Tag: Joe Biden

  • Tak Hanya Serang Irak-Suriah, AS Beri Sanksi Baru ke Pejabat Militer Iran

    Tak Hanya Serang Irak-Suriah, AS Beri Sanksi Baru ke Pejabat Militer Iran

    Washington DC

    Amerika Serikat (AS) menjatuhkan rentetan sanksi terbaru untuk para pejabat Garda Revolusi Iran. Penjatuhan sanksi itu bertepatan dengan serangan udara yang dilancarkan militer Washington terhadap target-target terkait Iran di wilayah Irak dan Suriah.

    Rentetan serangan itu merupakan merespons atas serangan drone yang menewaskan tiga tentara AS dan melukai puluhan orang lainnya di pangkalan Yordania pada akhir pekan lalu. Washington menganggap kelompok milisi pro-Iran yang ada di Irak dan Suriah sebagai dalang di balik serangan mematikan tersebut.

    Departemen Keuangan AS, dalam pernyataannya seperti dilansir AFP, Sabtu (3/2/2024), mengumumkan penjatuhan sanksi terhadap enam pejabat pada komando siber-elektronik Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) terkait aktivitas mereka menargetkan infrastruktur penting.

    Dalam pemberitahuan terpisah, Departemen Keuangan AS menyatakan pihaknya juga menjatuhkan sanksi terhadap jaringan pemasok yang menyediakan “bahan dan teknologi sensitif untuk program rudal balistik dan kendaraan udara tak berawak (UAV) Iran”.

    Dalam langkah ketiga, para jaksa AS mengumumkan mereka telah menyita dana sebesar US$ 108 juta yang digunakan dalam skema pencucian uang terkait minyak untuk mendanai Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran.

    Militer AS melancarkan serangan terhadap lebih dari 85 target terkait Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran dan kelompok-kelompok milisi yang berafiliasi dengan Teheran di wilayah Irak dan Suriah pada Jumat (2/2) waktu setempat.

    Presiden Joe Biden, saat berbicara usai serangan dilancarkan, memperingatkan bahwa respons AS akan “terus berlanjut pada waktu dan tempat yang kami pilih”.

    Departemen Keuangan AS, saat menjatuhkan sanksi terbaru pada Jumat (2/2) waktu setempat, menyebut para pelaku siber yang berafiliasi dengan Garda Revolusi Iran baru-baru ini meretas dan memposting gambar di layar pengontrol yang diproduksi oleh perusahaan Israel, Unitronics.

    “Akses tidak sah terhadap sistem infrastruktur penting dapat memungkinkan tindakan yang merugikan masyarakat dan menyebabkan konsekuensi kemanusiaan yang menghancurkan,” sebut Departemen Keuangan AS dalam pernyataannya.

    Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menambahkan bahwa “para pelaku menggunakan kredensial default untuk menampilkan pesan anti-Israel” pada interface layar pengontrol tersebut.

    Secara terpisah, AS menjatuhkan sanksi terhadap empat entitas yang berbasis di Iran dan Hong Kong, dengan menyebut mereka “beroperasi sebagai entitas pengadaan rahasia” bagi individu-individu yang secara aktif mendukung organisasi militer Iran, seperti Garda Revolusi Iran.

    Target lainnya adalah Perusahaan Minyak dan Petroleum China yang berbasis di Hong Kong, yang diduga terlibat dalam penjualan “komoditas Iran senilai ratusan juta dolar” untuk kepentingan Pasukan Quds — sayap operasi luar negeri pada Garda Revolusi Iran.

    Dakwaan terorisme, penghindaran sanksi, penipuan dan pencucian uang diungkapkan jaksa AS di New York terhadap tujuh tokoh kunci dalam jaringan pencucian uang terkait minyak tersebut.

    “Dakwaan hari ini menunjukkan bagaimana, seperti yang dituduhkan, pasukan Quds IRGC membangun jaringan internasional yang luas yang terdiri atas perusahaan-perusahaan terdepan untuk mencuci minyak Iran yang dikenai sanksi dengan menggunakan kebohongan, pemalsuan, dan ancaman kekerasan,” sebut jaksa AS Damian Williams dalam pernyataannya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Irak Kecam Serangan AS di Wilayahnya: Pelanggaran Kedaulatan!

    Irak Kecam Serangan AS di Wilayahnya: Pelanggaran Kedaulatan!

    Baghdad

    Irak melontarkan kecaman terhadap rentetan serangan udara Amerika Serikat (AS) pada target-target terkait Iran di wilayahnya. Baghdad menyebut serangan itu melanggar kedaulatannya, meskipun Washington mengungkapkan pihaknya telah memberitahu Irak sebelum serangan itu dilaksanakan.

    Seperti dilansir AFP, Sabtu (3/2/2024), militer AS melancarkan serangan terhadap lebih dari 85 target terkait Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran dan kelompok-kelompok milisi yang berafiliasi dengan Teheran di wilayah Irak dan Suriah.

    Komando Pusat AS atau CENTCOM mengungkapkan bahwa target-target serangannya mencakup pusat komando dan kendali serta intelijen, kemudian gudang senjata yang digunakan Pasukan Quds dan milisi pro-Iran, lalu tempat penyimpanan roket, rudal dan drone, serta fasilitas rantai pasokan logistik dan amunisi.

    Menurut seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya, sebanyak 85 target yang digempur AS itu berada di sedikitnya tujuh lokasi berbeda, dengan tiga lokasi di wilayah Irak dan empat lokasi di wilayah Suriah.

    Juru bicara Perdana Menteri (PM) Irak Shia al-Sudani, Jenderal Yehia Rasool, dalam pernyataannya menyebut serangan-serangan AS di wilayah itu sebagai “pelanggaran kedaulatan Irak”.

    Rasool juga memperingatkan bahwa serangan AS itu bisa memicu “konsekuensi bencana bagi keamanan dan stabilitas Irak dan kawasan”.

