Tag: Luhut Binsar Panjaitan

  • KPK Tak Perlu Tunggu Laporan untuk Usut Dugaan Korupsi Whoosh

    KPK Tak Perlu Tunggu Laporan untuk Usut Dugaan Korupsi Whoosh

    GELORA.CO -Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak perlu menunggu laporan untuk mengusut dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.

    Hal itu disampaikan Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi merespons pernyataan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang menyebutkan bahwa KPK tidak perlu menunggu laporan masyarakat untuk mengusut dugaan korupsi, melainkan dapat segera melakukan penelusuran jika sudah ada informasi awal.

    “Dalam proyek Whoosh ini saya sependapat dengan Bang Mahfud MD, KPK tidak perlu tunggu laporan lagi,” kata Muslim kepada RMOL, Rabu, 22 Oktober 2025.

    Pernyataan Mahfud MD yang mendesak KPK agar proaktif ini muncul setelah ia mengungkapkan adanya dugaan ‘mark up’ (penggelembungan biaya) pada proyek Whoosh. Menurut Mahfud, ada selisih biaya yang signifikan antara perhitungan pihak Indonesia dan versi Tiongkok.

    Muslim Arbi menambahkan, KPK seharusnya langsung bertindak karena proyek Whoosh ini sudah menjadi perhatian publik yang luas dan bahkan diakui bermasalah oleh pejabat tinggi.

    Apalagi kata Muslim, mantan anak buah Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi, Luhut Binsar Pandjaitan sudah mengungkapkan kondisi Whoosh sejak awal.

    “Wong Luhut sendiri bilang Whoosh itu barang busuk. Karena beban dan kerugian negaranya sudah jelas, KPK tunggu apa lagi. Jangan sampai KPK kaya orang linglung yang nggak ngerti tugasnya sendiri. Kan aneh KPK seperti itu,” pungkas Muslim

  • Luhut Sebut Utang Kereta Cepat Direstrukturisasi 60 Tahun, Herwin Sudikta: Kita Disuruh Pura-pura Bangga

    Luhut Sebut Utang Kereta Cepat Direstrukturisasi 60 Tahun, Herwin Sudikta: Kita Disuruh Pura-pura Bangga

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Herwin Sudikta, merespons pernyataan Ketua Dewan Energi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, yang menyebut utang proyek Kereta Cepat akan direstrukturisasi hingga 60 tahun.

    Ia menaruh perhatian terhadap panjangnya tenor pelunasan utang tersebut dengan gaya khasnya yang sarkas.

    “60 tahun, bro. Itulah umur utang kereta cepat yang katanya tanpa beban APBN,” ujar Herwin kepada fajar.co.id, Rabu (22/10/2025).

    Ia menyindir perubahan sikap Luhut yang sebelumnya begitu antusias menjual proyek tersebut, namun kini justru menyebutnya sebagai proyek gagal.

    “Lucunya lagi, yang dulu paling semangat jual proyek ini kayak jual mimpi. Sekarang paling getol bilang itu proyek busuk,” timpalnya.

    Herwin pun mempertanyakan tanggung jawab moral mereka yang sejak awal terlibat dalam proyek bernilai triliunan rupiah itu.

    “Kalau emang busuk, ya siapa yang masak pertama kali?,” Herwin menuturkan.

    “Jangan pura-pura jadi penilai masakan kalau dulu ikut ngaduk bumbunya,” tambahnya.

    Herwin bilang, publik kini harus menanggung konsekuensi jangka panjang dari keputusan politik masa lalu.

    “60 tahun cicil utang, 60 tahun juga kita disuruh pura-pura bangga,” kuncinya.

    Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan, memastikan pemerintah dan pihak Tiongkok telah menyepakati restrukturisasi pembiayaan proyek Kereta Cepat.

    Dengan restrukturisasi ini, masa pembayaran utang akan diperpanjang hingga 60 tahun. Menurut Luhut, langkah tersebut diambil agar beban keuangan menjadi lebih ringan bagi Indonesia.

  • Prabowo Tunjuk Zulhas Gantikan Luhut, Ini Alasannya

    Prabowo Tunjuk Zulhas Gantikan Luhut, Ini Alasannya

    GELORA.CO – Presiden Prabowo Subianto menunjuk Menteri Koordinator bidang Pangan, Zulkifli Hasan atau Zulhas, sebagai Ketua Komite Pengarah untuk pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) dan pengendalian emisi gas rumah kaca (GRK).

