Tag: Setyo Budiyanto

  • Novel Baswedan Cs Bertemu Ketua KPK Setyo Budiyanto, Bahas Apa? – Page 3

    Novel Baswedan Cs Bertemu Ketua KPK Setyo Budiyanto, Bahas Apa? – Page 3

    Ketua KPK, Setyo Budiyanto menegaskan pentingnya kolaborasi dalam mewujudkan visi pemberantasan korupsi yang lebih efektif. Ia menyebutkan bahwa upaya ini melibatkan berbagai aspek, mulai dari pendidikan, pencegahan, hingga penindakan.

    “Kami berharap dengan adanya sinergi yang lebih erat, upaya pemberantasan korupsi di semua lini bisa lebih optimal. Salah satunya melalui Kortas Tipikor Polri yang tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga memperkuat sektor pendidikan dan pencegahan,” ujar Setyo.

    Setyo juga menekankan perlunya dukungan dari berbagai pihak untuk memperbaiki IPK yang masih rendah.

    “Indeks Persepsi Korupsi adalah cerminan persepsi nasional maupun internasional terhadap kita. Ini bukan hanya tanggung jawab KPK, tetapi tugas bersama, termasuk Polri, untuk memperbaiki persepsi tersebut,” tambahnya.

    Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyambut baik kunjungan ini dan menyatakan komitmen Polri untuk terus meningkatkan kerjasama dengan KPK. Ia juga menepis kekhawatiran terkait tumpang tindih peran Kortas Tipikor dengan lembaga lain.

    “Kehadiran Kortas Tipikor justru memperkuat sinergi antara Polri dan KPK. Ini adalah wujud komitmen kami untuk menciptakan sistem yang lebih efisien dan mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia,” ujar Kapolri.

     

  • KPK tunggu kehadiran Hasto pada 13 Januari 2025

    KPK tunggu kehadiran Hasto pada 13 Januari 2025

    Sumber foto: Antara/elshinta.com

    KPK tunggu kehadiran Hasto pada 13 Januari 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 09 Januari 2025 – 19:27 WIB

    Elshinta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menunggu kehadiran Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto untuk diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan pada Senin, 13 Januari 2025.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto enggan berkomentar soal bagaimana langkah penyidik apabila Hasto tidak hadir. Menurutnya masih terlalu dini untuk menjawab pertanyaan tersebut.

    “Saya tidak akan berandai-andai apakah yang bersangkutan akan hadir atau tidak, dan bagaimana kalau tidak hadir. Kita tunggu saja sama-sama di tanggal tersebut,” kata Tessa saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.

    Sebelumnya, Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyatakan sudah menerima surat panggilan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangan dan dirinya siap hadir pada Senin, 13 Januari 2025.

    “Saya sudah menerima surat panggilan dari KPK untuk hadir pada 13 Januari 2025. Pada pukul 10.00,” kata Hasto di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Kamis.

    Dia sebagai warga negara yang taat hukum mengaku bakal hadir memenuhi undangan KPK dan bakal kooperatif terhadap seluruh pertanyaan penyidik.

    “Saya nyatakan bahwa sebagai warga negara yang taat hukum, saya akan hadir memenuhi panggilan KPK tersebut dan memberikan keterangan dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.

    Hasto mengaku memahami seluruh jalan politik PDI Perjuangan, Presiden pertama RI Soekarno, dan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri sehingga dirinya akan meneladani mereka untuk memenuhi panggilan hukum, yang dalam hal ini adalah KPK.

    Menurut dia, jalan politik dari PDI Perjuangan, Bung Karno, dan Megawati ialah menghormati hukum dan menjunjung tinggi demokrasi.

    Penyidik KPK pada Selasa, 24 Desember 2024, menetapkan dua orang tersangka baru dalam rangkaian kasus Harun Masiku, yakni Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto (HK) dan advokat Donny Tri Istiqomah (DTI).

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan bahwa HK mengatur dan mengendalikan DTI untuk melobi anggota KPU Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I.

    HK juga diketahui mengatur dan mengendalikan DTI untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio Fridelina.

    “HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan DTI melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar AS pada periode 16 Desember 2019 hingga 23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019—2024 dari Dapil Sumsel I,” ujar Setyo.

    Selain itu, penyidik KPK juga turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan.

    Setyo menerangkan tindakan yang dilakukan Hasto dalam perkara obstruction of justice tersebut adalah sebagai berikut.

    1. Pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat operasi tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan, selaku penjaga rumah aspirasi Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK, untuk menelepon Harun Masiku untuk merendam ponselnya dengan air dan segera melarikan diri.

    2. Pada tanggal 6 Juni 2024, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, yang bersangkutan memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan HP miliknya yang dipegang Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

    4. Hasto mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

    Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019—2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.

    Walau demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020.

    Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota KPU periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.

    Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus sama dengan Harun Masiku, saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

    Sumber : Antara

  • Sebut Pimpinan KPK Perpanjangan Tangan Jokowi, Tim Hukum PDIP: Hasto Ditarget Masuk Penjara Sebelum Kongres

    Sebut Pimpinan KPK Perpanjangan Tangan Jokowi, Tim Hukum PDIP: Hasto Ditarget Masuk Penjara Sebelum Kongres

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto disebut sudah ditarget untuk ditahan sebelum pelaksanaan Kongres DPP PDIP. Kongres partai tersebut rencananya akan digelar tahun ini.

    Tim Hukum DPP PDI Perjuangan mengaku mendapatkan informasi bahwa penahanan itu untuk mengganggu jalannya Kongres PDIP.

    “Kami mendengar informasi bahwa Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ditargetkan akan ditahan sebelum Kongres PDI Perjuangan yang akan berlangsung dalam waktu dekat,” kata Ketua DPP PDIP bidang Reformasi Hukum Ronny Talapessy di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025).

    Ia menduga, penahanan Hasto Kristiyanto bertujuan untuk mengganggu proses konsolidasi partai. Penahanan itu juga dimaksudkan untuk menekan PDIP agar tidak lagi bersuara kritis terhadap perusakan demokrasi dan konstitusi, yang dilakukan oleh Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

    “Semua proses sejak dari pemanggilan, penyitaan properti pribadi, pentersangkaan, dan penggeledahan kediaman Sekjen Hasto Kristiyanto kami nilai tidak menunjukkan upaya yang murni demi penegakan hukum, tetapi merupakan bagian dari rangkaian operasi politik dengan target mengganggu, mengawut-awut, internal partai jelang Kongres,” urai Ronny.

    Ronny pun menyebut, kepemimpinan KPK saat ini merupakan perpanjangan tangan dari Jokowi. Sebab, proses seleksi pimpinan KPK yang kini dikomandoi Setyo Budiyanto berlangsung pada era Jokowi.

    “Di akhir kekuasaannya, mantan presiden Joko Widodo tidak menghiraukan kritik publik, baik dari eks komisioner, eks penyidik, kalangan akademisi, media, dan masyarakat sipil lainnya agar menghentikan proses seleksi dan menyerahkannya kepada pemerintahan Prabowo yang tinggal menunggu sedikit waktu lagi untuk dilantik,” ujar Ronny.

  • PDIP Endus KPK Tak Berani Bongkar Kasus Korupsi Keluarga Jokowi

    PDIP Endus KPK Tak Berani Bongkar Kasus Korupsi Keluarga Jokowi

    GELORA.CO -DPP PDIP meyakini bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sekarang tidak akan berani mengusut dugaan korupsi yang melibatkan keluarga Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). 

    Meskipun, sejumlah aktivis dan organisasi masyarakat sipil sudah melaporkan sejumlah kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU), penyelundupan nikel mentah, hingga skandal izin tambang blok Medan ke KPK. 

    Sebab itu, DPP PDIP menyebut KPK periode sekarang adalah edisi Jokowi. 

    Demikian disampaikan Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional Ronny Talapessy saat jumpa pers di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, pada Kamis sore, 9 Januari 2025. 

    “KPK edisi Jokowi ini tidak akan menggubris dan menindaklanjuti banyaknya laporan masyarakat sipil terhadap dugaan pencucian uang, penyelundupan nikel mentah, skandal izin tambang blok Medan, yang diduga melibatkan Bobby Nasution dan keluarga Jokowi lainnya,” tegas Ronny. 

    Sebaliknya, Ronny menyesalkan bahwa KPK di bawah kepemimpinan Setyo Budiyanto terkesan menarget Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto karena kritis terhadap praktik penyalahgunaan kekuasaan oleh Jokowi. 

    “Sehari sejak dilantik, KPK edisi Jokowi langsung bekerja menjalankan agenda kriminalisasi, dalam bentuk pemidanaan yang dipaksakan, terhadap PDI Perjuangan melalui Sekjen Hasto Kristiyanto karena bersuara kritis terhadap kerusakan demokrasi yang dilakukan Jokowi,” kata Ronny.

    Namun begitu, Ronny menyatakan, pihaknya menyerukan agar semua kader, simpatisan, dan keluarga besar PDIP tetap solid di bawah kepemimpinan Ketua Umum Ibu Megawati Soekarnoputri dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang hendak meng-awut-awut partai.

    “PDI Perjuangan akan terus mengikuti dan menghormati proses hukum dengan tetap mengikuti hukum acara pidana yang ada,” pungkasnya.

    Beberapa hari lalu, perkumpulan aktivis 98 yang tergabung dalam Nurani 98 mendesak KPK untuk segera memeriksa harta kekayaan Jokowi dan keluarga.

    Desakan itu disampaikan langsung para aktivis Nurani 98 saat mendatangi Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Januari 2025.

    Mereka yang hadir, yakni Ubedilah Badrun, Ray Rangkuti, Hari Purwanto, Embay S, AH Wakil Kamal, Guntoro, Antonius Danar, Tejo Asmoro, dan Bowo Santoso.

