Tag: Purbaya Yudhi Sadewa

  • Istana Dukung Purbaya Tarik Uang ‘Nganggur’ di Kementerian Lembaga

    Istana Dukung Purbaya Tarik Uang ‘Nganggur’ di Kementerian Lembaga

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi buka suara mengenai rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang ingin menyisir anggaran Kementerian/Lembaga yang minim penyerapan. Rencananya Purbaya ingin mengambil kembali anggaran kementerian yang tidak dibelanjakan.

    Prasetyo menjelaskan bahwa anggaran kementerian memang harus dibelanjakan dengan optimal, sehingga langkah itu didukung oleh istana.

    “Kalau menurut kami itu memang sesuatu yang harus dilakukan, Karena belanja pemerintah itu harus optimal sehingga kalau Menteri keuangan mengevaluasi tentu berdasarkan data,” katanya.

    Namun menurut Prasetyo anggaran kementerian dan lembaga yang belum optimal akan didorong supaya pelaksanaan program di kementerian tersebut dijalankan. Sehingga serapan anggaran bisa optimal.

    Lebih lanjut menurutnya, presiden juga menyoroti penyerapan anggaran Kementerian dan Lembaga.

    “Tidak sekedar menyoroti, beliau fokus betul dan sekali lagi beliau bukan sekedar setuju, justru itu harus kita dorong bersama-sama apa yang menjadi kendala dicari jalan keluarnya,” kata Prasetyo.

    Sebelumnya Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan sudah meminta izin kepada presiden untuk memantau langsung Kementerian dan Lembaga terkait penyerapan anggaran.

    “Tadi saya izin ke pak presiden, bulan depan saya akan mulai beredar di kementerian-kementerian yang besar yang penyerapan anggarannya belum optimal. Kita akan coba lihat, kita akan bantu,” kata Purbaya, Selasa (16/9/2025).

    Jika tidak terserap dengan baik, maka akan dialihkan ke program yang terasa langsung dengan pemerintah.

    “Saya akan kasih waktu sampai akhir bulan Oktober, kalau mereka pikir nggak bisa belanja sampai akhir tahun, kita ambil uangnya. Jadi ini kita akan sebarkan ke program-program yang langsung siap dan bertambah ke rakyat. saya nggak mau uang nganggur,” kata Purbaya.

    (emy/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Purbaya, Gus Ipul, dan Bos Pertamina Dipanggil Prabowo ke Istana

    Purbaya, Gus Ipul, dan Bos Pertamina Dipanggil Prabowo ke Istana

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden Prabowo Subianto memanggil menteri dan pejabat BUMN ke Istana, Negara, Jumat (19/9/2025). Beberapa yang hadir antara lain Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri, hingga Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul).

    Purbaya tiba lebih dulu di kawasan Istana sekitar pukul 17.00 WIB. Meski ia belum mengetahui perihal pembahasan yang akan dilakukan.

    “Enggak ada yang dilaporin, mungkin kalau tanya APBN akan saya jelaskan APBN sedikit, tapi nggak ada yang spesifik,” katanya.

    Sementara Simon mengatakan pemanggilan ini hanya laporan rutin, dan beberapa hal lainnya.

    Sementara Gus Ipul mengatakan bahwa rapat berkaitan dengan Bantuan Sosial.

    “Bansos tepat sasaran sebagai tindak lanjut dari Inpres nomor 4 2025 di mana Presiden meminta BPS untuk bisa melakukan konsolidasi data secara nasional, sehingga menjadi satu-satunya pedoman bagi kementerian, lembaga maupun pemerintah daerah dalam melaksanakan program maupun menyalurkan Bansos,” katanya.

    (dem/dem)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Prabowo Dukung Menkeu Purbaya, Tarik Anggaran Kementerian yang Belum Optimal

    Prabowo Dukung Menkeu Purbaya, Tarik Anggaran Kementerian yang Belum Optimal

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto disebut memberikan restu kepada Menteri Keuangan (Menkeu) untuk menarik kembali dan merealokasi anggaran kementerian yang belum optimal hingga akhir Oktober 2025 lalu. 

