Tag: Luhut Binsar Panjaitan

  • Luhut Cs Dukung Keputusan PPN 12% Dikenakan Buat Barang Mewah

    Luhut Cs Dukung Keputusan PPN 12% Dikenakan Buat Barang Mewah

    Jakarta, CNBC Indonesia – Dewan Ekonomi Nasional (DEN) mengungkapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% hanya untuk barang-barang mewah merupakan keputusan yang tepat saat ini. DEN mendukung kebijakan tersebut.

    Hal ini disampaikan oleh Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan di Istana, Kamis malam (5/12/2024). Luhut mengatakan keputusan ini diambil setelah melewati perbincangan dengan DPR, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan dan jajaran pemerintah lainnya.

    “Sudah sangat detail mengenai itu (pembahasan). Saya kira kami dengan Menko Ekonomi dan Menteri Keuangan juga sudah sepakat mengenai itu karena saya pikir akan diutamakan dulu mungkin,” kata Luhut, ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, dikutip Jumat (6/12/2024).

    Sayangnya, DEN menolak memberikan detail pembicaraan antara pemerintah, DPR dan pihaknya. Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu mengungkapkan bahwa tujuan dari pertemuan dengan Presiden Prabowo mengenai penerapan PPN 12% ini adalah mencari titik keseimbangan dalam menjaga daya beli masyarakat dan keberlangsungan dunia usaha, serta penerimaan negara itu sendiri. Dia pun mengaku setuju dengan kebijakan ini.

    “Kita sih setuju dengan mencari keseimbangan yang tepat…mungkin PPN itu dikenakan untuk barang mewah misalnya. Tapi in tentunya akan diumumkan oleh pemerintah,” tegasnya.

    Mari Elka mengatakan, Prabowo punya perhatian besar terhadap persoalan ini, khususnya dalam mencari jalan tengah yang tepat antara menjaga penerimaan negara, serta perimbangan antara dunia usaha dan daya beli masyarakat.

    Mari Elka pun mengungkapkan rincian aturan dan implementasinya akan dijelaskan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. 

    (haa/haa)

  • 7
                    
                        Xpander Tabrak Motor dan Pejalan Kaki di Medan, Pelaku Dihakimi Massa
                        Medan

    7 Xpander Tabrak Motor dan Pejalan Kaki di Medan, Pelaku Dihakimi Massa Medan

    Xpander Tabrak Motor dan Pejalan Kaki di Medan, Pelaku Dihakimi Massa
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Sebuah kecelakaan terjadi di dekat pintu Tol Tanjung Mulia Hilir, Kecamatan
    Medan Deli
    , Kota Medan, Rabu (4/12/204) sekitar pukul 19.00 WIB.
    Seorang pengendara
    mobil Xpander
    , yang diketahui bernama Aili (51), menabrak sejumlah kendaraan, termasuk dua sepeda motor dan seorang pejalan kaki.
    Kepala Polres Pelabuhan Belawan, AKBP Janton Silaban, menjelaskan kronologi kejadian.

    Mobil Xpander
    ini menabrak dua pengendara sepeda motor dan satu orang pejalan kaki di jalan keluar dari pintu Tol Tanjung Mulia Hilir,” ungkap Janton kepada Kompas.com melalui saluran telepon.
    Setelah insiden tersebut, Aili dan penumpangnya, Alu (60), sempat dihajar massa yang menduga mereka hendak melarikan diri. Akibatnya, kedua orang tersebut mengalami luka ringan.
    Sementara itu, mobil Xpander yang mereka kendarai rusak parah. Kaca depan pecah dan pintunya penyok akibat tindakan massa.
    Dalam insiden tersebut, pengendara sepeda motor Vario, Ambri (29), mengalami luka lecet pada kaki kanan, sedangkan pengendara sepeda motor Beat, Dimas (27), mengalami luka di kaki kiri.
    Pejalan kaki, Luhut (30), juga mengalami luka pada tangan kanan, kedua kaki, serta dada yang terasa sesak. Ketiganya telah mendapatkan perawatan medis.
    “Pengendara Xpander ini masih diinterogasi untuk mendalami terkait peristiwa apa yang terjadi. Selain itu, saksi lainnya juga akan diperiksa, serta CCTV,” kata Janton.
    Ia menambahkan, informasi lebih lanjut mengenai penyebab kecelakaan akan disampaikan setelah proses penyelidikan selesai.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ekonom ingatkan kenaikan PPN bisa picu peningkatan inflasi

