Tag: Irawati

  • AHY Bocorkan Kelanjutan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya – Page 3

    AHY Bocorkan Kelanjutan Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya – Page 3

    Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menaksir proses studi kelayakan proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya tak akan rampung tahun ini. Artinya, hal tersebut akan berlanjut di era Presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

    Proyek tersebut, saat ini disebut telah masuk masa pra feasibilty study (FS). Artinya, masih ada tahapan panjang untuk masuk ke studi kelayakan, tender proyek, hingga pengerjaan megaproyek tersebut.

    Juru Bicara Kemenhub kala itu Adita Irawati memastikan, prosesnya tidak akan selesai hingga kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) lengser pada Oktober 2024.

    “Kereta Cepat Jakarta-Surabaya saya harus sampaikan enggak mungkin selesai tahun ini,” ujar Adita, ditemui di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Selasa (21/5/2024).

    Dia mengatakan, butuh waktu panjang dalam perencanaannya, hal ini berkaca pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang baru beroperasi di September 2023 lalu. Untuk itu, proyek Kereta Cepat dilanjutkan ke Surabaya pun disinyalir butuh waktu yang panjang.

    “Kita belajar dari Jakarta Bandung itu juga relatif cukup panjang ya prosesnya. Jadi memang ini masih suatu proses yang masih panjang,” tegasnya.

    Terkait proyek ini, pemerintah sudah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Tim ini diharapkan mampu memberikan percepatan pelaksanaan megaproyek tersebut.

     

  • Prabowo Apresiasi Gerak Cepat Pemerintah Dalam Penanganan Bencana

    Prabowo Apresiasi Gerak Cepat Pemerintah Dalam Penanganan Bencana

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto memberikan apresiasi kepada pemerintah yang mampu memberikan gerak cepat dalam penanganan bencana di dalam negeri.

    Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden atau Presidential Communication Office (PCO) Adita Irawati mengatakan bahwa pemerintah terus hadir di tengah Indonesia yang kembali menghadapi runtutan bencana alam yang menimbulkan korban dan kerugian signifikan bagi masyarakat.

    Dalam periode 1 November hingga 13 Desember 2024 saja, telah terjadi bencana seperti banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan erupsi gunung berapi di lebih dari 50 wilayah.

    Tercatat beberapa bencana yang cukup besar seperti banjir bandang di Sukabumi dan Cianjur, erupsi Gunung Lewotobi Laki Laki di Nusa Tenggara Timur dan enam wilayah lain, gempa bumi di 10 wilayah dengan skala rendah dan bencana-bencana lainnya.

    “Presiden telah memberi apresiasi atas penanganan bencana, khususnya di Gunung Lewotobi, saat Sidang Kabinet Paripurna. Hal ini menunjukkan kepedulian beliau terhadap aksi gerak cepat tanggap darurat untuk membantu masyarakat yang terdampak,” ujar Adita kepada wartawan, Selasa (24/12/2024).

    Adita menjelaskan bahwa pemerintah telah bergerak cepat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kementerian/lembaga terkait, TNI dan Polri serta pemerintah daerah untuk memberikan bantuan kepada masyarakat terdampak.

    Perlu menjadi perhatian, kata Adita, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, telah menyampaikan bahwa cuaca ekstrem diperkirakan akan terus terjadi hingga Maret-April 2025 akibat fenomena La Nina lemah yang meningkatkan curah hujan sebesar 20 persen.

    Asta Cita dan Visi Indonesia Maju yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya kesiapsiagaan dan solidaritas dalam menghadapi bencana.

    Dia melanjutkan bahwa tiga pesan utama Presiden Prabowo terkait bencana alam dan penanganannya.

    Pertama, Presiden Ke-8 RI itu menekankan pentingnya “negara hadir”, sigap, gesit dalam merespons bencana alam, memberikan tanggap darurat yang cepat dan tepat.

    Menurutnya, Prabowo mengakui, tenaga terlatih Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas Nasional dan Daerah) dan Palang Merah Indonesia (PMI) sebagai first responders telah menunjukkan kapasitas yang unggul.

    “Koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat untuk merespons bencana sudah terjadi dalam waktu singkat, namun tetap efektif,” kata Adita.

    Kedua, orang nomor satu di Indonesia itu, kata ADita, ingin pembangunan infrastruktur yang tangguh dan berkelanjutan seperti gedung, jalan, kantor pemerintahan dan infrastruktur lainnya yang kuat dan tahan bencana penting untuk mengurangi dampak bencana.