    Dalam pernyataan terpisah, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih AS John Kirby menyatakan kepada wartawan bahwa Washington telah memberitahu pemerintah Irak sebelum serangan dilancarkan pada Jumat (2/2) waktu setempat.

    Namun dia tidak menguraikan respons Baghdad atas informasi dari Washington tersebut.

    Kirby, dalam pernyataannya, menyebut serangan-serangan AS itu berlangsung selama 30 menit dan tampaknya berhasil mengenai target-target yang ditentukan.

    Rentetan serangan udara AS di Irak dan Suriah itu dimaksudkan untuk merespons serangan drone yang menewaskan tiga tentaranya dan melukai puluhan orang lainnya di pangkalan Yordania pada akhir pekan lalu. Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden memperingatkan bahwa respons militer AS masih akan berlanjut.

    “Respons kami dimulai hari ini. Ini akan berlanjut pada waktu dan tempat yang kami pilih,” ucap Biden dalam pernyataannya.

    “Amerika Serikat tidak menginginkan konflik di Timur Tengah atau di mana pun di dunia ini. Namun, biarlah semua orang yang ingin membahayakan kami mengetahui hal ini: Jika Anda membahayakan warga Amerika, kami akan meresponsnya,” tegasnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Gempur Target Terkait Iran di Irak-Suriah, Biden: Ini Akan Berlanjut

    AS Gempur Target Terkait Iran di Irak-Suriah, Biden: Ini Akan Berlanjut

    Washington DC

    Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengumumkan bahwa respons terhadap serangan, yang menewaskan tiga tentaranya di Yordania, telah dimulai. Militer AS menggempur puluhan target terkait Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran dan milisi pendukungnya di wilayah Irak dan Suriah.

    Biden, dalam pernyataannya, juga memperingatkan bahwa respons militer AS tidak hanya sekali saja dan masih akan berlanjut.

    “Respons kami dimulai hari ini. Ini akan berlanjut pada waktu dan tempat yang kami pilih,” ucap Biden dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Sabtu (3/2/2024).

    “Amerika Serikat tidak menginginkan konflik di Timur Tengah atau di mana pun di dunia ini. Namun, biarlah semua orang yang ingin membahayakan kami mengetahui hal ini: Jika Anda membahayakan warga Amerika, kami akan meresponsnya,” tegasnya.

    Sejumlah pejabat AS, secara terpisah, mengatakan bahwa respons Washington bisa berlangsung selama beberapa hari, bahkan berminggu-minggu ke depan.

    Serangan udara AS itu dimaksudkan untuk merespons serangan drone yang menewaskan tiga tentaranya dan melukai puluhan orang lainnya di pangkalan Yordania pada akhir pekan lalu.

    Komando Pusat AS atau CENTCOM mengatakan bahwa pasukannya menyerang lebih dari 85 target terkait Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran dan kelompok-kelompok milisi yang berafiliasi dengan Teheran di wilayah Irak dan Suriah.

    CENTCOM juga mengungkapkan bahwa target-target serangannya mencakup pusat komando dan kendali serta intelijen, kemudian gudang senjata yang digunakan oleh Pasukan Quds dan milisi pro-Iran, lalu tempat penyimpanan roket, rudal dan drone, serta fasilitas rantai pasokan logistik dan amunisi.

    Meskipun menuduh Iran turut terlibat dalam serangan di Yordania, AS tidak menyerang target apa pun di dalam wilayah Iran. Washington diketahui berupaya mencegah serangan di masa mendatang, sembari menghindari perang habis-habisan dengan Teheran.

    Menurut seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya, sebanyak 85 target yang digempur AS itu berada di sedikitnya tujuh lokasi berbeda, dengan tiga lokasi di wilayah Irak dan empat lokasi di wilayah Suriah.

    Menhan AS Ingatkan Lebih Banyak Serangan: Ini Awal Respons Kami

    Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin menyampaikan pernyataan senada dengan Biden. Austin juga menegaskan bahwa serangan terhadap target Iran di Irak dan Suriah hanyalah awal dari respons AS.

    “Ini adalah awal dari respons kami,” ucap Austin dalam pernyataannya, seperti dikutip dari situs resmi Departemen Pertahanan AS.

    “Presiden telah mengarahkan tindakan tambahan untuk meminta pertanggungjawaban IRGC (Korps Garda Revolusi Iran-red) dan milisi yang berafiliasi dengan mereka atas serangan terhadap pasukan AS dan koalisinya,” sebutnya.

    “Ini akan terjadi pada waktu dan tempat yang kami pilih,” imbuh Austin.

    Lebih lanjut, dia menegaskan kembali bahwa AS tidak menginginkan konflik di kawasan Timur Tengah atau di mana pun. Tapi, Austin juga memperingatkan bahwa Washington akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk mempertahankan diri, pasukannya dan kepentingannya.

    “Presiden dan saya tidak akan mentolerir serangan terhadap pasukan Amerika,” tegasnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Gempur 85 Target Terkait Iran di Irak-Suriah, Libatkan Jet Pengebom

    AS Gempur 85 Target Terkait Iran di Irak-Suriah, Libatkan Jet Pengebom

    Washington DC

    Militer Amerika Serikat (AS) menggempur puluhan target terkait Iran di wilayah Irak dan Suriah sebagai balasan atas serangan yang menewaskan tiga tentaranya di Yordania. Gempuran AS itu menargetkan Pasukan Quds pada Korps Garda Revolusi Iran dan milisi pendukungnya yang ada di kedua negara tersebut.

    Dalam serangan balasan itu, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Sabtu (3/2/2024), Washington juga secara khusus mengerahkan sejumlah pesawat pengebom jarak jauh yang diterbangkan langsung dari wilayah AS.