    Langkah ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah memperkuat agenda pembangunan hijau dan berkelanjutan.

    Selain Zulhas, Prabowo juga menunjuk Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator bidang Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Wakil Ketua I dan II.

    Zulhas Gantikan Luhut: Perpres 110/2025

    Penunjukan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional. Beleid tersebut telah diundangkan sejak 10 Oktober 2025.

    “Dalam rangka memberikan arah kebijakan, memimpin koordinasi, mengawasi, dan mengevaluasi penyelenggaraan instrumen NEK dan pengendalian Emisi GRK, dibentuk Komite Pengarah,” bunyi Pasal 96 ayat 1 Perpres 110/2025 dikutip pada Rabu, 22 Oktober 2025.

    Sebelumnya, jabatan Ketua Komite Pengarah diemban oleh Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan. Sedangkan posisi Wakil Ketua saat itu dipegang oleh Airlangga Hartarto.

    Kebijakan baru ini sekaligus mencabut Perpres Nomor 98 Tahun 2021 yang sebelumnya mengatur penyelenggaraan nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target NDC.

    Dengan Perpres 110/2025, struktur kelembagaan kini disesuaikan dengan prioritas kabinet Prabowo.

    Komite Pengarah Pengendalian Emisi Nasional

    Dalam Pasal 96 ayat 4 Perpres tersebut dijabarkan susunan Komite Pengarah. Zulhas memimpin sebagai Ketua, Airlangga menjadi Wakil Ketua I, dan Agus Harimurti Yudhoyono menjabat Wakil Ketua II.

    Sementara, Menteri Lingkungan Hidup memimpin Bidang Substansi NDC, Menteri Dalam Negeri mengoordinasikan Bidang Kewilayahan, dan Menteri Keuangan bertanggung jawab pada Bidang Fiskal dan Pembiayaan.

    Komite Pengarah juga akan didukung oleh sekretariat dan kelompok kerja yang dapat melibatkan lembaga pemerintah, daerah, maupun pihak swasta. Fokusnya adalah memperkuat transisi menuju ekonomi hijau.

    Zulhas menegaskan, “Kami ingin memastikan seluruh kebijakan ekonomi karbon dapat berjalan efektif untuk menjaga keseimbangan antara pembangunan dan keberlanjutan lingkungan.”

    Dengan langkah ini, pemerintah berharap Indonesia mampu mencapai target penurunan emisi sekaligus mempercepat pertumbuhan ekonomi hijau di masa kepemimpinan Prabowo.***

  • Purbaya Ungkap Alasan Tidak Sapa Luhut: Kan Jaraknya Jauh

    Purbaya Ungkap Alasan Tidak Sapa Luhut: Kan Jaraknya Jauh

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkap alasan tidak menyapa Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan saat sidang kabinet paripurna satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Senin (20/10/2025).

    Berdasarkan pantauan Bisnis, secara urutan, Purbaya duduk setelah jajaran Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menko Pangan Zulkifli Hasan, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya. 

    Kemudian, setelah Purbaya adalah tempat duduk Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana dan seterusnya.

    Usai pertemuan tersebut, Purbaya menyampaikan alasan mengapa terlihat tak berbincang dengan Luhut yang merupakan mantan atasannya pada pemerintahan Joko Widodo, sejak di Kantor Staf Presiden (KSP), Kemenko Politik Hukum dan Keamanan hingga di Kemenko Kemaritiman dan Investasi.  

    Apabila dilihat dari urutan tempat duduknya, jarak keduanya terpaut dua kursi yang diisi oleh Mensesneg Prasetyo Hadi dan Seskab Teddy Indra Wijaya. Menurut Purbaya, tidak mungkin dia berbincang dengan Luhut karena jarak yang antara tempat duduk mereka. 

    “Kan jauh berapa kursi, masa [saya manggil] ‘Pak Luhut, Pak Luhut’,” ujarnya kepada wartawan di depan mobil dinasnya sebelum meninggalkan lokasi Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Selasa (21/10/2025). 

    Namun demikian, Purbaya memastikan hubungannya dengan Luhut baik-baik saja kendati momen tertangkap kamera menunjukkan keduanya tidak berbincang. 

    “Tapi baik hubungan saya sama dia, enggak ada masalah,” ujar pria yang juga menjabat Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu.

