Tag: Setyo Budiyanto

  • KPK Respons Kritik Megawati soal Kasus Hukum Hasto: Sudah Ada Putusan Artinya Terbukti – Page 3

    KPK Respons Kritik Megawati soal Kasus Hukum Hasto: Sudah Ada Putusan Artinya Terbukti – Page 3

    Menanggapi hal itu, KPK sebagai pihak menangani perkara Hasto buka suara. Ketua KPK Setyo Budiyanto menegaskan, kerja-kerja yang dilakukan penyidiknya sudah valid lewat vonis majelis hakim. Dia berkeyakinan, KPK sudah menegakkan hukum secara prosedural terhadap mereka yang berperkara.

    “Secara proses penegakan hukum, sudah ada putusan artinya yang bersangkutan dinyatakan terbukti melakukan kejahatan, status itu melekat,” tegas Setyo kepada awak media di Jakarta, Senin (4/8/2025).

    Soal amnesti diberikan presiden, Setyo tidak mau menanggapi. Menurut dia hal itu sepenuhnya kewenangan Prabowo sebagai kepala negara.

    “Soal ampunan, itu hak kewenangan Presiden,” singkatnya menandasi.

  • Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan"
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        1 Agustus 2025

    Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah "Ampunan" Nasional 1 Agustus 2025

    Babak Baru Kasus Tom Lembong dan Hasto: Habis Vonis, Terbitlah “Ampunan”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Hanya beberapa hari setelah palu vonis diketukkan di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, dua nama yang sempat mendominasi pemberitaan politik dan hukum nasional kini kembali muncul, tetapi dalam babak yang tak terduga.
    Eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
    Hasto Kristiyanto
    menjadi dua dari ratusan nama yang tercantum dalam surat Presiden Prabowo Subianto kepada DPR.
    Tom mendapat
    abolisi
    . Sementara itu, Hasto termasuk dalam gelombang pertama penerima
    amnesti
    menjelang peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
    Presiden mengajukan dua surat resmi pada 30 Juli 2025.
    Keesokan harinya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa parlemen telah memberikan persetujuan.
    “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Kamis (31/7/2025) malam.
    Tak hanya itu, Dasco juga mengumumkan pemberian amnesti kepada lebih dari 1.000 terpidana, termasuk Hasto Kristiyanto.
    “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ucapnya.
    Langkah ini bersandar pada Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 yang mengatur bahwa presiden berhak memberikan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
    Ketentuan serupa juga tertuang dalam Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang
    Amnesti dan Abolisi
    .
    Di balik dua surat presiden tersebut, ada tangan Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas yang menyusun dan menandatangani usulan resmi kepada Presiden Prabowo.
    “Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian
    amnesti dan abolisi
    saya yang tanda tangan,” kata Supratman dalam konferensi pers yang sama.
    Ia menyebut pertimbangan utama dari kebijakan ini adalah upaya merajut kembali persatuan nasional menjelang 17 Agustus.
    “Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa,” kata politikus Partai Gerindra itu.
    “Langkah ini tidak hanya simbolis tetapi strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional,” tambahnya.
    Supratman juga menyebutkan bahwa dari total 44.000 permohonan amnesti yang masuk, hanya 1.116 yang telah lolos verifikasi tahap pertama.
    Sisanya akan diproses bertahap.