    Komando Pusat AS atau CENTCOM mengatakan bahwa pasukannya telah melancarkan serangan udara di wilayah Irak dan Suriah yang menargetkan Pasukan Quds pada Garda Revolusi Iran dan kelompok-kelompok milisi yang berafiliasi dengan mereka.

    “Pasukan militer AS menyerang lebih dari 85 target, dengan banyak pesawat termasuk sejumlah pesawat pengebom jarak jauh yang diterbangkan dari Amerika Serikat,” ungkap CENTCOM dalam pernyataannya.

    “Serangan udara itu menggunakan lebih dari 125 amunisi presisi,” imbuh pernyataan tersebut.

    Lebih lanjut, disebutkan CENTCOM bahwa fasilitas-fasilitas yang diserang oleh AS mencakup pusat komando dan kendali serta intelijen, kemudian gudang senjata yang digunakan oleh Pasukan Quds dan milisi pro-Iran.

    Tempat penyimpanan roket, rudal dan kendaraan udara tak berawak atau drone, serta fasilitas rantai pasokan logistik dan amunisi, juga diserang oleh pasukan AS.

    Militer AS Tak Gempur Target di Wilayah Iran

    Dalam pernyataannya, CENTCOM menyebut pasukan Iran telah “memfasilitasi serangan-serangan terhadap pasukan AS dan koalisinya”.

    Namun demikian, tidak ada serangan yang dilancarkan AS terhadap target di dalam wilayah Iran, yang sebelumnya dituduh pemerintahan Presiden Joe Biden turut terlibat dalam serangan di Yordania.

    Sebanyak 85 target yang digempur AS itu, menurut seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya, berada di sedikitnya tujuh lokasi berbeda, dengan tiga lokasi di wilayah Irak dan empat lokasi di wilayah Suriah.

    Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, menyebut serangan-serangan AS itu memakan waktu sekitar 30 menit, meskipun serangan itu melibatkan penerbangan panjang bagi sejumlah pesawat pengebom jarak jauh B-1 yang berangkat dari wilayah AS.

    Kirby mengatakan bahwa Departemen Pertahanan AS masih menaksir kerusakan akibat serangan-serangan tersebut. Namun AS meyakini bahwa serangannya itu berhasil mengenai target-target yang ditetapkan.

    Serangan terbaru AS ini merespons serangan drone yang menewaskan tiga tentaranya dan melukai puluhan orang lainnya di pangkalan Yordania pada akhir pekan lalu. Belum diketahui secara jelas apakah ada militan yang tewas dalam serangan di Irak dan Suriah tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS Tak Ingin Perang dengan Iran, Tapi Akan Balas Kematian 3 Tentaranya

    AS Tak Ingin Perang dengan Iran, Tapi Akan Balas Kematian 3 Tentaranya

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyatakan tidak ingin berperang dengan Iran setelah tiga tentaranya tewas akibat serangan drone di Yordania. Namun, Washington juga menegaskan bahwa serangan mematikan di Yordania itu harus mendapatkan respons.

    Seperti dilansir AFP dan Reuters, Selasa (30/1/2024), serangan drone di Yordania yang menewaskan tiga tentara AS dan melukai 30 orang lainnya itu menjadi kematian pertama yang dialami militer AS di Timur Tengah, sejak perang berkecamuk antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza pada Oktober lalu.

    Presiden Joe Biden sebelumnya menyebut serangan drone di Yordania dilancarkan oleh “kelompok-kelompok militan radikal yang didukung Iran, yang beroperasi di Suriah dan Irak”. Iran membantah tuduhan itu dan menegaskan mereka tidak mendukung kelompok yang melancarkan serangan di Yordania.

    Juru bicara Pentagon, Sabrina Singh, menuturkan kepada wartawan bahwa serangan pada akhir pekan itu memiliki “jejak” Kataeb Hizbullah, kelompok bersenjata yang bersekutu dengan Iran. Namun demikian, imbuhnya, Pentagon belum memberikan penilaian akhir atas hal tersebut.

    Biden menegaskan AS akan “merespons” serangan mematikan di Yordania, dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Antony Blinken menegaskan respons itu bisa dilakukan “secara multi-level, bertahap dan berkelanjutan”.

    Namun dalam pernyataan terbaru, Gedung Putih menegaskan bahwa Washington tidak ingin berperang dengan Iran, meskipun juga mengakui bahwa pihaknya harus merespons serangan drone yang memicu eskalasi di Yordania.

    “Kami tidak ingin berperang dengan Iran,” tegas juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, saat berbicara kepada wartawan.

    Kendali demikian, dia menyebut serangan di Yordania itu “bersifat eskalasi” dan “memerlukan respons”.

    “Kami tidak mencari konflik dengan rezim daalam cara militer,” sebut Kirby, sembari menyatakan bahwa Biden sedang berupaya mencari opsi respons atas serangan itu.

    Penegasan serupa disampaikan oleh Singh, yang menyatakan Pentagon meyakini Iran juga tidak menginginkan perang dengan AS.

    “Kami jelas tidak menginginkan perang dan sejujurnya, kami tidak melihat Iran ingin berperang dengan Amerika Serikat,” ucap Singh kepada wartawan.

    AS dilaporkan sedang menyelidiki mengapa hampir 350 tentaranya yang ada di pangkalan Yordania, yang disebut sebagai Menara 22, tidak bisa mencegah serangan drone mematikan itu.

    Dua pejabat AS yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa sebuah drone AS sedang mendekati pangkalan itu pada waktu yang hampir bersamaan dengan kedatangan drone-drone yang melancarkan serangan itu.

    Menurut salah satu pejabat itu, drone-drone penyerang juga terbang rendah — faktor yang mungkin membuat drone itu luput dari sistem pertahanan yang ada di pangkalan militer tersebut.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Situasi Yordania Memanas Buntut 3 Tentara AS Tewas

    Situasi Yordania Memanas Buntut 3 Tentara AS Tewas

    Washington DC

    Situasi Yordania memanas usai serangan misterius terhadap serdadu-serdadu Paman Sam di Timur Tengah itu. Serangan balasan dari Amerika Serikat (AS) siap meluncur, seolah tinggal tunggu waktu saja.