    Ekonom ingatkan kenaikan PPN bisa picu peningkatan inflasi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Ekonom ingatkan kenaikan PPN bisa picu peningkatan inflasi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Selasa, 03 Desember 2024 – 19:56 WIB

    Elshinta.com – Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menyampaikan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen dapat memicu peningkatan inflasi di dalam negeri.

    “Tahun ini inflasi diperkirakan berkisar di bawah dua persen, namun untuk tahun depan inflasi diproyeksikan meningkat ke 3,12 persen,” ujar Josua dalam acara 2025 Economic Outlook oleh Permata Bank di Jakarta, Selasa (3/12).

    Dalam kesempatan sama, Head of Macroeconomic and Financial Market Research Permata Bank Faisal Rachman menyampaikan bahwa pada dasarnya kenaikan PPN dapat berdampak positif terhadap pendapatan negara, dengan catatan bahwa kenaikan penerimaan negara harus dikembalikan lagi kepada masyarakat.

    “Kalau bisa dialokasikan lagi ke sektor yang meningkatkan roda ekonomi. Kita lihat, kenaikan PPN ini boleh, tapi komitmennya dikembalikan ke rakyat untuk pembangunan dan peningkatan ekonomi,” ujar Faisal.

    Namun demikian, Ia menegaskan bahwa penundaan PPN perlu menjadi opsi yang dipertimbangkan oleh pemerintah, karena saat ini konsumsi masyarakat yang menjadi penopang terbesar pertumbuhan ekonomi masih terguncang ditambah terjadinya penurunan jumlah kelas menengah.

    “Kami mendukung wacana ditunda dulu. Kelas menengah belum kembali ke kondisi secure (aman) seperti prapandemi (COVID-19). Kalau sudah pulih, bisa dilakukan secara gradual,” ujarnya.

    Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia sebesar 1,55 persen year on year (yoy) pada November 2024, atau melandai dari capaian Oktober yang sebesar 1,71 persen (yoy).

    Secara bulanan, inflasi pada November 2024 tercatat sebesar 0,30 persen month to month (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan Oktober 2024 yang sebesar 0,08 persen (mtm).

    Sementara itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pemerintah berencana untuk menunda kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen yang pada awalnya bakal diterapkan pada 1 Januari 2025.

    Menurut Luhut, penerapan kenaikan PPN yang diundur karena pemerintah berencana untuk memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat melalui bantuan sosial ke kelas menengah.

    Sumber : Antara

  • Bukti PPN 12% Tetap Berjalan: Pengumuman Google hingga Sinyal Kemenkeu

    Bukti PPN 12% Tetap Berjalan: Pengumuman Google hingga Sinyal Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA — Sinyal PPN 12% tetap berlaku semakin terlihat dari berbagai pengumuman yang disampaikan perusahaan, bahwa pajak layanan kepada konsumen akan naik mulai 1 Januari 2025.

    Raksasa teknologi, Google, menjadi salah satu perusahaan yang mengumumkan penyesuaian pajak layanan imbas kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN).

    Dalam laman Pusat Bantuan Google Ads mengenai informasi pajak di Indonesia, perusahaan itu mengumumkan bahwa semua penjualan akan dikenai PPN 12% tahun depan.

    “Untuk mematuhi peraturan pajak lokal, semua penjualan Google Ads di Indonesia akan dikenai PPN sebesar 12% mulai Januari 2025 hingga ke depannya [berubah dari tarif PPN sebesar 11% pada tahun 2024],” dikutip dari lama Google, Rabu (4/12/2024).

    Google juga menginformasikan bahwa pelangan yang ingin melakukan pemotongan pajak sebesar 2% atas pembayarannya wajib mengirimkan bukti potong atau slip pemotongan pajak kepada perusahaan tersebut.