    Kisruh Family Office

    Adapun keduanya menjadi sorotan usai munculnya kabar rencana pendirian pusat keuangan dunia di Bali, alias family office. Rencana itu tengah digodok oleh DEN, yang saat ini dikomandoi oleh Luhut. Menurutnya, sudah ada konglomerat internasional yang melirik rencana family office RI. 

    Namun demikian, setelah beberapa kali ditanya wartawan, Purbaya mengaku belum diajak berdiskusi terkait dengan konsep family office itu. Pada satu kesempatan, dia mengatakan tidak mau menyertakan APBN dalam rencana DEN itu. 

    “Saya sudah dengar lama isu itu, tapi biar saja. Kalau DEN bisa bangun sendiri, ya bangun sendiri. Saya anggarannya enggak akan dialihkan ke sana,” ujarnya kepada wartawan usai pertemuan dengan pemegang SBN pemerintah di kantor Ditjen Pajak Kemenkeu, Jakarta, Senin (13/10/2025).

    Pria yang sebelumnya menjabat Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu juga mengaku DEN belum meminta dukungan apapun ke Kemenkeu. Dia mengaku ingin berhati-hati berkomentar agar tidak diduga bersilang pendapat dengan Luhut. 

    “Kalau kami mau dukung pun, saya belum tahu mereka [DEN} minta dukungan apa. Nanti kalau enggak [diberitakan] ‘Purbaya melawan Luhut’ gitu kan?,” ujarnya sambil berkelakar saat bertemu dengan media, Jumat (17/10/2025). 

    Adapun Luhut juga membantah rencana pendirian family office akan didukung APBN. Mantan Menko Kemaritiman dan Investasi tersebut menegaskan bahwa family office yang diusulkan olehnya itu bertujuan menjadikan Indonesia sebagai pusat keuangan dunia. 

    Harapannya, pendirian family office di Tanah Air seperti di Hong Kong maupun Singapura bisa mendorong para orang kaya di dalam maupun luar negeri menaruh uangnya di Indonesia dengan iming-iming surga pajak. 

    “Family office itu enggak ada urusan dengan APBN. Urusannya bagaimana supaya orang-orang kita atau asing taruh uangnya di Indonesia, nanti dengan zero tax, kemudian setelah di dalam dia baru kena tax karena dia investasi di banyak project di Indonesia,” terang Luhut pada acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (16/10/2025). 

  • Luhut Mendadak Pindah Gerbong, Dulu Proyek Kereta Cepat Disebut Hebat, Kini Malah Dicap Busuk

    Luhut Mendadak Pindah Gerbong, Dulu Proyek Kereta Cepat Disebut Hebat, Kini Malah Dicap Busuk

    GELORA.CO –  Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengakui proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung bermasalah sejak awal.

    Menurut Luhut, saat ia mengerjakan proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung saat masih jadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi di era Jokowi, sudah bermasalah.

    Saat itu, Luhut mengungkapkan bahwa pemerintah langsung melakukan audit terhadap proyek tersebut dengan melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.

    “Saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya nerima sudah busuk itu barang,” ucap Luhut saat menghadiri acara 1 tahun Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025.

    Di awal proyek ini berjalan, sejumlah pihak sudah memprediksi akan terjadi masalah, karena kerja sama antar perusahaan yang dijanjikan ujung-ujungnya malah mengandalkan APBN.

    Kini, setelah kereta cepat beroperasi 2 tahun, pihak KCIC harus membayar cicilan dan bunga ke pihak China.

    Luhut sebut persoalan utama proyek ini tinggal pada tahap restrukturisasi utang dan menunggu terbitnya Keputusan Presiden.

    Menariknya, ternyata Luhut pernah memuji dan sangat optimis pada kereta cepat saat masih memegang proyek tersebut.

    Luhut dengan sangat bangga memperkenalkan kereta cepat Jakarta Bandung sebagai tonggak transportasi modern di Indonesia.

    “Indonesia menorehkan tinta sejarah baru dalam dunia perkeretaapian modern,” kata Luhut pada peresmian Kereta Cepat Jakarta Bandung di Stasiun Halim, pada 2 Oktober 2023.

    Ia juga memuji kinerja pemerintah yang kerja keras menuntaskan proyek ini yang sempat terhambat oleh beberapa faktor, seperti pandemi, pembebasan lahan, hingga anggaran.