    “Termasuk penggunaan teknologi. Hadirnya sistem peringatan dini, peta bencana digital buatan BNPB, dan prakiraan juga modifikasi cuaca oleh BMKG, sangat penting memperkaya dan memutakhirkan rencana kontinjensi,” tandas Adita.

  • Ini Komitmen Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan soal Penyampaian Informasi

    Ini Komitmen Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan soal Penyampaian Informasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan tujuan dan peran dari lembaganya adalah memberikan informasi sejelas dan sejernih mungkin kepada masyarakat. 

    Pada awalnya Hasan mengibaratkan informasi-informasi yang masuk ke pihaknya seperti air yang mengalir. Dia juga menuturkan, peran Kantor Komunikasi Kepresidenan pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto adalah tempat penampungan air di sisi hilir. 

    “Jadi, air yang datang itu bisa jernih, bisa juga karena hujan itu agak keruh,” kata Hasan dalam Konferensi International Association of Business Communicators (IABC) Indonesia 2024 di Jakarta pada Jumat (14/12/2024).

    Meski demikian, Hasan menegaskan pihaknya berkomitmen untuk memberikan informasi yang jelas dan komprehensif untuk dicerna masyarakat. 

    “Kita pastikan air yang keluar dari Kantor Komunikasi Presiden adalah air yang layak dikonsumsi,” tambahnya. 

    Dia menuturkan, semua pola komunikasi pada pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan dilakukan persuasif. Hal ini karena tujuan dari komunikasi utamanya adalah menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia

    “Tujuannya juga untuk memberikan penjelasan yang optimal kepada masyarakat dan tidak menimbulkan kegaduhan,” kata Hasan. 

    Sebelumnya, sejumlah nama telah ditunjuk untuk menjabat staf khusus kantor komunikasi, tenaga ahli utama hingga tenaga ahli terampil. 

    Perinciannya, terdapat tiga nama yang diangkat menjadi staf khusus kantor komunikasi, yakni Tjut Andjani, Hafizhul Mizan dan Syahril Ilhami. 

    Selanjutnya, Kantor Komunikasi Kepresidenan sebagai tenaga ahli utama yang bertugas menjadi juru bicara, di antaranya Philip Vermonte, Ujang Komaruddin dan Adita Irawati.

    Kemudian, Prita Laura, Dedek Prayudi dan Hariqo Wibawa Satria turut diangkat menjadi jubir kantor komunikasi kepresidenan. 

    Sementara itu, ada juga enam tenaga ahli utama yang telah ditunjuk Hasan Nasbi yakni Tubagus Arie Rukmantara, Hamdan Hamedan, Wahyu Andrianto, Albert Tarigan, Pandji Setiadi Nugraha, dan Ricky Tamba.

  • Komplotan Pencuri Kabel Telkom Dihukum 14 Bulan

    Komplotan Pencuri Kabel Telkom Dihukum 14 Bulan

    Surabaya (beritajatim.com) – Kompotan pencuri kabel telepon Telkom dihukum 14 bulan penjara. Mereka adalah Musdor, Hoirul Anam, Mauludi, Ansori, dan Donny Soehardianto. Para Terdakwa disidangkan di ruang Tirta 2 PN (Pengadilan Negeri) Surabaya, secara Video Call.

    Dalam agenda putusan yang dibacakan oleh ketua majelis hakim Titik Budi Winarti disebutkan, para Terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan pemberatan.

    “Sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Penuntut Umum melanggar Pasal 363 ayat (1) ke -4 dan ke-5 KUHP,” ujar hakim dalam putusannya, Kamis (12/12/2024).

    “Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan, dikurangi selama terdakwa menjalani kurungan dan perintah untuk tetap ditahan,” lanjutnya.

    Menyatakan barang bukti sebuah palu besar (bodem), linggis, korek (crane tangan), gerinda portabel dengan 3 unit baterai dirampas untuk dimusnahkan. Satu lonjor sisa potongan kabel Telkom ukuran 4 meter dikembalikan ke PT Telkom dan 2 unit motor sebagai sarana pencurian dikembalikan ke saksi Wasilah.

    Putusan yang diberikan majelis hakim lebih ringan 10 bulan bila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Yustus One Simus Parlindungan yang menuntut para terdakwa dengan pidana 2 tahun penjara.