    Amnesti
    ada 1.116, salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya itu kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus,” imbuhnya.
    Pemberian abolisi kepada Tom Lembong disambut positif oleh tim kuasa hukumnya.
    Ari Yusuf Amir, pengacara Tom, menyampaikan terima kasih kepada pemerintah dan DPR atas atensinya.
    “Kita satu, mengucapkan terima kasih atas atensinya para anggota DPR, politisi terhadap permasalahan ini,” kata Ari saat dihubungi wartawan, Kamis.
    Namun demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya belum mengambil sikap resmi dan masih akan membahas dampak hukum dari abolisi tersebut.
    “Karena ada akibat-akibat hukumnya apa, dari abolisi itu kita harus membahas dulu. Tapi upaya mereka itu harus kita hargai sebagai sikap untuk perbaikan, kan gitu,” ujar dia.
    Respons serupa datang dari kuasa hukum Hasto Kristiyanto.
    Maqdir Ismail menyambut baik usulan amnesti tersebut dan menganggapnya sebagai bentuk keseriusan pemerintah untuk tidak mempolitisasi proses hukum.
    “Kita hargai keputusan pemerintah, itu artinya memang pemerintah tidak ingin apa ya melakukan politisasi terhadap kasusnya Mas Hasto ini,” kata Maqdir.
    Meski keputusan politik telah diumumkan, proses hukum belum sepenuhnya selesai.
    Kejaksaan Agung menyatakan masih akan mempelajari keputusan abolisi terhadap Tom Lembong, terutama karena jaksa baru saja menyatakan banding.
    “Kita kan baru menyatakan upaya hukum banding. Kita akan fokus itu dulu. Apabila ada kebijakan (abolisi), kita akan pelajari dulu seperti apa,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, Kamis.
    “Saya enggak komentar dulu ya. Saya kan belum mendengar langsung, tapi akan kami pelajari dulu. Nanti ada masukan dari tim JPU,” tambahnya.
    Dari sisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua KPK Setyo Budiyanto menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Presiden sebagai pemegang hak prerogatif.
    “Itu kewenangan Presiden sesuai Pasal 14 UUD 1945,” kata Setyo.
    Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyatakan pihaknya masih akan mempelajari perkembangan tersebut, mengingat perkara Hasto masih dalam proses banding.
    “Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut. Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” kata Budi.
    Sebelum wacana pengampunan muncul, keduanya sudah lebih dulu divonis bersalah oleh pengadilan.
    Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, karena terbukti merugikan negara dalam perkara impor gula kristal mentah.
    Majelis hakim menyebut negara mengalami kerugian sebesar Rp 194,7 miliar akibat kebijakan Tom yang memberikan izin impor kepada perusahaan swasta, yang kemudian menjual gula dengan harga lebih mahal kepada BUMN PT PPI.
    Namun, hakim juga mempertimbangkan sejumlah hal meringankan.
    “Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” kata hakim anggota Alfis Setiawan.
    Sementara itu, Hasto Kristiyanto divonis 3 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025), dalam perkara suap pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR Fraksi PDIP.
    “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
    Hasto juga dikenai denda sebesar Rp 250 juta, dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan apabila tidak dibayar.
    Vonis itu lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK yang sebelumnya menuntut 7 tahun penjara.
    Hakim menyatakan Hasto terbukti menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp 400 juta.
    Namun, dakwaan jaksa bahwa Hasto merintangi penyidikan kasus Harun Masiku tidak terbukti menurut majelis hakim.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Beri Amnesti ke Hasto, KPK Pasrah?

    Prabowo Beri Amnesti ke Hasto, KPK Pasrah?

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto buka suara terkait usulan pemberian amnesti dari Presiden Prabowo Subianto kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. 

    Usulan Prabowo itu telah disetujui oleh DPR pada rapat konsultasi dengan pemerintah hari ini, Kamis (31/7/2025). 

    Setyo mengatakan bahwa usulan amnesti dari Prabowo itu adalah kewenangan Kepala Negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. 

    “Itu kewenangan Presiden sesuai UUD 1945,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (31/7/2025). 

    Selain itu, lembaga antirasuah masih mempelajari informasi mengenai pemberian amnesti kepada Hasto. 

    Secara terpisah, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut proses hukum kepada Hasto masih berjalan, lantaran sebelumnya salah satu pimpinan lembaga antirasuah mengonfirmasi KPK bakal mengajukan banding. 

    “Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut. Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” ungkap Budi kepada wartawan. 

    Adapun Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto sebelumnya telah menyatakan lembaganya bakal mengajukan banding. 

    “Karena putusan kurang dua pertiga dari tuntutan, maka penuntut umum ajukan banding,” kata Fitroh kepada wartawan, Kamis (31/7/2025). 

    Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menjatuhkan pidana penjara selama 3,5 tahun dan denda Rp250 juta subsidair 3 bulan kurungan kepada Hasto lantaran terbukti memberikan suap penetapan anggota DPR 2019-2024 berkaitan dengan Harun Masiku. 

    Putusan itu lebih ringan dari tuntutan JPU yakni 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

    Amnesti Hasto dan Abolisi Tom Lembong

    Adapun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui usulan Prabowo untuk pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, serta amnesti kepada Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto. 

    Hal itu diungkap oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad usai rapat konsultasi antara pemerintah dengan DPR mengenai usulan presiden tersebut, Kamis (31/7/2025). 

    Rapat itu dihadiri oleh seluruh pimpinan unsur dan fraksi DPR. Tom sebelumnya dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun atas perkara korupsi impor gula. 

    “Tadi kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap surat Presiden […] tentang Permintaan Pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” jelas Dasco di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (31/7/2025). 

    Kemudian, Prabowo juga mengusulkan amnesti terhadap 1.116 orang terpidana. Sekjen PDIP juga menjadi salah satu orang yang diusulkan mendapatkan amnesti. 

    DPR juga menyetujui pemberian amnesti tersebut. “Tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” pungkas Dasco.

  • Presiden Beri Amnesti ke Sekjen PDIP Hasto, KPK: Kami Pelajari, Proses Hukumnya Masih Berjalan

    Presiden Beri Amnesti ke Sekjen PDIP Hasto, KPK: Kami Pelajari, Proses Hukumnya Masih Berjalan

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pemberian amnesti atau pengampunan kepada Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mendapat tanggapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak KPK mengatakan akan mempelajari terlebih dahulu perintah DPR dan kepala negara tersebut.