    Kerja sama antara Indonesia dengan China telah berhasil membungkam rasa pesimis sejumlah pihak terhadap proyek ini.

    Kini, perubahan sikap Luhut mendapat tanggapan dari berbagai pihak, seperti mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.

    Lewat akun media sosial pribadinya, Said Didu menanggapi dengan kritik tajam bahwa Luhur sepertinya buang badan atas apa yang sudah dilakukannya.

    “Mulai buang badan,” tulis Said Didu dalam akun X pribadinya menanggapi pernyataan Luhut, pada 17 Oktober 2025.***

  • Tak Ada Alasan! KPK Wajib Usut Tuntas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Warisan Jokowi

    Tak Ada Alasan! KPK Wajib Usut Tuntas Dugaan Korupsi Kereta Cepat Warisan Jokowi

    Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut tuntas kasus dugaan korupsi kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh sebagaimana diungkapkan mantan Menko Polhukam Mahfud Md baru-baru ini.

    “Desakan saya ini juga sekaligus berfungsi sebagai Pengaduan Masyarakat (Dumas) secara terbuka atas dugaan korupsi Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung kepada KPK,” kata Anthony kepada Monitorindonesia.com, Senin (20/10/2025).

    Anthony menduga bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) sepanjang 142,3 km sejak awal sudah penuh masalah dan sarat korupsi. 

    “Sungguh aneh kalau KPK masih mempertanyakan hal ini, bahkan menghimbau masyarakat melaporkan dugaan korupsi yang sudah terbentang jelas di depan mata. Hal ini mencerminkan komisioner KPK saat ini tidak kompeten,” katanya melanjutkan.

    Anthony pun membeberkan dugaan korupsi Proyek KCJB itu.

    Bahwa pertama, indikasi markup. Biaya Proyek KCJB sangat ketinggian. Awalnya, pihak China menawarkan 5,5 miliar dolar AS, yang kemudian naik menjadi 6,02 miliar dolar AS, atau setara 41,96 juta dolar AS per km. 

    “Nilai Proyek ini jauh lebih tinggi dari Proyek sejenis di China, yang hanya menelan biaya 17-30 juta dolar AS per km. Sebagai contoh, kereta cepat Shanghai–Hangzhou sepanjang 154 km, dengan batas kecepatan 350 km per jam, hanya menelan biaya 22,93 juta dolar AS per km,” bebernya.

    Artinya, biaya Proyek KCJB lebih mahal sekitar 19 juta dolar AS per km dibandingkan Proyek Shanghai-Hangzhou tersebut, atau kemahalan sekitar 2,7 miliar dolar AS. Patut diduga, nilai Proyek KCJB yang sangat tinggi tersebut karena penggelembungan, alias markup.

    Markup ini sangat kasar dan sangat serakahnomics. Karena, data investasi Proyek Kereta Cepat di dunia sangat transparan dan dapat diketahui oleh siapapun dengan mudah.

    “Dugaan markup sangat kuat, karena proses evaluasi proyek sangat tidak profesional dan cenderung berpihak kepada pihak tertentu, sehingga terindikasi melanggar proses pengadaan barang publik,” jelasnya.

    Keikutsertaan Jepang dalam pengadaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung nampaknya hanya untuk ‘pendamping’ saja, untuk memenuhi prasyarat proses tender. 

    Keikutsertaan Jepang nampaknya dimanfaatkan hanya untuk mengatrol harga Kereta Cepat China agar bisa mendekati penawaran dari Jepang. Tidak heran, penawaran China yang awalnya 5,5 miliar dolar AS kemudian naik menjadi 6,02 miliar dolar AS, mendekati harga penawaran Jepang sebesar 6,2 miliar dolar AS. 

    “Penawaran Jepang kemudian digugurkan dengan alasan pihak Jepang minta jaminan APBN, sedangkan China tidak minta jaminan APBN karena mengikuti skema business-to-business, yang sekarang ternyata terbukti bohong besar: utang Proyek Kereta Cepat China sekarang minta disuntik dana APBN,” jelas Anthony.