    Sebelumnya, Menkeu Purbaya mengungkap bakal mulai memantau secara ketat penyerapan anggaran di kementerian-kementerian besar. Apabila ada anggaran yang belum optimal diserap sampai akhir bulan depan, maka berpotensi untuk dialihkan untuk mendanai program-program bantuan yang langsung diterima masyarakat. 

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menilai kebijakan tersebut merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Apalagi, dia meyakini langkah Menkeu didasarkan pada data.

    “Kalau memang ada kementerian yang menurut data tersebut serapannya masih belum optimal ya sudah menjadi kewajiban untuk kita bersama-sama, terutama Kementerian Keuangan, mendorong supaya pelaksanaannya program-program di kementerian tersebut yang korelasinya nanti dengan penyerapan anggaran itu nanti bisa optimal,” terang Prasetyo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Prasetyo mengakui Presiden turut menyoroti hal yang sama dengan Purbaya. Bahkah, lebih jauh, Kepala Negara disebut mendorong langkah Menkeu baru itu. 

    “Beliau [Presiden] fokus betul dan sekali lagi beliau bukan sekadar setuju, justru itu harus kita dorong bersama-sama apa yang menjadi kendala dicari jalan keluarnya” terang politisi Partai Gerindra itu. 

    Secara terpisah di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Purbaya menyebut pihaknya akan menghitung berapa anggaran yang bakal ditarik kembali dari kementerian yang tidak melakukan belanja secara optimal. Dia menegaskan tidak ingin ada dana menganggur di kas anggaran kementerian.

    “Kita antisipasi penyerapannya hanya akan sekian, ya kita ambil juga uangnya. Kita sebar ke tempat lain untuk mengurangi defisit atau untuk mengurangi utang,” kata Purbaya kepada wartawan.

    Mantan Ketua LPS itu lalu mencontohkan salah satunya anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola oleh Badan Gizi Nasional (BGN). Dia  bakal mengirim tim bantuan ke badan baru itu guna mendorong penyerapan anggarannya. 

    “Justru kita mau membantu MBG biar diserap lebih cepat. Tapi kalau saya enggak ada sanksi, ya mereka santai-santai aja,” jelas Purbaya. 

  • Ada Upaya Revisi UU, Tax Amnesty Gagal Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak?

    Ada Upaya Revisi UU, Tax Amnesty Gagal Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak?

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR menginisiasi perubahan Undang-undang Pengampunan Pajak atau RUU Tax Amnesty. Usulan perubahan beleid itu kemudian masuk dalam Program Legislasi Nasional alias Prolegnas prioritas tahun 2025.

    Pembahasan RUU Tax Amnesty dilakukan Komisi XI DPR dan dalam proses penyusunan. “Keterangan: proses penyusunan,” demikian tertulis dalam dokumen Prolegnas yang dikutip Bisnis, Jumat (19/5/2025).

    Dalam catatan Bisnis, RUU Tax Amnesty itu adalah inisiatif DPR. Ketua Komisi XI DPR Misbakhun adalah satu pihak yang pernah mengemukakan pentingnya program tersebut.

    Dia merasa program pengampunan pajak alias tax amnesty perlu berlaku kembali untuk mengawal berbagai visi misi pemerintah baru Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Misbakhun menjelaskan bahwa Komisi XI secara resmi telah mengusulkan agar RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 DPR.

    Dia menjelaskan bahwa pembahasan RUU Tax Amnesty itu masih akan sangat panjang. Setelah disahkan masuk Prolegnas Prioritas 2025, sambungnya, pimpinan DPR masih akan menentukan RUU Tax Amnesty nantinya akan menjadi inisiatif pemerintah atau parlemen.

    Jika menjadi inisiatif DPR maka naskah akademik dan draf RUU Tax Amnesty akan disusun oleh Komisi XI. Sebaliknya, jika menjadi inisiatif pemerintah maka naskah akademik dan draf RUU Tax Amnesty akan disusun oleh Kementerian Keuangan.

    Oleh sebab itu, Misbakhun mengaku belum bisa menjelaskan substansi yang akan dibahas dalam RUU Tax Amnesty tersebut. Kendati demikian, tidak menampik bahwa akan ada Tax Amnesty Jilid III apabila beleid tersebut selesai dibahas.

    “Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, sektor apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ujarnya di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    TA Jilid 1 Tidak Efektif?

