Tag: Setyo Budiyanto

  • Hasto Dinyatakan Tak Terbukti Rintangi Penyidikan, Ketua KPK: Kurang Bukti Apa?

    Hasto Dinyatakan Tak Terbukti Rintangi Penyidikan, Ketua KPK: Kurang Bukti Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menanggapi putusan Majelis Hakim yang menjatuhkan pidana penjara selama 3,5 tahun kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. Utamanya terkait dengan tidak terbuktinya pasal perintangan penyidikan. 

    Untuk diketahui, Hasto dihukum pidana penjara 3,5 tahun dan denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan lantaran terbukti ikut memberikan suap untuk meloloskan Harun Masiku ke DPR. Meski demikian, dakwaan kesatu jaksa KPK terkait dengan merintangi penyidikan kasus Harun diputus tak terbukti. 

    Setyo menyebut belum secara langsung mendengar seluruh amar dan pertimbangan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Dia menekankan pihaknya harus mencermati lagi salinan putusan itu sebelum memutuskan upaya hukum selanjutnya. 

    Namun demikian, dia menyoroti keputusan Hakim untuk membebaskan Hasto dari dakwaan kesatu pasal 21 UU Tipikor jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, terkait dengan perintangan penyidikan. Hakim menilai jaksa tak bisa memberikan bukti konkret perintangan penyidikan oleh Hasto. 

    “Ya, yang paling tidak dari bukti-bukti yang sudah diajukan oleh penuntut, menurut saya, kami semua yakin bahwa itu secara langsung ada upaya untuk mencegah, merintangi dan mengagalkan. Jadi kurang bukti apa sebenarnya?,” ungkapnya di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jakarta, Jumat (25/7/2025). 

    Meski demikian, mantan Direktur Penyidikan KPK itu menegaskan bahwa lembaganya menghargai putusan Majelis Hakim. Dia meyakini hakim telah mempertimbangkan segala sesuatunya. 

    Setyo tetap meyakini bukti-bukti yang diajukan JPU KPK di persidangan sudah lengkap dan seharusnya bisa meyakinkan hakim, bahwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku. Adapun mengenai banding, Setyo bakal menyerahkan prosesnya kepada penuntut umum. 

    “Nanti mereka akan berproses, di Kedeputian Penindakan akan dibahas dengan segala sesuatu prosedur, setelah itu baru dilaporkan kepada pimpinan,” terangnya.

    Untuk diketahui, Hasto dibebaskan dari dakwaan kesatu JPU yakni perintangan penyidikan sebagaimana diatur pada pasal 21 UU Tipikor jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. 

    JPU dinilai tidak bisa membuktikan dan memberikan bukti konkret di pengadilan terkait dengan upaya Hasto merintangi maupun mencegah penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan saksi di persidangan. 

    Sebelumnya, pada sidang pembacaan tuntutan dari JPU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/7/2025), Hasto dituntut hukuman pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp600 juta subsidair enam bulan kurungan.

  • Beda Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

    Beda Pandangan KPK Vs Kemenhut Soal Perusahaan Tambang Rambah Hutan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Kehutanan berbeda pandangan mengenai tambang ilegal di kawasan hutan. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut bahwa hasil kajian dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring serta Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) menunjukkan, ternyata tidak semua pemegang IUP itu memiliki izin untuk beroperasi di kawasan hutan.

     “Nah ini ada IUP yang kemudian dia memiliki PPKH, Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Tapi ada yang tidak punya,” ujarnya pada konferensi pers bersama dengan tujuh kementerian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Setyo tidak memerinci lebih lanjut berapa tambang yang dimaksud olehnya diduga beroperasi ilegal di hutan. Namun demikian, dia menyebut ada total 9.009 tambang dengan kepemilikan IUP. Hanya lebih dari setengahnya yang diketahui aktif.

    Temuan itu berdasarkan kajian ataupun gerakan yang dilakukan oleh KPK sejak beberapa tahun lalu. “IUP itu ada 9.000-an lah. Kemudian dari 9.000 itu yang aktif 4.252. Berarti sisanya 4.755 itu [ditemukan] enggak aktif,” terangnya.

    Adapun, lanjut Setyo, pemerintah telah mengatur bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). 

    Modus Tambang Ilegal 

    Setyo juga menambahkan bahwa KPK menemukan modus bahwa meski perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki IUP itu tanpa mengantongi izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Namun, mereka tetap menyetorkan jaminan reklamasi. 

