Tag: Purbaya Yudhi Sadewa

  • Persiapan Penjaminan Polis Asuransi Rampung Tengah 2025 – Page 3

    Persiapan Penjaminan Polis Asuransi Rampung Tengah 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Selain memberikan penjaminan untuk simpanan nasabah di bank, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) juga mendapat mandat baru untuk memberikan jaminan kepada nasabah asuransi. Program ini disebut Program Penjaminan Polis (PPP).

    Mandat baru untuk LPS ini tertuang di Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).

    Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan, saat ini LPS masih terus menyempurnakan sistem penjaminan Polis ini. Ia menargetkan persiapan bisa rampung pada pertengahan 2025.

    “Saya pikir pertengahan tahun ini sudah kelihatan betul bentuk sistem program penjaminan polis yang akan dijalankan nanti,” kata Purbaya dikutip dari Antara, Jumat (25/1/2025).

    Usai Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) terbit, peraturan turunan mengenai program tersebut segera disiapkan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP).

    Saat ini, pihaknya tengah berkoordinasi secara intensif dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan dan Sekretariat Negara untuk memastikan bahwa PP tersebut dapat diterbitkan tepat waktu.

    “Dalam rapat KSSK terakhir, sudah diputuskan bahwa PP terkait program penjaminan polis akan dikawal supaya bisa terbit sesuai dengan waktu yang ditentukan,” ujarnya.

    Siapkan Aturan

    Secara paralel, LPS juga mempersiapkan peraturan internal agar peraturan pelengkap sudah siap ketika PP diterbitkan.

    Kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk mengisi unit program penjaminan polis juga disiapkan, yang ditargetkan mencapai 60 persen dari kapasitas penuh pada 2028.

    LPS juga mengirimkan staf untuk belajar dari program serupa di LPS internasional, seperti Korea, Malaysia, Kanada, Italia dan Taiwan untuk memastikan kesiapan program penjaminan polis.

    Sistem dan infrastruktur teknologi juga terus ditingkatkan untuk mendukung program penyambungan polis agar lebih siap saat program dijalankan.

    “Kami berharap PP dapat bisa keluar cepat sehingga pertengahan tahun bisa selesai semua. Kalau sudah selesai, saya akan mengusulkan ke Menteri Keuangan agar posisi dewan komisioner untuk penjaminan polis segera diisi,” tutur dia.

     

  • LPS bakal rampungkan persiapan penjaminan polis pada pertengahan 2025

    LPS bakal rampungkan persiapan penjaminan polis pada pertengahan 2025

    Saya pikir pertengahan tahun ini sudah kelihatan betul bentuk sistem program penjaminan polis yang akan dijalankan nanti

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa menargetkan persiapan program penjaminan polis bisa rampung pada pertengahan tahun 2025.

    “Saya pikir pertengahan tahun ini sudah kelihatan betul bentuk sistem program penjaminan polis yang akan dijalankan nanti,” kata Purbaya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat.

    Usai Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) terbit, peraturan turunan mengenai program tersebut segera disiapkan, termasuk Peraturan Pemerintah (PP).

    Saat ini, pihaknya tengah berkoordinasi secara intensif dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Keuangan dan Sekretariat Negara untuk memastikan bahwa PP tersebut dapat diterbitkan tepat waktu.

    “Dalam rapat KSSK terakhir, sudah diputuskan bahwa PP terkait program penjaminan polis akan dikawal supaya bisa terbit sesuai dengan waktu yang ditentukan,” ujarnya.

    Secara paralel, LPS juga mempersiapkan peraturan internal agar peraturan pelengkap sudah siap ketika PP diterbitkan.

    Kebutuhan sumber daya manusia (SDM) untuk mengisi unit program penjaminan polis juga disiapkan, yang ditargetkan mencapai 60 persen dari kapasitas penuh pada 2028.

    LPS juga mengirimkan staf untuk belajar dari program serupa di LPS internasional, seperti Korea, Malaysia, Kanada, Italia dan Taiwan untuk memastikan kesiapan program penjaminan polis.

    Sistem dan infrastruktur teknologi juga terus ditingkatkan untuk mendukung program penyambungan polis agar lebih siap saat program dijalankan.