    Ubedilah yang juga dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini mengatakan, dalam penegakan hukum memberantas korupsi, KPK tidak boleh tebang pilih, tidak tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

    “Siapapun sama di muka hukum termasuk mantan Presiden Joko Widodo dan keluarganya,” kata Ubedilah kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK.

    Ubedilah menjelaskan, kedatangannya ke KPK ini bertujuan untuk mendesak agar KPK menindaklanjuti laporannya yang sudah dilayangkan sejak 3 tahun lalu, yakni pada 10 Januari 2022 tentang dugaan tindak pidana Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) keluarga Jokowi.

    “Bahwa Presiden RI yang ke-7 yang kami laporkan ke KPK pada tiga tahun lalu bernama Joko Widodo telah disebutkan oleh Lembaga Internasional Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) sebagai salah satu mantan Presiden terkorup dunia,” terang Ubedilah. 

  • Hasto Jadi Tersangka, PDIP: KPK Edisi Jokowi

    Hasto Jadi Tersangka, PDIP: KPK Edisi Jokowi

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim Hukum PDI-Perjuangan (PDIP) menuding penindakan hukum terhadap Sekjen Hasto Kristiyanto merupakan hasil dari campur tangan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Hukum Ronny Talapessy mengatakan Jokowi diakhir jabatannya telah melakukan seleksi pimpinan KPK yang dinilai cukup singkat.

    Terlebih, kata Ronny, Jokowi telah menghiraukan kritik publik mulai dari mantan penyidik, akademisi hingga masyarakat sipil untuk menghentikan proses seleksi pimpinan KPK dan menyerahkannya ke Prabowo.

    “Di akhir kekuasaannya, mantan presiden Joko Widodo tidak menghiraukan kritik publik,” kata Ronny di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025).

    Dia menambahkan, saat KPK pimpinan Setyo Budiyanto baru dilantik, komisi antirasuah itu dinilai telah memaksakan penindakan hukum terhadap PDIP melalui Hasto. Oleh karena itu, Ronny menyatakan bahwa KPK saat ini adalah “KPK Edisi Jokowi”.

    “Sehari sejak dilantik, KPK edisi Jokowi langsung bekerja menjalankan agenda kriminalisasi, dalam bentuk pemidanaan yang dipaksakan, terhadap PDI Perjuangan melalui Sekjen Hasto Kristiyanto,” imbuhnya.

    Ronny juga menuding KPK “Edisi Jokowi” ini tidak akan mengusut kasus-kasus yang diduga terkait keluarga Jokowi. Misalnya, kasus yang tidak akan diusut adalah kasus izin tambang blok Medan.

    “KPK Edisi Jokowi ini tidak akan menggubris dan menindaklanjuti banyaknya laporan masyarakat sipil terhadap dugaan pencucian uang, penyelundupan nikel mentah, skandal izin tambang blok medan, yang diduga melibatkan Bobby Nasution dan keluarga Jokowi lainnya,” pungkas Ronny.

     

  • KPK Panggil Anggota DPR PDIP Maria Lestari Jadi Saksi Kasus Hasto Kristiyanto

    KPK Panggil Anggota DPR PDIP Maria Lestari Jadi Saksi Kasus Hasto Kristiyanto

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Maria Lestari sebagai saksi dalam kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 dan dugaan perintangan penyidikan. 

    Maria diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Kamis (9/1/2025). Selain Maria, KPK turut melayangkan panggilan pemeriksaan kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banyuasin periode 2019-2024. 

    “Hari ini Kamis (9/1) KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan TPK suap penetapan Anggota DPR RI periode 2019-2024 dan perintangan penyidikannya, dengan Tersangka HK. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (9/1/2025).  

    Sebelumnya, KPK menduga Maria adalah salah satu caleg DPR dari PDIP yang diusulkan oleh Hasto kepada bekas anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan pada Pileg 2019-2024 lalu. 

    Pada saat itu, Maria berasal dari Dapil I Kalimantan Barat. Selain Maria, Hasto diduga mengusulkan Harun Masiku dari Dapil Sumatera Selatan I untuk menggantikan caleg terpilih yang meninggal yakni Nazarudin Kiemas. 

    Sejalan dengan proses penyidikan yang berlangsung sejak 2020 itu, KPK lalu menemukan bukti bahwa Hasto turut memberikan uang suap kepada Wahyu untuk meloloskan caleg DPR 2019-2024 pilihan PDIP.

    “Dari proses pengembangan penydikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Sdr. Wahyu berasal dari Sdr. HK,” terang Ketua KPK Setyo Budiyanto pada konferensi pers, 24 Desember 2024 lalu. 

    Sebelumnya, penetapan Hasto sebagai tersangka disetujui pada rapat expose yang dihadiri oleh pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, Desember 2024 lalu. Expose itu digelar tidak lama setelah pimpinan KPK Jilid VI mulai menjabat. 

    Setyo mengumumkan status Hasto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah selaku tersangka pada pengembangan penyidikan. Pada kasus suap, komisi antirasuah menduga Hasto dan Donny bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan penyuapan terhadap anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan. 

    Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan. Dia diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung dan tidak langsung proses penyidikan. Di antaranya, yakni menyuruh Harun Masiku pada 2020 untuk menenggelamkan ponselnya ketika adanya operasi tangkap tangan (OTT). 

    “Bahwa pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan oleh KPK, Saudara HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sutan Syahrir untuk menelpon kepada HM dan memerintahkan supaya merendam Hape ke dalam air dan melarikan diri,” papar Setyo.

    Kasus tersebut sudah mulai diusut KPK sejak 2020. Pada saat itu, lembaga antirasuah menetapkan empat orang tersangka yaitu anggota KPU Wahyu Setiawan, anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina, Saeful Bahri dan Harun Masiku. Hanya Harun yang sampai saat ini belum dibawa ke proses hukum.

  • Kasus Hasto Jadi Kado Pahit HUT ke 52 Tahun PDIP?

    Kasus Hasto Jadi Kado Pahit HUT ke 52 Tahun PDIP?

    Bisnis.com, JAKARTA — PDI Perjuangan (PDIP) akan merayakanan Hari Ulang Tahun alias HUT ke 52 pada Jumat (10/1/2025). Namun demikian, perayaan HUT kali ini akan berlangsung di tengah kasus yang menjerat Sekretaris Jenderal alias Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.

    Hasto saat ini berstatus sebagai tersangka di KPK. Dia dijerat dua pasal sekaligus. Selain penyuapan, Hasto ditengarai turut melakukan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku. 

    Di sisi lain, muncul juga dugaan mengenai adanya politisasi dalam kasus Hasto. Hasto menjadi tersangka karena dianggap kritis terhadap Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintahan Prabowo Subianto.

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto memastikan bahwa proses penegakan hukum terhadap Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto sudah sesuai prosedur.

    Setyo menyatakan bahwa penersangkaan Hasto dalam kasus Harun Masiku selalu diawasi oleh pimpinan KPK. Hasilnya, sepanjang pengawasannya, penyidik lembaga antirasuah itu telah melakukan penegakan hukum dengan benar.

    “Prinsipnya kami pimpinan itu melakukan pengawasan sepanjang sudah dilakukan dengan benar, sudah dilakukan dengan sesuai dengan ini, secara administrasi ada suratnya ada tugasnya dan lain lain,” ujarnya di Mabes Polri, Rabu (8/1/2025).

    Dengan demikian, mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta seluruh pihak agar menunggu hasil dari deputi penindakan KPK dalam membuat terang kasus yang menyeret Hasto tersebut.

    “Intinya tinggal menunggu saja, prosesnya dilakukan oleh kedeputian penindakan yaitu teknisnya, detailnya semuanya dilakukan oleh orang penyidik,” jelasnya.

    Sejarah PDIP

    Dalam catatan Bisnis, PDIP adalah pewaris dari PDI. Partai ini lahir dari sebuah upaya ‘kawin paksa’ Orde Baru terhadap kubu atau partai politik yang berhaluan nasional dan agama selain Islam. Partai ini lahir pada 10 Januari 1973.

    Secara genealogis, PDI tidak pernah lepas dari PNI. Basis pemilih PDI pun juga mewarisi lumbung suara PNI di wilayah Bali, Jawa Tengah hingga Jawa Timur, khususnya kawasan Mataraman.

    Sayangnya sejak kemunculannya, capaian suara PDI tidak pernah mengulang kejayaan PNI. Pada Pemilu 1977, misalnya, PDI hanya memperoleh 8,6 persen suara atau 29 kursi di DPR. 

    Perolehan kursi ini terpaut jauh dibandingkan PPP yang memperoleh 99 kursi atau penguasa parlemen Golkar yang meraup 232 kursi. Kondisi itu terulang pada Pemilu 1982. Capaian suara PDI tak pernah tembus di angka 10 persen. 

    Nasib PDI di parlemen mulai moncer pada Pemilu 1987. Suara PDI melesat dibandingkan dua pemilu lalu. Partai berlambang kepala banteng itu memperoleh lebih dari 10 persen suara. Jumlah kursi di parlemen menjadi 40 kursi atau naik 16 kursi dari periode pemilu sebelumnya.

    Tren peningkatan suara PDI kembali terulang pada Pemilu 1992. Golkar partai penguasa Orde Baru kendati masih dominan suaranya turun 5,1 persen. Suara PPP naik menjadi 17 persen. PDI partai yang menjadi anak tiri Orde Baru suaranya meroket dari 10,9 persen menjadi 14,9 persen atau naik 4 persen.

    Trah Sukarno 

    Banyak pihak yang berpendapat meroketnya suara PDI adalah implikasi dari keberadaan trah Sukarno di partai kepala banteng. Trah Sukarno yang dimaksud adalah Megawati Soekarnoputri. 

    Mega dalam sekejap menjadi tokoh di PDI. Suara PDI langsung melesat. Kongres PDI di Surabaya pada tahun 1993, bahkan memilih Megawati sebagai Ketua PDI. 

