Tag: Sri Mulyani Indrawati

  • Mengenal Core Tax System, Ini Tujuan dan Manfaatnya – Halaman all

    Mengenal Core Tax System, Ini Tujuan dan Manfaatnya – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Artikel ini membahas mengenai Core Tax System, layanan pajak terbaru yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini telah dibangun sejak Januari 2021 dan resmi digunakan oleh wajib pajak mulai 1 Januari 2025.

    Menurut laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Core Tax System adalah sistem teknologi informasi yang menyediakan dukungan terpadu bagi pelaksanaan tugas DJP, termasuk automasi proses bisnis.

    Automasi ini mencakup pemrosesan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT), dokumen perpajakan, pembayaran pajak, pemeriksaan, penagihan, serta pendaftaran wajib pajak.

    Pemberlakuan Core Tax System diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 40 Tahun 2018.

    Peraturan ini menjelaskan pengembangan sistem administrasi perpajakan yang berbasis pada teknologi Commercial Off-the-Shelf (COTS).

    Hal ini bertujuan untuk membantu melaksanakan prosedur dan tata kelola administrasi perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyatakan bahwa modernisasi perpajakan melalui Core Tax System bertujuan untuk memperbaiki infrastruktur perpajakan.

    Dengan adanya sistem ini, wajib pajak, baik individu maupun badan usaha, akan lebih mudah dalam mengelola laporan pajak, melakukan pembayaran, dan memanfaatkan berbagai fitur lainnya.

    Tak hanya itu, proyek pembaruan ini juga memiliki beberapa manfaat, diantaranya:

    Membantu menciptakan institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel serta memiliki proses bisnis yang efektif dan efisien.
    Menumbuhkan sinergi yang lebih optimal antar lembaga.
    Membantu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak terhadap kewajibannya.
    Pembaruan Sistem Core Tax dapat berpotensi membantu meningkatkan penerimaan negara atau Tax Ratio kurang lebih 1,5 Persen.
    Pemberlakuan Core Tax System dapat dengan mudah meningkatkan kualitas data, segmentasi dan profiling pada wajib pajak.
    Membantu menganalisa kepatuhan Wajib Pajak dalam pengelolaan hutang dan tagihan pajaknya.

    Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati juga menekankan bahwa tujuan utama dari Core Tax System adalah untuk membuat proses pembayaran pajak semudah membeli pulsa.

    Dengan demikian, diharapkan layanan pajak menjadi lebih efisien dan dapat diakses oleh semua wajib pajak.

    Dengan peluncuran Core Tax System, DJP berharap dapat meningkatkan kualitas layanan perpajakan dan mempermudah masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakan mereka.

    Konten ini disempurnakan menggunakan Kecerdasan Buatan (AI).

  • Aplikasi Coretax Harganya Rp1,3 Triliun tapi Kualitas Murahan, DPR bakal Panggil Sri Mulyani

    Aplikasi Coretax Harganya Rp1,3 Triliun tapi Kualitas Murahan, DPR bakal Panggil Sri Mulyani

    GELORA.CO – Anggota Komisi XI DPR RI, Erwin Aksa berencana untuk memanggil Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani guna memberikan klarifikasi terkait kendala akses pada sistem administrasi pajak terbaru, Coretax.

    Sejak mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2025, layanan tersebut menuai berbagai kritik, terutama terkait kesulitan akses. Padahal pengadaan aplikasi ini memakan biaya banyak tetapi kualitasnya malah murahan.

    “Coretax merupakan investasi digital dengan nilai yang cukup tinggi, sehingga akan diawasi oleh Komisi XI. Terkait masalah teknis, kami akan memanggil pihak terkait setelah masa reses,” kata Erwin Aksa kepada Inilah.com, Jakarta, Sabtu (11/1/2025).

    Erwin menegaskan, akan terus memantau perkembangan Coretax sepanjang kuartal pertama 2025. Politikus Partai Golkar ini tak menyangkal adanya potensi kerugian negara imbas kegagalan layanan Coretax. Terlebih investasi untuk menghadirkan sistem ini cukup mahal, sekitar Rp1,3 Triliun.

    Dia mendesak DJP dan Kemenkeu memberikan penjelasan secara transparan menyangkut persoalan tersebut. “Selain itu, Coretax ini akan dievaluasi, mengingat tujuan utamanya adalah untuk mendukung ekstensifikasi pajak,” ujar Erwin.

    Sebelumnya DJP Kemenkeu telah menyampaikan permintaan maaf, usai sistem inti administrasi pajak, Coretax masih sulit diakses para wajib pajak.

    “Dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas terdapatnya kendala-kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur-fitur layanan Coretax DJP yang menyebabkan terjadinya ketidaknyamanan dan keterlambatan layanan administrasi perpajakan,” tulis keterangan resmi DJP Jumat (10/1/2025).

    Dalam keterangan tersebut, Ditjen Pajak berjanji terus berupaya memperbaiki kendala yang ada serta memastikan layanan Coretax DJP dapat berjalan dengan baik.

    Diketahui, sejumlah wajib pajak mengeluhkan layanan aplikasi pajak anyar bernama Coretax yang diinisiasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan. Padahal, aplikasi yang diluncurkan 1 Januari 2025, investasinya cukup mahal, sekitar Rp1,3 triliun.