    Pemerintah pernah berulangkali menerapkan pengampunan pajak. Namun hasilnya tidak terlalu signifikan. Pelaksanaan TA Jilid 1, misalnya, selama sembilan bulan pelaksanaan kebijakan, pemerintah telah mengantongi data deklarasi harta senilai Rp4.884,2 triliun yang Rp1.036,7 triliun di antaranya berasal luar negeri. Selain itu, otoritas pajak juga mencatat adanya repatriasi aset senilai Rp146,7 triliun dan uang tebusan dari wajib pajak senilai Rp114,5 triliun.

    Kendati demikian, pengampunan pajak tak hanya menyisakan cerita manis. Bisnis mencatat, dibalik limpahan data ribuan triliun tersebut ada beberapa hal yang patut menjadi catatan. 

    Dari sisi tingkat partisipasi misalnya, jumlah wajib pajak yang ikut pengampunan pajak kurang dai 1 juta atau tepatnya hanya 973.426. Jumlah tersebut hanya 2,4% dari wajib pajak yang terdaftar pada tahun 2017 yakni pada angka 39,1 juta.

    Sementara itu untuk uang tebusan, dengan realisasi Rp114,5 triliun jumlah tersebut masih di luar ekspektasi pemerintah yang sebelumnya berada pada angka Rp165 triliun. Realisasi repatriasi juga sama, dari janji yang dalam pembahasan di DPR sebesar Rp1.000 triliun, otoritas pajak ternyata hanya bisa merealisasikan sebesar Rp146,7 triliun.

    Ilustrasi Kantor Ditjen Pajak./Ist

    Tak heran sebenarnya jika hampir 6 tahun pascapelaksanaan tax amnesty, tingkat kepatuhan WP juga masih jauh panggang dari api. Tak banyak berubah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Apalagi data kepatuhan pajak menunjukkan rasio kepatuhan WP masih pada angka 83%. Angka itu masih di bawah standar yang ditetapkan OECD yakni pada angka 85%.

    Selain itu, tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi non karyawan juga tidak melonjak signifikan. Kontribusi mereka ke penerimaan negara juga tidak lebih dari 1% dari total penerimaan pajak negara.

    Satu hal lagi, menurut data OECD, rasio pajak Indonesia juga jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya di Asia Pasifik. Apalagi rata-rata OECD yang bisa di atas 30% dari produk domestik bruto. Rasio pajak RI paling hanya di kisaran 10% sampai 11-an persen.

    Kepatuhan Formal Belum Beranjak

    Di sisi lain, kendati telah melakukan berbagai macam relaksasi, Tten rasio kepatuhan formal wajib pajak yang hanya di angka 71% menunjukkan bahwa tudingan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih berburu di kebun binatang bukan isapan jempol semata.

    Sekadar catatan, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan terjadi penurunan kepatuhan formal penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) 2024 wajib pajak orang pribadi (WP OP).

    Setiap tahunnya, SPT Tahunan dilaporkan paling lambat pada 31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan. Pada tahun lalu, realisasinya penyampaian SPT Tahunan 2023 mencapai 1.048.242 atau 1,04 juta untuk WP Badan (korporasi) dan 13.159.400 atau 13,15 juta untuk WP OP.

    Sementara pada tahun ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan 2024 sebesar 1.053.360 atau 1,05 juta untuk WP Badan dan 12.999.861 atau 12,99 juta untuk WP OP.

    Artinya, ada penurunan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini sebesar 159.539 (-1,21%) dibandingkan tahun lalu. Padahal, penyampaian SPT Tahunan WP Badan pada tahun ini meningkat sebanyak 5.118 (+0,49%) dibandingkan tahun lalu.

    Pemerintah Belum Perlu

    Sementara itu, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menganggap bahwa penyelenggaraan program pengampunan pajak (tax amnesty) tidak perlu dilakukan secara rutin. Pemerintah akan fokus untuk mengoptimalkan regulasi-regulasi yang ada untuk meningkatkan penerimaan pajak.

    Menurut Purbaya, penyelenggaraan tax amnesty secara berulang dapat berdampak negatif pada upaya pemerintah meningkatkan penerimaan pajak. Kebijakan pengampunan pajak yang dilakukan berulang kali juga berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak.

