Menag Nasaruddin Tanggapi Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024 Era Gus Yaqut
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Menteri Agama (Menag) RI
Nasaruddin Umar
angkat bicara menanggapi
dugaan korupsi kuota haji
yang terjadi pada pelaksanaan haji 2023-2024.
Nasaruddin mengatakan, dirinya tidak mengetahui terkait dana kuota haji 2024 karena pada saat itu kewenangan penyelenggaraan ibadah haji ada pada menteri agama sebelumnya.
“Yang 2024 saya enggak tahu,” kata Nasaruddin saat ditanya Kompas.com di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Sabtu (28/6/2025).
Nasaruddin menegaskan, yang terpenting saat ini adalah pelaksanaan ibadah haji tahun 2025 dipastikan tidak ada masalah korupsi.
“Yang penting 2025 ini InsyaAllah kami jamin enggak ada,” ujar dia.
Sebelumnya diberitakan,
KPK
sedang mengusut dugaan korupsi penentuan kuota haji pada era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menyatakan adanya peluang KPK meminta keterangan eks Menag Yaqut.
“(Pemanggilan) Eks Menag itu relatif. Semuanya tergantung hasil pemeriksaan itu seperti apa,” kata Setyo ditemui di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
“Ya benar (penyelidikan dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kemenag),” kata Asep saat dikonfirmasi, Kamis (19/6/2025).
Asep tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai penyelidikan yang memang dilaksanakan secara tertutup.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Setyo Budiyanto
-
/data/photo/2025/05/27/683555037650f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Menag Nasaruddin Tanggapi Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024 Era Gus Yaqut Nasional 28 Juni 2025
-

KPK duga kasus pengadaan mesin EDC libatkan mantan pejabat bank
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). ANTARA/Rio Feisal
KPK duga kasus pengadaan mesin EDC libatkan mantan pejabat bank
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Jumat, 27 Juni 2025 – 06:15 WIBElshinta.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mesin electronic data capture (EDC) pada bank pemerintah melibatkan mantan pejabat di badan usaha bidang keuangan tersebut.
“Perkara ini juga diduga melibatkan oknum pejabat yang sudah tidak menjabat,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/5) malam.
Sementara itu, Budi mengatakan bahwa KPK membuka kemungkinan untuk memeriksa pihak-pihak selain di lingkungan bank pelat merah, seperti vendor.
“Karena kalau kita bicara pengadaan barang dan jasa, tentu ada pihak-pihak penyedia barang dan jasanya,” katanya.
Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa KPK akan melihat peran dari pihak-pihak lain selain di lingkungan bank, dan aliran dana pada kasus tersebut.
“Kami akan melihat aliran hasil tindak pidana korupsi ini mengalir ke mana saja. Itu semuanya tentu akan kami telusuri dan lacak,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa lembaga antirasuah itu sedang menggeledah salah satu bank pelat merah di Indonesia.
Setyo Budiyanto menyampaikan pernyataan tersebut ketika dikonfirmasi mengenai kehadiran mantan Wakil Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia atau BRI (Persero) CBH di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (26/6), dan kaitannya dengan penyidikan kasus baru atau lama oleh lembaga antirasuah tersebut.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menduga kasus tersebut terjadi pada tahun 2023—2024.
Sumber : Antara
-

KPK Usut Dugaan Korupsi di Bank BRI, Dikabarkan Terkait Pengadaan
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di Bank BRI. Informasi ini disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto.
“Ya (ada kasus baru, red) nanti detailnya (disampaikan, red),” kata Setyo kepada wartawan di gedung ACLC KPK, Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis, 26 Juni.
Setyo mengatakan penggeledahan masih dilakukan oleh penyidik. Sehingga, semua pihak diminta bersabar.
“Saya minta semuanya bisa memahami ini sebagai sebuah tahapan sebelum nanti juru bicara dengan deputi penindakan akan menyampaikan secara resmi rilis terhadap penanganan perkara yang dilakukan,” tegasnya.