    Awalnya, kehadiran Coretax ini diharapkan bisa meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem administrasi perpajakan. Namun yang terjadi justru sebaliknya, banyak wajib pajak kesulitan dalam mengakses berbagai fitur penting dalam Coretax. Termasuk permintaan sertifikat digital dan pembuatan e-faktur.

  • Warga RI Wajib Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Petaka

    Warga RI Wajib Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Petaka

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Di tahun baru ini, warga RI sepertinya harus bersabar. Sebab, 2025 kemungkinan besar akan sangat menantang bagi warga Indonesia.

    Sederet benda-benda diramalkan akan naik dikarenakan sejumlah pungutan pajak baru. Tercatat ada beberapa hal yang akan mengalami perubahan harga karena kenaikan maupun perubahan kebijakan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% khususnya untuk barang mewah, penambahan Objek Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK), kenaikan iuran BPJS Kesehatan, potensi kenaikan harga gas Elpiji, hingga potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

    Belum selesai di situ, ada penambahan lainnya yakni penerapan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang akan dikenakan PPN, penerapan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta opsen pajak kendaraan bermotor.

    Berikut daftar kenaikan yang akan terjadi di 2025.

    1. PPN Naik Menjadi 12%

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah resmi menerbitkan peraturan yang menjadi acuan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif 12% bagi barang atau jasa yang tergolong mewah.

    Peraturan itu ia tetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. PMK 131/2024 ini ia tetapkan pada 31 Desember 2024 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

    “Bahwa guna mewujudkan aspek keadilan di masyarakat perlu diterbitkan kebijakan dalam penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai,” dikutip dari bagian menimbang PMK 131/2024.

    Skema pengenaan tarif PPN 12% dalam peraturan ini terbagi dua. Pertama ialah menggunakan dasar pengenaan pajak atau DPP berupa harga jual atau nilai impor, sedangkan yang kedua DPP berupa nilai lain. Skema ini dijelaskan dalam pasal 2 dan pasal 3 PMK tersebut.

    Untuk skema pertama, dikhususkan atas impor barang kena pajak dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean oleh pengusaha yang terutang PPN. PPN yang terutang itu dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    Adapun BKP dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor itu merupakan BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    Sementara itu, untuk BKP yang tidak tergolong barang mewah, skema pengenaan PPN terutangnya dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain. Nilai lain ini dihitung sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.

    Penting dicatat, dalam Pasal 5 peraturan ini disebutkan bahwa pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, akan berlaku dua ketentuan.

    Ketentuan pertama, mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.

    Ketentuan kedua, mulai 1 Februari berlaku ketentuan PPN yang terutang dihitung dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    2. Penambahan Objek Cukai, Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)

    Tak hanya kenaikan PPN menjadi 12%, pengenaan cukai atas barang berpotensi bertambah di 2025. Adapun cukai baru yang bakal dikenakan yakni cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

    Dalam Buku Nota II Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, rencananya objek MBDK akan dikenakan cukai pada 2025. Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada (MBDK) dikenakan untuk menjaga kesehatan masyarakat.

    Pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai sebesar tahun depan sebesar Rp 244,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Pemerintah juga menargetkan barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan.

    Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 serta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025.

    Dalam RUU pasal 4 ayat 6 disebutkan “Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi:

    a. hasil tembakau;

    b. minuman yang mengandung etil alkohol;

    c. etil alkohol atau etanol;

    d. minuman berpemanis dalam kemasan

    Munculnya barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan ini di luar dugaan mengingat pemerintah sebelumnya lebih gencar mewacanakan akan mengenakan cukai pada plastik. Ketentuan cukai plastik bahkan sudah dimuat dalam APBN 2024.

    “Pemerintah juga berencana untuk mengenakan barang kena cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025. Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan/ atau pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula,” tulis RAPBN 2025.

    Cukai sebagai instrumen fiskal memiliki fungsi strategis, baik sebagai penghimpun penerimaan negara (revenue collector) maupun sebagai pengendali eksternalitas negatif.

    Oleh karena itu, dalam setiap perumusan kebijakan tarif cukai, pemerintah perlu memperhatikan aspek-aspek yang dikenal 4 Pilar Kebijakan yaitu pengendalian konsumsi (aspek kesehatan), optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan industri, dan peredaran rokok ilegal.

    Saat ini, pengenaan cukai baru atas terdiri tiga objek pengenaan yakni cukai hasil tembakau (rokok), etil alkohol (etanol), dan minuman yang mengandung etil alkohol.

    3. Iuran BPJS Kesehatan Berpotensi Naik

    Iuran BPJS Kesehatan dikabarkan akan naik pada 2025. Sebagaimana dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

    Ali Ghufron Mukti memberikan sinyal kenaikan besaran iuran itu hanya untuk kelas I dan II.

    Kenaikan tarif iuran itu akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

    Sementara itu, dia memastikan iuran peserta kelas III tidak akan berubah karena peserta tersebut umumnya merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

    Sayangnya, Ghufron belum mengungkapkan kapan tepatnya besaran iuran BPJS Kesehatan akan naik. Namun, dia memastikan kebijakan ini bakal diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

    Dalam kesempatan ini, Ghufron juga menegaskan tarif iuran BPJS Kesehatan tidak akan dibuat single tarif. Artinya, setiap kelas peserta bakal tetap membayar sesuai dengan porsinya.