    “Slip pemotongan pajak harus dikirimkan kepada kami dalam batas waktu pembayaran, seperti yang ditunjukkan dalam invoice komersial,” tertulis dalam laman tersebut.

    Google juga telah menyampaikan pengumuman itu kepada pelanggan layanan lainnya, seperti Google Cloud.

    Setelah Google, perusahaan jasa keuangan juga turut menyampaikan pengumuman terkait kebijakan kenaikan ppn ke 12% tetap berjalan.

    PT Mandiri Sekuritas mengirimkan surat elektronik (email) kepada para nasabahnya yang menginformasikan kenaikan tarif PPN menjadi 12%, yang berdampak pada penyesuaian fee transaksi.

    Mandiri Sekuritas menjelaskan bahwa hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Surat Edaran Bursa Efek Indonesia No. S-02289/BEI.KEU/03-2022 tentang Penyesuaian Tarif PPN sesuai UU HPP. Tarif PPN 11% yang berlaku sejak April 2022 akan berubah menjadi 12%, berlaku mulai 1 Januari 2025.

    “Penyesuaian tarif PPN ini akan berdampak pada penyesuaian Fee Transaksi. Perubahan tarif ini berlaku untuk seluruh transaksi yang menjadi objek PPN,” dikutip dari email tersebut.

    Di surat itu pun tertulis bahwa Mandiri Sekuritas akan terus memantau perkembangan peraturan terkait yang dapat berdampak kepada nasabah.

    “Mandiri Sekuritas akan terus memantau perkembangan peraturan terkait yang dapat berdampak kepada nasabah. Kami akan menginformasikan kembali kepada Bapak/Ibu apabila terdapat perubahan peraturan yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau pihak berwenang lainnya,” dikutip dari surat tersebut.

    Kepastian Kenaikan PPN ke 12%

    Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional Menkeu Parjiono menegaskan bahwa kenaikan PPN ke 12% akan tetap berlaku mulai 1 Januari 2025.

    “Jadi kita masih dalam proses ke sana, artinya berlanjut,” ujarnya menjawab pertanyaan moderator acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Selasa (3/12/2024).

    Parjiono menyampaikan pemerintah tetap memikirkan daya beli masyarakat, karena tidak semua barang maupun jasa dikenakan PPN 12%.

    Meskipun begitu, pimpinan Parjiono, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menolak berkomentar soal PPN 12% dalam berbagai kesempatan. Misalnya, usai Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) di Kemenko Perekonomian pada Selasa (3/12/2024) sore, dia hanya diam sembari berjalan ke mobilnya.

    Sri Mulyani tidak menjawab pertanyaan media massa soal kepastian implementasi PPN 12% dan tetap diam, meskipun awak media mengajukan pertanyaan berkali-kali sambil berdesak-desakan dan terdorong oleh para ajudan Bendahara Negara.

    Sejak beberapa bulan terakhir, dirinya lebih tertutup saat menghadapi pertanyaan yang dilontarkan awak media.

    Seperti halnya pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) Jumat (29/11/2024), Sri Mulyani hanya melemparkan senyuman sambil berjalan menuju tempat dirinya menunggu mobil usai menghadiri didampingi oleh Ketua Komisi XI DPR Misbakhun dan Luhut Binsar Panjaitan.

    Terpantau, Sri Mulyani hanya melayani permintaan foto dari tamu undangan, tidak untuk pertanyaan wartawan.

    Bahkan pada 13 November 2024 lalu usai menghadiri Raker bersama Komisi XI DPR, Sri Mulyani juga diam.

    Saat Raker, Sri Mulyani memberikan sinyal di hadapan Komisi XI DPR, bahwa tidak akan melakukan penundaan implementasi tarif PPN 12% pada 2025.

    Sri Mulyani menyebutkan sejatinya ketentuan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 1%—dari 11% menjadi 12%—sudah tertuang dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang HPP.

    DPR telah menyetujui dan ikut serta dalam pengesahan ketentuan tersebut yang diteken pada 29 Oktober 2021 lalu.

