sepanjang tahun ini meski tidak capai target APBN 2024.

    “Meskipun harga komoditas dan tekanan yang bertubi-tubi [penerimaan pajak] masih tumbuh 3,5%. Ini adalah sesuatu yang kita syukuri dan kita akan terus jaga,” katanya dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).

    Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan jika dibandingkan secara kuartalan dengan 2023 maka tampak bahwa penerimaan pajak 2024 mulai membaik pada Kuartal III dan Kuartal IV usai terjadi tekanan pada Kuartal I dan Kuartal II.

    Perinciannya, penerimaan pajak pada Kuartal I/2024 mencapai Rp393,9 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah 8,8% daripada periode yang sama 2023 sebesar Rp431,9 triliun.

    Kemudian penerimaan pajak pada Kuartal II/2024 mencapai Rp499,9 triliun. Jumlah tersebut lebih rendah 7,2% daripada periode yang sama 2023 sebesar Rp538,4 triliun.

    Lalu terjadi perbaikan penerimaan pajak pada Kuartal III/2024 sebesar Rp461 triliun. Realisasi tersebut tumbuh 10,4% daripada periode yang sama 2023 sebesar Rp417,5 triliun.

    Terakhir, penerimaan pajak pada Kuartal IV/2024 sebesar Rp577,6 triliun. Realisasi tersebut tumbuh 20,3% daripada periode yang sama 2203 sebesar Rp480,1 triliun.

    “Ini sejalan dengan perkembangan ekonomi global dan moderasi harga [komoditas] khususnya untuk pertambangan dan CPO,” ungkap Anggito pada kesempatan yang sama.

  • Pendapatan Negara 2024 Rp2.842,5 Triliun, Terkerek Penerimaan Nonpajak dan Hibah

    Pendapatan Negara 2024 Rp2.842,5 Triliun, Terkerek Penerimaan Nonpajak dan Hibah

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan membukukan pendapatan negara mencapai Rp2.842,5 triliun selama 2024. Realisasi tersebut setara 101,4% dari asumsi APBN 2024 dan outlook Laporan Semester I/2024 yaitu sebesar Rp2.802,5 triliun.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merincikan jika dibandingkan dengan pendapatan negara 2023 sebesar Rp2.783,9 triliun maka realisasi 2024 tumbuh sebesar 2,1%.

    Sri Mulyani menjelaskan pendapatan negara tersebut berasal dari tiga sumber. Pertama, penerimaan perpajakan yang terdiri dari penerimaan pajak serta kepabeanan dan cukai.

    Untuk realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.932,4 triliun atau hanya mencapai 97,2% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp1.988,9 triliun. Begitu juga dengan realisasi kepabeanan dan cukai mencapai Rp300,2 triliun atau hanya mencapai 93,5% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp321 triliun.

    Kedua, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang mencapai Rp579,5 triliun atau setara 117,8% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp492 triliun. Ketiga, realisasi hibah yang mencapai Rp34,9 triliun atau setara 7.033,5% dari asumsi APBN 2024 sebesar Rp0,4 triliun.

    Artinya, pendapatan negara bisa mencapai asumsi APBN 2024 karena realisasi PNBP dan hibah yang melebihi target. Sementara itu, meski penerimaan perpajakan memberi kontribusi terbesar, tetapi tidak mencapai target asumsi APBN 2024.

    “Jadi, ini tiga pendapatan negara kita dalam situasi yang begitu rentang, begitu tidak pasti tekanan bertubi-tubi masih terjaga,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).

    Lebih lanjut, bendahara negara itu mengungkapkan realisasi belanja negara mencapai Rp3.350,3 triliun selama 2024. Jika realisasi belanja tersebut dikurangi dengan realisasi pendapatan negara maka APBN 2024 mencatatkan defisit Rp507,8 triliun.

    Sri Mulyani menjelaskan defisit APBN 2024 itu setara 2,29% terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit itu melebar dari capaian tahun sebelumnya atau 2023, yaitu Rp347,6 triliun atau 1,65% terhadap PDB.