    Kementerian ESDM mengatur bahwa jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh Pemegang IUP atau IUPK sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan reklamasi. Setyo menyebut, jaminan reklamasi disetorkan bagi pemegang IUP yang juga mengantongi PPKH apabila beroperasi di kawasan hutan. 

    “Harusnya kewajiban untuk menyetorkan jaminan reklamasi adalah IUP yang sudah memiliki PPKH. Tetapi, kemudian Kedeputian Pencegahan menemukan meskipun dia tidak memiliki PPKH, tapi dia setor juga,” ungkapnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Setyo menyebut masalah terkait dengan penyetoran jaminan reklamasi oleh pemegang IUP tanpa PPKH tidak sampai di situ saja. KPK menemukan bahwa penyetoran dana itu ke negara diterima dan dikhawatirkan disalahgunakan oleh para perusahaan yang diduga beroperasi ilegal di dalam hutan. 

    “Ini tentu menjadi permasalahan seolah-olah pelaku usaha itu kemudian menganggap legal dia beroperasional di kawasan hutan kemudian dia sudah menyetorkan jaminan reklamasinya. Nah ini menurut kami juga tidak tepat. Harusnya itu sudah ditolak gitu, pada saat sistem membaca karena PPKH-nya tidak ada, harusnya ditolak,” terang mantan Direktur Penyidikan KPK itu.

    Beda Pandangan

    Sementara itu, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni masih enggan memberikan data yang dihimpun kementeriannya ihwal jumlah IUP yang beroperasi tanpa PPKH. 

    Raja Juli mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kedeputian Pencegahan untuk melakukan rekonsiliasi data. Menurutnya, data soal luas lahan tambang yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin pun masih berbeda antar kementerian dan lembaga. 

    “Sementara, data yang kami miliki masih selisih sekitar 50.000 hektare dengan KPK, kami juga memiliki data berbeda dengan [BKPM, red],” ujarnya.

    Pria yang juga Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menargetkan, kementeriannya bakal mengundang lagi KPK untuk rekonsiliasi data terkait dengan IUP tanpa PPKH itu. 

    “Apakah kesalahannya karena memang data yang belum komplit atau metodologinya, berdasarkan citra satelit, tingkat kepercayaannya berapa persen sehingga memiliki implikasi pada berapa luasan sebenarnya,” ujarnya.

    Kawasan Tambang 

    Di sisi lain, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral alias ESDM mengikuti rekomendasi KPK. Mereka bahkan mensyaratkan jaminan reklamasi bagi perusahaan tambang yang mengajukan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) mulai tahun 2025. 

    Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba) ESDM Tri Winarno mengatakan, pihaknya telah mengubah aturan pengajuan RKAB dari tiga menjadi satu tahun. Hal itu sejalan dengan rekomendasi perbaikan kebijakan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

    Perubahan itu, terangnya, sudah akan berlaku bagi perusahaan-perusahaan yang mengajukan RKAB mulai dari Oktober 2025 mendatang. Hal itu kendati pengajuan RKAB yang sebelumnya sudah disetujui untuk 2025, 2026 hingga 2027 belum menerapkan syarat jaminan reklamasi. 

    “Mulai tahun 2026 pengajuan RKAB pada Oktober 2025 sudah mempunyai syarat yaitu jaminan reklamasi. Jadi apabila perusahaan belum menempatkan jaminan reklamasi maka RKAB-nya tidak mendapatkan persetujuan,” terang Tri pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Tri kemudian memaparkan sejumlah rekomendasi atau perbaikan lain dari KPK yang sudah dilakukan Kementerian ESDM. Misalnya, meluncurkan sistem informasi data Minerba One Data Indonesia (MODI) dan Minerba One Map Indonesia (MOMI). 

    Kemudian, rekomendasi perbaikan tata kelola penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan sistem ePNBP. Digitalisasi sistem PNBP itu mulai efektif berlaku 2019, dan Tri mengeklaim sistem itu berdampak positif pada penerimaan negara. 

    “Apabila dibandingkan 5 tahun setelah 2019, itu kira-kira penerimaan negaranya kurang lebih 2-3 kali lipatnya,” ujarnya

  • KPK dan Kemenhut Beda Data Soal Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

    KPK dan Kemenhut Beda Data Soal Tambang Ilegal di Kawasan Hutan

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap temuan atas sejumlah tambang yang beroperasi di kawasan hutan, namun tidak memiliki izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) dari Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Masalahnya, data jumlah perusahaan yang diduga beroperasi ilegal di kawasan hutan itu masih berbeda antarlembaga. 

    Awalnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut kajian dari Kedeputian Pencegahan dan Monitoring serta Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK mengungkap beberapa permasalahan terkait dengan perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan hutan.

    Hasil kajian menunjukkan, ternyata tidak semua pemegang IUP itu memiliki izin untuk beroperasi di kawasan hutan. “Nah ini ada IUP yang kemudian dia memiliki PPKH, Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Tapi ada yang tidak punya,” ujarnya pada konferensi pers bersama dengan tujuh kementerian di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Setyo tidak memerinci lebih lanjut berapa tambang yang dimaksud olehnya diduga beroperasi ilegal di hutan. Namun demikian, dia menyebut ada total 9.009 tambang dengan kepemilikan IUP. Hanya lebih dari setengahnya yang diketahui aktif.

    Temuan itu berdasarkan kajian ataupun gerakan yang dilakukan oleh KPK sejak beberapa tahun lalu.   “IUP itu ada 9.000-an lah. Kemudian dari 9.000 itu yang aktif 4.252. Berarti sisanya 4.755 itu [ditemukan] enggak aktif,” terangnya.

    Untuk diketahui, pemerintah mengatur bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). 

    Pada kesempatan yang sama, saat dikonfirmasi secara terpisah, Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni masih enggan memberikan data yang dihimpun kementeriannya ihwal jumlah IUP yang beroperasi tanpa PPKH. 

    Raja Juli mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kedeputian Pencegahan untuk melakukan rekonsiliasi data. Menurutnya, data soal luas lahan tambang yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin pun masih berbeda antar kementerian dan lembaga. 

    “Sementara, data yang kami miliki masih selisih sekitar 50.000 hektare dengan KPK, kami juga memiliki data berbeda dengan [BKPM, red],” ujarnya.

    Pria yang juga Sekjen Partai Solidaritas Indonesia (PSI) itu menargetkan, kementeriannya bakal mengundang lagi KPK untuk rekonsiliasi data terkait dengan IUP tanpa PPKH itu. 

    “Apakah kesalahannya karena memang data yang belum komplit atau metodologinya, berdasarkan citra satelit, tingkat kepercayaannya berapa persen sehingga memiliki implikasi pada berapa luasan sebenarnya,” ujarnya. 

    Adapun hari ini KPK menyerahkan temuan hasil kajian pencegahan korupsi di sektor pertambangan kepada tujuh kementerian yaitu Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perhubungan.

  • KPK Ungkap Modus Tambang Diduga Beroperasi Ilegal di Hutan tapi Bayar Jaminan Reklamasi

    KPK Ungkap Modus Tambang Diduga Beroperasi Ilegal di Hutan tapi Bayar Jaminan Reklamasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya modus yang digunakan sejumlah perusahaan tambang diduga beroperasi ilegal di kawasan hutan namun tetap menyetor ke kas negara. Setoran ke kas negara itu berbentuk jaminan reklamasi. 

    Temuan itu berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh KPK sejak 2009 lalu. Hasil kajian pencegahan korupsi di sektor pertambangan itu kini diserahkan ke tujuh kementerian. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto awalnya menjelaskan bahwa lembaganya sudah menghitung berapa perusahaan tambang yang memiliki izin usaha pertambangan (IUP). Lebih dari setengahnya ditemukan tidak aktif. 

    Perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki IUP itu lalu di antaranya beroperasi di kawasan hutan, namun tanpa mengantongi izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Namun, mereka tetap menyetorkan jaminan reklamasi. 

    Kementerian ESDM mengatur bahwa jaminan reklamasi adalah dana yang disediakan oleh Pemegang IUP atau IUPK sebagai jaminan untuk melakukan kegiatan reklamasi. Setyo menyebut, jaminan reklamasi disetorkan bagi pemegang IUP yang juga mengantongi PPKH apabila beroperasi di kawasan hutan. 

    “Harusnya kewajiban untuk menyetorkan jaminan reklamasi adalah IUP yang sudah memiliki PPKH. Tetapi, kemudian Kedeputian Pencegahan menemukan meskipun dia tidak memiliki PPKH, tapi dia setor juga,” ungkapnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025).