    4. Harga BBM Berpotensi Naik

    Pemerintah berencana memangkas subsidi BBM pada tahun 2025 mendatang. Jika benar demikian, maka masyarakat harus bersiap untuk kenaikan tarif BBM di tahun depan.

    Rencana kebijakan ini terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah mendorong dilakukannya pengendalian kategori konsumen untuk BBM jenis Pertalite dan Solar.

    Peningkatan konsumsi BBM ditambah harga jual yang berada di bawah harga keekonomian mengerek beban subsidi dan kompensasi. Selain itu, penyaluran BBM Subsidi saat ini dinilai kurang tepat pasalnya lebih banyak dinikmati mayoritas rumah tangga kaya.

    Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta KL per tahun.

    “Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun,” demikian dikutip dari Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025, Jumat (24/5/2024) lalu.

    5. Potensi Kenaikan Harga Gas LPG

    Dalam RAPBN 2025 disebutkan jika subsidi LPG Tabung 3 Kg hanya mencapai Rp 87,6 triliun atau naik tipis 2,3% dari outlook 2024 sebesar Rp 85,6 triliun. Kenaikan tipis ini mengindikasikan adanya langkah pembatasan penerima.

    Meski begitu, menurutnya perubahan skema subsidi gas melon ini diperkirakan baru akan diuji coba pada akhir 2025 mendatang. Sehingga jika benar nanti skema pemberian subsidi diganti, langkan ini baru bisa berjalan pada 2026 mendatang.

    Sebab nantinya pemberian subsidi LPG 3 kg ini akan mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk memastikan betul siapa penerima yang berhak dan yang tidak. Tentunya, jika subsidi gas Elpiji 3 kg dialihkan, maka ada potensi kenaikan harga yang cukup tinggi.

    Diperkirakan nilai subsidi LPG 3 kg mengalami pembengkakan beberapa tahun ke depan. Sebab asumsi antara DPR dengan pemerintah menyetujui adanya peningkatan konsumsi LPG di Indonesia pada tahun 2025 mendatang.

    6. IPL Apartemen Akan Dikenakan PPN

    Ada kabar kalau Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) pada rumah susun dan apartemen akan dikenakan PPN. Hal ini bermula dari surat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan wilayah Jakarta Barat mengenai sosialisasi pengelola apartemen.

    Dari surat yang diterima CNBC Indonesia, terpantau ada 19 apartemen yang masuk ke dalam daftar undangan, mulai dari PSSRS Komersial Campuran Seasons City Jakarta, Apartemen Grand Tropic, Apartemen Menara Latumenten hingga Apartemen Maqna Residence.

    Dalam surat tersebut, akan dilakukan kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat.

    “Sehubungan dengan adanya kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat, dengan ini kami mengundang Saudara untuk menghadiri kegiatan tersebut yang akan dilaksanakan pada hari, tanggal Kamis, 26 September 2024 waktu 09.00 s.d. selesai,” tulis undangan yang ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat Farid Bachtiar dikutip Rabu (25/9/2024).

    Mengenai surat tersebut, Kalangan penghuni rumah susun dan apartemen keberatan. Ketua Umum Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta menilai kebijakan itu tidak tepat karena banyak penghuninya merupakan kalangan menengah yang saat ini daya belinya tengah terganggu.

    Polemik pengenaan PPN untuk IPL menemui titik terang setelah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) bertemu dengan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yakni Muh. Tunjung Nugroho, Kepala Subdirektorat Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya di Kantor Ditjen Pajak, Jl. Gatot Subroto, Jakarta.

    Kedua pihak membahas status dan aliran dana IPL warga rumah susun/apartemen sampai akhirnya dibelanjakan.

    Ketua P3RSI Adjit Lauhatta menyampaikan besaran IPL (per meter per segi) ditentukan dalam Rapat Umum Anggota (RUA) PPPSRS. Berapa dana urunan (IPL) itu disesuaikan dengan rencana anggaran program kerja tahunan. Setelah itu baru berapa besaran IPL itu diputuskan. Jadi, sejak awal PPPSRS memang tidak cari untung dari IPL.

    Dana IPL itu lalu ditampung dalam rekening Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), yang selanjutnya akan dipergunakan untuk pembiayaan pengelolaan dan perawatan gedung.

    Dengan demikian, dalam kegiatan penampungan dana IPL dari warga ke PPPSRS itu tidak ada pelayanan jasa di situ. Karena itu, IPL tidak tidak memenuhi unsur pertambahan nilai.

    Pembentukan PPPSRS merupakan amanah UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun untuk mengurusi pengelolaan Benda Bersama, Tanah Bersama, dan bagian bersama. Dan untuk mengelolanya, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk Badan Pengelola profesional.

    “Untuk mengelola dan merawat gedung serta berbagai fasilitasnya, tentunya dibutuhkan biaya besar. Sesuai amanat undang-undang biaya pengelolaan tersebut akan ditanggung renteng oleh pemilik dan penghuni rumah susun secara proporsional, dalam bentuk IPL yang merupakan dana urunan warga dan ditampung di rekening PPPSRS, seperti layaknya RT/RW,” kata Adjit.