“Ada beberapa case lah ya atau penyimpangan, dugaan penyimpangan yang terjadi di BRI,” sambung dia.
Sementara itu, dari informasi yang dikumpulkan VOI, penyidikan kasus Bank BRI menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum. Artinya, masih belum ada tersangka dalam kasus ini.
Sumber juga menyebut dugaan korupsi yang sedang ditangani adalah terkait pengadaan barang di bank pelat merah tersebut.
“Ada sprindik baru. Terkait pengadaan mesin EDC tahun 2019-2023,” ujar sumber tersebut.
“Masih sprindik umum,” pungkasnya.
-

KPK Geledah Kantor Pusat Bank Pelat Merah Terkait Kasus Pengadaan EDC
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor pusat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI). Penggeledahan itu berkaitan dengan penyidikan dugaan korupsi pengadaan mesin electronic data capture atau EDC.
“Benar,” ujar Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada Bisnis saat dimintai konfirmasi, Kamis (26/6/2025).
Saat ditanya lebih lanjut apabila ada lokasi lain yang digeledah, Fitroh tidak merespons lebih lanjut. Namun, dia mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menaikkan status penanganan kasus itu ke tahap penyidikan.
Fitroh menjelaskan penyidikan dugaan korupsi di salah satu bank BUMN itu terkait dengan pengadaan mesin EDC. Dia juga tidak memerinci lebih lanjut terkait dengan hal tersebut.
Meski demikian, pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu menyebut belum ada pihak yang ditetapkan tersangka.
Fitroh mengatakan KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum untuk kasus tersebut sehingga belum ada tersangka.
“Belum ada [tersangka],” kata Fitroh.
Hari ini, Kamis (26/6/2025), penyidik memeriksa Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025). Namun, KPK belum memuat informasi pemeriksaan Catur maupun kasusnya pada jadwal pemeriksaan yang biasanya dibagikan oleh Humas KPK.
Saat dimintai konfirmasi, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa penggeledahan sedang berjalan.
“Ya nanti detailnya, karena kan proses penggeledahan sedang terjadi,” ungkap Setyo kepada wartawan.
Dia menyebut upaya paksa itu terkait dengan dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan BRI.
-

KPK Periksa Eks Wadirut BRI Catur Budi Harto, Dugaan Korupsi Pengadaan EDC
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi terkait dengan pengadaan mesin EDC di lingkungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. atau BRI (BBRI).
Kasus itu kini sudah dalam tahap penyidikan. Hal itu dibenarkan oleh Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto.
“Iya benar,” ujar Fitroh kepada Bisnis melalui pesan singkat saat dimintai konfirmasi, Kamis (26/6/2025).
Fitroh lalu menyebut penyidikan dugaan korupsi di salah satu bank BUMN itu terkait dengan pengadaan EDC. Namun, dia tak memerinci lebih lanjut terkait dengan hal tersebut.
Meski demikian, pimpinan KPK berlatar belakang jaksa itu menyebut belum ada pihak yang ditetapkan tersangka.
“Belum ada [tersangka],” kata Fitroh.
Adapun, hari ini penyidik KPK memeriksa Catur Budi Harto, mantan Wakil Direktur Utama BRI di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Namun, KPK belum memuat informasi pemeriksaan Catur maupun kasusnya pada jadwal pemeriksaan yang biasanya dibagikan oleh Humas KPK.
Saat dimintai konfirmasi, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa penggeledahan sedang berjalan.
“Ya nanti detailnya, karena kan proses penggeledahan sedang terjadi,” ungkap Setyo kepada wartawan.
Dia menyebut upaya paksa itu terkait dengan dugaan penyimpangan yang terjadi di lingkungan BRI.