    “Betapa kita melihat tadi, 2,29% desain awal, memburuk ke 2,7%, dan kita mengembalikan lagi pada kondisi yang baik, yaitu APBN [2024] dijaga defisitnya di 2,29%,” ujarnya.

  • Sri Mulyani Belanjakan APBN Rp 3.350,3 Triliun Sepanjang 2024

    Sri Mulyani Belanjakan APBN Rp 3.350,3 Triliun Sepanjang 2024

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan belanja negara yang dikucurkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp 3.350 triliun sepanjang 2024 atau naik 7,3% secara tahunan.

    “Dari sisi belanja negara, realisasi sementara belanja negara mencapai Rp 3.350,3 triliun,” ungkap Sri Mulyani, dalam konferensi pers Realisasi APBN 2024, di kantor Kemenkeu, pada Senin (6/1/2025).

    Sri Mulyani mengungkapkan, capaian belanja negara ini lebih tinggi dari target APBN 2024 yang awal mencapai Rp 3.325,1 triliun. Namun, lebih rendah dari prediksi laporan semester Rp 3.412,2 triliun.

    Artinya, realisasi belanja negara sepanjang 2024 mencapai 100,8 % dari target awal dan 98,2 % dari prediksi laporan semester.

    Belanja negara tersebut diantaranya terdiri dari belanja kementerian atau lembaga (K/L) sebesar Rp 1.090,8 triliun, belanja non K/L Rp 1.376,7 triliun dan transfer ke daerah Rp 857,6 triliun.

    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan I menyampaikan, belanja negara sepanjang 2024 dioptimalkan sebagai shock absorber dan agent of development di tengah perekonomian global yang masih dibayangi ketidakpastian.

    “Belanja negara juga sebagai shock absorber untuk menjaga stabilitas ekonomi, diantaranya untuk bantuan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) atau operasi pasar, subsidi energi, seperti subsidi BBM, listrik, LPG, pupuk dan lainnya, bansos PKH, PIP, KIP kuliah, sembako, PBI, JKN hingga program KUR dan dukungan sektor perumahan,” terangnya dalam memaparkan kinerja APBN 2024.
     

  • Sri Mulyani Umumkan APBN Tekor Rp 507,8 Triliun Sepanjang 2024

    Sri Mulyani Umumkan APBN Tekor Rp 507,8 Triliun Sepanjang 2024

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani melaporkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar Rp 507,8 triliun atau 2,29% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB).

    “APBN 2024 kita bisa tutup dengan jauh lebih baik dari yang kita prediksikan di pertengahan tahun. Defisit Rp 507,8 triliun, ini sangat impresif,” ungkap Sri Mulyani, dalam konferensi pers Realisasi APBN 2024, di kantor Kemenkeu, pada Senin (6/1/2024).

    Menurut Sri Mulyani, APBN sepanjang 2024 ini mencatatkan realisasi yang baik karena lebih rendah dari laporan semester (lapsem) yang memprediksi defisit APBN memburuk hingga Rp 609,7 triliun.

    “Bedanya lebih dari Rp 100 triliun, lebih rendah dari outlook defisit. Bahkan lebih rendah dari APBN awal Rp 522,8 triliun,” tuturnya.

    Adapun defisit APBN 2024 tersebut terjadi karena pendapatan negara mencapai Rp 2.842,5 triliun, sedangkan belanja negara mencapai Rp 3.350,3 triliun sepanjang 2024.

    Realisasi pendapatan negara tersebut telah mencakup 101,4% dari target APBN awal senilai Rp 2.802,3 triliun, atau tembus 101,4% dari target laporan semester dengan angka Rp 2.802,5 triliun.

    Pendapatan negara terdiri dari penerimaan pajak Rp 2.309,9 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp 492 triliun dan hibah senilai Rp 400 miliar.

    Sementara, belanja negara terdiri dari belanja kementerian atau lembaga (K/L) sebesar Rp 1.090,8 triliun, belanja non K/L Rp1.376,7 triliun dan transfer ke daerah Rp 857,6 triliun.