    Sementara itu, Ketua PPPSRS Kalibata City, menampung aspirasi warga rumah susun. Sebagai catatan, Kalibata City yang jumlah unitnya sekitar 13 ribu itu merupakan rumah susun subsidi.

    “Selain pemilik, banyak juga penyewa yang tinggal di apartemen Kalibata City dengan alasan agar lebih hemat, karena kantornya di tengah kota Jakarta. Daripada mereka cicil rumah di Bogor atau Tangerang, dimana biaya transportasinya lebih mahal. Hingga kasihan kalau mereka ada tambah pajak (PPN) dari IPL,” kata Musdalifah.

    7. Rencana Tarif KRL Berbasis NIK

    Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengumumkan soal pemberian subsidi KRL Jabodetabek menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Apakah skema ini akan jadi diberlakukan pada 2025 mendatang?

    Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengungkapkan bahwa skema ini masih sebatas rencana dan belum akan diberlakukan pada 2025.

    “Belum ada program untuk itu,” tegas Risal kepada CNBC Indonesia.

    Risal pun menegaskan pemberiian subsidi KRL Jabodetabek sama seperti yang dilakukan pada saat ini.

    “Iya (sama),” imbuhnya.

    dalam Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 disebutkan subsidi PSO dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp7.960,1 miliar (Rp7,9 triliun). Lebih rinci lagi, anggaran belanja Subsidi PSO tahun anggaran 2025 yang dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp4.797,1 miliar (Rp4,79 triliun) untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.

    Menariknya ada poin dimana penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek. Dengan perubahan skema subsidi berbasis NIK, artinya tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga yang murah seperti sekarang.

    “Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” sebut dokumen tersebut.

    Sebagai catatan tarif KRL Jabodetabek belum naik sejak 2016. Adapun skema tarifnya yaitu sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (km) pertama dan ditambah 1.000 untuk setiap 10 kilometer.

    8. Opsen Pajak Kendaraan

    Opsen Pajak mulai berlaku pada 5 Januari 2025. Sebagaimana diketahui, pungutan opsen merupakan amanat Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Aturan tersebut berlaku tiga tahun setelah disahkan pada 5 Januari 2022 lalu.

    Dalam ketentuan umum UU No 1 tahun 2022 dijelaskan, Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. Opsen Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sementara, Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen BBNKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Tarif Opsen PKB dan BBNKB pada Pasal 83 UU 1 tahun 2022 ditetapkan sebesar 66% dari pengenaan pajak kendaraan bermotor. Opsen pajak PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% yang dihitung dari besaran pajak terutang.

    Dengan demikian, akan ada tujuh komponen pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor baru, yakni BBN KB, opsen BBN KB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, Biaya Administrasi STNK, dan biaya admin TNKB.

     

    (luc/luc)

  • Cara Daftar NPWP secara Online di Coretax, Ini Panduannya!

    Cara Daftar NPWP secara Online di Coretax, Ini Panduannya!

    Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan kewajiban bagi setiap warga negara yang telah memenuhi kriteria sebagai wajib pajak. Sebelum memperoleh NPWP, wajib pajak harus melalui proses pendaftaran terlebih dulu untuk mendapatkan nomor tersebut.

    Saat ini, memperoleh NPWP dilakukan melalui sistem inti administrasi perpajakan terbaru atau coretax system (Coretax) yang resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 31 Desember 2024. Aplikasi Coretax dapat digunakan untuk wajib pajak orang pribadi untuk mendapatkan NPWP.

    Adapun Coretax dirancang untuk mempermudah proses pendaftaran dan memberikan pengalaman yang lebih nyaman bagi wajib pajak. Proses ini mencakup pengisian data, pengunggahan dokumen, hingga verifikasi yang dilakukan secara digital.

    Berikut cara daftar NPWP secara online di Coretax. Simak langkah-langkahnya di bawah ini.

    Cara daftar NPWP di Coretax

    Berikut adalah langkah-langkah pendaftaran NPWP melalui Coretax:

    Buka halaman Coretax di tautan coretaxdjp.pajak.go.id dan klik Daftar di Sini. Pilih Perorangan pada halaman persiapan registrasi wajib pajak. Isi informasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan pilih “Ya, Wajib Pajak Memiliki NIK” jika sudah terdaftar dengan NIK. Selanjutnya, ikuti langkah berikutnya sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pastikan juga untuk memilih jenis registrasi yang diinginkan. Pilih Pendaftaran dengan “Aktivasi NIK” dan lengkapi data identitas wajib pajak seperti NIK, nama lengkap, tempat lahir, jenis kelamin, status perkawinan, agama, pekerjaan, dan data keluarga. Pilih “Hanya Registrasi” jika hanya memerlukan akun Coretax tanpa mengaktifkan NIK sebagai NPWP. Verifikasi data dengan klik Verifikasi dan lanjutkan dengan memasukkan data kontak (email dan nomor telepon). Verifikasi OTP yang dikirimkan ke email atau nomor telepon Anda. Tambahkan pihak terkait jika perlu. Opsi ini bersifat opsional. Jika ingin menambahkan, klik Tambah dan lengkapi data yang diperlukan. Unggah dokumen yang dibutuhkan seperti KTP untuk WNI, atau paspor dan KITAS/KITAP untuk WNA. Untuk pelaku usaha, sertakan dokumen izin usaha atau dokumen pendukung lainnya sesuai format yang diminta. Setujui pernyataan yang diberikan dan klik Kirim Pengajuan.