    Atas putusan tersebut, para terdakwa menerima putusan tersebut. “Kami terima Yang Mulia,” sahut para terdakwa melalui sambungan panggilan video.

    Diketahui, bermula pada Jumat 23 Agustus 2024 jam 19.00 WIB, terdakwa Musdor bersama Ansori, Donny Soedardianto, Hoirul Anam sedang berada di rumah yang beralamat di Jl. Irawati 1/7, Kelurahan Sidotopo, Semampir.

    Salah seorang terdakwa yakni Musdor mendapat informasi jika di daerah Jalan Kalianak tepatnya dibawah jembatan terdapat sisa potongan kabel primer milik PT.Telkom Indonesia yang masih laku untuk dijual.

    Atas informasi yang didapat, Musdor berkeinginan untuk mengambil kabel tersebut dengan cara mengajak terdakwa Mauludi dan anak MFZ (berkas Terpisah) untuk berkumpul di rumah terdakwa dan merencanakan untuk mengambil kabel di bawah Jembatan Jalan Kalianak.

    Kemudian pada Sabtu 24 Agustus 2024 sekira pukul 01.00 WIB, keluma terdakwa dan anak MFZ dengan membawa peralatan berupa satu unit kotrek tangan, satu unit gerinda portable beserta 3 buah baterai, palu besar, dan linggis, berangkat menuju lokasi dengan mengendarai 2 sepeda motor.

    Setelah sampai lokasi tepatnya di sisi selatan jembatan Jalan Raya Kalianak, selajutnya 4 terdakwa yakni Musdor, Hoirul Anam, Mauludi, dan Ansori, bergegas turun ke bawah jembatan menuju kabel milik PT. Telkom Indonesia tertanam dengan membawa peralatan yang dipersiapkan.

    Sedangkan anak (MFZ) bersama Donny Soedardianto, bertugas berjaga-jaga kondisi sekitar di atas jembatan. Saat di bawah jembatan para terdakwa berhasil mengambil sisa potongan kabel sepanjang 4 meter.

    Bahwa selanjutnya pukul 01.30 WIB anggota Polsek Asemrowo M Alfian Noufal dan rekannya mendapat informasi masyarakat terkait adanya aktivitas beberapa orang yang mengambil kabel primer milik Telkom di bawah Jembatan Kalianak.

    Selanjutnya petugas melakukan penyelidikan hingga akhirnya berhasil mengamankan anak MFZ dan Donny yang sedang berjaga-jaga di atas jembatan Jalan Kalianak, dan keempat terdakwa yang berada di bawah jembatan bersama barang bukti diamankan untuk dimintakan per tanggung jawaban. [uci/suf]

  • Wamenkop Ferry Juliantono Resmi Jabat Ketua Umum IKA Unpad

    Wamenkop Ferry Juliantono Resmi Jabat Ketua Umum IKA Unpad

    Jakarta, CNN Indonesia

    Wakil Menteri Koperasi (Wamenkop) Ferry Juliantono resmi menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Keluarga Alumni Universitas Padjadjaran (IKA Unpad) periode 2024-2028.

    Ferry yang terpilih secara aklamasi lewat Musyawarah Besar (Mubes) XI dan Reuni Akbar di Bandung, Sabtu (7/12) kemarin akan menggantikan menggantikan Irawati Hermawan.

    Dalam sambutan perdananya sebagai Ketum IKA Unpad Ferry menyatakan akan melangkah bersama dengan para alumni agar membawa kebermanfaatan bagi almamater, alumni, dan mahasiswa Unpad.

    “Keberhasilan program yang telah dilakukan pada periode (kepengurusan) akan kita lanjutkan dan sempurnakan, dan program yang belum terlaksanakan akan kita tunaikan bersama-sama supaya IKA Unpad semakin baik dan terus semakin baik,” ucap Ferry dalam keterangannya, Minggu (8/12).

    Ferry juga menyatakan akan memperjuangkan pemberian gelar pahlawan nasional ke Prof. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M.

    Ia menyatakan sosok Mochtar memiliki andil yang sangat besar terhadap bangsa dan negara

    “Ini adalah tugas dari IKA Unpad untuk mendukung Pak Mochtar menjadi pahlawan nasional,” ucap dia.

    Selain itu, Ferry menyampaikan empat program prioritas yang akan dijalankan nanti. Pertama, Unpad Career Centre yang menjadi wadah bagi pengurus untuk melakukan inventarisasi potensi dari setiap alumni.