    Dilansir AFP, Senin (29/1) kemarin, serangan misterius itu dilakukan oleh pesawat tanpa awak alias drone.

    Sasarannya adalah pangkalan militer Amerika Serikat (AS) di Yordania. Lokasi pangkalan AS itu ada di dekat perbatasan Suriah.

    Menurut CENTCOM, ada sekitar 350 personel Angkatan Darat dan Angkatan Udara AS di pangkalan yang dihantam serangan itu. Para personel militer AS itu, sebut CENTCOM, menjalankan “sejumlah fungsi pendukung utama” termasuk untuk koalisi internasional melawan kelompok radikal Islamic State (ISIS).

    Juru bicara pemerintah Yordania, Muhannad Mubaidin, mengecam serangan terhadap pasukan militer AS di negaranya tersebut.

    3 Serdadu AS tewas

    Presiden AS, Joe Biden, mengumumkan bahwa ada tiga orang personel militernya yang menjadi korban serangan drone misterius itu. Selain itu dilaporkan pada kesempatan selanjutnya, 34 orang terluka akibat serangan itu.

    “Tiga anggota militer AS tewas dan banyak yang terluka dalam serangan pesawat tak berawak terhadap pasukan kami yang ditempatkan di timur laut Yordania dekat perbatasan Suriah,” kata Biden dalam sebuah pernyataan.

    AS tuduh Iran

    AS menuduh Iran sebagai pihak yang mendalangi serangan drone di Yordania tersebut. Tuduhan ini disampaikan langsung oleh Joe Biden.

    “Meskipun kami masih mengumpulkan fakta-fakta mengenai serangan ini, kami mengetahui bahwa serangan tersebut dilakukan oleh kelompok militan radikal yang didukung Iran yang beroperasi di Suriah dan Irak,” kata Biden.

    Biden menyebut pihaknya komitmen akan memerangi terorisme. Dia meminta pelaku untuk bertanggung jawab atas tindakannya.

    “Kami akan menjalankan komitmen mereka untuk memerangi terorisme. Dan kami yakin kami akan meminta pertanggungjawaban semua pihak yang bertanggung jawab pada waktu dan cara yang kami pilih,” ujarnya.

    US President Joe Biden (Photo by Brendan SMIALOWSKI / AFP)

    Iran membantah

    Pemerintah Iran membantah tuduhan Amerika Serikat dan Inggris bahwa mereka mendukung kelompok-kelompok militan yang melakukan serangan drone di Yordania, yang menewaskan tiga personel militer AS.

    “Klaim ini dibuat dengan tujuan politik tertentu untuk membalikkan realitas di kawasan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanaani seperti dikutip kantor berita resmi Iran, IRNA.

    Sejauh ini belum ada pihak yang mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut. Kanaani mengatakan pernyataan seperti itu mengancam “perdamaian dan stabilitas regional dan internasional”.

    Pasukan AS dan sekutu di Irak dan Suriah telah menjadi sasaran lebih dari 150 serangan sejak pertengahan Oktober, menurut Pentagon, dan Washington telah melakukan serangan balasan di kedua negara tersebut.

    Selanjutnya, AS akan membalas:

    AS akan membalas

    Para anggota parlemen AS mendesak pemerintahan Biden untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap Iran. Soalnya, 3 orang tewas dan 34 orang lainnya dari pihak tentara AS menjadi korban dari serangan itu. Ini adalah yang pertama dialami militer AS sejak berkecamuknya perang Israel versus Palestina di Jalur Gaza sejak Oktober lalu.

    Serangan mematikan di Yordania itu dinilai akan semakin meningkatkan ketegangan di kawasan Timur Tengah dan memicu kekhawatiran akan meluasnya konflik yang secara langsung melibatkan Iran.

    “Jangan ragu — kami akan meminta pertanggungjawaban semua pihak pada waktu dan cara yang kami pilih,” tegas Presiden AS Joe Biden.

    Saat berbicara dalam acara kampanye di South Carolina, pada Minggu (28/1) waktu setempat, Biden kembali membahas serangan itu dan menggelar momen mengheningkan cipta bagi tiga tentara AS yang gugur di Yordania.

    “Kita akan merespons,” tegas Biden.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Apakah Houthi Akan Menyeret AS-Sekutunya ke dalam Perang?

    Apakah Houthi Akan Menyeret AS-Sekutunya ke dalam Perang?

    Jakarta

    Kemenangan tidak akan mudah bagi satuan tugas internasional yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, Bahrain, Kanada, dan Belanda, yang berniat menghancurkan sasaran Houthi di Yaman.

    Sejauh ini, telah terjadi 30 serangan oleh kelompok Houthi yang didukung secara finansial oleh Iran terhadap kapal-kapal internasional dan komersial di laut merah sejak pertengahan November, dan mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

    Para pejabat Kementerian Pertahanan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan pada 23 Januari: “Kami siap untuk mengambil tindakan lebih lanjut untuk menetralisir ancaman atau membalas serangan, [demi] memastikan stabilitas dan keamanan kawasan Laut Merah dan rute perdagangan internasional.”

    Rangkaian serangan Houthi mengganggu pelayaran global dan memperparah kekhawatiran bahwa dampak dari perang Israel-Hamas dapat mengguncangkan Timur Tengah.

    Kerajaan Arab Saudi turut diam terkait masalah di Laut Merah, dan negosiasi perjanjian damai antara Saudi-Houthi masih berlangsung. Apakah AS bisa menang melawan kelompok yang telah dilawan Arab Saudi namun tidak berhasil selama hampir satu dekade?

    Mengapa Inggris & AS menyerang Yaman?