    Setyo menyebut masalah terkait dengan penyetoran jaminan reklamasi oleh pemegang IUP tanpa PPKH tidak sampai di situ saja. KPK menemukan bahwa penyetoran dana itu ke negara diterima dan dikhawatirkan disalahgunakan oleh para perusahaan yang diduga beroperasi ilegal di dalam hutan. 

    “Ini tentu menjadi permasalahan seolah-olah pelaku usaha itu kemudian menganggap legal dia beroperasional di kawasan hutan kemudian dia sudah menyetorkan jaminan reklamasinya. Nah ini menurut kami juga tidak tepat. Harusnya itu sudah ditolak gitu, pada saat sistem membaca karena PPKH-nya tidak ada, harusnya ditolak,” terang mantan Direktur Penyidikan KPK itu.

    Purnawirawan Polri bintang tiga itu mengatakan, temuan soal jaminan reklamasi itu adalah salah satu temuan dari kajian Kedeputian Pencegahan dan Monitoring sekaligus Kedeputian Koordinasi dan Supervisi KPK. 

    Hasil kajian itu nantinya akan menjadi dasar penyusunan solusi permasalahan oleh masing-masing kementerian. Solusi lalu akan dituangkan menjadi rencana aksi dan bakal dikawal oleh KPK. 

    Pertemuan untuk membahas hasil kajian KPK di sektor pertambangan itu adalah yang pertama digelar pada 2025 ini. Ke depannya, pertemuan antara KPK dan tujuh kementerian itu bakal dilanjutkan. 

    Salah satu tindak lanjut yang akan dilakukan adalah integrasi data guna mengatasi masalah ego sektoral antara kementerian. Target dari tindak lanjut atas kajian itu akan terbagi ke jangka pendek dalam bentuk rencana aksi, jangka menengah sampai dengan jangka panjang.

    “Tentu jangka panjang kembalinya di Kementerian Keuangan. Pendapatan yang diperoleh oleh negara akan semakin besar, ukurannya sebenarnya dari situ. Kalau pendapatan negara mengecil berarti sebenarnya kegiatan ini atau kajian ini menjadi ya istilahnya gagal,” pungkas Ketua KPK jilid VI itu.

  • KPK Serahkan Temuan Potensi Korupsi Pertambangan ke ESDM hingga Kemenkeu

    KPK Serahkan Temuan Potensi Korupsi Pertambangan ke ESDM hingga Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan sejumlah temuan yang berangkat dari pencegahan korupsi di sektor pertambangan, kepada tujuh kementerian.

    Temuan-temuan yang diberikan meliputi soal tumpang tindih perizinan hingga potensi pelanggaran. 

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menyebut kajian yang dilakukan lembaganya itu sudah ada sejak 2009, atau saat kepemimpinan Antasari Azhar, berlangsung sampai dengan sekarang. Kajian itu meliputi temuan soal potensi-potensi korupsi yang berangkat dari masalah perizinan maupun pengelolaan. 

    “Di antaranya seperti informasi dan basis data, kemudian tumpang tindih perizinan, kemudian kegiatan penambangan yang tanpa izin, tanpa IUP, kemudian juga masalah ketidaksinkronan dan disparitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah,” ujar Setyo pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (24/7/2025). 

    Di sisi lain, kajian yang sudah dilakukan sejak 16 tahun yang lalu itu turut mencakup temuan ihwal rendahnya pemenuhan kewajiban perusahaan tambang yang harusnya dipenuhi. Baik secara keuangan maupun administrasi. 

    “Kemudian ada kaitan juga dengan masalah BBM, LPG, dan terakhir adalah disparitas harga antara pasar ekspor dan domestik,” tuturnya. 

    Ketua KPK jilid VI itu lalu menyebut telah menyerahkan kajian maupun temuan itu kepada tujuh kementerian, yakni Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perhubungan. 

    Hasil kajian lalu akan ditindaklanjuti menjadi rencana aksi yang bakal dilakukan setiap kementerian itu.

    Meski demikian, kajian Kedeputian Pencegahan dan Monitoring itu juga, terang Setyo, sudah menghasilkan sejumlah keberhasilan. Baik dari masalah perizinan serta sistem informasi dan data. 

    Contohnya, berangkat dari kajian itu, kini pemerintah melalui kementerian-kementerian sudah memiliki sistem informasi dan data pertambangan seperti Minerba One Data Indonesia (MODI), Minerba One Map Indonesia (MOMI), integrasi geoportal, sistem pembayaran PNBP elektronik atau ePNBP, Sistem Informasi Mineral dan Batu Bara (SIMBARA), Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI) dan lain-lain. 