    Selanjutnya, periksa email dan jika pendaftaran berhasil, Anda akan menerima nomor NPWP dan cetakan NPWP dalam format PDF via email.

    Alasan pembangunan coretax system

    Dilansir laman resmi Sekretariat Kabinet, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa peningkatkan pada coretax system tidak terlepas dari jumlah wajib pajak dan dokumen yang harus diproses.

    Jumlah wajib pajak mengalami peningkatan dari 33 juta menjadi 70 juta. Di sisi lain, dokumen yang perlu diproses sistem pajak juga meningkat seperti e-faktur yang sebelumnya 350 juta menjadi 776 juta dokumen.

    Selain itu, langkah pembaruan juga dilakukan karena teknologi yang kini dipakai dirasa tidak mampu digunakan untuk menghadapi tantangan di masa depan.

    Sistem yang sudah usang tersebut sudah tidak dapat diperbarui dan dikembangkan lebih lanjut. Hal tersebut tentu sangat berpengaruh integrasi model yang ada pada platform saat ini.

    Pembangunan coretax system juga diharapkan bisa membantu mengakomodir kebutuhan pertukaran informasi atau data.

  • Megawati Ungkap Nasib Tragis Bung Karno, Bandingkan dengan Ahok

    Megawati Ungkap Nasib Tragis Bung Karno, Bandingkan dengan Ahok

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, mengungkapkan nasib menyedihkan yang dialami oleh ayahnya, Presiden pertama RI, Soekarno. Dalam pidatonya pada acara HUT ke-52 PDIP yang digelar di Sekolah Partai, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025), Megawati menyebutkan bahwa Bung Karno mengalami nasib yang jauh lebih tragis dibandingkan dengan mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

    Megawati menceritakan bagaimana Bung Karno, meskipun telah menjadi pemimpin bangsa, tidak mendapatkan penghormatan yang layak setelah masa jabatannya berakhir. Ia bahkan membandingkan kondisi Bung Karno dengan Ahok yang mengalami nasib serupa dalam perjalanan hidup politiknya.

    “Ini Pak Ahok supaya tahu lebih sengsara bapak saya daripada situ,” kata Megawati dalam pidatonya.

    Megawati menambahkan, hal itu merupakan sebuah kenyataan pahit yang harus diterima oleh seorang mantan pemimpin negara.

    Dalam kesempatan tersebut, Megawati juga mengungkapkan ia sempat bertanya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai hak-hak yang seharusnya diterima oleh seorang mantan presiden, termasuk gaji dan pensiun yang seharusnya diberikan kepada Bung Karno. Namun, ternyata hal tersebut tidak pernah diproses dengan baik.

    “Saya bertanya kepada Mbak Sri, apakah Bung Karno sudah pernah mendapatkan hak-haknya? Saya ingin tahu tentang gaji dan pensiun beliau. Ternyata tidak ada yang jelas,” kata Megawati, yang menunjukkan rasa kecewa atas perlakuan yang diterima ayahnya.

    Megawati juga mengungkapkan perasaan kecewa dan marahnya ketika memikirkan bagaimana ayahnya diperlakukan setelah masa jabatannya berakhir.

    “Bayangkan jika orang tua kalian diperlakukan seperti itu. Apa yang kalian rasakan?” ujarnya dengan nada yang penuh emosi.

    Megawati menegaskan meskipun menghadapi banyak rintangan, Bung Karno tetap tegar dan kuat dalam menghadapi semuanya.

  • Megawati Cerita Sempat Colek Sri Mulyani soal Uang Pensiun Bung Karno

    Megawati Cerita Sempat Colek Sri Mulyani soal Uang Pensiun Bung Karno

    Jakarta

    Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bercerita dirinya sempat bertanya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal nasib sisa gaji hingga pensiunan Presiden pertama, Soekarno. Seperti diketahui sosok proklamator itu memang merupakan ayah dari Megawati.

    Sebagai anak, Megawati pernah mencolek Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal nasib gaji pensiunan ayahnya apakah masih ada di kas negara. Sebab keluarganya tak pernah mengambil hak tersebut, apalagi sejak ayahnya namanya tercoreng karena Ketetapan MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967.

    Dalam Tap MPRS itu, Soekarno disebut mengkhianati negara dan kekuasaannya sebagai presiden dicabut. Tap MPRS itu baru-baru ini dicabut pada akhir 2024 dan nama baik Soekarno pulih.

    “Bayangkan Mbak Sri Mulyani lho itu Menteri Keuangan. Saya tanya baik-baik, sebenarnya Bung Karno pernah ada nggak sih mbak namanya, gajinya, atau pensiunnya,” cerita Megawati saat memberikan pidato dalam acara HUT ke 52 PDI Perjuangan yang disiarkan virtual, Jumat (10/1/2025).