    “Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” ujarnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pun menyatakan bahwa pemerintah akan mengumumkan kejelasan PPN 12% pada pekan depan.

    “Nanti diumumkan minggu depan,” ujarnya menanggapi pertanyaan media massa soal kepastian PPN 12%, Selasa (3/12/2024).

  • GBK Minta Sri Mulyani Revisi Perpres 33/2020 dan Tunda Kenaikan PPN 12 Persen

    GBK Minta Sri Mulyani Revisi Perpres 33/2020 dan Tunda Kenaikan PPN 12 Persen

    Surabaya (beritajatim.com) – Dewan Pembina Gawagis Berpikir Kemajuan (GBK), Ubaidillah Amin (Gus Ubaid) dan pengurus GBK meminta kepada Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani untuk meninjau kembali dan merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.

    Standar Harga Satuan Regional ini meliputi satuan biaya honorarium, satuan biaya perjalanan dinas dalam negeri, satuan biaya rapat/pertemuan di dalam dan di luar kantor, satuan biaya pengadaan kendaraan dinas; dan satuan biaya pemeliharaan.

    “Tentu permintaan ini berdasarkan perintah Bapak Presiden Prabowo Subianto yang serius dalam memikirkan masyarakat dan pengusaha-pengusaha di Indonesia, baik pengusaha skala kecil menengah (UMKM) atau pengusaha besar,” kata Gus Ubaid yang juga Pengasuh Ponpes Annuriyah Kaliwining Jember ini, Selasa (3/12/2024).

    “Kami mendukung pernyataan Presiden Prabowo yang meminta kepada Ibu Menteri Keuangan memangkas perjalanan dinas ke luar negeri sebanyak 50 persen. Menurut kami, itu sangat bagus. Bahkan, perjalanan dinas ke luar negeri itu bisa dipangkas sampai 70 persen, hanya sisakan 30 persen, karena itu tidak produktif,” lanjutnya.

    Akan tetapi, GBK meminta kepada Menkeu Sri Mulyani untuk tidak juga memotong perjalanan dinas dalam negeri. “Karena apa? Ini karena fakta di lapangan hari ini itu banyak pengusaha-pengusaha perhotelan di daerah itu okupansinya rendah sekali. Seperti yang kami tahu secara langsung, yaitu salah satu hotel berbintang di Surabaya dan Hotel Fortuna Grande Jember, manajer hotel tersebut mengeluh karena okupansinya rendah sekali. Bahkan, per Oktober kemarin ini Hotel Fortuna Grande Jember minus Rp 400 juta, karena tidak ada pemesanan acara atau kunjungan dari beberapa instansi,” jelasnya.

    Pihaknya juga diperkuat oleh informasi langsung dari teman DPRD Jatim soal perjalanan dinas dalam negeri yang dipangkas, karena Perpres 33/2020 itu
    diberlakukan lagi sama Menkeu Sri Mulyani.

    “Mungkin sebaiknya Perpres 33/2020 itu direvisi atau bahkan dihapus saja dan mengganti dengan Perpres baru yang secara penuh mengatur perjalanan dinas dalam negeri, karena hal itu dapat membangkitkan perekonomian dalam negeri. Apalagi mengingat Perpres 33/2020 dikeluarkan oleh Bapak Jokowi pada saat dunia lagi dilanda Covid-19 waktu itu dan banyak anggaran dipangkas untuk penanganan Covid-19,” ujarnya.

    Perkumpulan ulama muda itu juga sangat mendukung Luhut Binsar Panjaitan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) yang meminta kenaikan PPN 12 persen untuk sementara ditunda. Ini karena sekarang banyak pengusaha di daerah mengeluh PPN yang dinaikkan, karena itu akan membuat para pengusaha dan UMKM gulung tikar.