    “Pandangan saya, kalau (tax amnesty) berkali-kali, gimana kredibilitas amnesty? Itu memberikan sinyal ke pembayar pajak bahwa boleh melanggar. Nanti ke depan-depannya ada amnesti lagi,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (19/9/2025).

    Dia menambahkan, sepanjang tahun ini pemerintah juga telah menggelar tax amnesty sebanyak dua kali. 

    Purbaya menuturkan, pengadaan tax amnesty yang dilakukan berulang kali dapat membuat wajib pajak dapat berpikir praktik penghindaran pajak akan terus ditoleransi.

    “Message yang kita ambil dari adalah begitu. Tahun ini kita sudah mengeluarkan ini sudah dua kali, nanti tiga (kali), empat, lima, dan seterusnya. Pesannya nanti kibulin aja pajaknya, nanti kita tunggu di tax amnesty, pemutihannya disitu. Itu yang enggak boleh,” jelasnya.

    Dia menambahkan, jika tax amnesty kembali dijalankan dalam jangka pendek, wajib pajak justru akan memanfaatkan celah tersebut.

    “Kalau tax amnesty setiap berapa tahun, yaudah semuanya menyelundupkan uang. Tiga tahun lagi dapat tax amnesty. Jadi, pesannya kurang bagus untuk saya sebagai ekonom dan Menteri,” ujar Purbaya.

  • Purbaya Bicara Potensi Kredit Fiktif dari Kucuran Dana Rp 200 T ke Bank

    Purbaya Bicara Potensi Kredit Fiktif dari Kucuran Dana Rp 200 T ke Bank

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bicara potensi tindak pidana korupsi berupa kredit fiktif terkait dana pemerintah Rp 200 triliun yang digelontorkan ke lima bank milik negara. Potensi ini sebelumnya disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Menurut Purbaya, potensi tindak pidana korupsi pasti akan selalu ada, termasuk potensi kredit fiktif. “Potensi pasti ada, tergantung banknya,” kata Purbaya di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

    Meski demikian, ia meyakini bahwa skema penyaluran dana Rp 200 triliun ini tak memberikan banyak celah bagi bank untuk melakukan hal tersebut.

    “Cara bekerjaanya itu cuma saya punya rekening, seperti saya punya rekening di dua bank bank A, bank B. Yang saya lakukan cuman mindahin uang dari sini ke sini, udah. Rekening dari BI ke bank, udah nggak ada alokasi ke tempat khusus,” ujarnya.

    Purbaya mengatakan, dana tersebut nantinya bisa digunakan perbankan dengan skema business to business (B2B). Kementerian Keuangan sudah tidak ikut campur.

    “Kita nggak ikut campur. Kalau dia kredit fiktif ya, kalau ketahuan ditangkap, dipecat, tapi saya nggak tahu kalau sebesar itu apakah mereka berani kredit fiktif, tapi kalau masalah itu kan selalu ada. Saya belum masuk juga kalau ada kredit fiktif, ada juga kredit fiktif,” kata dia.

    Ia juga mengibaratkan dana Rp 200 triliun itu seperti free money atau dana yang mereka bebas gunakan dan salurkan. Tanpa kebijakan yang mengikat, ia berharap dana itu akan membuat uang beredar semakin banyak, sehingga masyarakat tidak ragu untuk berbelanja dan dunia usaha terdorong melakukan ekspansi.

    KPK Soroti Potensi Korupsi

    Sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengingatkan pemerintah mengenai potensi tindak pidana korupsi dalam pencairan dana Rp 200 triliun ke lima bank anggota himbara.

    “Tentunya ada potensi-potensi tindak pidana korupsi, seperti yang terjadi di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda). Kreditnya kemudian macet karena memang ini kreditnya kredit fiktif,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (18/9/2025) dikutip dari Antara.

    Asep menyampaikan pernyataan tersebut saat mengumumkan penahanan lima tersangka kasus dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha pada BPR Bank Jepara Artha tahun 2022-2024.