    Popularitas Mega rupanya mulai mengusik Orde Baru. Soeharto menganggap Megawati sebagai ancaman. Dia kemudian berupaya sekeras mungkin untuk menyingkirkan Megawati. Salah satunya dengan memilih Soerjadi sebagai Ketua PDI dalam Kongres Medan. 

    Kubu Megawati menolak Soerjadi, konflik internal di PDI kemudian berkecamuk. Kritik terhadap Orde Baru semakin deras meluncur dari PDI Mega. Puncaknya, peristiwa 27 Juli 1996 terjadi. Saat itu massa PDI Soerjadi, dibantu ABRI, menyerang kantor PDI yang dikuasai kubu Megawati. Puluhan orang tewas dan hilang.

    Meski demikian, MC Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2008 menulis bahwa represi dan aksi kekerasan yang dijalankan Orde Baru ternyata gagal membendung laju PDI Megawati. Sebaliknya, nama Megawati justru semakin populer. 

    PDIP Setelah Reformasi 

    Popularitas Megawati kelak menjadi kunci bagi kesuksesan PDI, yang kemudian pada tahun 1999 berubah namanya menjadi PDI Perjuangan (PDIP). 

    Lewat tangan dingin Megawati partai berlambang banteng moncong putih tersebut menikmati pait getirnya reformasi. Pada Pemilu multi partai tahun 1999, PDIP berhasil menjadi partai pemenang dengan 33,7 persen suara. Sayangnya meski tampil sebagai pemenang pemilu, Megawati gagal menjadi presiden setelah kalah voting melawan Gus Dur.

    Kesuksesan PDIP juga tak berlangsung lama, pada Pemilu 2004, suara PDIP turun cukup signifikan.PDIP hanya memperoleh suara sebanyak 18,9 persen, tren ini berlanjut pada tahun 2009 yang hanya sebanyak 14 persen suara.

    Anjloknya suara PDIP tersebut pararel dengan turunnya popularitas sosok sentral Megawati Soekarnoputri karena perubahan pola politik dan sejumlah skandal selama dia menjabat sebagai Presiden menggantikan Gus Dur.

    Beruntung pada tahun 2014, situasinya agak berbalik, sosok Joko Widodo berhasil meningkatkan elektabilitas partai. Jokowi effect mengantarkan kembali PDIP sebagai partai mayoritas dengan suara 18,9 persen suara. Kinerja positif tersebut berhasil mengantarkan Joko Widodo sebagai Presiden RI.

    Tren positif perolehan suara berlanjut pada tahun 2019. PDIP memperoleh 19,3 persen dan mengantarkan Jokowi untuk kedua kalinya menjabat sebagai presiden.

    Sementara itu tahun 2024 PDIP tampaknya sedang menghadapi situasi yang cukup pelik. Jokowi telah berpaling dan diisukan mendukung rival lama PDIP, yakni Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Suara PDIP di legislatif tersisa 16%.

    Megawati Dituntut Mundur

    Sementara itu, mantan politisi PDI Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon meminta Megawati Soekarnoputri mengundurkan diri buntut penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Hasto adalah Sekretaris Jendersl alias Sekjen PDIP. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024. Advokat dan kader PDIP Donny Tri Istiqomah juga ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Hasto. 

    Effendi mengaku prihatin dengan status hukum Hasto saat ini. Dia menyebut perkembangan kasus Harun Masiku itu merupakan petaka bagi partai yang lama menjadi rumahnya. Untuk itu, dia pun menilai perlu adanya perubahan kepemimpinan hingga level ketua umum di PDIP. 

    “Harus diperbaharui ya semuanya mungkin sampai ke ketua umumnya juga harus diperbaharui bukan hanya level sekjen ya. Sudah waktunya lah sudah waktunya pembaharuan yang total ya, karena ini kan fatal ini, harusnya semua kepemimpinan juga harus mengundurkan diri,” katanya kepada wartawan, Rabu (8/1/2025). 

    Menurut Effendi, partai memiliki pertanggungjawaban kepada publik yang tinggi sesuai dengan Undang-undang (UU) Partai Politik. Dia menyebut harus ada pertanggungjawaban dari ketua umum karena kasus yang menjerat Hasto. 

    Mantan anggota Komisi I DPR yang sebelumnya dicalonkan PDIP itu menyebut, pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh Megawati adalah mengundurkan diri dari jabatan yang sudah dipegangnya sejak berdirinya partai. 

    “Dia harus mengundurkan diri, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas, ini kan masalah serius masalah hukum, bukan masalah sebatas etika yang digembar-gemborkan. Ini hukum, ya harus seperti Perdana Menteri Kanada aja mengundurkan diri,” ucapnya. 

    Di sisi lain, Effendi mengkritik sikap PDIP yang dinilai kerap mencaci maki Presiden ke-7 Joko Widodo atau Jokowi. Dia menilai justru presiden bekas kader PDIP itu justru membantu Hasto melalui political will-nya. 