    Sri Mulyani disebut kaget karena uang gaji dan pensiunan Soekarno masih berada di kas negara dan belum diberikan. Megawati juga kaget karena keluarganya tak pernah mengurus uang tersebut.

    “Terus Mbak Sri ‘hah Mbak lho kok tenan?’ Emang durung dikei?’ (Beneran? Emang belum diberikan?) ‘Ya aku dewe yo bingung nok’ (Saya juga bingung),” kata Megawati menirukan percakapannya dengan Sri Mulyani.

    Bahkan, Megawati sempat mengira uang itu sudah tidak ada dan diambil orang, ternyata masih ada di kas negara. “Saya pikir ada diambil orang apa opo? Ternyata nggak, indah ya Republik Indonesia ini,” pungkasnya.

    (hal/ara)

  • 10 Hari Penggunaan Coretax, Anak Buah Sri Mulyani Klaim Terbitkan 845.514 Faktur Pajak

    10 Hari Penggunaan Coretax, Anak Buah Sri Mulyani Klaim Terbitkan 845.514 Faktur Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan yang dipimpin Sri Mulyani telah menerbitkan 845.514 faktur pajak melalui Sistem Inti Administrasi Perpajakan (Coretax) baru yang dikelola Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Dwi Astuti menyampaikan sampai dengan tanggal 9 Januari 2025 pukul 18.55 WIB, Wajib Pajak (WP) yang sudah sudah berhasil mendapatkan sertifikat digital/sertifikat elektronik untuk menandatangani faktur pajak berjumlah 126.590.  

    “Sementara itu, wajib pajak yang sudah berhasil membuat faktur pajak yaitu sebesar 34.401 dengan jumlah faktur pajak yang telah dibuat 845.514 dan faktur pajak yang telah divalidasi atau disetujui sebesar 236.221,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (10/1/2025). 

    Untuk diketahui, sejak implementasi pada 1 Januari 2025, sistem pajak teranyar tersebut menghadapi sejumlah kendala. Seperti gagal log in atau masuk hingga tidak dapat menerbitkan faktur pajak. 

    Akibat kendala tersebut, Dwi menyampaikan bahwa Wajib Pajak tidak perlu khawatir adanya pengenaan sanksi administrasi apabila dalam masa transisi terdapat keterlambatan penerbitan faktur pajak maupun pelaporan pajak. 

    “DJP memastikan tidak ada beban tambahan kepada Wajib Pajak sebagai akibat penggunaan sistem yang berbeda antara sistem yang selama ini digunakan dengan sistem yang baru,” tuturnya. 

    Untuk itu, Ditjen Pajak menekankan akan terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan seluruh aplikasi yang terdapat dalam Coretax DJP,  termasuk peningkatan kapasitas Coretax DJP.

    Daftar pertanyaan yang sering diajukan beserta jawabannya dapat diakses pada laman landas Direktorat Jenderal Pajak dengan tautan www.pajak.go.id. Apabila wajib pajak menemui kendala, silahkan menghubungi kantor pajak setempat atau Kring Pajak 1500 200.

    Adapun kendala-kendala tersebut disampaikan warganet melalui komentar di akun media sosial resmi Ditjen Pajak. 

    “Belum bisa sampai skrg min.. Ayo min diperbaiki lagi jd yg lebih apik, secara sistem maupun lainnya… Kukira td pagi jam 4an sdh bisa, eh ternyata abis kirim otp, error lg .. Ayoo min jangan buat aku dimarahin sama banyak orang,” komentar @dyahmulyadi dalam salah satu unggahan Instagram Ditjen Pajak, Jumat (10/1/2025). 

    “Seriuss..dah 10 hari faktur pajak keluaran blum bisa diproses…rasanya pen resign ajaa,” tulis @itshikkmah. 

  • KPK Sita Vespa dan Mobil dari Bekas Dirut BUMN di Kasus LPEI

    KPK Sita Vespa dan Mobil dari Bekas Dirut BUMN di Kasus LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah salah satu rumah mantan direktur utama BUMN terkait kasus dugaan korupsi pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (9/1/2025). 

    KPK tidak mengungkap identitas mantan direktur utama perusahaan pelat merah itu. Penggeledahan hanya disebut digelar di Jakarta. 

    “Bahwa pada hari ini (9 Januari 2025), penyidik KPK telah melakukan penggeledahan terhadap salah satu rumah mantan direktur utama BUMN di Jakarta,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (9/1/2025). 

    Pada penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah barang yang diduga berkaitan dengan perkara tersebut. Di antaranya, kendaraan bermotor berupa tiga unit sepeda motor jenis Vespa Piagio senilai kurang lebih Rp1,5 miliar. 

    Kemudian, KPK turut menyita satu unit mobil bermerek Wuling senilai Rp350 juta. Lalu, KPK turut menyita bukti elektronik dan dokumen yang diduga berkaitan dengan perkara dugaan korupsi di LPEI. 

    “Asset yang disita tersebut diduga terkait dengan aliran dana dari TPK perkara tersebut di atas,” lanjut Tessa.

    Lembaga antirasuah mengingatkan kepada siapapun untuk tidak turut serta dalam menerima, menyembunyikan atau menampung harta yang punya keterkaitan dengan tersangka. 