    “Ini (kasus Bank Jepara Artha) juga menjadi sebuah alarm bagi kita bersama. Kenapa? Karena baru-baru ini pemerintah melalui Menteri Keuangan itu sudah mengucurkan dana sebesar Rp 200 triliun dari yang selama ini tersimpan di Bank Indonesia kepada bank-bank Himbara,” katanya.

    Walaupun demikian, dia mengatakan pencairan dana tersebut tetap memiliki sisi positif, yakni membuat perekonomian mikro menjadi bergairah dan bank-bank Himbara bisa memberikan kredit kepada masyarakat, sehingga perekonomian tanah air bisa berjalan. Oleh sebab itu, kata dia, KPK memastikan mengawasi pencairan dan penggunaan dana tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kagetnya Purbaya saat Ditunjuk Jadi Menkeu: Saya Pikir Ditipu”
    [Gambas:Video 20detik]
    (shc/ara)

  • Sambut Akhir Pekan, IHSG Ditutup Menguat ke Level 8.051

    Sambut Akhir Pekan, IHSG Ditutup Menguat ke Level 8.051

    Jakarta

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada perdagangan hari ini. Pada penutupan pasar, IHSG tercatat menguat seharian di level 8.000-an.

    Berdasarkan data RTI, Jumat (19/9/2025) IHSG ditutup pada level 8.051 atau naik 42,68 poin (0,53%). Sementara pada pembukaan IHSG berada di level 7.996.

    IHSG hari ini tertinggi pada level 8.051. Kemudian untuk level terendahnya berada di 7.983. Nilai transaksi indeks pada perdagangan hari ini mencapai Rp 66,33 triliun dengan melibatkan 46.463 miliar lembar saham yang diperdagangkan sebanyak 1.893.449 kali.

    Sebanyak 301 saham hari ini menguat, 350 saham melemah dan 148 saham stagnan. Selain secara harian, IHSG secara mingguan minus 2,51.

    Kemudian secara bulanan melemah 2,03%. Secara 6 bulanan masih melemah 22,23%. Lalu secara year to date menguat 13,72%.

    Lihat juga Video Purbaya soal IHSG Anjlok: Saya 15 Tahun di Pasar, Kita Perbaiki

    (acd/acd)

  • Tak Perlu Ubah Batas Utang

    Tak Perlu Ubah Batas Utang

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa buka suara terkait Revisi Undang-undang (RUU) Keuangan Negara yang masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2026. Revisi tersebut merupakan usulan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

    Purbaya mengatakan tidak ada rencana pemerintah untuk melakukan perubahan batasan defisit APBN yang saat ini maksimal 3% terhadap produk domestik bruto (PDB).

    “Anda pasti pikir saya mau melanggar 3%? Nggak ada,” ujar Purbaya kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

    Purbaya menilai program pemerintah yang tepat dapat mendorong perekonomian nasional dan penerimaan negara. Dengan demikian, menurutnya tidak perlu mengandalkan pembiayaan dalam bentuk utang hingga menaikkan batas defisit.

    “Kalau ekonominya bagus, misalnya jurus saya berhasil, harusnya sih ekonominya akan lebih bergairah dan pendapatan pajaknya lebih tinggi juga. Harusnya kita nggak perlu mengubah undang-undang untuk menaikkan defisit atau batas utang,” tuturnya.

    Meski begitu, Purbaya menilai penetapan batas utang kala itu kurang berdasar. Batas tersebut muncul dari kebanyakan negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa yang menganggap bisa menjadi indikator suatu negara membayar utang, namun kini dilanggar sendiri oleh mereka.

    “Jadi nggak usah takut dengan batas-batas itu, semuanya dilanggar sekarang. Hampir semua negara Eropa melanggar. AS berapa? Hampir 100% juga. Defisitnya mungkin 6%, rasio utang ke PDB-nya di atas 100%,” ujar Purbaya.

    Indonesia, kata Purbaya, masih jauh dari batas aman dan tidak pernah mengalami gagal bayar utang. “Kita selama ini tidak pernah default. Kekayaan kita juga cukup,” tambahnya.

    Indonesia sendiri pernah melebarkan defisit ketika pandemi COVID-19 sampai 5,07% PDB, seiring dengan kebutuhan pembiayaan yang tinggi. Seandainya hal yang sama terjadi, maka tidak menutup kemungkinan akan menjadi opsi pemerintah.