    Kedua ialah IKA Unpad harus mampu menjadi pelopor bagi peningkatan soft skill mahasiswa yang masih aktif, sehingga bisa membuka peluang mereka untuk bersaing dengan mahasiswa lain dari berbagai universitas.

    Selanjutnya, Ferry juga bertekad mendorong terwujudnya social entrepreneurship agar semakin banyak mahasiswa menjadi pengusaha modern dan mampu bersaing di industri.

    Terakhir, program keempat ialah IKA Unpad akan menjadi pelopor bagi terwujudnya ekonomi pancasila seperti koperasi.

    “Pokoknya nanti akan banyak program-program yang tujuan besarnya adalah supaya IKA Unpad makin besar, makin berwibawa lagi, makin dihormati karena potensi alumni Unpad yang luar biasa,” ucapnya.

    Ferry merupakan alumni Fakultas Ekonomi Unpad angkatan 1987. Pada kontestasi Mubes IKA Unpad tahun ini, Ferry sempat bersaing dengan eks Ketum PB HmI [FISIP Unpad 2008] Saddam Al Jihad.

    Namun di pertengahan jalan, Saddam mengundurkan diri dan Ferry pun tampil menjadi calon tunggal Ketum IKA Unpad.

    (tim/wis)

    [Gambas:Video CNN]

  • Pelajaran Penting dari Miftah Maulana

    Pelajaran Penting dari Miftah Maulana

    Pelajaran Penting dari Miftah Maulana
    Direktur Indonesian Society Network (ISN), sebelumnya adalah Koordinator Moluccas Democratization Watch (MDW) yang didirikan tahun 2006, kemudian aktif di BPP HIPMI (2011-2014), Chairman Empower Youth Indonesia (sejak 2017), Direktur Maluku Crisis Center (sejak 2018), Founder IndoEast Network (2019), Anggota Dewan Pakar Gerakan Ekonomi Kreatif Nasional (sejak 2019) dan Executive Committee National Olympic Academy (NOA) of Indonesia (sejak 2023). Alumni FISIP Universitas Wijaya Kusuma Surabaya (2006), IVLP Amerika Serikat (2009) dan Political Communication Paramadina Graduate School (2016) berkat scholarship finalis ‘The Next Leaders’ di Metro TV (2009). Saat ini sedang menyelesaikan studi Kajian Ketahanan Nasional (Riset) Universitas Indonesia, juga aktif mengisi berbagai kegiatan seminar dan diskusi. Dapat dihubungi melalui email: ikhsan_tualeka@yahoo.com – Instagram: @ikhsan_tualeka