    Sebelum Houthi mulai menyerang, beberapa upaya diplomatik dilakukan terhadap Houthi agar dapat meredakan situasi di Laut Merah, namun ditolak.

    “Sangat disesalkan bahwa kami sudah sampai pada titik ini,” kata Perwakilan Khusus AS untuk Yaman, Tim Lenderking.

    Namun pada kenyataannya, mereka menargetkan kapal apa pun yang masuk ke dalam jangkauan, membahayakan anggota awak dan kargo.

    William Wechsler dari lembaga think-tank Atlantic Council percaya bahwa AS dan Inggris tidak punya pilihan lain selain membalas dengan kekuatan: “Dalam perdagangan internasional, ada delapan titik krusial maritim, setengahnya berbasis di Timur Tengah, yang juga merupakan bagian paling penting dalam memenuhi pasokan energi dunia.

    “Houthi secara langsung mengancam salah satu dari ini [Selat Bab El Mandeb] dengan cara yang sangat tidak bisa,” kata Wechsler.

    “Siapa pun yang memahami peran yang dimainkan energi dalam keberlangsungan hidup kita, siapa pun yang peduli dengan pertumbuhan ekonomi di mana pun harus melihat pentingnya melindungi titik krusial ini.”

    Houthi memprotes serangan pimpinan AS terhadap sasaran Houthi dan untuk menunjukkan dukungan kepada warga Palestina di Jalur Gaza (Reuters)

    Seberapa tangguh pasukan Houthi?

    Kelompok ini menunjukkan bahwa mereka mampu menentang militer negara berdaulat: Arab Saudi.

    Houthi telah berkembang berkat dukungan Iran dari kumpulan pemberontak compang-camping menjadi kekuatan tempur terlatih dengan peralatan canggih, termasuk helikopter.

    “Ada dua bagian dari ketahanan. Ada kemauan dan ada kemampuan. Tidak ada yang berpikir bahwa mereka akan melanggar keinginan [Houthi]. Tetapi ada pemikiran bahwa kami dapat mematahkan kemampuan mereka,” kata Will Wechsler dari Atlantic Council.

    Namun, meskipun Houthi berhasil melawan kekuatan yang lebih besar, menghadapi AS dan sekutu internasional adalah pertempuran yang benar-benar berbeda.

    Gabungan kekuatan, strategi, dan pengalaman AS dan sekutunya jauh lebih besar daripada Arab Saudi.

    Pertanyaan di kalangan analis sekarang adalah seberapa jauh AS akan melangkah untuk menghentikan Houthi.

    Baca juga:

    “Kami memiliki begitu banyak kekuatan, kami perlu menggunakannya dengan bijaksana,” kata Steven A Cook, Peneliti Senior Eni Enrico Mattei untuk Studi Timur Tengah dan Afrika di Dewan Hubungan Luar Negeri dalam konferensi pers.

    “Kami tidak berbicara tentang … menyerang Yaman, dan mengubah rezim, dan hal-hal yang telah kami lakukan di masa lalu.”

    “Saya berbicara dengan sejumlah pejabat Arab baru-baru ini yang mengatakan, jika Anda hanya akan mencolek Houthi, mereka tidak akan berhenti.

    “Anda harus melakukan tindakan militer yang membuatnya sulit, atau bahkan tidak mungkin, bagi Houthi untuk mengganggu dan menyerang pengiriman di Teluk.”

    Mungkinkah AS dan sekutu ditarik ke dalam perang regional yang panjang?

    “Itu mungkin saja berkembang menjadi operasi yang lebih besar melawan pengaruh Iran. Dan itu adalah pertanyaan yang benar-benar belum dijawab oleh pemerintah secara terbuka. Saya yakin mereka membicarakannya,” kata Laksamana James G Foggo III, USN Purnawirawan dari Pusat Strategi Maritim.

    Mantan Komandan Angkatan Laut AS di Eropa dan Afrika tersebut mengingatkan tentang perang kapal tanker dari 1980 hingga 1988 di Teluk Arab.

    Kala itu, AS menyerang angkatan laut Iran, setelah Iran menyerang kapal tanker. Laksamana Foggo kemudian membandingkannya dengan serangan terhadap USS Cole.

    Kapal itu diledakkan di Yaman pada Oktober 2000 dan menewaskan tujuh belas pelaut AS.

    Sebuah truk membawa spanduk besar yang menunjukkan sosok pemimpin tertinggi Houthi, Abdul-Malik Al-Houthi (kanan) selama protes anti-AS dan anti-Israel, di pinggiran Sanaa, Yaman. (YAHYA ARHAB / EPA)

    Serangan itu dikaitkan dengan Al Qaeda, tetapi tidak ada serangan militer terhadap kelompok itu.

    “Apa yang terjadi setahun kemudian? 9/11 [serangan terhadap AS]” katanya, menggarisbawahi perasaannya bahwa aksi militer diperlukan.

    Steven A Cook setuju: “Kebebasan berlayar adalah kepentingan utama AS, sehingga terlalu berisiko jika kelompok seperti ini dibiarkan memiliki kekuatan atas wilayah itu.”

    Bagaimana Iran terlibat dalam aksi Houthi di Laut Merah?

    Iran memasok senjata dan secara finansial mendukung kelompok Houthi. Meski begitu, Houthi tidak secara langsung dikendalikan oleh Teheran.

    Ray Takeyh – Hasib J Sabbagh, Peneliti Senior untuk Studi Timur Tengah, di Dewan Hubungan Luar Negeri – mengatakan: “Mereka telah sampai… pada kebijakan anti-Amerika dan anti-Israel dengan sendirinya. Mereka tidak diarahkan ke sana oleh Iran. Jadi dengan begitu, mereka bukan ciptaan Iran.

    “Ini semacam asosiasi yang memiliki pemikiran sama … Ini benar-benar muncul sebagai upaya oportunistik untuk menimbulkan kerusakan pada Saudi.”