    “Seandainya kita kepepet, seandainya ya, kenapa mereka boleh, kita nggak boleh?,” imbuhnya.

    Lihat juga Video: Purbaya soal Rp 200 T Buat Bank: Mereka Orang Pintar, Selama Ini Malas

    (kil/kil)

  • Tak Perlu Ubah Batas Utang

    Purbaya Soroti Tarif Cukai Rokok: Rata-rata 57%, Tinggi Amat!

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menilai Cukai Hasil Tembakau (CHT) terlalu tinggi. Ia juga menyoroti dampak tarif CHT diturunkan ke industri rokok.

    Purbaya mulanya menyoroti harga saham sejumlah emiten rokok yang naik 20% tidak lama setelah ia menyinggung kemungkinan penurunan cukai rokok dalam diskusi beberapa waktu lalu.

    “Kemarin yang menarik adalah masalah diskusi masalah cukai. Anda tertarik cukai kan, itu saham rokok pada naik 20% begitu saya ngomong cukai. Naik 20%, mungkin sekarang masih naik. Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya. Saya tanya kan, cukai rokok gimana, sekarang berapa? rata-rata 57%, tinggi amat, banyak banget,” kata Purbaya kepada wartawan di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

    Namun ia menekankan, bukan berarti dirinya serta merta akan menurunkan tarif CHT. Purbaya menilai, kebijakan menurunkan dan menaikkan CHT tidak hanya berkaitan dengan penerimaan tetapi juga dengan sektor lainnya.

    “Terus kalau turun gimana? Bukan saya turun, bukan mau turun ya, cuma diskusi, kalau turun gimana? Kalau turun makin banyak income-nya. Lho, kenapa dinaikin kalau gitu? Rupanya kebijakan itu bukan hanya income saja di belakangnya, ada policy memang untuk mengecilkan konsumsi rokok,” ujarnya.

    Tidak hanya terhadap konsumen, kebijakan tersebut juga akan mempengaruhi industri secara keseluruhan dan juga sektor tenaga kerja. Menekan konsumsi rokok akan berimbas pada industri rokok.

    Selain itu, satu hal lain yang disorotinya dampak besar terhadap sektor ketenagakerjaan yang berpotensi meningkatkan angka pengangguran apabila industri tembakau diperkecil. Menurutnya, perlu dimatangkan desain dan strategi mitigasinya sebelum mengambil kebijakan.

    “Terus mitigasinya apa? Apakah kita sudah buat program untuk memitigasi tenaga kerja yang menjadi nganggur? Programnya apa dari pemerintah, nggak ada. Lho kok enak kenapa buat kebijakan seperti itu? Diskusinya itu antara lain di sana. Kalau gitu nanti kita lihat selama kita nggak bisa punya program yang bisa menyerap tenaga kerja yang nganggur, industri itu nggak boleh dibunuh,” kata dia.

    Purbaya menekankan, jangan sampai kebijakan ini hanya mendatangkan kesulitan bagi masyarakat. Ia setuju rokok memang perlu dibatasi, namun jangan sampai industri mati karena hal ini tanpa bantuan dari pemerintah.

    “Jadi nanti rokok akan kita lihat, saya akan ke Jawa Timur akan ngomong sama industrinya akan saya lihat seperti apa sih, turun apa nggak. Kalau misalnya nggak turun tapi pasar mereka saya lindungi, dalam pengertian online-online yang putih yang palsu itu saya larang di sana, karena nggak fair kan kita narik ratusan triliun pajak dari rokok, sementara mereka nggak dilindungi market-nya, kita membunuh industri,” ujar Purbaya.


    Lihat juga Video: CISDI Dorong Pemerintah Naikkan Cukai untuk Tekan Jumlah Perokok

    (shc/ara)

  • Kibulin Aja Pajaknya, Nanti Tunggu Pemutihan

    Kibulin Aja Pajaknya, Nanti Tunggu Pemutihan

    Jakarta

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tegas menolak rencana penerapan program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III. Kebijakan itu dinilai berpotensi merusak kredibilitas pemerintah dalam penegakan pajak.