    Setyo mengakui bahwa sampai dengan saat ini pun penunggakan PNBP di sektor tambang masih mengalami tunggakan. Namun, dia mengeklaim besaran penerimaan negara di luar pajak itu sudah naik signifikan di sektor energi. 

    “Kemudian pelaksanaan penerimaan PNBP di sektor energi juga naik signifikan, dari yang Rp9 triliun di tahun 2013 menjadi Rp14 triliun, harapannya juga semakin tahun ini akan semakin meningkat. Itu beberapa keberhasilannya,” tuturnya.

    Mantan Direktur Penyidikan KPK itu lalu berpesan bahwa masalah pertambangan merupakan tanggung jawab lintas kementerian. Dia berharap agar ke depannya tidak ada lagi ego sektoral.

    “Tidak ada lagi yang bersifat sektoral, semuanya nanti bisa dilakukan secara sinergi antara kementerian dan tentunya melipatkan Komisi Pemberantasan Korupsi,” pungkasnya. 

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Polemik RUU KUHAP dan Kasus Pemerasan TKA

    Isu Politik-Hukum Terkini: Polemik RUU KUHAP dan Kasus Pemerasan TKA

    Jakarta, Beritasatu.com – Dalam kurun waktu 24 jam terakhir, sejumlah isu politik dan hukum terkini menyita perhatian publik.

    Mulai dari polemik revisi Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP), hingga kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang kini masih terus didalami oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Isu politik dan hukum lainnya yang juga menjadi sorotan, yakni klarifikasi Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon terkait hari kebudayaan, serta Presiden Prabowo yang akan meluncurkan tema dan logo hari ulang tahun (HUT) ke-80 Republik Indonesia (RI).

    5 Isu Politik-Hukum Terkini

    Berikut adalah rangkuman lima isu politik dan hukum terkini sejak Kamis (17/7/2025) hingga Jumat (18/7/2025) pagi:

    1. DPR Bantah Pembahasan RUU KUHAP Dilakukan Tertutup

    Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan pembahasan RUU KUHAP tidak dilakukan secara tertutup. Ia menyatakan pihaknya telah mengunggah draf revisi dan daftar inventarisasi masalah (DIM) ke situs resmi DPR sejak awal pembahasan.

    “Bahkan pada 10 Juli 2025, hasil panja juga sudah kita unggah,” tegasnya.

    Habiburokhman juga menolak keras tudingan bahwa DPR bertindak ugal-ugalan, bahkan menyebut justru para pengkritik yang memberi komentar tanpa dasar.

    Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar mengungkapkan gangguan akses terhadap dokumen publik di situs DPR disebabkan oleh serangan siber, tetapi langkah pengamanan telah diambil.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan lembaganya tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU KUHAP. Padahal, KPK menemukan 17 poin bermasalah yang berpotensi melemahkan pemberantasan korupsi.

    “Beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP tidak sinkron dengan hukum yang berlaku dan bisa menghambat kinerja KPK,” jelas Setyo.

    KPK mendesak proses penyusunan RUU KUHAP dilakukan secara transparan dan partisipatif, dengan melibatkan lembaga penegak hukum, LSM, dan publik. Hal ini penting mengingat RUU ini akan menjadi fondasi hukum acara pidana jangka panjang.

    3. Fadli Zon Klarifikasi Hari Kebudayaan, Bukan untuk Ulang Tahun Prabowo

    Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon membantah anggapan bahwa penetapan hari kebudayaan nasional pada 17 Oktober terkait dengan ulang tahun Presiden Prabowo.

    “Itu hanya kebetulan. 17 Oktober dipilih karena hari lahir semboyan Bhinneka Tunggal Ika,” ujarnya.

    Menurut Fadli, penetapan hari tersebut merupakan aspirasi dari komunitas budaya sejak awal 2025, dan diputuskan secara kolektif bersama para pemangku kepentingan kebudayaan.

    4. Presiden Prabowo Siap Luncurkan Tema dan Logo HUT Ke-80 RI

    Pemerintah tengah mempersiapkan peluncuran tema dan logo hari ulang tahun ke-80 RI yang akan dipimpin langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.

    “Perayaan akan tetap digelar di Jakarta karena pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) belum selesai,” kata Wakil Menteri Sekretariat Negara, Juri Ardiantoro.