    Baca juga:

    Houthi memainkan peran bagi Iran karena mereka membantu Iran meningkatkan tekanan terhadap Israel, melalui AS.

    Iran berharap masyarakat internasional dan Amerika Serikat akan khawatir konflik meluas, sehingga mereka terpaksa mendorong tindakan penyelesaian terhadap Israel, menurut Takeyh.

    “Asumsi inti di sini adalah masyarakat internasional dan Amerika Serikat dapat memaksakan pembatasan pada Israel. Israel adalah negara berdaulat yang menghadapi situasi yang sangat rumit. Ini adalah negara yang trauma.”

    Para pengunjuk rasa membawa spanduk dengan foto pejuang Houthi yang tewas dan meramaikan jalanan. (EPA)

    Apakah ini ‘perang yang tidak dapat dimenangkan’?

    Strategi awal Presiden AS Joe Biden di Yaman bertujuan untuk melemahkan kelompok milisi Houthi, bukan berusaha menghentikan kelompok itu atau secara langsung menghadapi Iran, sponsor utama Houthi, menurut para ahli.

    Strategi gabungan dari serangan militer terbatas dan sanksi tampaknya bertujuan untuk menghukum Houthi, sambil berusaha memperkecil bahaya konflik Timur Tengah yang lebih luas.

    “Saya tidak berpikir misi ini dirancang untuk menghancurkan Houthi, atau untuk menempatkan pemerintah Yaman kembali berkuasa,” kata Brian Carter dari American Enterprise Institute.

    “Saya pikir [rencana] ini dirancang untuk menurunkan kemampuan angkatan laut dan militer Houthi agar tidak mampu mengganggu pengiriman laut dunia di Laut Merah.

    “Menurunkan [kemampuan] sistem militer bukanlah tugas yang sulit dilakukan. Ini adalah tujuan militer yang sangat mungkin tercapai.”

    USS Dwight Eisenhower telah melakukan operasi penerbangan sebagai tanggapan atas peningkatan aktivitas Houthi di Laut Merah (US Navy handout / EPA)

    Perwakilan Khusus AS untuk Yaman, Tim Lenderking, juga menggarisbawahi bahwa ini bukan “konfrontasi terbuka yang lebih luas”.

    “Ini hanya untuk menonaktifkan kemampuan yang dimiliki Houthi untuk menyerang kapal,” katanya.

    Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengatakan telah menghancurkan lebih dari 25 fasilitas peluncuran dan meluncurkan lebih dari 20 rudal sejak Amerika Serikat mulai menyerang situs militer Houthi di Yaman pada 11 Januari.

    Mereka juga mengeklaim telah menyerang drone, radar pantai dan kemampuan pengawasan udara Houthi serta area penyimpanan senjata.

    Para pendukung Houthi memegang spanduk dengan foto pejuang Houthi yang tewas dalam pemboman pimpinan AS baru-baru ini terhadap sasaran Houthi (EPA-EFE/ REX / Shutterstock)

    Apakah konflik ini mendongkrak popularitas Houthi?

    Tim Lenderking mengatakan bahwa Houthi mungkin ingin diseret ke dalam perang ini.

    Ia mengatakan kepada BBC bahwa mereka melihat ini sebagai cara untuk menunjukkan kepada masyarakat [Yaman] bahwa mereka berdiri tidak hanya untuk rakyat Palestina, tetapi untuk melawan negara-negara Barat.

    Koresponden keamanan BBC Frank Gardner mengatakan Houthi sekarang populer di kalangan banyak orang di dunia Arab yang lebih luas, karena mereka mengatakan mereka mendukung Hamas sebagai bagian dari “Poros Perlawanan” yang didukung Iran melawan Israel.

    Di bawah Operasi Poseidon Archer yang baru diberi nama, serangan yang dipimpin AS telah menghantam sasaran baru, setelah sebelumnya melakukan sejumlah serangan pencegahan di lokasi peluncuran Houthi.

    Baca juga:

    Departemen Pertahanan AS mengatakan serangan mereka menghancurkan rudal tepat saat sedang dipersiapkan untuk diluncurkan militan Houthi.

    Intelijen Barat baru-baru ini memperkirakan bahwa setidaknya 30% dari stok rudal Houthi telah hancur atau berkurang.

    Namun, Houthi kemungkinan akan melanjutkan serangan mereka terhadap pengiriman yang mereka curigai terkait dengan Israel, AS atau Inggris.

    Serangan-serangan itu membuat Houthi populer di negara asal mereka, di mana banyak orang Yaman merasa jengkel di bawah pemerintahan brutal mereka, kata Gardner

    Pengikut Houthi berparade sambil memegang senjata untuk memprotes serangan pimpinan AS terhadap sasaran Houthi dan untuk menunjukkan dukungan kepada warga Palestina di Jalur Gaza dekat Sanaa, Yaman (Reuters)

    Hisham al-Omeisy, penasihat senior Yaman untuk Institut Perdamaian Eropa, mengunggah di X bahwa banyak orang mungkin tidak menyadari Houthi memiliki tujuan mereka sendiri, selain memberi dukungan kepada Gaza.

    Konfrontasi baru-baru ini juga memberi mereka kesempatan untuk mengabulkan klaim mereka selama puluhan tahun untuk memerangi AS.

    Ia mengatakan Houthi “tidak hanya memenangkan hati dan pikiran [warga], tetapi berhasil meluncurkan upaya rekrutmen besar-besaran untuk” pertempuran Penaklukan yang Dijanjikan dan Jihad Suci “.

    “Sangat keliru jika mereka dipandang murni melalui lensa militer dan tidak memperhitungkan dampak atau konsekuensi sosial-politik dan reaksi lokal di mana sentimen anti-AS dan Inggris sekarang menggunakan steroid.”