    MULUTMU
    harimau mu”, pepatah pendek ini barangkali bisa menjadi kesimpulan atas ‘drama’ yang dilatari ucapan bernada merendahkan dari
    Miftah Maulana
    Habiburrahman kepada Sunhaji, seorang penjual es teh keliling.
    Satu fragmen yang makin menyita perhatian publik mengingat status Miftah bukan hanya ulama atau mubaligh, pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji di Sleman, tapi juga pejabat publik, Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan
    Menggunakan diksi yang terkesan menghina sambil tertawa menuai reaksi masif. Lebih dari 310.000 orang menandatangani petisi lewat change.org meminta Miftah dicopot dari jabatan Utusan Khusus Presiden, tak terhitung berbagai meme dan komentar sarkas dari warganet yang dialamatkan kepadanya.
    Tidak saja dari masyarakat, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nisbi turut menyayangkan pernyataan Miftah. Hasan menegaskan bahwa Presiden Prabowo Subianto sangat menjunjung adab kepada siapa pun.
    “Kami dari Kantor Komunikasi Kepresidenan ikut menyayangkan kejadian yang kurang baik yang terjadi belakangan ini dan itu melibatkan utusan khusus Presiden Republik Indonesia,” kata Hasan dalam video yang dibagikan, Rabu (4/12/2024).
    Miftah juga mengaku telah ditegur langsung oleh Sekretaris Kabinet, Teddy Indra Wijaya.
    “Saya juga sudah ditegur oleh Bapak Seskab untuk lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat dan pidato di depan masyarakat umum,” kata Miftah dalam video permintaan maafnya.
    Dari luar negeri, Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Malaysia turut memberikan komentar. Ia bahkan menjadikan peristiwa olok-olokan Miftah kepada Sunhaji sebagai analogi atau contoh kalangan ulama yang terkadang kurang tepat dalam menggunakan diksi dalam berceramah.
    Atas semua polemik dan ‘serangan balik’ kepadanya, Miftah menyambangi rumah Sunhaji untuk meminta maaf. Belakangan, Sunhaji mendapat banyak simpati, beragam donasi maupun hadiah, hingga tawaran umroh gratis.
    Namun drama seolah tak berujung. Miftah akhirnya menyatakan diri mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden. Itu disampaikan lewat video pendek yang beredar luas di media massa dan berbagai platform media sosial.
    Namun, meski telah minta maaf dan mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden, cerita masih terus berlanjut.
    Sejumlah potongan video lawas Miftah yang menggunakan diksi kurang elok sebagai seorang ulama turut beredar. Semua jejak digital itu berkelindan, menjadi semacam hukuman sosial.
    Fragmen dari drama yang melingkupi perjalanan Miftah sejauh ini menjadi pelajaran penting, terutama bagi semua pejabat publik.
    Apalagi bagi mereka yang sebelumnya bukan siapa-siapa dan kemudian dilantik oleh Presiden Prabowo sebagai pejabat di pemerintahan, mesti lebih berhati-hati dan mengedepankan etika, terutama dalam berinteraksi dan berkomunikasi.
    Para pejabat publik harus menyadari bahwa jabatan yang diberikan kepada mereka tidak saja ikut meninggikan status sosial, tapi juga berkonsekuensi pada alokasi anggaran negara, yang itu dapat dari pajak rakyat.
    Sehingga rakyat dari kalangan atau segmen manapun mesti mendapat perlakuan sama, dihormati.
    Selanjutnya, bagi siapapun yang hidup di era majunya teknologi digital, terutama pemuka agama atau penceramah, mestinya ada dalam kesadaran penuh atas dampak dari setiap konten komunikasi yang disampaikan, baik itu berupa diksi atau istilah, gesture, maupun candaan yang dilontarkan.
    Boleh jadi, satu pernyataan atau sikap yang sedianya hendak disampaikan atau dikirimkan kepada kalangan terbatas, dan itu adalah hal yang lumrah dipahami secara tertutup, tapi menjadi liar dan multi interpretatif bagi kalangan luas atau segmen (kelompok agama/kultur) berbeda.
    Atau, misalnya, satu konten komunikasi itu disampaikan dengan maksud atau bertujuan sebagai candaan untuk kelompok internal dan segmen terbatas, tapi kemudian diterima sebagai sesuatu yang serius, bahkan melukai psikologi khalayak ketika tersebar di media sosial.
    Miftah misalnya, yang memang sejak lama dikenal ceplas-ceplos, kerap berceramah di akar rumput, bahkan di sarang maksiat seperti di Sarkem, Yogyakarta, tentu saja terbiasa menggunakan diksi yang barangkali menjadi kurang tepat dan dapat menghadirkan kontroversi untuk kalangan atau segmen lebih beragam.
    Kesadaran atas dampak dari satu konten komunikasi yang akan digunakan, membuat komunikator lebih waspada dan berhati-hati dalam melakukan atau menyampaikan suatu pesan komunikasi. Semua harus lebih terukur.
    Apalagi bila terdapat fasilitas perekaman atau kamera, baik itu yang disediakan oleh penyelenggara acara, maupun yang dilakukan secara mandiri oleh hadirin atau warga di lokasi kegiatan melalui kamera
    smartphone.
    Konten yang tadinya diperuntukkan atau konteksnya untuk kalangan terbatas, kemudian tersebar ke khalayak luas, tidak hanya dapat menuai kontroversi atau kegaduhan, bahkan bisa menjadi bumerang yang dapat menghancurkan kredibilitas dan reputasi pejabat publik sebagai penyampai atau komunikator pesan itu.
    Pada konteks ini, ada banyak contoh yang bisa dikemukakan, terutama dari kalangan pemuka agama yang berceramah sejatinya untuk kalangan sendiri secara tertutup.
    Contohnya, ceramah yang mengandung konten membandingkan ajaran agama, ketika hal itu tersebar luas, terutama melalui media sosial, memantik protes, bahkan kecaman dari pengikut agama berbeda.
    Tidak saja oleh pemuka agama atau penceramah, ada banyak pula contoh pejabat publik yang menuai protes dan kecaman karena penggunaan diksi atau istilah kurang relevan.
    Wiranto saat menjadi Menko Polhukam, diujung periode pertama pemerintahan Presiden Jokowi, mendapat protes luas dari masyarakat ketika menyebut pengungsi akibat gempa di Maluku adalah beban negara. Ia akhirnya minta dimaafkan.
    Atau yang paling terkini, Juru bicara Kantor Komunikasi Presiden Prabowo, Adita Irawati, yang akhirnya harus meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan karena menggunakan diksi ‘rakyat jelata’ saat memberikan keterangan perihal ‘kasus’ Miftah. Adita mengakui pemilihan kata yang ia gunakan tersebut kurang tepat.
    Protes terhadap tokoh publik yang keliru dalam berkomunikasi, membuat kita bisa memaklumi kalau Miftah kemudian mendapat kecaman begitu besar terutama dari warganet, mengingat kapasitasnya bukan hanya sebagai ulama atau penceramah, tapi juga merupakan pejabat publik.
    Dua latar belakang yang menyatu dalam diri Miftah, yang secara sosial sejatinya adalah penjaga dan penuntun moral publik, juga merupakan pemangku kewajiban, sebagai bagian penyelenggara negara atau pemerintahan, menjadi alasan utama pemakluman itu.
    Di era digital sanksi sosial terkadang justru lebih berat dari sanksi hukum. Serangan warganet dapat lebih ‘mematikan’ secara mental atau psikologi ketimbang palu hakim ketika memberikan vonis di pengadilan.
    Terlepas dari diksi, gestur atau konten komunikasi Miftah yang telah menuai badai, menjadi mulut harimau yang menerkam dirinya sendiri, ia telah bertanggung jawab, meminta maaf secara terbuka, bahkan mengundurkan diri dari jabatan publik yang diemban.
    Merupakan contoh sekaligus standar tinggi bagi banyak pejabat publik di negeri ini, di hari-hari ini, yang kerap mencari pembenaran diri atau apologi atas kesalahan yang dilakukan, ketimbang meminta maaf alih-alih mengundurkan diri.
    Bukan rahasia lagi, banyak pejabat publik yang terlihat sebagai pecundang, berani korupsi, makan uang rakyat. Namun setelah ditangkap, jangankan merasa bersalah, justru membenarkan diri dengan berbagai cara dan alibi.
    Seperti pula mereka yang telah dilantik sebagai pejabat publik, tapi ogah atau tak kunjung melaporkan harta kekayaan sebagai bagian dari transparansi dan upaya menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.
    Mifta yang setelah melakukan kesalahan, berjiwa besar, introspeksi diri, bahkan mundur dari jabatan untuk menjaga kehormatan dirinya dan marwah pemerintah yang baru saja dilantik.
    Sikap yang dapat menjadi contoh dan standar tinggi bagi pejabat negara lainnya.
    Sehingga kelak bila ada yang melakukan kesalahan, menyakiti keadaban publik, apalagi terkait penyalahgunaan kewenangan atau keluasan juga mau secara terbuka minta maaf, bahkan mundur dari jabatannya.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Diminta Evaluasi Ulang Jubir dan Utusan Khusus, Pengamat: Jangan karena Faktor Kedekatan – Halaman all