    “Jadi, kami mungkin mewakili teman-teman pengusaha yang berkeluh kesah kepada kami, agar perjalanan dinas di dalam negeri tolong diperbanyak lagi. Semoga Perpres 33/2020 dihapus dan diganti Perpres baru, serta perbanyak perjalanan dinas ke dalam negeri supaya perekonomian di dalam negeri ini bener-bener tumbuh,” pungkasnya. (tok/ian)

  • Video: Kenaikan PPN 12% Diundur, Industri Otomotif Masih Lesu

    Video: Kenaikan PPN 12% Diundur, Industri Otomotif Masih Lesu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pelaksanaan kenaikan PPN 12% yang harusnya dimulai 1 Januari 2025, diundur setelah mendapat penolakan berbagai kalangan. Menurut Luhut Binsar Panjaitan, pemerintah masih menyiapkan stimulus bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak.

    Selengkapnya dalam program Autobizz CNBC Indonesia, Selasa (03/12/2024).

  • Pernah Naik pada 2022, Ini Alasan Pemerintah Akan Naikkan PPN Jadi 12 Persen

    Pernah Naik pada 2022, Ini Alasan Pemerintah Akan Naikkan PPN Jadi 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah sudah berencana menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Sebelumnya, PPN sudah mengalami kenaikan dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022.

    Kenaikan PPN tersebut menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat. Sebagian mendukung dan sebagian lainnya mengkritiknya.

    Sebenarnya apa yang melatarbelakangi kenaikan PPN dan apa dampaknya bagi masyarakat? Berikut ini penjelasannya.

    Peraturan Pemerintah Terkait PPN
    Rencana kenaikan PPN dimulai pada 2021 setelah pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 29 Oktober 2021. UU HPP mengubah beberapa UU mengenai Perpajakan seperti UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU PPN, dan UU Cukai.

    Usulan kenaikan PPN berasal dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang saat itu dipimpin oleh Sri Mulyani yang kemudian diajukan kepada Komisi XI DPR. Setelah melewati proses yang panjang, DPR kemudian menerima dan mengesahkan UU HPP. Salah satu aturan yang berlaku setelah pengesahan UU HPP adalah kenaikan PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022 dan direncanakan kembali naik menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

    Tujuan Kenaikan PPN
    Kenaikan PPN bertujuan untuk menaikkan jumlah pemasukan negara melalui pajak. Pada 2021, Sri Mulyani menuturkan melalui kenaikan PPN diharapkan penerimaan pajak pada 2022 dapat meningkat. Ketika itu, diproyeksikan penerimaan pajak antara Rp 1.499 triliun hingga Rp 1.528 triliun atau tumbuh sebesar 8,37 persen hingga 8,42 persen.

    Realitanya pada akhir Desember 2022, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak tahun tersebut meningkat pesat dan melewati dari target proyeksi awal, yaitu sebanyak Rp 2.034 triliun. Jumlah tersebut tumbuh sebanyak 31,4 persen, jika dibandingkan dengan 2021 yang mendapatkan penerimaan pajak sebanyak Rp 1.547 triliun.

    Dengan adanya rencana kenaikan PPN menjadi 12 persen per 1 Januari 2025, pemerintah dalam hal ini Kemenkeu memproyeksikan jumlah penerimaan pajak akan sebesar Rp 2.189 triliun pada tahun tersebut. Angka ini tumbuh sekitar 13,9 persen jika dibandingkan dengan outlook penerimaan pajak 2024 sekitar Rp 1.921 triliun.

    Penerapan PPN
    Penerapan PPN diberlakukan pada beberapa objek, seperti:
    – Barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) diserahkan dalam daerah pabean oleh pengusaha kena pajak (PKP).
    – Mengekspor BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP.
    – Mengimpor BKP dan/atau pendayagunaan JKP tak berwujud berasal dari di luar daerah pabean.

    Aktiva yang diserahkan oleh PKP yang pada awal mulanya tidak ditujukan untuk diperjualbelikan, asalkan PPN yang dibayarkan pada proses perolehannya dapat dikreditkan.

    BKP dalam hal ini diartikan sebagai barang-barang yang memiliki wujud dan sifat barang bergerak atau tidak bergerak serta barang tidak berwujud. Barang berwujud, seperti mobil, komputer, dan ponsel, sementara barang tidak berwujud berupa hak paten, aplikasi, dan lisensi.