-
/data/photo/2025/03/07/67cacb4f1270d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Korupsi Kuota Haji Diduga Terjadi pada 2023-2024 Nasional 26 Juni 2025
Korupsi Kuota Haji Diduga Terjadi pada 2023-2024
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Komisi Pemberantasan
Korupsi
(
KPK
) mengungkapkan, berdasarkan dugaan sementara, kasus dugaan
korupsi
terkait
kuota haji
terjadi pada 2023-2024.
“Ya, sementara itu (2023-2024),” ungkap Ketua KPK
Setyo Budiyanto
yang ditemui di Gedung C1 KPK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).
Setyo menegaskan bahwa waktu diduga terjadinya perkara itu masih bersifat sementara karena baru berdasarkan informasi awal yang diperoleh KPK.
Oleh karena itu, ia menekankan, KPK tetap membuka kemungkinan menetapkan tahun terjadinya perkara sebelum 2023.
“Dari hasil proses permintaan keterangan, kemudian pendalaman secara dokumen, bukti-bukti yang lain, ada potensi yang lain, maka ya bisa saja (tahun terjadinya perkara sebelum 2023-2024),” ujar Setyo
Namun, KPK akan tetap menetapkan tahun terjadinya perkara atau tempus tersebut supaya bisa dipertanggungjawabkan.
“Akan tetapi, kan yang namanya tempus itu harus dipastikan karena tempus itu nanti dikaitkan dengan surat perintahnya. Surat perintah itu kan tertentu, enggak bisa kemudian tanpa ada informasi awal, tanpa ada data awal, tempusnya dibikin selama ada proses haji, kan enggak seperti itu,” kata Setyo.
Diberitakan sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengonfirmasi bahwa pihaknya sedang mengusut kasus tersebut pada tahap penyelidikan.
Sebelumnya diberitakan, KPK sedang mengusut dugaan korupsi penentuan kuota haji pada era Menteri Agama
Yaqut Cholil Qoumas
.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyatakan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
“Ya benar (penyelidikan dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan haji di Kemenag),” kata Asep saat dikonfirmasi, Kamis (19/6/2025).
Asep tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai penyelidikan yang memang dilaksanakan secara tertutup.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

KPK Pastikan Periksa Khofifah Sebagai Saksi Dugaan Korupsi Dana Hibah Jatim, Tanggal Berapa?
PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan tetap memeriksa Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) yang bersumber dari APBD Jatim tahun anggaran 2021–2022. Pemeriksaan yang semula dijadwalkan pekan lalu, tertunda karena Khofifah ada kegiatan lain.
Ketua KPK Setyo Budiyanto, mengungkapkan ketidakhadiran Khofifah sudah disampaikan secara resmi. Penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan dalam waktu dekat namun belum diketahui tanggalnya.
“Saya kira kalau masalah waktunya penyidik nanti akan memutuskan karena sebenarnya penjadwalannya sudah jelas,” kata Setyo kepada wartawan, Kamis, 26 Juni 2025.
Saat ditanya apakah pemeriksaan terhadap Khofifah akan digelar di Jakarta atau Surabaya, Setyo menegaskan hal itu merupakan kewenangan penyidik.
“Kalau itu kewenangan penyidik,” ujar Setyo.
Eks Ketua DPRD Jatim Kusnadi Sebut Nama Khofifah
Sebelumnya, penyidik KPK memeriksa mantan Ketua DPRD Jawa Timur, Kusnadi. Usai diperiksa, Kusnadi menyebut Khofifah Indar Parawansa, mengetahui soal dana hibah tersebut.
Kusnadi menjalani pemeriksaan sekira 7 jam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 19 Juni 2025. Kepada awak media, ia menyampaikan mekanisme dana hibah tersebut merupakan bagian dari proses bersama antara DPRD dan kepala daerah.
“Dana hibah itu proses ya bukan materi. Itu dibicarakan bersama-sama dengan kepala daerah. Jadi kalau dana hibah itu dan pelaksananya juga sebenarnya semuanya kepala daerah,” kata Kusnadi.