    “Kami pelajari terlebih dulu informasi tersebut. Sementara proses hukumnya juga masih berjalan, proses pengajuan banding,” ujar Jubir KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).

    Budi mengatakan, keputusan KPK saat ini masih mengajukan banding atas vonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR yang menjerat Hasto Kristiyanto. Namun, keputusan itu bisa berubah jika amnesti Hasto sudah dipelajari.

    Sebagai informasi, DPR RI baru saja melakukan rapat konsultasi dengan pemerintah terkait pertimbangan terhadap surat Presiden RI mengenai pemberian abolisi hingga amnesti. DPR memberikan persetujuan atas surat yang diajukan pemerintah.

    Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan Kepala Negara tidak melewati batasnya dalam kebijakan tersebut. “Itu kewenangan Presiden sesuai UUD 1945,” kata Setyo melalui keterangan tertulis, Kamis, 31 Juli 2025.

    Setyo mengatakan, Presiden berhak memberikan ampunan kepada siapapun. Termasuk Hasto, yang terjerat kasus suap pada proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.

    Sebelumnya, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Hasto Kristiyanto bersalah dan terbukti melakukan suap pada proses PAW anggota DPR untuk Harun Masiku. Majelis Hakim menjatuhkan vonis pidana penjara kepada Hasto Kristiyanto selama 3,5 tahun.

  • Wamenkum Sebut Sudah Bahas 17 Poin Keberatan KPK di Revisi KUHAP

    Wamenkum Sebut Sudah Bahas 17 Poin Keberatan KPK di Revisi KUHAP

    Bisnis.com, JAKARTA — Wakil Menteri Hukum, Eddy Hiariej mengaku sudah berbincang dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal 17 poin dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang disebut melemahkan kewenangan KPK.

    Meski begitu, Eddy tidak menyebut rinci kapan dan apa hasil dari perbincangannya dengan lembaga anti rasuah tersebut.

    “Sudah, sudah [ngobrol dengan KPK],” katanya di Gedung LPSK, Jakarta Timur, pada Kamis (31/7/2025).

    Lebih lanjut, dia mengatakan sebenarnya poin-poin yang ada dalam revisi KUHAP saat ini adalah sudah wewenangnya Komisi III DPR RI. “Itu nanti kan komisi III akan… kan itu sudah wewenangnya komisi III,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengakui jika lembaganya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan RUU KUHAP. 

    Sejak awal, lembaganya yang juga terdepan menangani kasus-kasus pidana korupsi justru tidak dimintai pendapat oleh pemerintah serta DPR.  

    “Setahu saya sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025). 

    Sementara itu, KPK bersama para pakar hukum mengidentifikasi 17 isu krusial dalam RUU KUHAP yang tidak sinkron dengan UU KPK. Poin-poin ini dianggap berpotensi mengurangi kewenangan tugas dan fungsi KPK.

    “Kami berharap khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, agar batang tubuh dengan ketentuan peralihan dalam RUU ini disusun secara sinkron. Kalau tidak sinkron, nanti bisa menimbulkan bias dan ketidakpastian hukum,” tegas Setyo.

    Respons DPR

    Anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan mengaku heran atas dengan KPK yang merasa tidak dilibatkan dalam pembahasan RUU KUHAP.  

    Menurut dia baik itu KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian semuanya adalah bagian sektor pemerintah alias lembaga eksekutif, yang dinaungi oleh Kementerian Hukum. 

    Saat pembahasan pun, lanjutnya, yang mewakili pemerintah dalam panita kerja (panja) revisi KUHAP adalah Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej.  

    “Nah, kami di DPR-nya. Jadi mari kita bedakan di mana mereka harus masuk, di mana kami tadi. Jadi posisi kami sudah selesai kan dalam konteks draf ya. Nah, pemerintah yang bikin DIM. Saran saya KPK, temui pemerintah, kalian kan di situ,” terangnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (21/7/2025).

  • Besok Deadline Banding Vonis Hasto, Apa Langkah KPK?

    Besok Deadline Banding Vonis Hasto, Apa Langkah KPK?

    Jakarta

    KPK masih memiliki waktu hingga besok untuk menentukan mengajukan banding atau tidak terhadap vonis hukuman 3,5 tahun penjara Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di kasus suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku. Apa langkah yang akan diambil KPK?

    Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan sampai saat ini pihak jaksa KPK selaku penuntut umum masih mengkaji apakah akan mengajukan banding atau tidak terhadap vonis yang didapat Hasto. Dia mengatakan menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut pada jaksa KPK.