    Meski upacara kenegaraan digelar di Jakarta, otoritas IKN tetap akan menyelenggarakan peringatan secara mandiri.

    5. Kasus Pemerasan TKA Kemenaker, KPK Sita 26 Tanah dan 13 Kendaraan

    KPK menyita 26 bidang tanah dan 13 kendaraan dari tersangka kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA) di Kemenaker. Nilai total korupsi mencapai Rp 53,7 miliar sejak 2019.

    “Aset yang disita tersebar di Jakarta, Bekasi, Depok, Cianjur, hingga Karanganyar,” kata Setyo Budiyanto.

    Empat pejabat tinggi Kemenaker resmi ditahan oleh KPK, termasuk mantan dirjen Binapenta dan sejumlah direktur di Ditjen PPTKA. Skema gratifikasi ini bahkan melibatkan 85 pegawai, sehingga menunjukkan praktik korupsi yang sistemik dan meluas.

  • Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain

    Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain

    Soroti RUU KUHAP, Ketua KPK: Upaya Paksa Tindak Pidana Korupsi Jangan Dikoordinir Pihak Lain
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) Setyo Budiyanto meminta agar
    upaya paksa
    dalam penanganan
    tindak pidana korupsi
    tidak dikoordinir oleh pihak lain, sebagaimana diatur dalam draf Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
    RUU KUHAP
    ).
    Upaya paksa
    yang dimaksud Setyo adalah penyadapan, penyidikan, penyelidikan, pencekalan, dan lainnya.
    “Upaya paksa ini jangan sampai kemudian harus berkurang, atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain,” kata Setyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (17/7/2025).
    Setyo mengatakan, KPK dibentuk berdasarkan undang-undang yang secara khusus mengatur tugas-tugas di bidang pencegahan, pendidikan, dan penindakan, sehingga RUU KUHAP mestinya memperkuat kekhususan tersebut.
    “Nah, dengan tugas-tugas ini, diharapkan justru malah ada penguatan dengan adanya RUU KUHAP ini, karena KUHAP yang kuat tentu upaya untuk pemberantasan korupsi akan semakin baik, akan semakin maksimal,” ujar dia.
    Setyo juga menyampaikan informasi terakhir yang diterimanya bahwa beberapa upaya paksa tersebut sudah dikecualikan dalam tindak pidana korupsi.
    Meski demikian, ia berharap seluruh upaya paksa tersebut telah dikecualikan.
    “Jangan sampai nanti, kami berharap, khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, antara batang tubuh dengan ketentuan peralihan ini tidak sinkron. Kalau seperti ini, tentu nanti akan menimbulkan sesuatu yang bias, tidak ada sebuah kepastian,” tutur dia.
    Setyo meminta agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara terbuka dan transparan agar semua pihak bisa dilibatkan.
    “Sehingga bisa melihat pembuatan RUU KUHAP itu memiliki semangat untuk membangun proses hukum yang bermanfaat dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat,” ucap dia.
    Sebelumnya, KPK mencatat 17 poin permasalahan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.
    “Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
    Budi mengatakan, KPK masih mendiskusikan poin-poin permasalahan tersebut untuk disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagai masukan dalam draf RUU KUHAP.
    “Dan hasilnya akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan rancangan undang-undang hukum acara pidana tersebut,” ujar dia.
    Budi menambahkan, salah satu poin yang disoroti KPK adalah isi draf RUU KUHAP yang mengesampingkan sifat kekhususan (
    lex specialist
    ) dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi.
    Dia menjelaskan, tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (
    extraordinary crime
    ) yang membutuhkan upaya hukum khusus.
    “Artinya, tentunya KUHAP juga butuh untuk mengatur itu (tindak pidana korupsi) secara khusus juga,” tutur dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tak Dilibatkan Bahas RUU KUHAP, KPK Temukan 17 Poin Bermasalah

    Tak Dilibatkan Bahas RUU KUHAP, KPK Temukan 17 Poin Bermasalah

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan kekecewaannya karena tidak dilibatkan dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

    Padahal, menurut Ketua KPK Setyo Budiyanto, lembaganya memiliki catatan penting terkait substansi RUU tersebut, termasuk 17 poin yang dinilai bermasalah dan berpotensi menghambat upaya pemberantasan korupsi.