    “Kami berharap PP dapat bisa keluar cepat sehingga pertengahan tahun bisa selesai semua. Kalau sudah selesai, saya akan mengusulkan ke Menteri Keuangan agar posisi dewan komisioner untuk penjaminan polis segera diisi,” tutur dia.

    Sementara itu, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS hingga akhir Desember 2024 mencapai 99,94 persen dari total rekening atau setara 608.850.379 rekening untuk nasabah bank umum.

    Untuk BPR/BPRS, hingga akhir November 2024, jumlah rekening yang dijamin mencapai 99,98 persen dari total rekening nasabah BPR/BPRS, atau setara dengan 15.817.553 rekening.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • LPS melaporkan jumlah rekening yang dijamin mencapai 99,94 persen

    LPS melaporkan jumlah rekening yang dijamin mencapai 99,94 persen

    Atau setara 608.850.379 rekening untuk nasabah bank umum

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa melaporkan jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya oleh LPS hingga akhir Desember 2024 mencapai 99,94 persen dari total rekening.

    “Atau setara 608.850.379 rekening untuk nasabah bank umum,” kata Purbaya dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Jumat.

    Sementara itu untuk BPR/BPRS, hingga akhir November 2024, jumlah rekening yang dijamin mencapai 99,98 persen dari total rekening nasabah BPR/BPRS, atau setara dengan 15.817.553 rekening.

    Pada periode penetapan reguler triwulan I-2025 (Januari 2025), LPS menetapkan untuk mempertahankan tingkat bunga penjaminan (TBP) masing-masing sebesar 4,25 persen untuk simpanan rupiah di bank umum dan 6,75 persen untuk simpanan rupiah di BPR; serta 2,25 persen untuk simpanan valuta asing (valas) di bank umum.

    TBP tersebut akan berlaku untuk periode 1 Februari 2025 sampai dengan 31 Mei 2025, namun tetap terbuka untuk disesuaikan dalam hal terdapat perubahan suku bunga pasar, kondisi perbankan dan perekonomian yang signifikan.

    Purbaya melanjutkan kebijakan LPS terus diarahkan untuk mendukung terjaganya stabilitas sistem keuangan dan kinerja ekonomi nasional. Hal itu diwujudkan dengan memastikan kecukupan cakupan penjaminan simpanan dan melakukan evaluasi berkelanjutan terhadap TBP agar tetap sejalan dengan perkembangan suku bunga, kondisi likuiditas perbankan, dan upaya mendukung kinerja ekonomi secara optimal.

    LPS pun akan senantiasa berkoordinasi dengan otoritas lain untuk meningkatkan sinergi terkait program penjaminan simpanan dan pelaksanaan penanganan bank oleh LPS.

    Selain itu, guna memperkuat pemahaman publik, LPS terus meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat terkait fungsi, tugas dan wewenang LPS.

    LPS juga melanjutkan penyusunan kebijakan dan pengaturan yang mendukung pengembangan dan penguatan sektor keuangan terkait program penjaminan simpanan dan penanganan bank.

    Misalnya, dengan menerbitkan peraturan mengenai premi program restrukturisasi perbankan, rencana resolusi bank umum, laporan bank peserta penjaminan simpanan, pelaporan data penjaminan simpanan berbasis nasabah, dan penanganan bank yang mengalami permasalahan solvabilitas.

    LPS juga tengah mempersiapkan pengaturan, proses bisnis, infrastruktur, dan pengembangan SDM sebagai amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) terkait program penjaminan polis yang akan dilaksanakan pada tahun 2028 serta pengaturan terkait pelaksanaan program restrukturisasi perbankan dalam hal terjadi krisis sistem keuangan.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

  • LPS memproyeksikan DPK tumbuh di kisaran 6-7 persen tahun ini

    LPS memproyeksikan DPK tumbuh di kisaran 6-7 persen tahun ini

    Jadi kita prediksi akan lebih sehat perekonomian dibandingkan sebelumnya dan daya beli pun akan membaik.

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memproyeksikan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) akan berada pada kisaran antara 6 persen hingga 7 persen pada tahun 2025, seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian nasional.

    Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa memperkirakan ekonomi domestik mulai pulih (recover) pada pertengahan triwulan II, III, dan IV, karena program-program pemerintahan baru mulai berjalan. Ia juga berharap, kondisi global akan membaik.

    “Jadi kita prediksi akan lebih sehat perekonomian dibandingkan sebelumnya dan daya beli pun akan membaik. Kita prediksi DPK tumbuh antara 6-7 persen untuk tahun 2025,” kata Purbaya saat konferensi pers, di Jakarta, Kamis.

    Per Desember 2024, LPS mencatat bahwa DPK atau simpanan nasabah tumbuh sebesar 4,48 persen secara year on year (yoy). Menurut Purbaya, pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan yang diperkirakan sebelumnya. Ia memandang, daya beli masyarakat yang rendah mulai berpengaruh ke pertumbuhan DPK.

    “Dulu waktu pertengahan tahun lalu, pertumbuhan DPK-nya masih sempat kencang. Sempat 9 persen. Terus pelan-pelan ke 8 persen, 7 persen. Kita prediksi tadinya hanya turun ke normalnya sekitar 6 persen. Tapi bulan Desember ternyata lebih buruk dari dugaan kita,” kata dia lagi.

    Purbaya mengatakan, tabungan masyarakat kelas menengah akan bergantung pada perkembangan perekonomian. Dengan asumsi ekonomi domestik tumbuh sebesar 5,1 persen, kata dia lagi, seharusnya tabungan kelas menengah juga akan tumbuh dengan laju yang cukup baik.

    “Perhitungan kita balik ke normal (pertumbuhan DPK) sekitar 6 persen. Karena biasanya, ketika ekonomi membaik atau bertumbuh, yang paling menikmati adalah kelas menengah,” kata dia pula.

    Adapun tabungan nasabah dengan saldo di bawah Rp100 juta, catat LPS, tumbuh sebesar 5 persen pada Desember 2024. Pertumbuhan ini membaik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 3,25 persen.

    Sedangkan tabungan nasabah dengan saldo di atas Rp5 miliar juga tercatat tumbuh, yakni sebesar 3,99 persen pada Desember 2024 dari sebelumnya 3,51 persen pada Desember 2023.

    Hasil survei LPS menunjukkan Indeks Ekspektasi Konsumen berada di zona optimis (115,5). Hal ini juga dikonfirmasi dengan tren Indeks Menabung yang menunjukkan perbaikan.

    LPS menilai, kinerja ekonomi domestik masih relatif solid. Perbaikan indikator ekonomi tersebut tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) yang kembali masuk ke zona ekspansi (51,2 pada Desember 2024) diikuti dengan Indeks Penjualan Riil (IPR) yang masih tumbuh positif 1,0 persen yoy (220,3 pada Desember 2024).

    Dari sisi global, LPS memandang kinerja ekonomi global berada dalam tren pemulihan meski masih dibayangi risiko ketidakpastian. Hal ini menyebabkan terjadinya divergensi tingkat pemulihan lintas-negara.

    Sementara itu, tingkat inflasi yang melandai mendorong mayoritas bank sentral global melakukan pemangkasan kebijakan moneternya. Pada saat yang sama, perubahan ekspektasi pelaku pasar menyebabkan volatilitas di pasar keuangan global.

    “Ke depan, masih terdapat beberapa faktor risiko ketidakpastian yang perlu diantisipasi seperti kebijakan baru pemerintahan Trump, dan keberlanjutan pemangkasan Fed Rate yang berpotensi terhambat oleh peningkatan inflasi dan perluasan fragmentasi geopolitik serta geoekonomi yang mengarah pada peningkatan kompetisi antarnegara,” kata Purbaya.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • LPS bayarkan klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Rp780 miliar

    LPS bayarkan klaim penjaminan simpanan nasabah BPR Rp780 miliar

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah membayarkan klaim penjaminan simpanan nasabah bank perekonomian rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) yang dicabut izin usahanya sekitar Rp780 miliar per Januari 2025.

    Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank Didik Madiyono mengatakan, LPS sebetulnya sudah menganggarkan klaim pembayaran simpanan Rp1,2 triliun pada 2023. Dengan klaim penjaminan untuk nasabah BPR sebesar Rp780 miliar, maka sisa anggaran masih mencukupi.