    “Ya saya serahkan sepenuhnya kepada Direktur Penuntutan, kemudian pada jaksa penuntut umumnya, untuk melakukan pembahasan di tingkat direktorat dan kedeputian. Nah, karena waktunya sampai besok, setelah itu nanti diajukan, baru akan dikaji oleh pimpinan,” jelas Setyo di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2025).

    Dia menerangkan saat ini jaksa sedang mengkaji dua hal mengenai putusan dari pengadilan, yakni terkait vonis hukuman atas kasus suap Hasto dan vonis lepas terkait perintangan penyidikan. Dia memastikan hasil kajian ini nantinya akan diserahkan oleh pihak jaksa KPK kepada pimpinan.

    “Opsinya dua, ini opsi ya bukan putusan ini, tapi ini opsi, opsinya adalah banding atau tidak banding. Kalau banding pasti ada prosesnya, kalau tidak banding kenapa, gitu. Ini bukan putusan ya, bukan putusan pimpinan, tapi saya bilang ini sebagai opsi, opsi yang akan dilakukan oleh jaksanya,” ujar Setyo.

    “Nah, sampai hari ini, kami belum menerima laporannya, itu saya sudah cek, masih ada waktu sampai hari Jumat, sampai besok. Nah, besok pasti ada keputusan dan akan di-update,” imbuhnya.

    Sebelumnya, juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan KPK dan pihak terdakwa sama-sama diberi waktu selama tujuh hari untuk mempelajari putusan pengadilan. Waktu ini akan dimanfaatkan oleh jaksa untuk mengambil keputusan.

    Hasto Divonis 3,5 Tahun Penjara

    Seperti diketahui, Hasto Kristiyanto divonis 3,5 tahun hukuman penjara. Hakim menyatakan Hasto terbukti bersalah memberi suap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan terkait pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 untuk Harun Masiku.

    “Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” ujar ketua majelis hakim Rios Rahmanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7).

    Hasto juga dibebani membayar Rp 250 juta. Jika tak dibayar, diganti pidana kurungan selama 3 bulan. Hakim memerintahkan Hasto tetap berada dalam tahanan. Hakim memerintahkan agar sejumlah buku yang disita dikembalikan kepada Hasto.

    Dalam putusan ini, hakim menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan merintangi penyidikan Harun Masiku. Hakim tidak sependapat dengan jaksa KPK mengenai hal itu.

    Hakim menyatakan Hasto bersalah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Hakim menyatakan Hasto tak terbukti melakukan perbuatan merintangi penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor.

    Halaman 2 dari 2

    (zap/zap)

  • 4 Terdakwa Kasus Suap DPRD OKU Dipindah ke Rutan Palembang Jelang Sidang

    4 Terdakwa Kasus Suap DPRD OKU Dipindah ke Rutan Palembang Jelang Sidang

    Jakarta

    KPK memindahkan penahanan empat terdakwa kasus dugaan suap persetujuan dana pokok-pokok pikiran (Pokir) di DPRD Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Pemindahan dilakukan menjelang sidang di Pengadilan Tipikor Palembang.

    “Tim jaksa penutut umum dengan pengawalan dari Pengamanan Internal KPK, ditambah dengan dukungan personel Brimob Kepolisian Daerah Sumatera Selatan telah selesai melaksanakan pemindahan tempat penahanan untuk empat orang terdakwa dalam perkara suap persetujuan dana pokir di DPRD Kabupaten OKU,” kata Jaksa KPK Rakhmad Irwan kepada wartawan, Senin (28/7/2025).

    Dia mengatakan pemindahan ditujukan untuk mempermudah proses persidangan. Dia belum menjelaskan detail kapan sidang dimulai.

    “Pemindahan ini dalam rangka persiapan persidangan di Pengadilan Tipikor pada PN Palembang,” ujarnya.

    Empat terdakwa yang dipindah ialah Nopriansyah, M Fahruddin, Umi Hartati dan Ferlan. Dia menyebut Nopriansyah, M Fahruddin, dan Ferlan dititipkan di Rutan Kelas I Palembang (Rajolembang), sementara Umi ditahan di Lapas Perempuan Palembang.

    Sebagai informasi, KPK menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR OKU. Para tersangka terdiri atas anggota DPRD OKU, Kepala Dinas PUPR OKU dan pihak swasta. Berikut ini rinciannya:

    1. Ferlan Juliansyah (FJ) selaku anggota Komisi III DPRD OKU
    2. M Fahrudin (MFR) selaku Ketua Komisi III DPRD OKU
    3. Umi Hartati (UH) selaku Ketua Komisi II DPRD OKU
    4. Nopriansyah (NOP) selaku Kepala Dinas PUPR OKU
    5. M Fauzi alias Pablo (MFZ) selaku swasta
    6. Ahmad Sugeng Santoso (ASS) selaku swasta.