    “Di satu sisi caci maki terus pak Jokowi, ini ya memalukan partai itu, masa partai kerjanya caci maki sih. Tapi ketika ada persoalan hukum, gak usah dicari-cari lagi pembelaannya,” terang politisi asal Sumatera Utara itu. 

    Dia bahkan menyebut pernah menegur Hasto bahwa Jokowi berperan dalam menjaga elite PDIP itu.”Saya sampaikan juga ke mas Hasto begitu ‘Mas setahu saya pak Jokowi itu yang ikut menjaga anda loh’, ya silakan saja tapi ini enggak hanya sebatas seorang Hasto saya kira ini harus pertanggungjawaban nya dari Ketua Umumnya dong,” ungkapnya.

  • PDIP Tuding Setyo Budiyanto Ditugaskan Jokowi Tersangkakan Hasto, KPK: Kami Fokus Cari Alat Bukti – Halaman all

    PDIP Tuding Setyo Budiyanto Ditugaskan Jokowi Tersangkakan Hasto, KPK: Kami Fokus Cari Alat Bukti – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab tudingan PDI Perjuangan yang menyebut Setyo Budiyanto adalah pimpinan KPK pilihan Presiden ke-7 Joko Widodo.

    Kemudian tugas pertamanya adalah untuk mentersangkakan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu tidak ambil pusing dengan tudingan tersebut.

    Kata Asep, pihaknya lebih berfokus kepada pemenuhan alat bukti untuk melengkapi berkas perkara Hasto Kristiyanto.

    “Ada statement dari jubir (PDIP) ya terkait dengan pimpinan KPK dan lain-lain. Kami sebetulnya lebih fokus kepada pemenuhan bukti-bukti ya, pencarian bukti-bukti untuk memenuhi dugaan-dugaan yang saat ini sedang kami persangkakan kepada yang bersangkutan,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1/2025).

    “Jadi terkait dengan masalah statement apa pun dari pihak mana pun, bagi penyidik khususnya kami lebih fokus kepada bagaimana membuktikan ya, pasal-pasal yang dipersangkakan kepada yang bersangkutan. Jadi kami tidak ikut masuk di dalam hal tersebut,” imbuhnya.

    Sebagai informasi, pada Selasa (24/12/2024), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP sekaligus buronan KPK Harun Masiku.

    Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.

    Juru Bicara Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Guntur Romli tidak percaya KPK tetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto karena murni perkara hukum.

    Sebab menurutnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto adalah orang pilihan Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo atau Jokowi.

    “Jangan lupa bahwa Ketua KPK yang sekarang itu adalah orang yang dipilih, yang ditentukan oleh Jokowi, jadi seakan-akan tugas pertama dari Ketua KPK kok mentersangkakan orang atau Sekjen yang memecat Jokowi seakan-akan kami melihatnya juga seperti itu,” kata Guntur di program Sapa Indonesia Pagi KompasTV, Selasa (7/1/2025).

    Apalagi, sambung Guntur, setahun terakhir Hasto Kristiyanto kerap menerima ancaman dan intimidasi dari karena bersikap kritis.

    “Setahun setiap Mas Hasto itu bicara kritis, bicara keras selalu ada yang mengingatkan, sampai juga melakukan pengancaman atau intimidasi akan ditersangkakan dengan kasus Harun Masiku,” ujar Guntur.

    Menurut Guntur, KPK seharusnya menyelesaikan kasus Harun Masiku dengan mencari dan menemukannya. Bukan justru menjadikan kasus Harun Masiku sebagai sandera bagi PDI-P terutama Hasto.

    “Harusnya masalah hukum itu kembali kepada antara dua pihak itu, antara pihak yang menerima suap dan orang yang menyerahkan suap,” tegas dia.

    “Hasto Kristiyanto sebagai Sekjen tidak terlibat dalam kasus ini bahkan kami, Mas Hasto, partai menjadi korban dalam kasus ini, sehingga selama ini menjadi sandera politik,” lanjut Guntur Romli.

     

    Ditetapkan Tersangka oleh KPK, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Klaim Bakal Taat Hukum

    Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto memberikan pernyataan perdana usai ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Politikus asal Yogyakarta itu mengaku akan taat terhadap kasus hukum yang sedang dijalaninya.

    Hal itu disampaikan Hasto dalam keterangan video yang diterima wartawan, pada Kamis (26/12/2024). 

     “Setelah penetapan saya sebagai tersangka oleh KPK, maka sikap dari PDI Perjuangan adalah menghormati keputusan dari KPK. Kami adalah warga negara yang taat hukum,” ujarnya.

    PDIP mengungkap Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto masih berkegiatan di Kantor DPP PDIP setiap harinya (TRIBUNNEWS)

    Hasto menegaskan, PDIP adalah partai yang menjunjung tinggi supremasi hukum.

    Sejak awal Hasto sudah banyak mengkritisi soal demokrasi harus ditegakkan, suara rakyat tidak tidak bisa dikebiri dan negara hukum tidak bisa dimatikan. 

    Dia juga menyinggung kekuasaan yang otoriter dan menindas rakyatnya sendiri.