    Kedua, komponen bunga pinjaman. Baik Jepang maupun China menawarkan skema pembiayaan utang sebesar 75 persen dari nilai Proyek, dengan tenor 50 tahun dan masa tenggang (grace period) 10 tahun, di mana selama 10 tahun pertama, pemerintah hanya membayar bunga pinjaman saja. Jepang menawarkan bunga 0,1% per tahun, sedangkan China menawarkan bunga 2% per tahun, atau 20 kali lipat lebih tinggi dari bunga Jepang.

    “Dengan nilai proyek 6 miliar dolar AS dan pembiayaan utang 4,5 miliar dolar AS (75 persen), bunga pinjaman Proyek Jepang hanya 4,5 juta dolar AS per tahun (atau sekitar Rp73,35 miliar pada kurs Rp16.300/USD). Sedangkan bunga pinjaman proyek China mencapai 90 juta dolar AS per tahun, 20 kali lipat lebih tinggi, atau sekitar Rp1,47 triliun,” jelasnya lagi.

    Dalam sepuluh tahun grace period, bunga pinjaman Proyek Jepang hanya 45 juta dolar AS, sedangkan Proyek China mencapai 900 juta dolar AS. 

    “Kalau beban bunga pinjaman ini masuk faktor biaya dalam evaluasi finansial Proyek, maka penawaran China akan lebih mahal dari penawaran Jepang: 6,92 miliar dolar AS (China) VS. 6,25 miliar dolar AS (Jepang). Oleh karena itu, hampir dapat dipastikan ada manipulasi dalam evaluasi pemilihan Proyek untuk memenangkan penawaran dari China,” katanya.

    Kesengajaan mengabaikan komponen biaya bunga dalam pembiayaan Proyek termasuk pelanggaran serius terhadap proses evaluasi proyek publik, dan termasuk tindak pidana. Karena bunga merupakan salah satu komponen biaya yang sangat penting untuk menentukan kelayakan finansial Proyek: penentu mati-hidup Proyek.

    Korupsi Kereta Cepat Jokowi dan Luhut

    “Tidak heran, dengan tingkat bunga pinjaman China yang begitu besar, Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) saat ini megap-megap tidak mampu membayar bunga pinjaman tersebut, dan masuk kategori default: gagal bayar bunga,” lanjutnya.

    Ketiga, pembengkakan biaya (cost overrun). Lebih parah lagi, biaya proyek membengkak 1,2 miliar dolar AS, sehingga total nilai proyek menjadi 7,22 miliar dolar AS atau sekitar 50,5 juta dolar AS per km. Pembengkakan biaya sekitar 20 persen ini jelas tidak normal. Dalam proyek infrastruktur, pengerjaan Proyek seharusnya bersifat turnkey (fixed price). 

    “Artinya, cost overrun wajib ditanggung oleh kontraktor Proyek, yaitu pihak China. Tetapi, anehnya kenapa harus dibebankan kepada Proyek? Ada apa?” ungkapnya.

    Yang lebih parah, 75 persen pembiayaan utang dari cost overrun tersebut, atau sekitar 900 juta dolar AS, dikenakan bunga pinjaman sebesar 3,4 persen per tahun, atau 34 kali lipat dari bunga yang ditawarkan Jepang.

    Sehingga, total bunga pinjaman Proyek Kereta Cepat saat ini mencapai 120,6 juta dolar AS, atau sekitar Rp1,97 triliun per tahun (kurs Rp16.300 per dolar AS). Bayangkan, penawaran bunga pinjaman dari Jepang hanya sekitar Rp75 miliar saja. 

    “Berdasarkan penjelasan di atas, maka KPK harus segera menyelidiki dugaan markup dan korupsi Proyek KCJB ini. KPK jangan berkelit lagi. Rakyat mengawasi,” demikian Anthony Budiawan.

  • Penyelesaiaan B to B Utang KCJB Tidak Perlu Keppres

    Penyelesaiaan B to B Utang KCJB Tidak Perlu Keppres

    Oleh:Defiyan Cori

    CUKUP cepat tanggapan (respons) yang disampaikan oleh pihak China terkait utang KCJB. Kabar itu diperoleh dari Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) yang disampaikan melalui media nasional. Persis, pasca pendapat kami dimuat beberapa media pada waktu yang sama, yaitu 16 Oktober 2025. Materinya, adalah bahwa pihak China dikabarkan telah menyetujui langkah restrukturisasi utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang bernama Whoosh. 

    Hanya saja, menurut LBP proses restrukturisasi ini masih menunggu pembentukan tim restrukturisasi melalui penerbitan Keputusan Presiden (Keppres) dari Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto?