    “Menjelang Idul Fitri, pihak DPRD, yang diwakili oleh Saudara FJ (Ferlan Juliansyah), yang merupakan anggota dari Komisi III, kemudian Saudara MFR (M Fahrudin), kemudian Saudari UH (Umi Hartati), menagih jatah fee proyek kepada Saudara NOP (Nopriansyah) sesuai dengan komitmen yang kemudian dijanjikan oleh Saudara NOP akan diberikan sebelum Hari Raya Idul Fitri,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Minggu (16/3).

    Pada 13 Maret 2025, Nopriansyah menerima uang Rp 2,2 miliar dari Fauzi selaku pengusaha. Nopriansyah juga telah menerima Rp 1,5 miliar dari Ahmad. Uang itu diduga akan dibagikan kepada anggota DPRD OKU. Pada 15 Maret, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap para tersangka itu. KPK mengamankan uang Rp 2,6 miliar dan mobil Fortuner dari OTT itu.

    (haf/haf)

  • Akankah RUU KUHAP Bakal Amputasi Kewenangan KPK?

    Akankah RUU KUHAP Bakal Amputasi Kewenangan KPK?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU No.8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) waswas lantaran minimnya keterlibatan lembaga itu dalam pembahasannya. 

    Ada beberapa pasal yang dikhawatirkan bakal mengamputasi kewenangan hingga upaya pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah.

    KPK, selaku salah satu penegak hukum yang berwenang menindak tindak pidana korupsi, selama ini menjalankan upaya penindakan berdasarkan prinsip lex specialis. Ada kekhususan yang menaungi kelembagaan KPK dalam memberantas korupsi.

    Merujuk pada UU No.19/2019 tentang KPK, lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu berwenang untuk melakukan pencegahan, penindakan serta mengoordinasi maupun mensupervisi penindakan tindak pidana korupsi oleh penegak hukum lain. Dalam hal ini, Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Kendati tetap berlandaskan KUHAP, lembaga yang lahir dari rahim reformasi itu memiliki independensi khusus. Setidaknya sebelum revisi UU KPK pada 2019 lalu yang menyatakan lembaga tersebut menjadi rumpun eksekutif.

    Adapun dengan adanya proses revisi KUHAP, berbagai pihak termasuk KPK secara langsung blakblakan menyatakan amandemen itu berpeluang memangkas kewenangan KPK dalam memberantas korupsi. Khususnya, di bidang penindakan. 

    Masalahnya, sebagai salah satu penegak hukum, komisi antirasuah pun telah mengakui tidak adanya keterlibatan mereka sejak awal dalam penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Bahkan, masukan KPK pun tidak dimintakan hingga proses pembahasan sudah mencapai tingkat Panja DPR saat ini.

    “Setahu saya sampai dengan hari-hari terakhir memang KPK tidak dilibatkan,” ungkap Ketua KPK Setyo Budiyanto kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025).

    Demo penolak RUU KPK tahun 2019 lalu./JIBI

    Setyo pun menyampaikan harapannya agar proses amandemen KUHAP pertama sejak 1981 itu bisa dilakukan secara terbuka, transparan dan melibatkan partisipasi berbagai pihak.

    Menurut Purnawirawan Polri bintang tiga itu, KPK mengundang sejumlah pakar hukum untuk mengidentifikasi berbagai pasal yang dinilai bisa mengurangi kewenangan-kewenangan tugas dan fungsi lembaganya.

    Namun, Ketua KPK jilid VI itu mengaku DIM yang saat ini terus berubah-ubah. Adapun, garis besar yang ingin disoroti olehnya adalah terkait dengan potensi berkurangnya kewenangan KPK dalam melakukan upaya paksa. Baik itu soal pencegahan ke luar negeri hingga penyadapan.

    “Upaya paksa ini jangan sampai kemudian ini harus berkurang atau mungkin harus dikoordinir oleh pihak-pihak lain gitu,” terang Setyo.

    Oleh sebab itu, Setyo berharap agar dalam draf revisi KUHAP bakal ditambah klausul pengecualian pada Pasal 329 RUU KUHAP. Dia juga berharap agar Panja memasukkan blanket clause dalam ketentuan penutup agar keberlakuan UU sektoral, termasuk UU KPK, tetap terjamin.

    “Jangan sampai nanti kayak kami berharap khususnya kepada Panja, kemudian kepada pemerintah, antara batang tubuh dengan ketentuan peralihan ini enggak sinkron. Batang tubuhnya mengatur tapi kemudian ketentuan peralihannya menyebutkan disesuaikan. Nah, kalau seperti ini tentu nanti akan menimbulkan sesuatu yang bias, tidak ada sebuah kepastian,” papar pria yang juga mantan Irjen Kementerian Pertanian (Kementan) itu.

    KPK juga telah mengupayakan agar bisa beraudiensi dengan pihak pemerintah maupun DPR pada Panja RUU KUHAP. Bahkan, lembaga itu sudah mengirimkan surat permintaan audiensi dengan tembusan ke Presiden Prabowo Subianto serta Ketua DPR Puan Maharani. 