    Prabowo Diminta Evaluasi Ulang Jubir dan Utusan Khusus, Pengamat: Jangan karena Faktor Kedekatan – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamaluddin Ritonga menilai, perlu adanya evaluasi oleh pihak Istana Kepresidenan dalam memilih orang yang menduduki jabatan tertentu di bawah jajaran Presiden dan Wakil Presiden.

    Pernyataan Jamiluddin tersebut didasari karena belakangan ini dua pejabat publik setingkat juru bicara dan utusan khusus Presiden RI membuat polemik di publik.

    Adapun kedua sosok tersebut yakni, Utusan Khusus Presiden, Miftah Maulana Habiburrahman atau Gus Miftah dan Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan, Adita Irawati.

    Kekinian, Gus Miftah mengumumkan pengunduran diri sebagai utusan khusus Presiden Prabowo Subianto setelah dirinya ramai-ramai “dirujak” oleh warganet atas pernyataannya yang dinilai merendahkan seorang pedagang es teh bernama Sunhaji.

    Menurut Jamiluddin, seharusnya pejabat publik dalam setiap berkomunikasi harus mewakili karakter dan kepentingan presiden. 

    “Salah satunya, Prabowo dalam berkomunikasi kerap meninggikan derajat rakyatnya,” kata Jamiluddin dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/12/2024).