    “Jadi terkait itu, nasabah tidak usah khawatir dana klaim penjaminan untuk persiapan pembayaran nasabah BPR yang dicabut izin usahanya masih mencukupi. Dan kalaupun kurang juga pasti akan kita tambah anggarannya,” kata Didik dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis.

    Didik mengatakan, LPS telah melakukan likuidasi terhadap 20 BPR sepanjang tahun 2024. Secara total, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyerahkan daftar 21 BPR yang berada dalam resolusi kepada LPS. Namun, hanya satu BPR yang berhasil diselamatkan.

    Terkait dengan anggaran klaim penjaminan, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa anggaran tersebut pada dasarnya hanyalah indikasi awal. Dalam hal ini, LPS selalu menyiapkan dana setiap tahunnya sebagai antisipasi apabila terdapat bank yang dicabut izin usahanya.

    LPS juga tidak bisa memprediksi jumlah bank yang ditutup. Purbaya menegaskan, tugas LPS yaitu membayar klaim penjaminan simpanan nasabah dan melaksanakan likuidasi bank setelah izin bank dicabut oleh OJK.

    Sepanjang tahun 2024, tercatat sebanyak 20 BPR/BPRS yang telah dicabut izin usahanya oleh OJK. Mereka antara lain PT BPR Arfak Indonesia, PT BPR Kencana, PT BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, PT BPR Duta Niaga, PT BPRS Kota Juang Perseroda, PT BPR Nature Primadana Capital, PT BPR Sumber Artha Waru Agung, PT BPR Lubuk Raya Mandiri, PT BPR Bank Jepara Artha, dan PT BPR Dananta.

    Kemudian, PT BPRS Saka Dana Mulia, PT BPR Bali Artha Anugrah, PT BPR Sembilan Mutiara, PT BPR Aceh Utara, PT BPR EDCCASH, Perumda BPR Bank Purworejo, PT BPR Bank Pasar Bhakti, PT BPR Madani Karya Mulia, PT BPRS Mojo Artho, serta Koperasi BPR Wijaya Kusuma.

    Terkait kinerja BPR/BPRS, Purbaya mengatakan bahwa kinerja bank skala kecil ini menunjukkan tren yang baik sejalan dengan kinerja perbankan nasional. Melihat hal itu, ia memproyeksikan kinerja BPR secara keseluruhan akan positif dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang cukup signifikan.

    “Mungkin tahun ini, 2025, diperkirakan berada di kisaran 6-7 persen pertumbuhan DPK-nya (DPK BPR/BPRS). Dan profitabilitasnya juga tidak akan jauh berubah dibandingkan tahun lalu pertumbuhannya. Jadi kinerjanya akan masih tetap baik,” kata dia.

    Berdasarkan data per Desember 2024, jumlah rekening nasabah BPR/BPRS yang dijamin seluruh simpanannya (simpanan s.d. Rp2 miliar) sebesar 99,98 persen dari total rekening atau setara dengan 15,82 juta rekening.

    Sementara pada bank umum, jumlah rekening nasabah yang dijamin seluruh simpanannya (simpanan s.d. Rp2 miliar) sebesar 99,94 persen dari total rekening atau setara dengan 608,85 juta rekening.

    LPS menyampaikan, tingkat cakupan penjaminan simpanan LPS berada pada level yang memadai. Sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU), LPS menjamin setiap rekening simpanan nasabah perbankan di Indonesia hingga Rp2 miliar per nasabah per bank.

    “Cakupan simpanan perbankan tersebut nilainya berada di atas amanat UU LPS yang sekurang-kurangnya sebesar 90 persen dan lebih tinggi di atas rata-rata negara-negara anggota International of Deposit Insurers atau IADI yang berkisar di 80 persen,” kata Purbaya.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

  • LPS Klaim Kebijakan DHE SDA Wajib Parkir 100 Persen Bakal Dongkrak Penguatan Rupiah – Halaman all

    LPS Klaim Kebijakan DHE SDA Wajib Parkir 100 Persen Bakal Dongkrak Penguatan Rupiah – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Purbaya Yudhi Sadewa berpendapat, kebijakan pemerintah soal Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang wajib parkir 100 persen dalam setahun akan mendorong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

    “Harusnya kalau ini (DHE) bisa dijalankan dengan baik, akan membantu cadangan devisa, nilai tukar rupiah, dan di perbankan juga. Karena dananya kan pasti akan masuk ke sini, dan sebagian pasti masuk ke perbankan nasional,” kata Purbaya dalam Konferensi Pers di Kantornya, Kamis (23/1/2024).