    “Karena kami tidak tahu yang berkembang itu seperti apa sampai dengan saat ini. Termasuk juga kami menyampaikan surat audiensi dan usulan tersebut kepada Presiden, cc Menteri Hukum,” ujar Kepala Bagian Perancangan Peraturan Biro Hukum KPK, Imam Akbar Wahyu Nuryamto pada suatu diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/7/2025).

    Ada 17 Poin Krusial

    Adapun KPK telah menyusun kajian yang hasilnya menemukan 17 poin pada RUU KUHAP berpotensi memengaruhi kewenangan pemberantasan korupsi oleh komisi antirasuah. Kajian itu dilakukan bersama dengan ahli hukum pidana yang juga diminta Panja baik dari sisi DPR maupun pemerintah. Salah satunya adalah Dosen Hukum Acara Pidana Universitas Indonesia (UI) Febby Mutiaran Nelson. 

    Secara garis besar, KPK menilai rancangan amandemen KUHAP telah mengakui azas kekhususan atau lex specialis dari KPK. Namun, masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan dalam menyinkronkan KUHAP serta hukum acara pemberantasan korupsi yang juga diatur dalam UU No.19/2019 tentang KPK. 

    “Karena di satu sisi politik hukum KUHAP itu sudah mengakui, sudah mengakomodir konsep lex specialis-nya, tindak pidana korupsi bersama tindak-tindak khusus lainnya. Maka sudah seharusnya KUHAP menggendong semangat yang sama,” terang Imam. 

    Beberapa pasal yang disoroti oleh KPK, terang Imam, adalah pasal 327, 329 dan 330 pada KUHAP saat ini atau UU No.8/1981. Misalnya, di pasal 329 dan 330, terlihat adanya potensi pertentangan antara UU KPK dan KUHAP. Sehingga, ini bisa menggerus asas lex specialis KPK.

    Pasal 329 berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kewenangan PPNS dan Penyidik Tertentu dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”

    Sementara itu, pasal 330 berbunyi: “Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Upaya Paksa dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.”

    Bagi Imam, pasal-pasal yang bertentangan itu menjadi pintu masuk bagi tersangka dugaan korupsi KPK maupun terdakwa sehingga bisa lepas dari jerat penegakan hukum.

    “Itu yang kami khawatirkan, maka sebelum terlanjur kami harap ada sinkronisasi yang kemudian menjamin bisa tidak hanya menjamin keadilan bagi pelaku, tapi juga keadilan bagi korban, karena tindak pidana korupsi itu pelakunya bisa dikatakan bukan warga biasa, punya akses terhadap kekayaan dan punya akses terhadap kekuasaan,” tuturnya. 

    Tidak hanya itu, dia lalu mencontohkan pasal 20 di mana mengatur bahwa penyelidikan harus dikoordinasikan, diawasi dan diberi petunjuk oleh Polri. Ini berpeluang menjadikan kewenangan penyelidikan KPK tidak independen. 

    “Nah tentu ini menjadi pertanyaan dan tantangan, apakah memang ini yang diharapkan oleh perumus undang-undang?,” terangnya. 

    Masih terkait dengan penyelidikan, pasal di revisi KUHAP mengatur bahwa pencarian peristiwa pidana untuk penetapan tersangka dilakukan di tingkat penyidikan. Padahal, selama ini penyelidik KPK sudah berwenang mencari peristiwa pidana. Oleh sebab itu, kasus-kasus di KPK yang sudah naik ke tahap penyidikan umumnya sudah memiliki tersangka.

    Lebih jauh lagi, KPK turut mengkhawatirkan butir pasal 7 dan 8 KUHAP yang mengatur bahwa penyerahan perkara atau pelimpahan tahap 2 harus melalui Polri. Padahal, selama ini KPK memiliki kewenangan untuk penyelidikan, penyidikan serta penuntutan secara independen tanpa tergantung dengan lembaga lain. 

    Bahkan, lembaga antirasuah pun turut mengidentifikasi potensi mengurangnya kewenangan dalam penuntutan. Pada rancangan amandemen KUHAP, wewenangan penuntutan harus dilakukan ke Kejaksaan. 

    “Penuntutan KPK diberikan undang-undang berdasarkan pasal 6 huruf F juncto pasal 51. Pada intinya adalah penuntut itu diangkat oleh pimpinan [KPK]. Artinya tidak diperlukan kuasa dari instansi lain,” paparnya. 