    Pernyataan tegas itu disampaikan Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025). Ia menyebutkan, dalam proses penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP, berbagai kementerian dan lembaga negara telah diikutsertakan, tetapi tidak dengan KPK.

    “Setahu saya sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan,” ujar Setyo.

    Temuan 17 Poin Bermasalah dalam RUU KUHAP

    KPK sendiri telah melakukan telaah internal terhadap naskah RUU KUHAP dan menemukan 17 poin yang dinilai bermasalah.

    Meski tidak memerinci seluruh poin tersebut dalam kesempatan itu, Setyo menegaskan beberapa ketentuan dalam RUU KUHAP berpotensi tidak sinkron dengan hukum yang berlaku, bahkan bisa mereduksi efektivitas kerja KPK dalam memberantas tindak pidana korupsi.

    Dorong Transparansi dan Partisipasi Publik

    Lebih lanjut, Setyo mengingatkan DPR dan pemerintah sebagai pembuat undang-undang seharusnya menyusun RUU KUHAP secara terbuka, transparan, dan partisipatif.

    Menurutnya, keterlibatan banyak pihak, termasuk lembaga negara, seperti KPK, LSM, dan masyarakat sipil sangat penting untuk menghindari tumpang tindih dengan peraturan lain, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

    “KPK berharap proses RUU KUHAP ini disusun secara terbuka, transparan, dan partisipatif agar memiliki semangat membangun proses hukum yang bermanfaat dan berkeadilan bagi seluruh masyarakat,” kata Setyo.

    Setyo juga menyoroti bahwa RUU KUHAP disebut-sebut mengacu pada rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) nasional. Artinya, rancangan undang-undang ini dirancang tidak hanya untuk jangka pendek, tetapi sebagai landasan hukum yang akan berlaku hingga puluhan tahun ke depan.

    “Harapannya tidak hanya memikirkan sampai dengan 2045 saja, tetapi jangka panjang sampai kapan pun nanti, bahkan KUHAP bisa diperbarui, disesuaikan dengan sistem hukum dan tren perkembangan hukum yang ada di Indonesia,” ujarnya.

    Karena itu, sangat penting bagi pembuat undang-undang untuk memastikan bahwa RUU KUHAP benar-benar disusun dengan perspektif holistik dan futuristik. Tidak hanya mengejar target legislasi, tetapi juga menjamin kualitas dan kebermanfaatan aturan tersebut dalam jangka panjang.

    Menutup pernyataannya, Setyo Budiyanto berharap proses penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP bisa dievaluasi, terutama dari sisi partisipasi lembaga penegak hukum.

    Ia menegaskan kembali bahwa keterlibatan KPK dalam proses penyusunan RUU KUHAP bukan semata demi kepentingan institusi, melainkan demi memastikan hukum acara pidana di Indonesia tidak justru melemahkan agenda pemberantasan korupsi.

  • Kasus Pemerasan TKA Kemenaker, KPK Sita 26 Tanah dan 13 Kendaraan

    Kasus Pemerasan TKA Kemenaker, KPK Sita 26 Tanah dan 13 Kendaraan

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita 26 bidang tanah dan 13 kendaraan dari kasus dugaan pemerasan tenaga kerja asing (TKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) sebagai bagian dari proses asset recovery.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan, penyitaan ini dilakukan seusai penggeledahan di sejumlah lokasi yang berkaitan dengan para tersangka. Dari hasil penyelidikan, nilai aset yang terkumpul berasal dari praktik pemerasan dan gratifikasi selama 5 tahun terakhir.

    “Penyidik melakukan penyitaan terhadap 13 unit kendaraan dari hasil penggeledahan di beberapa rumah para tersangka, terdiri dari 11 unit mobil dan dua sepeda motor,” ujar Setyo saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (17/7/2025).

    Wilayah Sebaran Aset

    Penyidik KPK juga menyita puluhan bidang tanah dan bangunan dari sejumlah tersangka. Aset ini tersebar di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia, termasuk di Bekasi, Depok, Cianjur, Jakarta Selatan, hingga Karanganyar, Jawa Tengah. Berikut adalah perincian penyitaan yang dilakukan:

    Wisnu Pramono (eks direktur PPTKA 2017-2019) memiliki empat bidang tanah dan bangunan di Kabupaten Bekasi seluas 2.694 m².Haryanto (dirjen Binapenta 2024-2025) memiliki empat bidang tanah dan bangunan seluas 409 m² di Depok.Devi Anggraeni (direktur PPTKA 2024-2025) diketahui memiliki aset berupa dua bidang tanah di Cianjur dan Depok seluas total 874 m².Gatot Widiartono, pejabat Ditjen Binapenta, memiliki dua bidang tanah dan bangunan seluas 188 m² di Jakarta Selatan.Putri Citra Wahyoe memiliki aset tanah di Kota Bekasi dan Jakarta Selatan dengan total luas 416 m².Jamal Shodiqin menyimpan sembilan bidang tanah yang luar biasa luasnya, yakni mencapai 20.114 m² di Karanganyar, Jawa Tengah.Penahanan 4 Tersangka Utama oleh KPK

    Kasus gratifikasi dan korupsi TKA di Kemenaker ini telah menyeret delapan tersangka, dan empat di antaranya resmi ditahan mulai Kamis (17/7/2025). Mereka adalah Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker 2020-2023 Suhartono; Direktur PPTKA 2019-2024 dan Dirjen Binapenta 2024-2025 Haryanto; Direktur PPTKA 2017-2019 Wisnu Pramono; serta Direktur Pengendalian Pengguna TKA 2024-2025 Devi Anggraeni.

    Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama, hingga 5 Agustus 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK.

    “Setelah adanya kecukupan bukti pada proses penyidikan, hari ini KPK melakukan penahanan terhadap empat tersangka,” tegas Setyo.

    Aliran Uang Korupsi

    KPK juga mengungkap jumlah uang yang berhasil dikumpulkan dari praktik pemerasan pengurusan tenaga kerja asing ini, yakni sebesar Rp 53,7 miliar sepanjang periode 2019 hingga 2024. Dana tersebut diduga dibagi-bagikan kepada para tersangka dalam jumlah yang bervariasi.

    Bahkan, Rp 8,94 miliar di antaranya disebut mengalir ke 85 pegawai Direktorat PPTKA. Hal ini menunjukkan bahwa praktik pemerasan tidak hanya melibatkan elite struktural, tetapi juga menjalar hingga ke level staf di kementerian.

    Dengan pengungkapan kasus ini, KPK tak hanya menahan para tersangka utama, tetapi juga menyita aset hasil korupsi yang nilainya signifikan. Langkah lembaga antirasuah ini diharapkan menjadi efek jera bagi para pelaku kasus dugaan pemerasan TKA di lingkungan Kemenaker.
     

  • KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Balita-Ibu Hamil di Kemenkes

    KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pengadaan Makanan Balita-Ibu Hamil di Kemenkes

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait dengan pengadaan di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

    Kasus itu baru dalam tahap penyelidikan. Kaitannya terkait dengan pengadaan makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil pada periode 2016-2020. 

    Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu membenarkan bahwa lembaganya tengah melakukan penyelidikan untuk menemukan peristiwa pidana pada pengadaan tersebut. 

    “Clue-nya [petunjuknya] adalah makanan bayi dan ibu hamil, TPK [tindak pidana korupsi] terkait itu. Masih penyelidikan,” ujarnya kepada wartawan pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).

    Asep enggan memerinci lebih lanjut terkait dengan kasus yang tengah diselidiki KPK itu. Namun, penegak hukum belum menetapkan pihak-pihak tersangka pada tahapan proses hukum tersebut. 

    Meski demikian, KPK sudah bisa meminta keterangan ke sejumlah pihak terkait guna mencari peristiwa pidana dalam suatu perkara. Apabila ditemukan peristiwa pidana dan minimal dua alat bukti, maka perkara bisa dilanjutkan ke tahap berikutnya. 

    Adapun, sebelumnya lembaga antirasuah sudah menyoroti soal pemberian asupan tambahan kepada anak dan ibu hamil. Melalui kajian terhadap program pemerintah sebelum adanya Makan Bergizi Gratis (MBG), KPK menyoroti bahwa pemberian biskuit dan susu tidak efektif dalam menurunkan angka stunting. 

    Hal itu lantaran lebih banyak biskuit yang diterima oleh penerima manfaat daripada susu. 

    “Sehingga dari tahun ke tahun penurunan stunting tidak banyak. Oleh karena itu, saya harap ini benar-benar diperhatikan agar tidak terjadi lagi. Pastikan kandungan makanan betul-betul dikaji dan disesuaikan sehingga makanan yang sampai ke anak-anak dan ibu hamil benar-benar berkualitas,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto pada 5 Maret 2025 lalu.