    JKP tidak berwujud meliputi layanan menonton siaran film atau mendengarkan musik berbasis aplikasi atau web.

    Skema Kenaikan PPN di Indonesia
    Pemerintah Indonesia telah merencanakan kenaikan tarif PPN dalam dua tahap sebagai bagian dari reformasi perpajakan. Berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2021, kenaikan pertama pada 1 April 2022, mengubah tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen, dan tahap kedua direncanakan pada 1 Januari 2025, tarif PPN akan meningkat menjadi 12 persen.

    Kebijakan tersebut dirancang secara bertahap untuk memberi waktu kepada masyarakat dan pelaku usaha untuk menyesuaikan harga barang dan sistem pembayaran pajak.

    Sebagai bagian dari implementasi kebijakan ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaksanakan sosialisasi dan pendampingan kepada masyarakat dan pelaku usaha, termasuk UKM, agar mereka bisa menyesuaikan sistem pelaporan dan pembayaran pajak dengan tarif yang baru.

    Barang dan jasa esensial, seperti sembako, kesehatan, pendidikan, dan jasa keuangan, tetap bebas dari PPN, untuk menjaga daya beli masyarakat. Di samping itu, pemerintah juga menyiapkan bansos dan insentif sektor untuk membantu mengurangi dampak kenaikan tarif PPN pada masyarakat berpendapatan rendah serta sektor usaha yang terdampak, seperti pariwisata dan barang konsumsi.

    Untuk memastikan kebijakan berjalan dengan baik, pemerintah akan melakukan evaluasi dan monitoring secara berkala. Pemantauan ini akan dilakukan untuk menilai dampak sosial dan ekonomi dari kenaikan PPN, serta untuk mengidentifikasi sektor atau kelompok yang mungkin paling terdampak. Pemerintah juga akan memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi pelaporan dan pembayaran PPN.

    Dampak Kenaikan PPN di Indonesia
    1.  Dampak bagi pemerintah
    Kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat memberikan tambahan pemasukan bagi pemerintah untuk mendanai berbagai program penting, seperti pembangunan jalan, sekolah, rumah sakit, dan program pengentasan kemiskinan. Dengan pemasukan yang lebih besar dari pajak ini, pemerintah juga bisa lebih mudah mengurangi utang negara dan menjaga keuangan tetap stabil.

    2. Dampak bagi masyarakat
    – Kenaikan PPN bisa memicu inflasi
    Saat PPN naik 1 persen, harga barang dan jasa juga ikut naik, meskipun kenaikannya tidak langsung sebesar itu. Menurut studi Ernst & Young, kenaikan 1 persen PPN biasanya meningkatkan inflasi sedikit di bawah 1 persen. Akibatnya, masyarakat harus membayar lebih untuk barang dan jasa, sehingga daya beli mereka berkurang.

    – Daya beli masyarakat menurun
    Karena harga naik, banyak orang mulai mengurangi belanja mereka. Sebagian besar memilih menabung daripada membeli barang. Ini membuat konsumsi rumah tangga, yang biasanya menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia, jadi lebih lambat. Pada 2023, konsumsi rumah tangga menyumbang sekitar 53 persen dari total ekonomi, jadi penurunan ini cukup mengkhawatirkan.

    – Pertumbuhan ekonomi melambat
    Jika daya beli turun dan konsumsi rumah tangga melemah, aktivitas ekonomi pun akan berkurang. Hal ini bisa memengaruhi sektor perdagangan dan membuat ekonomi secara keseluruhan berjalan lebih lambat.

    3. Dampak pada dunia usaha
    Pelaku usaha perlu menyesuaikan harga jual atau menyerap sebagian kenaikan biaya agar tetap kompetitif saat PPN 12 persen diterapkan. Sektor jasa konsumsi, elektronik, dan otomotif menjadi yang paling terdampak. Selain itu, perusahaan juga harus lebih kreatif dalam strategi pemasaran untuk menarik konsumen yang semakin selektif.

    Penundaan PPN 12 Persen
    Baru-baru ini Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan memberikan sinyal pemerintah akan menunda kenaikan PPN 12 persen.