    Adapun, belanja negara pada APBN 2024 yang pada awalnya ditargetkan sejumlah Rp 3.325,1 triliun, dikerek naik menjadi Rp 3.412,2 triliun dalam prediksi laporan semester. Artinya, realisasi belanja negara sepanjang 2024 mencapai 100,8 % dari target awal dan 98,2 % dari prediksi laporan semester.
     

  • APBN 2024 Tekor Rp 507,8 Triliun, Sri Mulyani: Defisit 2,29 Persen – Halaman all

    APBN 2024 Tekor Rp 507,8 Triliun, Sri Mulyani: Defisit 2,29 Persen – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan, realisasi sementara, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit 2,29 persen atau Rp 507,8 triliun dari Produk Domestik Bruto (PDB).

    Kemenkeu mencatat pendapapatan negara mencapai Rp 2.842,5 triliun, sedangkan belanja negara sebesar Rp 3.350,3 triliun.

    Menurut Sri Mulyani, angka defisit tersebut impresif karena lebih baik dari apa yang diprediksikan pada pertengahan 2024.

    “Defisit kita di 2,29 persen, sehingga APBN 2024 itu bisa kita tutup dengan jauh lebih baik dari yang kita prediksikan di pertengahan tahun,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Angka defisit Rp 507,8 triliun itu jauh lebih rendah dibanding dengan prediksi pada pertengahan 2024 atau saat laporan semester (lapsem) yang sebesar Rp 609,7 triliun.

    Bahkan, angka defisit pada realisasi sementara APBN 2024 lebih rendah dibanding pada APBN awal yang ditargetkan sebesar Rp 522,8 triliun.

    Lalu, Sri Mulyani mengatakan defisit keseimbangan primer hanya di angka Rp 19,4 triliun, jauh lebih kecil dibandingkan prediksi pada lapsem sebesar Rp 110,8 triliun.

    “Bandingkan outlook lapsem yg mencapai Rp 110 triliun. Waktu itu prediksi sangat buruk, tidak baik, ternyata bisa realisasi jauh lebih rendah, bahkan lebih rendah dari [target] APBN awal,” ujar Sri Mulyani.

    Dalam pendapatan negara, penerimaan pajak sebesar Rp 2.232,7 triliun, lebih tinggi dari lapsem sebesar Rp 2.218,4 triliun, tetapi lebih rendah dari target APBN awal sebesar Rp 2.309,9 triliun.

    Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tercatat sebesar Rp 579,5 trilun, lebih tinggi dari lapsem Rp 549,1 triliun dan target awal Rp 492 triliun.

    Sementara itu, untuk belanja negara, belanja pemerintah pusat tercatat sebesar Rp 2.486,7 triliun, lebih tinggi dibanding target awal sebesar Rp 2.467,5 triliun dan di bawah lapsem sebesar Rp 2.558,2 triliun.

    Berikutnya, Transfer Ke Daerah sebesar Rp 863,5 triliun, lebih tinggi dari target awal sebesar Rp 857,6 triliun dan lapsem sebesar Rp 854 triliun. 

  • Sri Mulyani Ungkap Anggaran Kesehatan Habis Rp 194,8 T di 2024

    Sri Mulyani Ungkap Anggaran Kesehatan Habis Rp 194,8 T di 2024

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan realisasi anggaran di sektor kesehatan sampai dengan 24 Desember 2024 mencapai Rp 194,8 triliun. Jumlah itu telah disalurkan melalui berbagai inisiatif yang dirasakan masyarakat.

    “Alokasi ini meliputi manfaat yang diberikan kepada tenaga kesehatan, fasilitas kesehatan, hingga masyarakat umum. Sampai dengan 24 Desember 2024, realisasi anggaran di sektor kesehatan telah mencapai Rp 194,8 triliun,” kata dia dalam unggahan video di Instagram resmi @smindrawati, Minggu (5/1/2025).

    Pertama, anggaran tersebut untuk program BPJS Kesehatan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN) bagi 96,7 juta peserta senilai Rp 46,1 triliun.