    Dengan begitu, dia mengindikasikan kalau pemilihan jubir dan utusan khusus presiden tidak menggunakan standar atau kriteria yang ketat.

    Dirinya lantas berkelakar kalau pemilihan jubir dan utusan khusus itu hanya didasari pada kedekatan, bukan diukur dari kompetensi.

    “Ada kesan mereka dipilih karena faktor kedekatan, bukan atas kompetensi dan integritas,” kata dia.

    Atas hal tersebut, Jamiluddin berharap perlu dilakukan evaluasi oleh pihak Istana terhadap pemilihan figur yang mengisi jabatan khusus di bawah Presiden.

    Hal itu penting kata dia, agar pernyataan blunder yang belakangan ini dilakukan tidak kembali terjadi di kemudian hari.

    “Agar hal demikian tak terulang lagi, maka utusan khusus dan jubir kepresidenan layak dievalusi ulang. Mereka yang tak memenuhi kriteria, selayaknya segera diganti,” kata dia.

    Lebih jauh, dirinya juga berujar kalau evaluasi perlu dilakukan agar utusan khusus dan jubir kepresidenan tidak menjadi beban presiden. 

    Pasalnya, kata dia, akan sangat memprihatinkan apabila staf khusus dan jubir kepresiden justru merusak reputasi dan citra presiden. 

    “Padahal salah satu tugas mereka justru membentuk dan menjaga reputasi dan citra presiden,” tandas Jamiluddin.

  • Abaikan Aspek Empati, Gus Miftah dan Adita Irawati Pantas Ditendang dari Istana

    Abaikan Aspek Empati, Gus Miftah dan Adita Irawati Pantas Ditendang dari Istana

    GELORA.CO – Pengamat Komunikasi Politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menilai juru bicara (jubir) dan utusan khusus kepresidenan yang tak menjalankan tugas dengan baik harus dievaluasi.

    Hal itu merepons Jubir Presiden, Adita Irawati dan Utusan Khusus Presiden Miftah Maulana Habiburrahman alias Gus Miftah yang melakukan blunder baru-baru ini. Dua sosok orang istana itu blunder karena tak bijak memilih diksi saat berbicara di hadapan masyarakat.

    Jamiluddin menyebut, pilihan diksi itu mengindikasikan minimnya wawasan Adita dan Miftah mengenai psikologis, sosiologis, budaya, dan etika masyarakat Indonesia.

    “Dua sosok itu juga alpa memperhatikan human relation dalam berkomunikasi. Akibatnya, komunikasi yang dilakukan Adita dan Miftah mengabaikan aspek empati,” kata Jamiluddin dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Menurutnya, komunikasi yang dilakukan juga mengesankan ketidaksetaraan. Adita dan Miftah justru berkomunikasi seolah memposisikan derajat lebih tinggi dari masyarakat.

    “Hal itu mengesankan dua sosok itu berkomunikasi tanpa mengenal audiennya. Akibatnya mereka berkomunikasi kepada audien, bukan dengan audien,” ujar Jamiluddin.

    “Komunikasi seperti itu seharusnya tak boleh terjadi, karena posisi Adita dan Miftah sebagai orang dekat presiden. Dua sosok ini seharusnya dalam setiap berkomunikasi mewakili karakter dan kepentingan presiden,” sambungnya.

    Karena itu, kata Jamiluddin, gaya berkomunikasi orang dekat Presiden Prabowo Subianto seharusnya tak jauh dengan karakter yang ditampilkan Prabowo.

    “Hal itu tampaknya yang tak dimiliki Adita dan Miftah. Dua sosok ini mengunakan langgam berkomunikasi sendiri yang jauh dari langgam komunikasi presiden,” kata Jamiluddin.

    Maka dari itu, Jamiluddin berharap agar jubir maupun utusan presiden yang tak memenuhi kriteria untuk segera diganti. Hal itu perlu dilakukan agar utusan khusus dan jubir kepresidenan tidak menjadi beban presiden.

    “Sungguh ironi bila staf khusus dan jubir kepresiden justru merusak reputasi dan citra presiden. Padahal salah satu tugas mereka justru membentuk dan menjaga reputasi dan citra presiden,” ujarnya.