    “Ya, hampir pasti diundur,” ujar Luhut di Jakarta, Rabu (27/11/2024).

    Menurut Luhut, keputusan untuk menunda kenaikan PPN ini diambil karena pemerintah berencana memberikan stimulus atau insentif terlebih dahulu kepada masyarakat. Stimulus akan diberikan khususnya kepada masyarakat kelas menengah, melalui bantuan sosial (bansos).

    “PPN 12 persen harus diundur karena sebelum itu, pemerintah harus memberikan dahulu stimulus kepada rakyat yang ekonominya terpuruk,” kata Luhut.

    Luhut menjelaskan bansos yang akan diberikan bukan berupa bantuan langsung tunai (BLT), melainkan subsidi energi ketenagalistrikan.

  • Kaharuddin Djenod Ungkap Peran Rosan di Danantara

    Kaharuddin Djenod Ungkap Peran Rosan di Danantara

    Bisnis.com, JAKARTA – Terdapat pertanyaan menarik dari kehadiran Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi penanaman Modal (BKPM) Rosan Perkasa Roeslani saat memberikan keterangan pers mengenai perkembangan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

    Dalam rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Prabowo Subianto terkait dengan kelanjutan peluncuran BPI Danantara di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/11/2024) lalu. Rosan membeberkan alasan peluncuran embrio Superholding BUMN itu molor atau tak kunjung rampung.

    Wakil Kepala BPI Danantara Kaharuddin Djenod pun mengamini bahwa Rosan memang memiliki peran dalam pembentukan instansi yang digadang bakal mengonsolidasikan berbagai aset BUMN.

    “Pak Rosan membantu dalam proses, proses-proses transisi,” ujarnya kepada Bisnis saat ditemui di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2024).

    Sementara itu, Kepala BPI Danantara Muliaman D. Hadad memilih urung bicara saat dikonfirmasi kembali terkait jabatan Rosan di instansinya. Mengingat, santer kabar beredar Rosan akan menjabat sebagai Chairman.

    “Kan sudah jelas di Danantara ada saya dan pak Djenod,” pungkas Muliaman singkat.

    Menurut catatan Bisnis, Presiden RI Prabowo Subianto diketahui menunjuk Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani menjadi Chairman Badan Investasi (BP) Danantara, sedangkan Muliaman D. Hadad menjadi CEO.

    Menurut informasi yang diterima Bisnis, Prabowo telah menyerahkan surat keputusan tersebut. “SK sudah diserahkan, kalau tidak berubah Chairman Rosan [Roeslani] dan Muliaman CEO,” ujar sumber tersebut, Rabu (6/11/2024).

    Dia menyampaikan, posisi Rosan Roeslani masih menjadi Menteri Investasi dan Hilirisasi. Secara tidak langsung, BP Danantara akan di bawah lembaga ini. Hal ini untuk mempermudah dalam melakukan investasi ke depan. BP Danantara rencana akan diresmikan besok oleh Prabowo langsung.

    Informasi tersebut sejalan dengan unggahan di akun Instagram Rosan Roeslani yang sedang melakukan rapat persiapan pembentukan BP Danantara bersama Muliaman Hadad, Thomas Djiwandono hingga Pandu Patria Sjahrir, keponakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Pandjaitan yang juga Dirut Toba Bara.

    “Pada minggu malam, kami berkoordinasi menjelang peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), yang akan berperan dalam mengelola investasi di luar APBN. Danantara siap bersaing dengan lembaga investasi global untuk menarik investasi masuk ke dalam negeri, demi mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% dan target investasi Indonesia senilai Rp 1.905 triliun pada tahun 2025,” demikian bunyi caption di IG milik Rosan.

    Prabowo sebelumnya menginginkan BP Danantara menjadi superholding BUMN seperti Temasek. Danantara diarahkan untuk mengelola investasi di luar APBN. Indonesia Investment Authority (INA) yang pada 15 Desember 2024 berusia 4 tahun juga bakal dilebur ke dalam Danantara.