     “Saya sudah memahami berbagai risiko-risiko yang akan saya hadapi,” ucapnya.

    “Maka sebagai murid Bung Karno, saya mengikuti apa yang tertulis di dalam buku Cindy Adams ini,” lanjutnya.

    Hasto mengungkapkan dirinya menjadikan buku Cindy Adams tersebut sebagai kitab perjuangannya, untuk menegakkan nilai-nilai demokrasi.

    “Dan seluruh kader-kader PDI Perjuangan sekarang memasuki tahap bab 9. Di mana Bung Karno ketika mendirikan PNI, prinsip yang dipegang adalah non-cooperation,” ujarnya.

    “Demi cita-cita Indonesia Merdeka, demi rakyat berdaulat bisa berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapatnya, maka penjara pun adalah suatu jalan dan bagian dari pengorbanan terhadap cita-cita,” imbuhnya.

    Sebagai informasi, pada Selasa (24/12/2024), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI-P Hasto Kristiyanto sebagai tersangka.Dia menjadi tersangka dalam pengembangan kasus dugaan suap yang menjerat eks calon anggota legislatif (caleg) PDIP sekaligus buronan KPK Harun Masiku.

    Hasto ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) Nomor Sprin. Dik/ -153 /DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024.

    Hasto dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Selain terjerat pasal suap dalam perkara eks caleg PDIP Harun Masiku, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto juga dijerat dengan pasal perintangan penyidikan.

    Berdasarkan informasi, Hasto dijerat dengan Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

     

     

  • Isu Politik dan Hukum Terkini: MK Menggelar Sidang Sengketa Pilkada 2024 serta KPK Tahan Dirut Taspen

    Isu Politik dan Hukum Terkini: MK Menggelar Sidang Sengketa Pilkada 2024 serta KPK Tahan Dirut Taspen

    Jakarta, Beritasatu.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang sengketa Pilkada 2024 serta KPK menahan Direktur Utama PT Taspen Antonius N S Kosasih, menjadi berita terhangat dalam isu politik dan hukum sepanjang Rabu (8/1/2025).

    Berita lain yang menarik perhatian pembaca adalah mantan Ketua KPK, Firli Bahuri diduga berupaya merintangi penyidikan kasus Harun Masiku, Ketua KPK Setyo Budiyanto menemui Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor), serta Briptu Dodi dijatuhi sanksi demosi 5 tahun terkait kasus pemerasan WNA Malaysia di acara Djakarta Warehouse Project (DWP).

    Berikut lima berita terhangat dalam isu politik dan hukum sepanjang Rabu (8/1/2025).

    1. MK Mulai Gelar Sidang Perkara Sengketa Pilkada 2024, Pakai 3 Panel Hakim
    Kepala Biro Humas dan Protokol MK Pan Mohamad Faiz mengatakan MK mulai menggelar sidang perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) 2024 atau sengketa Pilkada 2024 pada Rabu (8/1/2025) di gedung MK, Jakarta Pusat. 

    Persidangan sengketa Pilkada 2024 ini menggunakan mekanisme panel, yang terdiri dari tiga. Adapun masing-masing panel ada tiga hakim konstitusi.

    2. KPK Tahan Eks Dirut PT Taspen Antonius Kosasih Atas Dugaan Korupsi Investasi Rp 1 Triliun
    KPK resmi menahan tersangka kasus dugaan korupsi terkait kegiatan investasi PT Taspen (Persero). Penahanan dilakukan setelah KPK mengantongi bukti yang cukup untuk mendalami peran tersangka dalam kasus ini.

    Kasus ini melibatkan dua tersangka, yaitu mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius N S Kosasih (ANSK), dan Direktur Utama PT Insight Investments Management periode 2016 hingga Maret 2024, Ekiawan Heri Primaryanto (EHP). Namun, untuk saat ini, KPK baru menahan Antonius N S Kosasih.

    3. Eks Penyidik KPK Ungkap Dugaan Firli Bahuri Terkait Upaya Rintangi Kasus Harun Masiku
    Dalam isu politik dan hukum terkini, eks penyidik KPK Ronald Paul Sinyal, mengungkapkan dugaan keterkaitan mantan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam kasus suap Harun Masiku. Firli diduga berupaya merintangi penyidikan terkait kasus tersebut.

    4. Bertemu Kapolri, Ketua KPK Mengaku Bahas Kortas Tipidkor dan Singgung Indeks Persepsi Korupsi
    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menemui Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas keberadaan Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) di Mabes Polri pada Rabu (8/1/2025).

    Setyo menyampaikan, bahwa Kortas Tipidkor merupakan korps baru yang mempunyai tugas yang sama dengan KPK.

    5. Kasus Pemerasan Penonton Malaysia di DWP 2024, Briptu Dodi Dijatuhi Sanksi Demosi 5 Tahun
    Anggota Polda Metro Jaya, Briptu Dodi, dijatuhi sanksi demosi berupa penurunan pangkat dan jabatan selama 5 tahun. Keputusan ini diambil setelah ia menjalani sidang etik terkait kasus pemerasan terhadap WNA Malaysia di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 dengan kedok tes urine.