    Secara lengkap, berikut 17 poin yang diidentifikasi oleh KPK:

    1. Keberlakuan UU KPK yang mengatur kewenangan penyelidik dan penyidik serta hukum acara yang bersifat khusus berpotensi dimaknai bertentangan dengan RUU HAP dengan adanya Pasal 329 dan Pasal 330 RUU HAP

    2. Keberlanjutan penanganan perkara KPK hanya dapat diselesaikan berdasarkan UU No.8/1981 tentang KUHAP;
     
    3. Keberadaan penyelidik KPK tidak diakomodasi dalam RUU KUHAP, penyelidik hanya berasal dari Polri dan penyelidik diawasi oleh Penyidik Polri;

    4. Penyelidikan hanya mencari dan menemukan peristiwa tindak pidana sedangkan penyelidikan KPK saat ini memiliki wewenang untuk menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti;

    5. Keterangan saksi yang diakui sebagai alat bukti hanya yang diperoleh di tahap penyidikan, penuntutan, dan/atau pemeriksaan di sidang pengadilan;

    6. Penetapan tersangka ditentukan setelah Penyidik mengumpulkan dan memperoleh dua alat bukti;7. Penghentian penyidikan wajib melibatkan Penyidik Polri;

    8. Penyerahan berkas perkara ke penuntut umum melalui Penyidik Polri;

    9. Penggeledahan terhadap tersangka dan didampingi Penyidik dari daerah hukum tempat penggeledahan tersebut;

    10. Penyitaan dengan permohonan izin Ketua Pengadilan Negeri;

    11. Penyadapan termasuk upaya paksa, hanya dilakukan pada tahap penyidikan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri, serta tidak ada definisi penyadapan yang sah (lawful interception);

    12. Larangan bepergian ke luar wilayah indonesia termasuk upaya paksa dan hanya terhadap tersangka;

    13. Pokok perkara tindak pidana korupsi tidak dapat disidangkan selama proses praperadilan;

    14. Kewenangan KPK dalam perkara koneksitas tidak diakomodasi

    15. Perlindungan saksi hanya dilakukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK);

    16. Penuntutan di luar daerah hukum dengan pengangkatan sementara Jaksa Agung

    17. Penuntut umum hanya dari Kejaksaan atau lembaga sesuai UU.

  • Era Yaqut, Persentase Kuota Haji Khusus dan Reguler Sengaja Diubah

    Era Yaqut, Persentase Kuota Haji Khusus dan Reguler Sengaja Diubah

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan bahwa persentase kuota haji khusus dan juga reguler era mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas sengaja diubah untuk menguntungkan pihak tertentu. 

    Hal itu terungkap dalam penyelidikan dugaan korupsi kuota haji di Kemenag. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan aturan resmi menetapkan 8% untuk haji khusus dan 92% untuk reguler. Namun pelaku mengubah proporsi menjadi 50% untuk masing-masing kuota.

    Penyimpangan itu terjadi setelah Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan 20 ribu kuota haji bagi Indonesia yang sebenarnya ditujukan untuk mempercepat antrean haji reguler menjadi 20 hingga 21 tahun.

    Korupsi tersebut dinilai merugikan jemaah reguler dan menguntungkan haji khusus. KPK telah menerima lima laporan dugaan korupsi kuota haji. Salah satu laporan menyasarkan bekas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

    “Untuk kuotanya itu 8 sama 92 kalau tidak salah. Jadi 8 persen untuk haji khusus itu ya 92 persen untuk reguler. Tapi kemudian ternyata dibagi dua 50-50 seperti itu yang seharusnya kan pembagiannya itu dan seharusnya juga kalau itu kan kuota memang kuota yang reguler,” kata Asep Guntur dikutip Minggu (27/7/2025).

    Pada 20 Juni 2025, KPK mengonfirmasi telah mengundang dan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus.

    KPK sempat memanggil sejumlah pihak, seperti Ustaz Khalid Basalamah hingga Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pemeriksaan terhadap Khalid Basalamah baru pada tahap penyelidikan. “Benar, yang bersangkutan diperiksa, serta dimintai keterangannya terkait dengan perkara haji,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/6/2025).

    Budi mengatakan bahwa Khalid Basalamah kooperatif saat diperiksa penyelidik KPK terkait kasus dugaan korupsi haji khusus tersebut. “Dia menyampaikan informasi dan pengetahuannya sehingga sangat membantu penyelidik,” kata Budi.

    Budi menjelaskan bahwa Khalid Basalamah didalami pengetahuannya terkait pengelolaan ibadah haji. Dia meminta semua pihak untuk dapat memenuhi panggilan penyelidik KPK pada tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus tersebut, seperti yang dilakukan Khalid Basalamah.

    “Supaya penanganan perkara terkait dengan haji ini dapat secara efektif dan bisa segera terang begitu penanganan perkaranya,” kata budi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, Khalid Basalamah disebut memiliki agensi umrah dan haji bernama Uhud Tour.

    Pada kesempatan berbeda, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus tidak hanya terjadi pada tahun 2024, tetapi juga tahun-tahun sebelumnya.

    Untuk tahun 2024, Pansus Angket Haji DPR RI mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 pada alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi.

    Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

  • Isu Politik-Hukum Terkini: Jokowi Reuni di UGM hingga Data WNI ke AS

    Isu Politik-Hukum Terkini: Jokowi Reuni di UGM hingga Data WNI ke AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Berbagai isu politik-hukum terkini mewarnai pemberitaan Beritasatu.com sepanjang Sabtu (26/7/2025) hingga pagi ini. Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) reuni dengan teman kuliahnya di Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta menarik perhatian publik, apalagi dia menyinggung soal keaslian ijazahnya yang dipersoalkan sebagian kalangan.

    Isu politik-hukum lainnya yang juga paling disorot, adalah terkait rencana pertukaran data warga Indonesia dengan Amerika Serikat imbas perjanjian dagang penurunan tarif impor 19% yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

    Simak 5 Top Isu Politik-Hukum Terkini di Beritasatu.com:

    1. Reuni di UGM, Jokowi Curhat Soal Ijazah dan Pembimbingnya Diragukan

    Mantan Presiden Jokowi menghadiri reuni 45 tahun angkatan 1980 Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta, Sabtu (26/7/2025). Dalam kesempatan tersebut, Jokowi menanggapi isu yang kerap menerpanya terkait ijazah serta dosen pembimbingnya.

    “Saya malah diadukan ke polisi. Saya dibilang pembohongan publik. Pak Kasmujo dosen pembimbing saya betul. Dan setelah lulus pun, Pak Insinyur Kasmujo masih datang ke pabrik saya empat kali, ingat saya. Saya ada masalah dengan pengeringan dengan kayu. Saya ada masalah dengan insect yang ada di kayu. Dan saya ada masalah dengan finishing,” kata Jokowi di depan teman kuliah seangkatannya.

    Jokowi juga menanggapi isu seputar keaslian ijazahnya. Menurutnya, klarifikasi dari UGM seharusnya sudah cukup menjadi bukti sahih bahwa ijazahnya asli.

    2. Bamsoet Dorong DPR Revisi UU Darurat Kepemilikan Senjata Api

    Ketua Umum DPP Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri Indonesia (Periksha) Bambang Soesatyo atau Bamsoet mendorong revisi Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Api. Dia meminta DPR mengambil inisiatif untuk revisi UU itu.

    “Kami memang sudah menyusun perubahan undang-undang, revisi Undang-Undang Darurat yang sudah lama tahun 1951 ini ke aturan yang baru, kami sudah buat kajian akademisnya, tinggal buat dorong inisiatif DPR,” kata Bamsoet yang juga anggota DPR di sela kegiatan Asah Keterampilan Periksha 2025 di Denpasar, Bali, Sabtu (26/7/2025).

    3. Komisi II DPR Usulkan Panja Perpanjangan Dana Otsus Aceh

    Komisi II DPR mengusulkan pembentukan panitia kerja (panja) khusus untuk membahas perpanjangan dana otonomi khusus (otsus) bagi Provinsi Aceh melalui revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

    Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menyatakan usulan tersebut mencerminkan kesepakatan bersama seluruh anggota Komisi II yang hadir dalam kunjungan kerja ke Banda Aceh, Jumat (25/7/2025).

    “Kami sepakat mengusulkan panja terkait khusus perpanjangan Otsus Aceh. Mengingat Aceh tidak hanya memiliki nilai historis, tetapi juga keunggulan geografis sebagai wilayah perbatasan,” ujarnya.

    4. Menteri HAM: Pertukaran Data WNI dengan AS Berdasarkan Hukum Indonesia

    Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan kesepakatan pertukaran data warga Indonesia dengan Amerika Serikat disusun berdasarkan hukum RI, khususnya merujuk pada Undang-undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).

    “Pertukaran data tersebut dilakukan berdasarkan hukum Indonesia. Karena itu, tidak melanggar HAM atau bertentangan dengan prinsip HAM apa pun,” ujar Natalius, Sabtu (26/7/2025).

    5. KPK Pertimbangkan Banding atas Vonis 3,5 Tahun Hasto Kristiyanto

    KPK mempertimbangkan untuk mengajukan banding atas vonis 3 tahun 6 bulan penjara terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang dijatuhkan majelis Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat. Putusan itu lebih rendah dari tuntutan jaksa KPK, yakni 7 tahun penjara.

    Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan timnya masih menunggu salinan lengkap putusan sebelum menentukan langkah hukum selanjutnya. “Upaya itu (banding) nanti setelah putusannya kami terima secara lengkap,” ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (26/7/2025).

    Demikian isu politik-hukum terkini yang masih menjadi perhatian pembaca. Ikuti terus update berita terkini dan informasi menarik lainnya baik dari dalam maupun luar negeri hanya di Beritasatu.com.