  • Hadapi Trump, Indonesia Perlu Bermain Cantik dengan AS

    Hadapi Trump, Indonesia Perlu Bermain Cantik dengan AS

    GELORA.CO – Indonesia perlu mewaspadai dampak kebijakan proteksionis Amerika Serikat (AS) setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden.

    Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan, kebijakan proteksionisme yang kemungkinan bakal diterapkan di pemerintahan Trump mendatang akan membuat Dolar AS menguat. 

    Menurutnya, hal ini ditakutkan berimbas pada pelemahan Rupiah.

    “Kita melihat lagi dampak masa jabatan Presiden Trump kedua ini, perlambatan (ekonomi) dunia, PDB dunia akan lebih rendah, dan inflasi global lebih tinggi, karena kita takut Dolar AS tambah kuat, akan kena ke rupiah kita,” kata Luhut saat menyampaikan pidato kunci dalam acara public lecture di Jakarta, dikutip Selasa 3 Desember 2024.

    Luhut menilai, Trump adalah sosok pemimpin yang pragmatis yang akan bereaksi keras terkait kebijakannya. Untuk itu perlu bagi Indonesia menjalin kerja sama yang baik dengan AS.

  • Nasib Pembatalan PPN 12% di 2025 Belum Pasti, Tunggu Sri Mulyani!

    Nasib Pembatalan PPN 12% di 2025 Belum Pasti, Tunggu Sri Mulyani!

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di tahun 2025, seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso itu semua tergantung dengan Kementerian Keuangan.

    “Pak Menko sudah menyampaikan kita lagi mendata semuanya, kalau masalah pemberlakuannya iya atau tidak kan teman-teman Kementerian Keuangan yang, itu kan di Undang-Undang HPP, artinya sektornya dari Kementerian Keuangan,” kata Susiwijono di Kompleks Parlemen, Senin (2/12/2024).

    Pembahasan secara internal masih dilakukan di Kementeriannya. Terutama terkait pemberian insentif jika rencana ini dilakukan.

    “Belum, kan masih banyak hal yang harus kita masukan. Termasuk kalaupun naik ini insentifnya apa, sedang ini lah sedang proses pembahasan,” jelasnya.

    Rencana penerapan kebijakan ini ditolak dari masyarakat hingga pengusaha. Wakil Ketua Umum Badan Anggaran DPR RI Wihadi Wiyanto juga mengungkapkan keputusan penundaan ataupun melanjutkan amanat UU HPP itu juga berada di tangan Presiden Prabowo.

    Hal ini diungkapkan dalam pertemuan Badan Anggaran (Banggar) dengan jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur, Kamis lalu (28/11/2024).

    “Salah satu hal tadi juga yang disampaikan di dalam rapat yaitu kenaikan PPN 12 persen. Jadi, kami perlu menyampaikan bahwa PPN 12% ini memang sesuai dengan undang-undang. Namun segala keputusan daripada pelaksanaan undang-undang itu, tunggu daripada keputusan Presiden,” jelas Wihadi dikutip Minggu (1/12/2024).

    Lebih lanjut, Politisi Fraksi Partai Gerindra itu pun menambahkan bahwa apa yang disampaikan oleh kepala DEN (Dewan Ekonomi Nasional) Luhut Binsar Pandjaitan) bahwa akan ada penundaan kenaikan PPN dan bansos, tetap menunggu arahan dari Presiden Prabowo.

    “Jadi ini adalah kewenangan daripada eksekutif. Kewenangan eksekutif adalah Presiden. Kami sendiri sebagai legislatif menunggu daripada keputusan tersebut. Banggar sebagai Parlemen sifatnya masih menunggu yang sedang dikaji kembali oleh Kementerian Keuangan RI,” ucap Wihadi.

    Wihadi pun menyampaikan bahwa terdapat beberapa bidang yang memang tidak dikenakan kenaikan PPN 12 persen. Bidang tersebut antara lain, bidang kesehatan, pendidikan, bahan pokok dan juga jasa.

    “Ini memang sudah dibebaskan menurut Undang-Undang. Jadi dalam Undang-Undang itu memang disebutkan ada pembebasan juga untuk bidang-bidang tertentu,” katanya.

    (emy/mij)