    “Bila terbukti hal itu dilakukan dalam upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta hasil TPK, maka pihak pihak tersebut akan dijerat sesuai dengan UU TPK dan atau pencucian uang,” pesan Tessa. 

    Di sisi lain, KPK turut menyampaikan terima kasih kepada para pihak dan masyarakat yang selama ini membantu menginformasikan keberadaan sejumlah aset milik tersangka atau pihak terkait lainnya.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK mengumumkan penyidikan perkara tersebut pada 19 Maret 2024, sehari setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan laporan dugaan fraud di Eximbank itu ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Pada konferensi pers, KPK menyebut telah lebih dulu memulai penyelidikan terhadap dugaan fraud di LPEI sejak Februari 2024. Beberapa debitur LPEI yang diduga melakukan fraud juga sama dengan yang diserahkan Sri Mulyani ke Kejagung. 

    Pada Agustus 2024, Kejagung resmi melimpahkan perkara yang diusut olehnya ke KPK. Korps Adhyaksa menyebut empat debitur LPEI yang didalami ternyata sama dengan yang diusut oleh KPK. 

    KPK pun telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka perseorangan. Sementara itu, ada sekitar 11 debitur LPEI yang diduga melakukan fraud penyaluran kredit pembiayaan ekspor itu. 

    Pada kasus tersebut, KPK menduga nilai kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp1 triliun.

  • Intip Gaji PNS 2025, Apakah Ada Kenaikan?

    Intip Gaji PNS 2025, Apakah Ada Kenaikan?

    Jakarta

    Gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) digadang-gadang naik pada 2025. Rencana kenaikannya bahkan termuat dalam dokumen Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025.

    Namun hingga saat ini, pemerintah belum mengumumkan kepastian kenaikan gaji PNS untuk 2025. Lantas, apakah gaji PNS akan benar-benar naik di tahun ini?

    Apakah Gaji PNS Naik di 2025?

    Mengutip pemberitaan detikcom, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Rini Widyantini menyatakan hingga kini belum dilakukan pembahasan terkait kenaikan gaji PNS pada 2025.

    Menurutnya, saat ini masih dalam tahap awal pemerintahan sehingga tengah dilakukan penyesuaian ulang program serta anggaran. Mengingat struktur pemerintahan sekarang berbeda dengan sebelumnya yang terdapat penambahan jumlah kementerian dan lembaga.

    “Saya belum ada pembicaraan secara khusus dengan Bu Menteri Keuangan (Sri Mulyani),” ujar Rini, saat ditemui di Kantor Kementerian PPN/Bappenas pada Senin (30/12/2024).

    “Betul ini ada tenggat waktu (rampung di awal 2025), tapi kan ini K/L banyak menteri-menteri baru, banyak penyesuain dan sebagainya,” imbuhnya.

    Meski begitu, Rini memastikan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan membahas kenaikan gaji mengingat hal tersebut berkaitan dengan kesejahteraan pegawai.

    Sebelumnya, wacana kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) 2025 masuk dalam KEM-PPKF 2025. Di dalam dokumen, ada empat aspek yang difokuskan pada kebijakan belanja pegawai di tahun ini. Salah satunya yaitu gaji PNS.

    Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas terdahulu, pernah mengungkap kenaikan gaji ASN bakal dilakukan bertahap. Pemerintah akan memprioritaskan peningkatan kesejahteraan bagi ASN, terutama guru, dosen, tenaga kesehatan, penyuluh, serta anggota TNI dan Polri.

    Rincian Gaji PNS Terbaru

    Dengan belum adanya pengumuman resmi dari pemerintah, gaji PNS 2025 masih mengikuti kebijakan sebelumnya. Besaran gaji PNS mengalami kenaikan sebesar 8% pada 2024.

    Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2024 tentang Perubahan Kesembilan Belas Atas Peraturan PP Nomor 7 Tahun 1977 Tentang Peraturan Gaji PNS, berikut rincian gaji PNS 2024 berdasarkan golongannya yang berlaku sejak 1 Januari 2024:

    Gaji PNS Golongan I

    Golongan Ia: Rp 1.685.700 – 2.522.600Golongan Ib: Rp 1.840.800 – 2.670.700Golongan Ic: Rp 1.918.700 – 2.783.700Golongan Id: Rp 1.999.900 – 2.901.400

    Gaji PNS Golongan II

    Golongan IIa: Rp 2.184.000 – 3.643.400Golongan IIb: Rp 2.385.000 – 3.797.500Golongan IIc: Rp 2.485.900 – 3.958.200Golongan IId: Rp 2.591.100 – 4.125.600

    Gaji PNS Golongan III

    Golongan IIIa: Rp 2.785.700 – 4.575.200Golongan IIIb: Rp 2.903.600 – 4.768.800Golongan IIIc: Rp 3.026.400 – 4.970.500Golongan IIId: Rp 3.154.400 – 5.180.700

    Gaji PNS Golongan IV

    Golongan IVa: Rp 3.287.800 – 5.399.900Golongan IVb: Rp 3.426.900 – 5.628.300Golongan IVc: Rp 3.571.900 – 5.866.400Golongan IVd: Rp 3.723.000 – 6.114.500Golongan IVe: Rp 3.880.400 – 6.373.20

    Gaji di atas belum termasuk dengan tunjangan yang akan diterima PNS setiap bulannya tergantung golongan, jabatan, dan instansi tempat bekerja.

    (azn/row)

  • Coretax Bermasalah, Ini Saran Mantan Anak Buah Sri Mulyani ke Ditjen Pajak

    Coretax Bermasalah, Ini Saran Mantan Anak Buah Sri Mulyani ke Ditjen Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo menyarankan agar Ditjen Pajak segera memberikan solusi praktis atas berbagai permasalahan yang muncul dalam pengaplikasian Coretax System atau sistem inti administrasi perpajakan.

    Coretax sendiri resmi diluncurkan pada 1 Januari 2025, tetapi terdapat banyak permasalahan yang ditemui mulai kesulitan menerbitkan faktur pajak hingga tidak bisa melakukan impersonate. 

    Prastowo mengaku menerima banyak keluhan dan masukan, mulai dari wajib pajak maupun petugas pajak di lapangan. Menurutnya, para wajib pajak berjibaku menuntaskan kewajibannya agar terhindar dari kesalahan dan sanksi.

    Di sisi lain, sambungnya, para petugas pajak juga kerepotan menghadapi kendala dan keluhan yang diterima. Padahal, Prastowo yakin banyak petugas pajak yang belum cukup dibekali dengan pedoman dan solusi praktis.

    Oleh sebab itu, dia memberikan delapan solusi yang menurutnya dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu agar masalah Coretax tidak berlarut-larut.

    “Pertama, disampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Hindari unggahan-unggahan konten yang bernuansa kurang peka terhadap adanya permasalahan lapangan,” cuit Prastowo di akun X miliknya, @prastow, Kamis (9/1/2025).

    Kedua, Ditjen Pajak lebih aktif menjemput masalah ataupun komplain. Kemudian, Ditjen Pajak memberikan solusi serta panduan untuk menyelesaikan masalah yang ada.

    Ketiga, Ditjen Pajak membuat panduan untuk petugas di lapangan, agar bisa memberikan respons yang tepat ke wajib pajak termasuk sosialisasi yang berkelanjutan.

    Keempat, Ditjen Pajak menyiapkan laman, kanal, ataupun contact center untuk menampung masalah serta keluhan secara cepat dan tepat. 

    “Kelima, berikan update secara berkala terhadap penanganan tiap masalah yang ada sehingga wajib pajak update dan terbantu. Termasuk melalui para intermediaries seperti konsultan, akuntan, dan lain-lain,” lanjut Prastowo.

    Keenam, Ditjen Pajak diminta menyiapkan Plan B atau sekoci sebagai alternatif solusi, khususnya hal faktur pajak dan registrasi seperti dengan parallel run SI DJP. 

    Ketujuh, Ditjen Pajak menyiapkan skenario keadaan kahar sebagai antisipasi timbulnya sanksi administratif bukan karena kesalahan wajib pajak atau petugas.

    Kedelapan atau terakhir Ditjen Pajak perlu ditunjukkan sikap belarasa, bertanggung jawab, dan memegang kendali penuh untuk mendapatkan solusi yang baik secara top-down. 

    “Baru saja kita berupaya solusi yang baik untuk PPN 12%. Semoga Coretax juga dapat diatasi dengan baik,” tutupnya.

    Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo memastikan tidak akan ada denda atau sanksi yang dikenakan kepada wajib pajak karena permasalahan dalam aplikasi Coretax atau sistem inti administrasi perpajakan.

    Suryo tidak menampik masih banyak kendala yang ditemui dalam aplikasi Coretax usai diluncurkan pada awal tahun. Dia menjelaskan pengaplikasian Coretax masih dalam tahap transisi, sehingga belum akan akan ada sanksi yang dikenakan apabila berkaitan dengan penggunaan sistem baru tersebut.

    “Jadi, wajib pajak tidak perlu khawatir apabila dalam implementasi ini mungkin ada keterlambatan penerbitan faktur atau barang kali pelaporan. Nanti kami pikirkan supaya tidak ada beban tambahan kepada masyarakat pada waktu menggunakan sistem yang baru,” jelas Suryo di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Senin (6/1/2025).

    Lebih lanjut, dia mengaku setiap harinya Ditjen Pajak akan memonitor dan memantau perkembangan Coretax. Suryo mengaku jika timnya menemukan permasalahan maka akan segera coba selesaikan.

    Dia menjelaskan kendala utama yang dihadapi Ditjen Pajak adalah volume pengguna Coretax yang begitu tinggi pada waktu yang bersamaan. Oleh sebab itu, sambungnya, Ditjen Pajak terus melakukan optimalisasi kapasitas sistem, pengelolaan beban akses, dan melebarkan bandwidth.

    “Ini baru hari keenam [setelah Coretax diluncurkan], jadi mohon maklum,” kata Suryo.

    Dua hari ini saya mendapat banyak keluhan dan masukan, baik dari wajib pajak maupun petugas pajak di lapangan.

    Saya sangat paham dan berempati bahwa ada banyak keluhan thd kendala di lapangan terkait implementasi Coretax ini. Saat ini mungkin ribuan wajib pajak sdg berjibaku…

    — Prastowo Yustinus (@prastow) January 9, 2025