    “96,7 juta masyarakat kita yang belum mampu ini, yang masih rentan, miskin, itu pemerintah membayar asuransinya Rp 46,1 triliun untuk agar orang-orang miskin yang memegang BPJS Kesehatan tanpa dia membayar iuran apapun, waktu dia sakit bisa pergi entah dari mulai Puskesmas, rumah sakit dan yang lain-lain,” ujar Sri Mulyani.

    Kedua, pemberian honorarium kepada 5.385 tenaga kesehatan yang ditugaskan di daerah tertinggal senilai Rp 27,3 miliar. Ketiga, pemberian makanan tambahan (buffer) bagi 45 ribu ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan 100 ribu balita kurus senilai Rp 21,9 miliar.

    “APBN membawa apa yang disebut misi keadilan di mana yang miskin dibantu, yang berada di tempat terpencil kalau mereka bertugas kita berikan tambahan,” tuturnya.

    Kemudian, anggaran di sektor kesehatan juga untuk pemeriksaan sampel obat dan makanan untuk 115,5 ribu sampel sebesar Rp 103,5 miliar, pendanaan operasional untuk 10.072 Puskesmas senilai 12,8 triliun, serta bantuan operasional Keluarga Berencana (KB) untuk 4.648 Balai Penyuluh KB senilai Rp 3,2 triliun.

    “Melalui langkah-langkah ini, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan akses dan layanan kesehatan yang berkeadilan,” pungkas Sri Mulyani.

    (aid/rrd)

  • Bukan PPN 12 Persen, Ini yang Dikhawatirkan Industri Otomotif

    Bukan PPN 12 Persen, Ini yang Dikhawatirkan Industri Otomotif

    Jakarta

    Industri otomotif kemungkinan akan terkena dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Sebab, PPN 12 persen dikenakan untuk barang dan jasa yang tergolong mewah, hampir semua mobil tergolong sebagai barang mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani telah mengumumkan daftar barang yang terdampak pajak penambahan nilai (PPN) 12 persen mulai 1 Januari 2025. Kendaraan bermotor yang telah dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) masuk kategori tersebut.

    “Kemudian kelompok kapal pesiar mewah kecuali untuk angkutan umum seperti pesiar dan yacht itu kena 12 persen, dan kendaraan bermotor yang sudah kena PPnBM. Jadi itu saja yang kena 12 persen, yang lain tidak,” ujar Sri Mulyani dalam presentasinya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.

    PPnBM untuk kendaraan bermotor diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.010/2021 tentang Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Tata Cara Pengenaan Pemberian dan Penatausahaan Pembebasan, dan Pengembalian Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Bila mengacu pada aturan tersebut, hampir semua mobil dikenakan PPnBM.

    Namun, Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara bilang, yang paling berat buat industri otomotif bukan kenaikan PPN menjadi 12 persen, melainkan penambahan opsen pajak kendaraan bermotor dan opsen bea balik nama kendaraan bermotor yang mulai berlaku hari ini, Minggu (5/1/2025)

    “Kita juga berdiskusi, kita sampaikan pemikiran-pemikiran kita dengan kenaikan opsen. Karena kenaikan opsen itu cukup tinggi. Dan beberapa daerah sudah punya pengalaman, dengan menaikkan BBNKB dan PKB itu berdampak pada penurunan penjualan kendaraan bermotor,” kata Kukuh dalam Program Evening Up CNBC Indonesia.

    Padahal, lanjut Kukuh, di kebanyakan provinsi pendapatan asli daerah (PAD) dari kendaraan bermotor cukup besar, antara 40 sampai 80 persen.

    “Kalau ini (PKB dan BBNKB) dinaikkan (dengan adanya opsen), itu kemudian penjualan (kendaraan) yang menurun, artinya Pemda akan kekurangan atau mengalami penurunan revenue. Itu yang kita sampaikan,” ujar Kukuh.

    Sementara PPN, menurut Kukuh, mungkin dampaknya tidak terlalu signifikan. “Dengan naiknya PPN 12 persen kalau dijatuhkan kemudian mereka kan belinya kredit, harusnya tidak terlalu berpengaruh,” kata Kukuh.

    (rgr/din)