    Menurut Purbaya, selama ini dana hasil ekspor Indonesia hanya ‘terparkir’ sebentar sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah meskipun kinerja neraca perdagangan mengalami surplus. 

    Di satu sisi, Purbaya berharap kebijakan DHE SDA 100 persen ini akan membawa dana hasil ekspor ke dalam sistem keuangan domestik yakni ke perbankan.

    “Hal ini akan meningkatkan likuiditas dan mendukung stabilitas sektor keuangan,” papar dia.

    Selan itu, Purbaya juga memprediksi bahwa dampak dari penerapan kebijakan ini akan menjaga suku bunga valas si pasar domestik tetap terkendali. Meski begitu, Purbaya meminta adanya pengawasan ketat lantaran kebijakan serupa sebelumnya yang mengalami kendala eksportir kerap tidak mengindahkan peraturan.

    “Jika kebijakan ini dijalankan dengan baik, dampaknya akan sangat positif. Namun keberhasilan ini sangat bergantung pada seberapa efektif pemerintah dan otoritas terkait mengawasi implementasi di lapangan,” jelas dia.

    Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, aturan baru Devisa Hasil Ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) wajib memarkirkan sebesar 100 persen di dalam negeri minimal satu tahun.

    Bahkan menurutnya, aturan itu sudah disepakati oleh Presiden RI Prabowo Subianto. Aturan ini justru lebih besar dari rencana sebelumnya yakni paling sedikit 30 persen.

    “Jadi satu tahun 100 persen,” kata Airlangga di Kantor Kemenko Perekonomian, Selasa (21/1/2025).

    Saat ini, aturan mengenai DHE SDA ini sudah diputuskan oleh pemerintah sehingga nantinya akan dituangkan dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) yang saat ini masih disusun.

    “DHE sudah selesai. PP-nya sedang disiapkan. harmonisasi, terus kemudian akan ada koordinasi dengan BI, OJK, perbankan,” jelasnya.

    Sebagai informasi, dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh) Atas DHE SDA pada Instrumen Moneter dan Instrumen Keuangan Tertentu di Indonesia, pemerintah memberikan insentif PPh kepada para eksportir yang memarkirkan dolarnya di perbankan dalam negeri.

    Tarif sebesar 0 persen, untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan lebih dari 6 bulan. Tarif sebesar 2,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 6 bulan. Tarif sebesar 7,5% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan 3 bulan sampai dengan kurang dari 6 bulan. 

    Serta, tarif sebesar 10% untuk instrumen dengan jangka waktu penempatan satu bulan sampai dengan kurang dari 3 bulan.

    Meski begitu, Airlangga menyebut, pemerintah akan mewajibkan eksportir untuk menyimpan DHE SDA di dalam negeri dalam jangka waktu minimal satu tahun. Ini artinya akan lebih lama dari ketentuan sebelumnya yang minimal tiga bulan.

  • LPS memproyeksikan DPK tumbuh di kisaran 6-7 persen tahun ini

    LPS: Kinerja perbankan terjaga positif dengan membaiknya risiko kredit

    Pada periode Desember 2024, rasio NPL berada pada level yang rendah sebesar 2,08 persen dan rasio LAR berada di level 9,28 persen dari total penyaluran kredit,

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mencatat bahwa kinerja perbankan terjaga positif didukung risiko kredit yang membaik, ketahanan permodalan relatif stabil, dan likuiditas yang masih relatif memadai.

    “Kinerja keuangan stabil, didukung fungsi intermediasi perbankan yang terjaga,” kata Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat konferensi pers di Jakarta, Kamis.

    Per Desember 2024, kredit perbankan tumbuh sebesar 10,39 persen secara year on year (yoy), sedangkan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 4,48 persen secara yoy.