  • Profil Adita Irawati, Jubir Presiden yang Viral Karena Sebut Rakyat Jelata

    Profil Adita Irawati, Jubir Presiden yang Viral Karena Sebut Rakyat Jelata

    loading…

    Adita Irawati yang menjabat sebagai Juru Bicara (Jubir) Kantor Komunikasi Kepresidenan mendadak viral setelah menyebut istilah rakyat jelata untuk rakyat kecil. FOTO/DOK.BNPB

    JAKARTA Adita Irawati yang menjabat sebagai Juru Bicara (Jubir) Kantor Komunikasi Kepresidenan mendadak viral setelah menyebut istilah rakyat jelata untuk rakyat kecil . Adita mengucapkan rakyat jelata ketika merespons tindakan Gus Miftah yang mengolok-olok penjual es.

    Setelah mendapat banyak kritik dari warganet, Adita Irawati langsung meminta maaf atas tindakannya. Dia memahami jika penggunaan diksi tersebut memang kurang tepat untuk disampaikan ke publik.

    Adita mengaku jika tidak sengaja dan tidak memiliki maksud tertentu ketika menggunakan diksi rakyat jelata. Ia juga menilai jika sangat mungkin terjadi pergeseran makna dalam pernyataannya.

    Setelahnya, Adita menjelaskan jika diksi tersebut telah sesuai dengan arti dan makna yang ada dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), di mana arti dari rakyat jelata adalah rakyat biasa.

    Profil Adita IrawatiAdita Irawati lahir pada 15 Februari 1971, di Yogyakarta. Dalam riwayat pendidikannya, ia telah mendapat gelar sarjana Hubungan Internasional dari Universitas Gadjah Mada (UGM).

    Setelah lulus kuliah, Adita memulai karier sebagai Trainee Manager di McDonald’s Indonesia Yogyakarta pada 1994 hingga 1995.

    Kemudian, ia melanjutkan perjalanan kariernya di bidang komunikasi sebagai Public Relations Assistant di Surya Citra Televisi (SCTV) Surabaya pada 1995–1996.

    Adita selanjutnya diterima menjadi Surabaya Division Account Executive di PT Indosat, dan kemudian ditunjuk jadi Management Trainee di PT Indosat, dari 1996 hingga 1997.

    Kariernya di PT Indosat berlanjut hingga menjadi Investor Relations Analyst di Divisi Hubungan Investor pada 1997 sampai 2001.

  • 3
                    
                        Sebut "Rakyat Jelata" Saat Tanggapi Hinaan Miftah, Jubir Istana: Di KBBI Artinya Rakyat Biasa
                        Nasional

    3 Sebut "Rakyat Jelata" Saat Tanggapi Hinaan Miftah, Jubir Istana: Di KBBI Artinya Rakyat Biasa Nasional

    Sebut “Rakyat Jelata” Saat Tanggapi Hinaan Miftah, Jubir Istana: Di KBBI Artinya Rakyat Biasa
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Juru Bicara
    Kantor Komunikasi Kepresidenan

    Adita Irawati
    mengungkit definisi dari ”
    rakyat jelata
    ” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berarti “rakyat biasa”.
    Hal tersebut Adita sampaikan ketika meminta maaf karena menggunakan diksi “rakyat jelata” saat menanggapi Utusan Khusus Presiden
    Miftah Maulana Habiburrahman
    yang menghina pedagang es teh bernama Sunhaji.
    “Saya gunakan diksi tersebut sesuai dengan arti dan makna yang tercantum di dalam KBBI yang artinya adalah rakyat biasa, yaitu kita semuanya rakyat Indonesia,” ujar Adita dalam Instagram resmi Kantor Komunikasi Kepresidenan, Kamis (5/12/2024).
    Kompas.com
    sudah meminta izin untuk mengutip pernyataan Adita.
    Meski demikian, Adita menyadari diksi “rakyat jelata” yang dia gunakan itu kurang tepat.
    Dia menilai, telah terjadi pergeseran makna dalam kata “rakyat jelata” pada era ini.
    Adita menduga kejadian serupa bisa terulang ke depannya akibat dari pergeseran makna tersebut.
    “Kejadian ini sama sekali tidak disengaja,” ucapnya.
    Adita mengaku akan introspeksi diri dan berhati-hati dalam melaksanakan tugasnya.
    Dia pun memohon maaf kepada masyarakat yang merasa terganggu dengan diksi “rakyat jelata”.
    “Untuk itu, secara pribadi saya memohon maaf atas kejadian ini yang menyebabkan kontroversi terhadap masyarakat,” imbuh Adita.
    Adapun pernyataan Adita yang menyinggung “rakyat jelata” ini menuai kecaman dari warganet.
     
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.