    Demikian berita terhangat dalam isu politik dan hukum sepanjang Rabu (8/1/2025) yang dirangkum Beritasatu.com.

  • Lemkapi: Korps Pemberantasan Tipidkor Polri Akan Perkuat Penanganan Korupsi di Indonesia – Halaman all

    Lemkapi: Korps Pemberantasan Tipidkor Polri Akan Perkuat Penanganan Korupsi di Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan meyakini Polri bakal mampu mengungkap berbagai kasus mega korupsi dan bisa memperbaiki indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia.

    Hal tersebut seiring dengan langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membentuk Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri.

    Selain itu, Polri pun menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam upaya pemberantasan korupsi.

    “Melihat SDM (Sumber Daya Manusia) yang dimiliki Polri saat ini dan didukung semua stakeholder seperti PPATK dan BPK, Kortas Tipidkor Polri diyakini akan mampu membongkar berbagai kasus mega korupsi yang ada di Indonesia,” kata Edi Hasibuan kepada Tribunnews.com, Rabu (8/1/2025).

    Dosen pascasarjana Universitas Bhayangkara Jakarta ini mengatakan pembentukan Kortas Tipidkor Polri akan semakin memperkuat penanganan korupsi di Indonesia.

    Kortas Tipidkor Polri ini diharapkan bisa lebih hebat dari KPK dalam memberantas korupsi.

    “Kami optimistis Kortas Tipidkor bentukan Kapolri Jenderal Listyio Sigit Prabowo ini akan diisi personil yang handal. Tim Kortas Tipidkor ini bakal mampu membongkar berbagai kasus mega korupsi di Indonesia,” ujarnya.

    Dosen Tindak Pidana Korupsi ini pun memuji ajakan Kapolri terhadap KPK untuk sama-sama menurunkan indeks pemberantasan korupsi di Indonesia.

    “Kita harapkan kedua lembaga penegak hukum ini akan bersama-sama meningkatkan pemberantasan korupsi,” kata mantan anggota Kompolnas ini.

    Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyebut pembentukan Kortas Tipidkor Polri tak akan tumpang tindih dengan tupoksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Hal ini dikuatkan oleh para pimpinan KPK yang melakukan audiensi dengan Kapolri di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (8/1/2025).

    “Tadi dengan secara gamblang dan jelas sudah dijelaskan oleh pimpinan KPK bahwa dengan adanya keberadaan Kortas Tipidkor ini tentunya justru akan semakin memperkuat kerja sama, dan sinergitas kita dalam hal pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi,” kata Sigit kepada wartawan.

    Menurutnya, sudah ada kesepakatan antara Polri dan KPK khususnya dalam memberantas tindak pidana korupsi.

    Salah satunya, kata Sigit, dengan melakukan pencegahan sebelum aksi korupsi ini dilakukan.

    “Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak presiden Republik Indonesia di dalam program asta cita tentunya berkali-kali beliau selalu menekankan terkait dengan masalah korupsi,” ungkapnya.

    “Dan ini jadi komitmen kita bersama untuk betul betul bisa melakukan perbaikan, pemberantasan terhadap korupsi, meningkatkan penerimaan negara, dan juga melakukan hal-hal bersifat efisiensi sehingga penggunaan anggaran negara betul-betul bisa optimal,” tuturnya.

    Sigit kemudian menyebut, nota kerja antara KPK dengan Polri akan segera disusun.

    Tujuannya, agar sinergitas dalam pemberantasan korupsi dapat betul-betul maksimal.

    Mereka juga berkomitmen meningkatkan indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia.

    Jenderal Sigit memastikan akan berusaha semaksimal mungkin mengembalikan IPK ke angka yang tinggi.

    “Kita semuanya memiliki tugas bersama untuk memperbaiki IPK yang tentunya ini perlu melibatkan kerja sama dengan seluruh Aparat Penegak Hukum, merumuskan bersama, karena ini menjadi bagian dari wajah kita, wajah pemerintah,” ucap Sigit.

    Sementara, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan dalam pertemuannya dengan Kapolri turut membahas indeks persepsi korupsi (IPK) yang dinilai rendah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

    “Salah satunya tadi yang kami prioritaskan adalah bagaimana upaya untuk bisa meningkatkan kembali atau mempositifkan indeks persepsi korupsi yang kurun waktu lima tahun ini angkanya kurang baik,” kata Setyo.

    “Ini memang menjadi tanggung jawab KPK. Tapi, saya yakin bahwa penilaian terhadap indeks persepsi korupsi ini yang merupakan sebuah persepsi ini nantinya juga menjadi tanggung jawab semua pihak, salah satunya adalah Kepolisian Republik Indonesia (Polri),” ucapnya.

    Selain itu, dalam pertemuan ini, kedua pimpinan lembaga juga membahas tentang Kortastipidkor Polri yang nantinya bisa masuk ke sektor pendidikan hingga pencegahan selain penindakan.