Saat ditanya apakah Khofifah mengetahui soal dana hibah yang kini diusut KPK, Kusnadi menjawab tegas orang nomor satu di Jawa Timur itu mengetahuinya.
“Orang dia yang mengeluarkan masa dia enggak tahu,” ucap Kusnadi.
KPK Tetapkan 21 Tersangka
KPK menetapkan 21 tersangka dalam penyidikan kasus dugaan suap pengelolaan dana hibah dari APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019–2022. Empat orang di antaranya adalah tersangka penerima suap. Sedangkan, 17 lainnya merupakan tersangka pemberi suap.
Akan tetapi, lembaga antirasuah belum mau mengungkap identitas lengkap para tersangka. Sebab, KPK baru akan mengumumkan identitas tersangka dan kontruksi perkara ketika penyidikan telah rampung.
Sebagai informasi, penyidikan terhadap 21 tersangka ini adalah hasil pengembangan dari perkara yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019–2024 Sahat Tua P. Simandjuntak (STPS) dan kawan-kawan. Sahat telah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan divonis sembilan tahun penjara serta denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan, pada 26 September 2023.
Selain itu, Sahat juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp39,5 miliar paling lambat satu bulan setelah putusan hakim berkekuatan hukum tetap. Di dalam vonis hakim, Sahat terbukti secara sah dan meyakinkan menerima ijon fee dana hibah pokok pikiran (pokir) masyarakat yang berasal dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2020–2022 serta APBD 2022–2024 yang masih bakal ditetapkan bagi wilayah Kabupaten Sampang. Adapun anggaran Pemprov Jawa Timur untuk dana hibahkelompok masyarakat adalah Rp200 miliar.***
-

Sidang Paulus Tannos, Ketua KPK Ungkap Hakim Singapura Minta RI Sediakan Dokumen Ini
Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara usai Hakim Pengadilan Singapura menetapkan bahwa sidang ekstradisi buron kasus korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP, Paulus Tannos, masih dilanjutkan pada 7 Agustus 2025.
Untuk diketahui, sidang ekstradisi pada 23-25 Juni 2025 sebelumnya baru meliputi agenda mendengarkan keberatan pihak Paulus. Pada sidang selanjutnya, pihak Paulus akan menghadirkan saksi untuk mendukung keberatan mereka atas ekstradisi yang diajukan pemerintah Indonesia.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan pihaknya sudah mendapatkan informasi bahwa proses sidang Paulus Tannos masih berlanjut. Dia juga menyebut Hakim sudah mengeluarkan penetapan.
Setyo memastikan agar pemerintah Indonesia, termasuk KPK, telah menyerahkan seluruh dokumen-dokumen yang dibutuhkan Pengadilan Singapura dalam proses ekstradisi terhadap Paulus.
“KPK dapat info bahwa proses sidang masih lanjut dan, hakim mengeluarkan penetapan, salah satunya copy opinion of Indonesian expert witness, sudah diserahkan,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (26/6/2025).
Setyo tak memerinci lebih lanjut terkait dengan tanggapan lembaganya atas keberatan yang masih diajukan Paulus.
Sebelumnya, Duta Besar Indonesia untuk Singapura Suryopratomo menyebut persidangan ekstradisi Paulus berpotensi memakan waktu lebih lama. Pihak Paulus disebut akan menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi terhadap kliennya.
Pria yang akrab disapa Tommy itu mengungkap, pengacara Paulus menggunakan segala cara untuk menghindari ekstradisi.
“Belum tahu [proses ke depan] karena pengacara yang dipakai menggunakan segala cara untuk tidak diekstradisi. Akan makan waktu dan belum akan diputuskan cepat. Kita ikuti saja prosesnya,” ungkap pria yang akrab disapa Tommy itu kepada Bisnis, Rabu (25/6/2025).