    Purbaya mengatakan, sektor korporasi masih memberikan kontribusi pertumbuhan terbesar, baik dari sisi kredit maupun DPK, masing-masing sebesar 11,85 persen dan 15,17 persen secara yoy.

    Ketahanan permodalan juga tetap solid dan kuat sebagai buffer peningkatan risiko di sisi pasar dan kredit. Rasio permodalan Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum (KPMM) industri terjaga di level 26,68 persen pada periode Desember 2024.

    Sementara itu, kondisi likuiditas masih relatif memadai dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) berada pada level 112,87 persen serta Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) sebesar 25,59 persen.

    “Jadi kondisi likuiditas dari indikator itu masih amat aman,” ujar Purbaya.

    Ia mencatat, meningkatnya kinerja intermediasi juga diikuti dengan perbaikan aspek pengelolaan kualitas kredit yang tercermin dari rasio Non-Performing Loan (NPL) dan Loan at Risk (LAR).

    “Pada periode Desember 2024, rasio NPL berada pada level yang rendah sebesar 2,08 persen dan rasio LAR berada di level 9,28 persen dari total penyaluran kredit,” katanya.

    Purbaya juga menyampaikan mengenai pergerakan suku bunga simpanan. Menurut catatan LPS, suku bunga pasar (SBP) simpanan rupiah tercatat turun lima basis point (bps) ke level 3,53 persen dibandingkan periode penetapan TBP bulan September 2024.

    “Tren penurunan diperkirakan akan terus berlanjut menyusul pemangkasan suku bunga kebijakan BI-Rate,” kata dia.

    Sementara itu, imbuh Purbaya, kondisi likuiditas perbankan yang masih relatif memadai serta kebutuhan untuk penyaluran kredit yang tetap tinggi berpotensi mempengaruhi pergerakan suku bunga simpanan.

    Pada periode yang sama, suku bunga pasar simpanan valuta asing (valas) terpantau turun delapan bps ke level 2,06 persen dibandingkan periode penetapan TBP bulan September 2024.

    Purbaya mengatakan, ekspektasi penurunan suku bunga kebijakan The Fed yang cenderung dovish, permintaan kredit valas, dan kebutuhan transaksi yang meningkat akan mempengaruhi tren suku bunga simpanan valas ke depan.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • LPS ungkap alasan TBP tetap ditahan meskipun BI-Rate sudah dipangkas

    LPS ungkap alasan TBP tetap ditahan meskipun BI-Rate sudah dipangkas

    Jakarta (ANTARA) – Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengungkap alasan masih dipertahankannya tingkat bunga penjaminan (TBP) simpanan di bank umum dan bank perekonomian rakyat (BPR) meskipun suku bunga acuan Bank Indonesia pada Januari ini dipangkas menjadi 5,75 persen.

    Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa saat konferensi pers di Jakarta, Kamis, menjelaskan bahwa LPS memiliki metodologi untuk menentukan TBP salah satunya mempertimbangkan suku bunga pasar.

    “Walaupun BI-Rate turun, reaksi di pasar masih lambat sepertinya, jadi belum turun. Jadi kalau hitung-hitungan rumus kita, kita belum bisa turunkan bunga. Itu yang pertama,” kata Purbaya.

    Alasan selanjutnya, lanjut dia, LPS juga melihat kondisi pada sistem finansial secara umum. Saat ini ada tekanan ke nilai tukar rupiah. Pihaknya agak khawatir, apabila TBP juga diturunkan maka akan memberi sinyal yang negatif ketika semua pihak sedang mencoba menjaga sentimen ke nilai tukar rupiah.

    “Alasan yang ketiga, kita anggap kita tidak mengganggu kebijakan moneter karena suku bunga kita sudah di bawah suku bunga bank sentral. Jadi harusnya tidak ada masalah,” kata Purbaya.

    LPS pada Kamis memutuskan untuk tetap mempertahankan TBP simpanan rupiah di bank umum di level 4,25 persen. Adapun TBP simpanan valuta asing (valas) di bank umum juga tetap berada di posisi 2,25 persen serta TBP simpanan rupiah di BPR tetap di level 6,75 persen. TBP tersebut berlaku pada 1 Februari 2025 sampai dengan 31 Mei 2025.