    “Pandangan saya begini, kalau amnesty berkali-kali, gimana jadi kredibilitas amnesty? Itu memberikan sinyal ke para pembayar pajak bahwa boleh melanggar, nanti ke depan ke depan ada amnesty lagi, kira-kira begitu,” ujar Purbaya kepada wartawan di kantornya, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Purbaya menilai pesan yang ditangkap dari pelaksanaan tax amnesty berulang bisa keliru. Wajib pajak dapat berpikir praktik penghindaran pajak akan terus ditoleransi karena nantinya selalu ada kesempatan baru untuk pemutihan kewajiban.

    “Kalau tax amnesty setiap berapa tahun, ya sudah nanti semuanya menyelundupkan duit, tiga tahun lagi buat tax amnesty, kira-kira begitu. Jadi message-nya kurang bagus,” ucapnya.

    “Ini sudah dua kan? Satu, dua, nanti tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, ya sudah semuanya message-nya adalah kibulin aja pajaknya, nanti kita tunggu di tax amnesty, pemutihannya di situ, itu yang nggak boleh saya pikir,” tambahnya.

    Ketimbang melakukan tax amnesty jilid III, Purbaya mau fokus pada upaya memperkuat kepatuhan dan memperluas basis pajak melalui pertumbuhan ekonomi yang sehat. Dengan cara itu, penerimaan negara dinilai bisa meningkat tanpa harus memberi kelonggaran berulang.

    “Jadi posisi saya adalah, kita optimalkan semua peraturan yang ada, kita minimalkan penggelapan pajak, harusnya sudah cukup, kita majukan ekonomi supaya dengan tax ratio yang konstan misalnya, tax saya tumbuh, saya dapat yang lebih banyak. Kita fokuskan di situ dulu,” imbuhnya.

    Sebagai informasi, DPR RI menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025.

    Lihat juga Video Purbaya soal Rp 200 T Buat Bank: Mereka Orang Pintar, Selama Ini Malas

    (aid/kil)

  • Prabowo Dukung Purbaya Datangi Kementerian yang Lambat Serap Anggaran

    Prabowo Dukung Purbaya Datangi Kementerian yang Lambat Serap Anggaran

    Jakarta

    Langkah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk keliling ke kementerian dan lembaga (K/L) yang penyerapan anggarannya rendah didukung penuh Presiden Prabowo Subianto.

    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan rencana Purbaya memang perlu dilakukan demi mengoptimalkan kinerja anggaran pemerintah. Evaluasi penyerapan anggaran memang perlu dilakukan secara mendalam.

    “Kalau menurut kami, itu memang sesuatu yang harus dilakukan karena belanja pemerintah itu harus optimal sehingga kalau Menteri Keuangan mengevaluasi tentu berdasarkan data kalau ada kementerian yang menurut data serapannya nggak optimal harus jadi kewajiban kita mendorong. Jadi, semua supaya pelaksanaan program di kementerian tersebut yang korelasinya ke penyerapan anggaran jadi maksimal,,” ungkap Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (19/9/2025).

    Menurut Prasetyo, Prabowo juga menyetujui langkah Purbaya untuk mendatangi kementerian yang serapan anggarannya rendah. Prabowo juga menyoroti rendahnya belanja kementerian.

    “Bukan sekedar menyoroti, beliau (Prabowo) itu fokus betul. Sekali lagi beliau bukan hanya setuju (langkah Purbaya), tapi memang harus didorong bersama-sama apa yang jadi kendala dicari jalan keluarnya,” sebut Prasetyo.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan dirinya akan berpatroli ke kementerian dan lembaga (K/L) yang penyerapan anggarannya belum optimal. Purbaya sudah meminta izin ke Presiden Prabowo Subianto dan akan mulai keliling K/L bulan depan.

    “Tadi saya izin ke pak presiden, bulan depan saya akan mulai beredar di kementerian-kementerian yang besar yang penyerapan anggarannya belum optimal. Kita akan coba lihat, kita akan bantu,” kata Purbaya di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2025).

    Purbaya akan melihat penyerapan anggaran K/L sampai Oktober 2025. Jika anggaran dirasa tidak bisa terserap sepenuhnya sampai akhir tahun, maka anggaran tersebut akan diambil kembali untuk dialihkan ke program-program yang langsung dirasakan masyarakat.

    (hal/ara)