Menurut Tommy, pihak Paulus tetap menolak ekstradisi yang dimohonkan oleh pemerintah Indonesia, melalui perwakilan Kejaksaan Singapura.
Pihak Paulus disebut berargumen bahwa Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bertentangan dengan undang-undang (UU) setempat.
“Mereka tetap pada sikap untuk menolak diekstradisi dengan berbagai macam alasan termasuk soal Perjanjian Ekstradisi yang bertentangan dengan UU Ekstradisi Singapura,” terang mantan jurnalis senior Kompas hingga Metro TV itu.
Pada sidang lanjutan 7 Agustus 2025, Hakim akan mendengarkan kesaksian yang diajukan pihak Paulus selaku subyek permohonan ekstradisi. Mereka diminta untuk mengajukan nama-nama saksi yang akan dihadirkan di Pengadilan.
Proses Sidang Paulus Tannos
Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, sidang atau committal hearing untuk menentukan ekstradisi Paulus telah dimulai 23 Juni 2025 lalu. Sidang itu digelar di State Court, 1st Havelock Square. Pemerintah Indonesia sebelumnya telah diwajibkan menghadirkan bukti-bukti permintaan ekstradisi untuk diserahkan ke Kejaksaan Singapura, atau Attorney General Chambers (AGC).
Selayaknya persidangan pada umumnya, meskipun dengan sistem hukum yang berbeda, Paulus sebagai buron atau subyek permintaan ekstradisi berhak juga mengajukan bukti-bukti yang mendukung keberatannya.
Pengadilan nantinya yang akan memutuskan apabila seluruh persyaratan ekstradisi telah dipenuhi sehingga Paulus bisa segera dibawa ke Indonesia.
Apabila Pengadilan menetapkan pria bernama Thian Po Tjhin itu dapat diekstradisi, maka dia akan tetap berada dalam tahanan sampai dengan waktu penyerahan kepada pemerintah Indonesia. Dia memiliki waktu 15 hari untuk mengajukan banding atas penetapan Pengadilan tersebut.
Namun, apabila dia mengajukan banding, maka proses pengadilan atas dirinya akan berlanjut. Apabila tidak, maka Menteri Hukum akan menerbitkan Perintah Penyerahan (warrant of surrender).
Untuk diketahui, para pihak yang bersidang memiliki satu kali upaya hukum banding setelah putusan pengadilan. Setelah proses banding, maka putusan pengadilan akan berkekuatan hukum tetap.
Proses hukum terhadap Paulus di Singapura berawal saat pemerintah Indonesia mengirimkan permintaan untuk penahanan sementara dengan jaminan, atau provisional arrest, terhadap tersangka kasus e-KTP itu pada 19 Desember 2024.
Kemudian, Paulus ditahan oleh otoritas Singapura sejak 17 Januari 2025 di Penjara Changi. Tidak lama setelah itu, pemerintah Indonesia mengirimkan secara resmi permintaan ekstradisi pada 24 Februari 2025.
Setelah assessment atas kelengkapan dokumen permintaan ekstradisi, maka pada Menteri Hukum Singapura pada 18 Maret 2025 menerbitkan Surat Pengantar (notice to courts) kepada Pengadilan agar permintaan ekstradisi diproses dan dijadwalkan untuk disidangkan. Pengantar Menteri Hukum Singapura tersebut menandai dimulainya proses ekstradisi di Pengadilan.
Proses persidangan ekstradisi Paulus dimulai setelah Pengadilan Singapura menolak permohonan penangguhan penahanan atau bail hearing pekan lalu.
Sementara itu, proses penyelesaian kasus e-KTP yang turut menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto itu masih berlangsung sampai dengan saat ini. Selain Paulus, KPK juga menetapkan mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani sebagai tersangka.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5139132/original/050925400_1740058864-20250220-Ketua_KPK-ANG_5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/06/21/6856191cd31aa.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)