    Tentu publik kaget, mengapa harus menunggu Keppres jika penyelesaiannya perhitungan bisnis atau business to business (b to b)? Agak aneh pernyataan LBP menimpakan urusan bisnis ke bisnis kepada beban dan tanggung jawab Presiden RI Prabowo Subianto melalui alas hukum Keppres. 

    Bukankah sebagai orang yang turun tangan langsung dan sebagai prajurit ksatria harus bertanggung jawab penuh atas resiko bisnis dalam realisasi awal proyek KCJB Whoosh di masa pemerintahan Presiden RI ke-7 Joko Widodo tersebut? Tidak cukupkah pernyataan Menkeu RI Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan APBN untuk penyelesaian utang KCJB?

    Jika Presiden menerbitkan Keppres dalam situasi yang nihil kemendesakan (urgency), maka akan menjadi preseden buruk bagi investasi yang awalnya didasarkan pada kerjasama b to b. Yang dibutuhkan dalam penyelesaian bisnis ke bisnis utang KCJB ini adalah renegosiasi dan restrukturisasi secara aksi korporasi. 

    Sebab, pihak China juga terlibat dalam peralihan komitmen yang awalnya tanpa dukungan APBN dan jaminan pemerintah. Selayaknya tim renegosiasi dan restrukturisasi utang KCJB ini berasal dari para pihak yang bekerjasama bisnis. Dalam perspektif perhitungan bisnis inilah penyelesaian diarahkan secara menang-menang (win-win solution) terkait resiko kerugian yang diderita PT. KAI dan PT. KCIC.

    Pembentukan tim renegosisasi dan restrukturisasi melalui Keppres itu sama saja melibatkan pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dan APBN atau uang rakyat. Begitu juga halnya dengan melibatkan BPI Danantara sama saja dengan mengambil laba/dividen BUMN yang dulu dikenal dengan istilah Penyertaan Modal Negara (PMN). 

    Yang harus mempertanggunjawabkan bisnis intinya adalah pihak yang sedari awal merancangnya dan tidak bisa resiko korporasi dipindahtangankan begitu saja. Kalau pemerintah dan APBN selalu turun tangan atas segala resiko bisnis seharusnya pelaku UMKM juga beroleh haknya. Tidak hanya menggunakan kewenangan jabatan sebagaimana yang dilakukan oleh Luhut Binsar Panjaitan! Kok enak sekali!? rmol.id

    (Ekonom Konstitusi)

  • UGM Bangga tapi Jokowi Kabur, Ahmad Khozinudin Bongkar Aib di Balik Proyek Whoosh dan IKN

    UGM Bangga tapi Jokowi Kabur, Ahmad Khozinudin Bongkar Aib di Balik Proyek Whoosh dan IKN

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengacara Roy Suryo Cs, Ahmad Khozinudin, merespons pihak UGM yang mengaku bangga dengan Jokowi meskipun kabur saat ditanya soal ihwal kereta cepat.

    Seperti diketahui, Rektor UGM, Prof Ova Emilia pada saat pelaksanaan Dies Natalis Fakultas Kehutanan Jumat kemarin menegaskan Jokowi sebagai alumni kebanggaan.

    “Jokowi ngacir, whoosh! Secepat kilat meninggalkan awak media saat ditanya ihwal kereta cepat yang belakangan tidak ditanggung APBN,” ujar Ahmad kepada fajar.co.id, Minggu (19/10/2025).

    Padahal, kata Ahmad, Jokowi telah menerbitkan Perpres Nomor 93 Tahun 2021, yang mengizinkan penggunaan APBN untuk pembiayaan, termasuk penyertaan modal negara (PMN) ke PT KAI dan penjaminan kewajiban perusahaan.

    “Sebelumnya, Luhut Binsar Panjaitan juga mulai buang badan. Dia berdalih Whoosh sudah bobrok saat dia pegang,” sebutnya.

    Dikatakan Ahmad, Luhut seolah lempar tanggung jawab dengan dalih sedang melakukan restrukturisasi utang kereta cepat yang dibanggakan era Jokowi.

    “Sayangnya, di era Prabowo proyek ini jadi beban. Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa, ogah menalangi utang Whoosh melalui APBN,” tukasnya.

    Sebagaimana diketahui, lanjut Ahmad, total utang kereta cepat mencapai 7,2 miliar dollar AS atau setara Rp116,5 triliun.