    Pengikut Houthi bersenjata senapan mesin siap siaga selama protes terhadap AS dan sekutu (Reuters)

    Will Wechsler dari Atlantic Council dan Brian Carter dari American Enterprise Institute diwawancarai untuk artikel ini pada tanggal 24 Januari.

    Tim Lenderking, Perwakilan Khusus AS untuk Yaman, berbicara kepada program BBC World Tonight pada 23 Januari.

    Steven A Cook, Laksamana James G Foggo III dan Ray Takeyh berada di konferensi pers virtual dari Dewan Hubungan Luar Negeri pada 18 Januari.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ngeri Serangan ISIS di Iran, AS Sempat Ingatkan Soal Ancaman Teroris

    Ngeri Serangan ISIS di Iran, AS Sempat Ingatkan Soal Ancaman Teroris

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) ternyata sempat memberikan peringatan kepada Iran soal “ancaman teroris” di wilayahnya, sebelum serangan bom mematikan di kota Kerman, awal bulan ini, yang diklaim oleh kelompok radikal Islamic State (ISIS).

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (26/1/2024), informasi tersebut diungkapkan oleh seorang pejabat AS yang enggan disebut namanya. Peringatan soal ancaman teror itu tetap diberikan oleh Washington kepada Teheran meskipun hubungan kedua negara tidak akur.

    Dua ledakan mengguncang acara peringatan kematian Jenderal Qassem Soleimani, mantan komandan Pasukan Quds pada Korps Garda Revolusi Iran (IRGC), yang digelar di kota Kerman, Iran bagian tenggara, pada 3 Januari lalu. Nyaris 100 orang tewas dan lebih dari 200 orang lainnya mengalami luka-luka.

    Soleimani, yang selama dua dekade memimpin Pasukan Quds — cabang operasi luar negeri IRGC, tewas dalam serangan udara AS di Irak pada Januari 2020.

    “Pemerintah AS mengikuti kebijakan ‘kewajiban untuk memperingatkan’ yang sudah lama diterapkan di seluruh pemerintahan untuk memperingatkan pemerintahan-pemerintahan terhadap potensi ancaman mematikan,” ucap pejabat AS tersebut.

    “Kami memberikan peringatan ini sebagian karena kami tidak ingin melihat nyawa tidak berdosa hilang dalam serangan teror,” imbuhnya.

    Media terkemuka Wall Street Journal menjadi yang pertama melaporkan soal hal ini pada Kamis (25/1) waktu setempat.

    Direktur program Timur Tengah pada lembaga think-tank CSIS di Washington, AS, John Alterman, menyebut peringatan itu mungkin mencerminkan keinginan AS yang lebih luas untuk berdialog dengan Iran, meskipun baru-baru ini terjadi serangan oleh proksi yang didukung Teheran terhadap kepentingan Washington, Israel dan negara-negara Barat lainnya, serta kemajuan program nuklir Iran.

    Alterman menyatakan bahwa pemerintahan Presiden Joe Biden memiliki keyakinan jika dialog antara Washington dan Teheran bisa menguntungkan kedua negara.

    Namun upaya Biden untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir Iran tahun 2015 lalu — yang ditinggalkan mantan Presiden Donald Trump tahun 2018 — telah gagal. Kendati demikian, Alterman menilai para penasihat Biden masih ingin mencari cara untuk berkomunikasi dengan Teheran.

    “Mereka selalu percaya pada perlunya dialog, dan masalahnya adalah tentang apa dan dengan syarat apa. Ini adalah kesempatan untuk mulai membangun kepercayaan, yang menurut saya, merupakan bagian dari pedoman diplomasi,” sebutnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Sah! Erdogan Resmi Setujui Swedia Bergabung NATO

    Sah! Erdogan Resmi Setujui Swedia Bergabung NATO

    Ankara

    Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah secara resmi menyetujui bergabungnya Swedia dengan aliansi militer Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) usai penundaan berbulan-bulan. Erdogan meneken undang-undang soal keanggotaan Swedia dalam NATO yang diratifikasi oleh parlemen Turki pada awal pekan ini.

    Ratifikasi parlemen Turki pada Selasa (23/1) waktu setempat itu menghilangkan hambatan terbesar yang tersisa bagi NATO untuk memperluas aliansinya.

    Seperti dilansir Reuters, Jumat (26/1/2024), tanda tangan Erdogan sebagai Presiden Turki diperlukan untuk mengesahkan undang-undang tersebut. Kantor kepresidenan Turki menyebutkan bahwa Erdogan telah menandatangani ratifikasi undang-undang itu pada Kamis (25/1) waktu setempat.

    Direktorat Komunikasi Kepresidenan Turki mengatakan bahwa Erdogan telah “memutuskan untuk menerbitkan undang-undang” soal bergabungnya Swedia dengan NATO, yang telah disahkan oleh parlemen, dan menandatangani keputusan presiden yang menyetujui protokol aksesi Swedia itu.

    Persetujuan Turki ini didapatkan Swedia sekitar 20 bulan setelah negara itu pertama kali mengajukan diri untuk bergabung NATO menyusul invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina.

    “Kami menyambut baik ratifikasi Turki atas permohonan Swedia untuk menjadi anggota NATO. Kami kini telah mencapai tonggak penting dalam perjalanan menuju keanggotaan penuh di NATO,” ucap Perdana Menteri (PM) Swedia Ulf Kristersson dalam tanggapannya via media sosial X.

    Dengan langkah Erdogan tersebut, berarti tinggal Hungaria satu-satunya negara anggota NATO yang belum memberikan persetujuan untuk Stockholm bergabung dengan aliansi militer itu. Dibutuhkan persetujuan semua negara anggota NATO bagi negara-negara yang ingin bergabung dengan aliansi tersebut.