    Ia menyampaikan bahwa LPS tidak hanya mencermati dinamika pasar keuangan melainkan juga dinamika kinerja perekonomian dan perbankan.

    Selain itu, keputusan penetapan TBP pada periode ini juga telah mempertimbangkan respon penurunan suku bunga simpanan yang masih terbatas serta kondisi likuiditas dan upaya memberikan ruang pengelolaan suku bunga.

    Tingkat cakupan penjaminan simpanan yang masih memadai (nominal dan rekening) serta memperkuat stabilitas sistem keuangan dan antisipasi risiko terhadap volatilitas di pasar keuangan juga menjadi pertimbangan LPS.

    Ia mengatakan, TBP ini akan dievaluasi secara berkala dan dapat diubah sewaktu-waktu dalam hal terdapat perubahan atas suku bunga pasar, kinerja perbankan, dan kondisi perekonomian yang signifikan.

    Sebagai bagian untuk meningkatkan pemahaman publik mengenai tingkat bunga penjaminan, LPS kembali menyampaikan bahwa TBP merupakan batas atas atau maksimal dari suku bunga simpanan agar produk simpanan yang dimiliki oleh nasabah perbankan dapat memenuhi salah satu kriteria program penjaminan.

    “Berkenaan dengan hal tersebut, kami mengimbau agar bank secara transparan dan terbuka menyampaikan kepada nasabah penyimpan mengenai besaran tingkat bunga penjaminan yang berlaku saat ini,” katanya.

    Hal tersebut, imbuh Purbaya, dapat dilakukan antara lain melalui penempatan informasi tingkat bunga penjaminan di kantor bank, area yang mudah diketahui oleh nasabah atau melalui media informasi serta seluruh channel komunikasi bank

    Menurut dia, dalam hal meningkatkan perlindungan dana nasabah serta upaya menjaga kepercayaan nasabah deposan secara luas, LPS meminta agar bank selalu memperhatikan ketentuan tingkat bunga penjaminan simpanan dimaksud dalam rangka penghimpunan dana.

    “Selanjutnya, dalam jaringan operasional bank, bank juga diminta tetap mematuhi ketentuan pengaturan dan pengawasan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta pengelolaan likuiditas oleh Bank Indonesia (BI),” kata Purbaya.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

  • PPN 12 Persen Khusus Barang dan Jasa Mewah, Ketua Dewan Komisioner LPS Yakin Membawa Dampak Positif

    PPN 12 Persen Khusus Barang dan Jasa Mewah, Ketua Dewan Komisioner LPS Yakin Membawa Dampak Positif

    “Cerita kebijakan ini berubah. Bukan hanya menaikkan pendapatan negara, tapi memberikan stimulus yang dapat menunjang daya beli masyarakat. Ketika daya beli meningkat, otomatis ekonomi tumbuh lebih cepat. Ini akan membawa dampak positif yang lebih kuat dibandingkan prediksi sebelumnya,” beber Purbaya.

    Dalam kesempatan yang sama, dia juga memberikan pandangan tentang prospek Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di 2025. Konsolidasi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap BPR adalah langkah positif. Untuk memastikan hanya bank yang sehat yang tetap beroperasi.

    Dengan demikian, BPR yang tersisa nanti adalah yang betul-betul baik. Di sisi lain, BPR yang lainnya harus belajar jika manajemennya tidak jelas, OJK akan bertindak.

    “Ini positif dalam pengertian ada konsolidasi menuju ke arah yang lebih baik,” ungkapnya.

    Purbaya menegaskan, bahwa masyarakat tidak perlu khawatir. Karena LPS pasti menjamin dana mereka di bank BPR.

    “Masyarakat juga tidak usah takut, kan ada LPS. Pasti kita bayar. Uang kami masih cukup banyak untuk bayar dana-dana mereka di bank BPR,” celetuknya.

    BEI turut menyampaikan tambahan informasi atas penyesuaian tarif PPN di 2025. Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131/2024, tarif PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif 12 persen dengan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain. Nilai lain yang dimaksud adalah sebesar 11/12 dari nilai Invoice.

    “Tarif tetap sesuai UU (undang-undang) yaitu 12 persen. Nilai obyek pajak yg dikalikan 11/12. Jadi finalnya sama dgn PPN 11 persen. Karena menutut saya ini terkait konstruksi perundang-undangan,” terang Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Irvan Susandy.

  • Masyarakat Indonesia Rajin Menabung, Tapi Tabungannya Dikit

    Masyarakat Indonesia Rajin Menabung, Tapi Tabungannya Dikit

    Jakarta: Masyarakat Indonesia dinilai masih rajin menabung, meski jumlah tabungannya sedikit. Hal tersebut tercermin dalam hasil riset terbaru Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengenai Indeks Menabung Konsumen (IMK) dan Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK).
     
    Data tersebut dilakukan melalui Survei Konsumen Perekonomian (SKP), SKP melibatkan lebih dari 1.700 responden di berbagai wilayah di Indonesia dengan menggunakan metode stratified random sampling dan wawancara tatap muka.
     
    Berdasarkan survei yang dilakukan pada November 2024, nilai IMK mencapai level 77,0, sedikit menurun dari bulan sebelumnya. Penurunan terjadi pada Indeks Waktu Menabung (IWM), sebesar 1,9 poin dari bulan sebelumnya ke level 81,5.
     
    “Banyak responden yang masih berpandangan saat ini maupun tiga bulan mendatang merupakan waktu yang tepat untuk menabung,” jelas Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa, dikutip dari keterangan resmi, Minggu, 22 Desember 2024.
     
    Sementara itu, Indeks Intensitas Menabung (IIM) sedikit mengalami peningkatan sebesar 0,6 poin dari bulan sebelumnya ke level 72,4 pada November 2024. Hal ini menunjukkan terdapat peningkatan jumlah responden yang menyatakan sering menabung, meskipun banyak pula responden yang menilai jumlah yang ditabung lebih kecil dari yang direncanakan.
     
    Selanjutnya, dari SKP yang dilakukan oleh LPS dapat dihasilkan juga output lain, yaitu IKK. IKK sejatinya mengukur tingkat optimisme atau pesimisme rumah tangga terhadap kondisi ekonomi saat ini dan pandangan mereka mengenai prospeknya di masa yang akan datang.
     
    “Dengan pendekatan ini, diharapkan dapat menangkap gambaran nyata tentang persepsi dan perilaku konsumen dari berbagai lapisan masyarakat di berbagai wilayah. Pelaksanaan survei tersebut memperluas kapabilitas LPS dalam mendapatkan gambaran terkini mengenai persepsi konsumen atas kegiatan menabung dan kondisi ekonomi saat ini,” jelas Purbaya.
     

     

    Daya tahan ekonomi rumah tangga
     
    Lebih lanjut dia menjelaskan, output utama SKP adalah Indeks Menabung Konsumen (IMK) yang mengukur kecenderungan serta kemampuan konsumen dalam mengalokasikan pendapatannya untuk ditabung. IMK ini akan memberikan gambaran tentang kemampuan dan kesehatan ekonomi rumah tangga, yang tercermin dari intensitas serta niat konsumen untuk menabung.
     
    “Dengan IMK ini, kita akan lebih bisa memahami daya tahan ekonomi rumah tangga terhadap situasi ekonomi saat ini, termasuk dinamika simpanan perbankan ke depan,” paparnya.
     
    Kemudian, output SKP lainnya adalah IKK atau keputusan dan kemampuan menabung konsumen, yang tentu saja tidak lepas dari persepsi konsumen atas kondisi ekonomi dan pendapatannya.
     
    “Informasi ini penting untuk memahami arah perkembangan ekonomi ke depan, mengingat persepsi konsumen dapat mempengaruhi keputusannya melakukan konsumsi, menabung, dan investasi,” ucap Purbaya.
     
    Dia menambahkan, konsumen yang lebih optimis terhadap prospek ekonomi, stabilitas pekerjaan dan pendapatan rumah tangganya di masa mendatang, berpotensi memperkuat konsumsinya terutama barang-barang tahan lama.
     
    “Hal ini selanjutnya berdampak positif bagi laju pertumbuhan ekonomi, karena konsumsi masyarakat merupakan kontributor terbesar perekonomian nasional,” tutup Purbaya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)