    “Selain masalah kereta cepat, Jokowi saat ini juga sedang disoal masalah proyek IKN,” terangnya.

    Ia menuturkan, proyek infrastruktur di era Jokowi umumnya tidak melalui kajian akademik alumni kampus yang memiliki ijazah asli.

    “Semua kajiannya palsu hanya demi mengejar gelar palsu bapak Infrastruktur,” Ahmad menuturkan.

  • Ada yang Mulai Buang Badan

    Ada yang Mulai Buang Badan

    GELORA.CO – Pernyataan blak-blakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) memantik reaksi tajam dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu.

    Lewat akun media sosial pribadinya, Said Didu menyindir keras pernyataan Luhut yang mengaku proyek kereta cepat “sudah busuk sejak awal”.

    “Hahaha, ada yang mulai buang badan,” tulisnya singkat seperti dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu, 19 Oktober 2025.

    Sebelumnya, Luhut dalam sebuah forum di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025, secara terbuka menyebut proyek KCJB sudah bermasalah jauh sebelum dirinya menangani. Ia bahkan menyebut proyek itu harus “diselamatkan” dengan audit menyeluruh.

    “Saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya nerima sudah busuk itu barang. Lalu kita coba perbaiki, kita audit, BPKP ikut, kemudian kita berunding dengan China,” kata Luhut.

    Pernyataan tersebut memunculkan gelombang respons di publik. Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menilai, ucapan Luhut justru membuka tabir lama soal pengelolaan proyek strategis nasional di masa pemerintahan sebelumnya.

    “Pernyataan Luhut justru membuka tabir ‘busuk’ pemerintahan sebelumnya,” tulis Hensat di akun X.

    Proyek KCJB yang kini dikenal dengan nama Whoosh itu sejak awal menuai kritik tajam. Mulai dari pembengkakan biaya, skema pinjaman luar negeri, hingga jaminan pemerintah yang dinilai membebani keuangan negara.

    Proyek sepanjang 142 kilometer itu melintasi sejumlah wilayah di Jawa Barat, termasuk Purwakarta, Bandung Barat, dan Kota Bandung. Warga sekitar berharap proyek bernilai ratusan triliun ini benar-benar memberi manfaat ekonomi, bukan sekadar menjadi simbol politik yang sarat masalah. 

  • Luhut Mulai Buang Badan Akui Proyek Kereta Cepat ‘Busuk’ Sejak Awal

    Luhut Mulai Buang Badan Akui Proyek Kereta Cepat ‘Busuk’ Sejak Awal

    GELORA.CO -Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan secara blak-blakan mengakui bahwa proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh sudah bermasalah sejak awal pelaksanaannya.

    Dalam pernyataannya yang disampaikan di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 16 Oktober 2025, Luhut menggambarkan kondisi proyek yang ia warisi itu sebagai sesuatu yang sudah “busuk” dan harus segera diselamatkan melalui audit menyeluruh.

    “Saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya nerima sudah busuk itu barang. Lalu kita coba perbaiki, kita audit, BPKP ikut, kemudian kita berunding dengan China,” ujar Luhut.

    Pernyataan jujur namun tajam itu sontak memancing berbagai reaksi publik. Salah satunya datang dari mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Said Didu, yang menanggapinya dengan sindiran tajam.

    “Hahaha, ada yang mulai buang badan,” tulis Said Didu lewat akun media sosial pribadinya, menanggapi pernyataan Luhut.

    Di sisi lain, analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai pernyataan Luhut justru membuka tabir lama tentang bagaimana proyek strategis nasional itu dikelola di masa pemerintahan sebelumnya.

    “Pernyataan Luhut justru membuka tabir ‘busuk’ pemerintahan sebelumnya,” kata Hensat di akun X.

    Proyek kereta cepat Whoosh sejak awal memang menuai sorotan tajam, mulai dari pembengkakan biaya, skema pinjaman luar negeri, hingga jaminan pemerintah yang sempat memicu perdebatan publik.

    Kini, dengan pengakuan Luhut tersebut, publik menanti langkah konkret pemerintah dalam menuntaskan audit dan memastikan proyek bernilai ratusan triliun itu benar-benar memberikan manfaat bagi rakyat, bukan sekadar menjadi monumen politik yang sarat masalah.