    Saksikan juga ‘Erdogan Restui Swedia Gabung NATO’:

    Persetujuan Erdogan Terkait Penjualan Jet Tempur AS ke Turki

    Penundaan itu sempat membuat frustrasi beberapa sekutu Ankara, namun akhirnya membuat negara itu mampu mendapatkan konsesi tertentu. Sekarang, Turki mengharapkan Amerika Serikat (AS) untuk mulai mengamankan dukungan Kongresnya atas penjualan jet-jet tempur F-16 senilai US$ 20 miliar ke Ankara.

    Erdogan dan para anggota Kongres AS telah mengaitkan penjualan jet tempur itu dengan persetujuan keanggotaan Swedia dalam NATO.

    Persetujuan Erdogan itu diberikan sehari setelah Presiden AS Joe Biden mengirimkan surat kepada para pemimpin komite utama Kongres AS, yang isinya memberitahu niatnya untuk memulai proses pemberitahuan formal untuk penjualan F-16 setelah Ankara menyelesaikan proses aksesi Swedia ke NATO.

    Sebelumnya, Duta Besar AS untuk Turki mengatakan kepada Reuters bahwa Departemen Luar Negeri AS akan segera mengirimkan pemberitahuan kepada Kongres setelah instrumen ratifikasi Ankara diterima di Washington.

    Dokumen aksesi terakhir dari Turki — instrumen ratifikasi keanggotaan Swedia — sekarang akan dikirimkan ke AS sesuai dengan aturan NATO.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Trump Menang Primary di New Hampshire, Makin Mulus Tantang Biden

    Trump Menang Primary di New Hampshire, Makin Mulus Tantang Biden

    New Hampshire

    Donald Trump memenangkan pemilihan pendahuluan atau primary Partai Republik di negara bagian New Hampshire, Amerika Serikat (AS), pada Selasa (23/1) waktu setempat. Kemenangan ini memuluskan jalan mantan presiden AS itu menjadi capres resmi Partai Republik untuk menantang kembali Presiden Joe Biden dalam pilpres AS.

    Seperti dilansir AFP, Rabu (24/1/2024), Trump berhasil mengungguli penantang satu-satunya, Nikki Haley, mantan Duta Besar AS untuk PBB dalam pemilihan pendahuluan di New Hampshire untuk penentuan capres Partai Republik dalam pilpres November mendatang.

    Proyeksi pemilihan pendahuluan yang digelar di New Hampshire pada Selasa (23/1) waktu setempat menunjukkan Trump unggul 11 persen suara atas Haley. Menurut proyeksi Associated Press dengan 91 persen suara telah dihitung, Trump meraup 54,6 persen dan Haley meraup 43,1 persen suara.

    Suara dukungan yang diperoleh dalam pemilihan pendahuluan Partai Republik ini akan dialokasikan menjadi jumlah delegate yang nantinya akan memilih kandidat capres dalam Konvensi Nasional Partai Republik. Ada 22 delegate Partai Republik yang diperebutkan di New Hampshire.

    Secara total, ada 2.400 delegate yang diperebutkan oleh kandidat capres Partai Republik. Untuk bisa memenangkan pertarungan capres Partai Republik, seorang kandidat harus bisa mendapatkan total 1.215 delegate.

    Meskipun jumlah delegate yang diperebutkan tergolong sedikit dibandingkan negara-negara bagian yang lebih besar di AS, namun menurut CBS News, hasil pemilihan pendahuluan di New Hampshire akan mempengaruhi bentuk persaingan dalam pertarungan capres Partai Republik selanjutnya.

    Kemenangan Trump di New Hampshire itu semakin mengokohkan posisinya sebagai kandidat capres resmi untuk Partai Republik. Pekan lalu, Trump meraih kemenangan telak dalam kaukus Partai Republik di Iowa.

    Saksikan juga ‘Donald Trump Usir Warga yang Mengganggu Pidatonya saat Kampanye’:

    Pertarungan capres Partai Republik awalnya diikuti 14 kandidat, sebelum satu per satu kandidat mengundurkan diri dan kini tersisa Trump dan Haley. Satu kandidat terkemuka, Ron DeSantis yang merupakan Gubernur Florida, menyatakan mundur dari pencalonan setelah hanya menempati posisi dua dalam kaukus Iowa.

    Dalam pidato kemenangannya, Trump menyerang Haley dengan mengatakan bahwa “kita akan menang dengan mudah” ketika pemilihan pendahuluan Partai Republik digelar di negara bagian South Carolina — kampung halaman Haley — nantinya.

    Pidato kemenangan Trump dipenuhi peringatan-peringatan buruk soal imigrasi yang menjadi ciri khasnya. Dia juga terus mengulang kebohongan soal kemenangannya di pilpres tahun 2020.

    Meskipun sudah memenangi dua negara bagian, Trump terus berpegang pada pesan-pesan beraliran sayap kanan, tanpa ada tanda-tanda berupaya menjangkau pemilih moderat yang mendukung Haley. Dia bahkan sempat menyebut AS sebagai “negara gagal” dan mengklaim bahwa para migran tanpa dokumen datang dari rumah sakit jiwa dan penjara.

    Sementara Haley dalam pidatonya menegaskan bahwa “pertarungan belum usai” setelah dia menempati posisi dua di bawah Trump dalam pemilihan pendahuluan di New Hampshire. Dia memberitahu pendukungnya bahwa Partai Demokrat sebenarnya ingin melawan Trump karena rekam jejaknya dalam menebar “kekacauan”.

    “Mereka tahu Trump adalah satu-satunya Republikan di negara ini yang bisa dikalahkan oleh Joe Biden,” ucap Haley.

    Menanggapi kemenangan Trump di New Hampshire, Biden mengatakan bahwa: “Sekarang jelas bahwa Donald Trump akan menjadi calon dari Partai Republik.”

    “Dan pesan saya kepada negara ini adalah pertaruhannya sangat besar. Demokrasi kita. Kebebasan pribadi kita — mulai dari hak untuk menentukan hingga hak untuk memilih,” tegasnya.

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini