Tag: Gibran Rakabuming Raka

  • BNPT perkuat kontra-radikalisasi tekan konten bermuatan terorisme

    BNPT perkuat kontra-radikalisasi tekan konten bermuatan terorisme

    Jakarta (ANTARA) – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memperkuat program kontra-radikalisasi guna menekan konten bermuatan radikalisme dan terorisme yang ditemukan sepanjang tahun 2025.

    Kepala BNPT Komisaris Jenderal Polisi Eddy Hartono menyebutkan terdapat sekitar 6.402 temuan konten bermuatan radikalisme dan terorisme sepanjang 1 Januari 2025 hingga 26 Agustus 2025.

    “Dari berbagai konten tersebut, terdapat pengajuan 2.204 konten yang diputus aksesnya dan 1.104 konten telah ditangani,” ucap Komjen Pol. Eddy dalam kunjungan media ke ANTARA Heritage Center di Jakarta, Senin.

    Ia menjelaskan dari berbagai temuan tersebut, konten terkait propaganda menjadi jenis yang paling banyak ditemukan, yakni sebanyak 4.863 temuan.

    Lebih jauh, temuan propaganda dimaksud, antara lain meliputi propraganda anti NKRI (undang-undang dikatakan kafir karena dianggap mendahulukan aturan Tuhan yang sudah tercantum dalam kitab suci) dan propaganda umum atau khilafah (selalu berlindung pada narasi keagamaan dalam menyebarkan propaganda).

    Kemudian, berbentuk pula propaganda anti-Pancasila (Pancasila kerap dianggap sebagai berhala yang dilarang keras untuk disembah, padahal Pancasila adalah pedoman untuk berbangsa dan bernegara bukan untuk disembah) serta propaganda takfiri (pemanfaatan perbedaan tafsir agama untuk menuding ulama tertentu sebagai ulama su’u).

    Adapun kontra-radikalisasi merupakan upaya terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang ditujukan untuk menghentikan penyebaran paham radikal terorisme.

    Disebutkan bahwa upaya tersebut dilakukan dengan membangun kekuatan individu atau kelompok agar lebih tahan terhadap pengaruh paham radikal serta melawan penyebaran ideologi atau keyakinan ekstrem melalui berbagai pendekatan seperti hukum, psikologi, agama, ekonomi, pendidikan, kemanusiaan, dan sosial-budaya.

    Eddy menuturkan penguatan kontra-radikalisasi merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan misi Astacita Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

    “Dalam hal ini, BNPT memiliki empat kegiatan prioritas nasional dan dua program prioritas nasional,” ucap dia.

    Dikatakan bahwa dalam kontra-radikalisasi, BNPT melakukan kegiatan tersebut melalui beberapa langkah, yaitu kontra-ideologi atau kegiatan melawan penyebaran paham atau ideologi radikal terorisme dalam bentuk lisan, tulisan, dan media literasi lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung.

    Lalu, melalui kontra-narasi atau cerita tandingan yang bertujuan untuk mengoreksi narasi dominan yang menyesatkan, terutama dalam konteks menyebarkan pesan perdamaian, menangkal ekstremisme, atau mewakili pengalaman kelompok yang terpinggirkan.

    Selain itu, ia menambahkan ada pula dalam bentuk kontra-propaganda, yakni upaya sistematis untuk melawan atau membantah suatu propaganda yang disebarkan pihak tertentu untuk membentuk opini publik atau mempengaruhi pandangan masyarakat.

    “Nah, ini dilakukan di dalam ruang siber atau ruang digital maupun di ruang konvensional,” tutur jenderal polisi bintang tiga tersebut.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Tasrief Tarmizi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Hoaks! Video Prabowo mengundurkan diri jadi Presiden

    Hoaks! Video Prabowo mengundurkan diri jadi Presiden

    Jakarta (ANTARA/JACX) – Sebuah video berdurasi enam detik yang diunggah di TikTok diberi judul “Tangis Sang Jenderal”.

    Dalam video tersebut, terlihat Presiden Prabowo berdiri di depan mikrofon dengan mata berkaca-kaca, lalu menyeka wajahnya menggunakan handuk kecil.

    Narasi dalam video menyebutkan bahwa Prabowo mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia dan akan digantikan oleh Wakil Presiden Gibran.

    Berikut narasi dalam unggahan tersebut:

    “Dengan berat hati, kepada segenap Rakyat Indonesia yang saya cintai, saya mohon maaf, dan saya ingin berpamitan untuk mengundurkan diri sebagai Presiden RI, mulai hari ini, semoga mas Gibran di beri kekuatan untk memimpin Negri yang besar ini”

    Namun, benarkah video Prabowo mengundurkan diri jadi Presiden tersebut?

    Unggahan video yang menarasikan Prabowo mengundurkan diri jadi Presiden. Faktanya, video tersebut merupakan video pada Desember 2023. Kala itu, Prabowo menangis haru saat memberikan bantuan modal Rp 15 miliar kepada Koperasi MDS Coop. (TikTok)

    Penjelasan:

    Berdasarkan penelusuran, video tersebut identik dengan unggahan YouTube Tribunnews berjudul “Detik-detik Prabowo Menangis, Beri Bantuan Modal Rp 15 Miliar untuk Koperasi MDS Coop” yang diunggah pada Desember 2023.

    Dalam keterangan video aslinya, Prabowo yang saat itu masih menjadi calon presiden, menangis haru saat memberikan bantuan modal Rp 15 miliar kepada Koperasi Mekar Digital Sejahtera (MDS) Coop.

    Prabowo tak kuasa menahan tangis setelah melihat semangat dan sorakan ribuan anak muda anggota koperasi.

    Ia juga terharu saat dinobatkan sebagai Ketua Dewan Kehormatan Koperasi MDS Coop. Adapun koperasi ini besutan dari eks Menteri BUMN Rini Soemarno.

    “Saya merasa sangat dekat dan terharu. Saya diangkat menjadi Ketua Dewan Kehormatan Mekar Digital Sejahtera. Saya minta izin, saya tidak mau jadi Ketua Dewan Kehormatan hanya sebagai jabatan saja. Saya ingin ikut sertakan modal 15 miliar rupiah,” ucap Prabowo dalam sambutannya.

    Di tengah ucapan itu, Prabowo meneteskan air mata dan segera menyekanya. Para hadirin pun berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah atas momen tersebut.

    Pewarta: Tim JACX
    Editor: M Arief Iskandar
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • PN Jakpus putuskan sidang gugatan perdata ijazah Gibran lanjut mediasi

    PN Jakpus putuskan sidang gugatan perdata ijazah Gibran lanjut mediasi

    ANTARA – Ketua Majelis Hakim, Budi Prayitno, Senin (22/9), menyatakan sidang terkait ijazah SMA Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dilanjutkan ke tahap mediasi. Hal itu diputuskan usai dokumen yang dibutuhkan dalam perkara tersebut dinilai sudah lengkap. (Cahya Sari/Ibnu Zaki/Agha Yuninda Maulana/Nanien Yuniar)

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Gibran Hendak Dimakzulkan, Projo Ungkap Titah Jokowi

    Gibran Hendak Dimakzulkan, Projo Ungkap Titah Jokowi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan kelompok relawannya untuk mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjant selama dua periode.

    Wakil Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo), Fredy Damanik menegaskan bahwa relawan harus mengawal, memastikan, dan mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran agar berhasil menjalankan program-programnya.

    Ia mengungkapkan, sejatinya 5 tahun pemerintahan Prabowo-Gibran terlalu singkat untuk merampungkan seluruh program yang telah dicanangkan.

    Sementara itu, Sekjen Projo, Handoko menegaskan sejak awal relawan garis keras Jokowi ini telah bertekad mendukung Prabowo-Gibran dua periode. Komitmen ini bahkan telah dicetuskan sejak tahun 2024 lalu.

    “Dukungan tersebut sudah menjadi komitmen sejak sebelum Pilpres 2024. Projo tetap konsisten. Bapak Presiden Prabowo juga sudah mengetahuinya sejak awal,” tutur Handoko.

    Diketahui, Jokowi secara terang-terangan mengakui dirinya memerintahkan kelompok relawannya, Barisan Rakyat Jokowi Presiden (Bara JP) untuk mendukung Prabowo-Gibran dua periode.

    Bukan baru-baru ini, Jokowi bahkan telah memberi arahan tersebut sejak sebelum Pilpres 2024 digelar.

    “Sejak awal saya sampaikan kepada seluruh relawan untuk itu (mendukung Prabowo-Gibran memimpin dua periode),” ujar Jokowi kepada wartawan di kediamannya di Solo, Jawa Tengah. (Pram/fajar)

  • Relawan Militan Jokowi Beri Peringatan Keras Jangan Sampai Prabowo-Gibran Bubar di Tengah Jalan, Ini yang Akan Terjadi

    Relawan Militan Jokowi Beri Peringatan Keras Jangan Sampai Prabowo-Gibran Bubar di Tengah Jalan, Ini yang Akan Terjadi

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) mengklaim telah memerintahkan barisan relawannya, khususnya Barisan Relawan Jokowi Presiden (Bara JP) solid mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dua periode.

    David Pajung, Wakil Ketua Umum Bara JP, menegaskan, jika Prabowo-Gibran terpecah di tengah jalan maka dirinya memprediksi akan terjadi gejolak politik dahsyat yang berbuntut pada kekacauan yang sulit dikontrol.

    “Ketika (Prabowo-Gibran) dipecah di tengah jalan, itu akan menimbulkan gejolak-gejolak bom waktu politik yang membuat energi bangsa ini hilang, capek mengurusi dinamika politik yang lepas dari kontrol,” kata David dalam wawancara program Kompas Petang yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, dikutip pada Senin (22/9/2025).

    Untuk mencegah terjadi gejolak maka, Bara JP mengingatkan agar dua kubu ini tetap jalan beriringan. Relawan Jokowi pun siap mengawal seluruh program pemerintah.

    “Sehingga, maksud baik dari Pak Jokowi adalah tolong dibantu program-program pemerintah Prabowo Gibran sampai selesainya,” ungkap David.

    David menambahkan, dukungan dua periode yang diinstruksikan Jokowi tentu mempertimbangkan dinamika politik di Indonesia ke depannya.

    “Ya, kalau dua periode ini kan kita lihat dinamika ke depan. Bahwa kalau memungkinkan dua periode diterima oleh rakyat dan direspon positif oleh masyarakat, maka enggak ada pilihan lain selain mendukung dua periode Prabowo-Gibran,” tegas David.

    Sebelumnya, Jokowi mengaku telah memerintahkan relawan Bara JP mendukung Prabowo-Gibran dua periode. Arahan itu bahkan telah disampaikan Jokowi sejak perhelatan Pilpres 2024.

  • 10
                    
                        Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi
                        Nasional

    10 Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi Nasional

    Keracunan Massal MBG Berulang: Segera Moratorium, Evaluasi, dan Investigasi
    Pemerhati masalah politik, pertahanan-keamanan, dan hubungan internasional. Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.
    PROGRAM
    Makan Bergizi Gratis (MBG) sejatinya dirancang sebagai ikon politik sekaligus kebijakan unggulan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
    Saat kampanye, program ini digadang-gadang sebagai jawaban atas problem klasik gizi buruk, stunting, serta ketidakmerataan akses pangan di kalangan anak sekolah.
    Namun, beberapa bulan setelah implementasi, alih-alih menjadi kebanggaan, MBG justru berubah menjadi sumber krisis nasional.
    Tagar
    #MakanBeracunGratis
    yang viral di media sosial menjadi simbol runtuhnya kepercayaan publik terhadap program ini.
    Tidak ada yang meragukan besarnya skala dan niat baik program MBG. Dengan alokasi anggaran mencapai Rp 71 triliun, pemerintah berupaya memastikan jutaan pelajar Indonesia mendapat asupan gizi layak setiap hari.
    Namun, fakta di lapangan menunjukkan kontras yang tajam, di mana lebih dari 5.360 anak menjadi korban keracunan hingga September 2025. Beberapa kasus mencatat angka korban yang mencengangkan, seperti 569 pelajar di Garut dan 277 pelajar di Banggai Kepulauan.
    Jika program dengan dana raksasa justru menghasilkan derita massal, pertanyaan mendasar harus diajukan; di mana letak kesalahannya?
    Apakah pada strategi desain kebijakan, lemahnya implementasi, atau ada faktor sabotase yang sengaja dimainkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab?
    Analisis data menunjukkan bahwa akar persoalan dalam Program MBG bukan sekadar insiden teknis, melainkan kegagalan sistemik yang menyentuh hampir seluruh aspek tata kelola.
    Kegagalan ini bisa dilihat dari empat dimensi utama yang saling berkaitan, yaitu kecepatan pelaksanaan, integritas kelembagaan, manajemen rantai pasok, serta krisis kepercayaan publik.
    Pertama, pelaksanaan program dilakukan secara tergesa-gesa dalam skala nasional tanpa infrastruktur pengawasan memadai.
    Orientasi pemerintah tampaknya lebih berat pada aspek kuantitas, seperti hanya menghitung berapa banyak dapur yang dibangun, dan berapa banyak anak yang terlayani.
    Sementara dimensi kualitas pangan dan keamanan konsumsi terabaikan. Akibatnya, makanan yang seharusnya menjadi penopang gizi justru berulang kali memicu keracunan massal pada anak-anak, kelompok yang seharusnya paling dilindungi.
    Kedua, terdapat masalah serius terkait dapur fiktif dan dugaan korupsi. DPR mengungkapkan adanya sekitar 5.000 dapur MBG yang ternyata tidak benar-benar ada.
    Fakta ini membuka indikasi kuat bahwa sebagian dana program menguap tanpa manfaat nyata bagi masyarakat.
    Jika temuan ini benar, maka persoalannya bukan sekadar kelalaian administratif, melainkan praktik korupsi terstruktur yang merampas hak anak-anak Indonesia untuk memperoleh makanan bergizi dengan aman.
    Ketiga, kelemahan juga tampak dalam rantai pasok dan sistem logistik. Kasus keracunan massal akibat pergantian pemasok ikan menegaskan bahwa mekanisme verifikasi dan kontrol kualitas sangat rapuh.
    Tidak hanya itu, laporan tentang makanan basi, menu berbelatung, hingga kontroversi penggunaan wadah makanan (
    food tray
    ) yang dituding mengandung minyak babi memperburuk citra program di mata publik.
    Masalah-masalah ini menunjukkan bahwa aspek teknis – mulai dari penyimpanan, distribusi, hingga standar kebersihan – tidak dikelola secara profesional.
    Keempat, krisis semakin dalam akibat defisit kepercayaan publik. Alih-alih mengakui kesalahan dan membuka ruang transparansi, pemerintah justru menerbitkan surat pernyataan yang meminta orangtua murid untuk tidak menuntut apabila terjadi keracunan.
    Langkah ini bukan hanya gagal meredakan keresahan, melainkan semakin memperkuat persepsi bahwa negara berupaya lepas dari tanggung jawab moral dan hukum.
    Akibatnya, kepercayaan masyarakat terhadap program MBG kian merosot, bahkan berpotensi bergeser menjadi penolakan terbuka.
    Dengan demikian, jelas bahwa masalah MBG tidak berhenti pada level teknis, melainkan mencerminkan cacat desain kebijakan dan lemahnya tata kelola.
    Jika tidak segera diperbaiki melalui evaluasi menyeluruh dan investigasi transparan, program yang semula digadang-gadang sebagai ikon kepedulian sosial justru berisiko tercatat sebagai kegagalan monumental dalam sejarah kebijakan publik Indonesia.
    Tidak sedikit yang menduga adanya unsur sabotase terhadap MBG. Dugaan ini muncul karena banyaknya insiden terjadi serentak di berbagai daerah dengan pola mirip, seperti keracunan massal, pasokan bahan pangan rusak, hingga isu sensitif soal halal.
    Namun, tanpa bukti empiris yang kuat, asumsi ini masih spekulatif.
    Yang lebih nyata adalah indikasi inkompetensi dan tata kelola yang buruk. Jika Badan Gizi Nasional (BGN) gagal memverifikasi dapur, mengawasi rantai pasok, serta menjaga standar kebersihan, maka tanggung jawab utama tetap berada di pundak pemerintah.
    Sabotase mungkin ada, tetapi kelemahan sistem yang membuka celah terjadinya sabotase itu.
    Persoalannya, dampak krisis MBG melampaui aspek kesehatan. Ia kini menjelma menjadi liabilitas politik bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
    Kegagalan dalam mengelola program unggulan bisa menjadi preseden buruk, yakni rakyat kehilangan kepercayaan pada janji-janji politik.
    Situasi semakin sensitif karena korbannya adalah pelajar sekolah, mayoritas Generasi Z, kelompok yang sangat aktif di media sosial dan memiliki kemampuan mobilisasi opini.
    Jika pemerintah tidak segera melakukan evaluasi fundamental, isu MBG bisa bergulir menjadi gerakan massa yang lebih besar, apalagi di tengah polarisasi politik pasca-pemilu.
    Dalam situasi krisis seperti saat ini, langkah paling rasional yang dapat ditempuh pemerintah adalah moratorium sementara terhadap Program MBG, khususnya di daerah-daerah yang mencatat kasus keracunan massal dengan korban terbanyak.
    Moratorium bukan berarti membatalkan niat mulia untuk memberi makan anak bangsa, melainkan langkah darurat untuk menghentikan jatuhnya korban baru sambil melakukan evaluasi mendalam.
    Setelah moratorium, yang diperlukan adalah investigasi independen yang transparan. Tim investigasi ini idealnya melibatkan berbagai pihak, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, akademisi, organisasi masyarakat sipil, serta perwakilan orangtua murid.
    Dengan komposisi lintas sektor, investigasi diharapkan mampu menyentuh akar persoalan, bukan sekadar menutup permukaan masalah.
    Fokus utama harus mencakup verifikasi ulang terhadap lebih dari 8.000 dapur MBG untuk memastikan apakah benar-benar ada atau fiktif; audit forensik alur anggaran guna mencegah kebocoran dana; uji laboratorium acak terhadap menu yang disajikan di sekolah; serta pemeriksaan menyeluruh atas rantai pasok bahan makanan, mulai dari pemasok hingga distribusi terakhir.
    Langkah berikutnya adalah desain ulang mekanisme program. Pengalaman menunjukkan bahwa model yang terlalu sentralistik sangat rentan menimbulkan masalah.
    Karena itu, desentralisasi menjadi pilihan logis dengan memberdayakan kantin sekolah dan UMKM katering lokal yang sudah terverifikasi.
    Dengan memotong rantai distribusi, risiko makanan basi, rusak, atau terkontaminasi bisa ditekan secara signifikan.
    Di sisi lain, desentralisasi juga membuka peluang pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal sehingga manfaat program terasa lebih luas.
    Pengawasan terhadap program pun perlu ditransformasikan secara partisipatif dan berbasis digital. Orangtua murid bisa dilibatkan melalui komite sekolah untuk memastikan kualitas makanan, sementara data distribusi, hasil uji sampel, serta laporan keluhan harus dipublikasikan secara transparan dalam
    dashboard
    daring
    real-time
    .
    Dengan mekanisme ini, pengawasan publik tidak hanya menjadi formalitas, melainkan benar-benar hidup dan responsif.
    Namun, semua reformasi itu akan kehilangan makna bila pemerintah kembali terjebak pada pola komunikasi lama yang defensif dan tertutup. Komunikasi krisis yang beradab menjadi kunci.
    Membungkam keluhan publik atau menggulirkan narasi propagandis hanya akan memperburuk luka kepercayaan masyarakat. Sebaliknya, yang dibutuhkan adalah komunikasi yang jujur, terbuka, dan empatik.
    Presiden Prabowo harus tampil di depan publik, tidak sekadar menyampaikan permintaan maaf, tetapi juga menunjukkan rencana konkret perbaikan dengan langkah yang terukur.
    Dengan cara itu, kepercayaan masyarakat dapat dipulihkan, dan program MBG bisa kembali menempati posisi semula sebagai kebijakan pro-rakyat yang membanggakan.
    Program MBG adalah kebijakan dengan niat luhur, tetapi implementasi yang buruk telah mengubahnya menjadi bencana politik dan sosial.
    Oleh karena itu, dibutuhkan langkah drastis, yaitu moratorium, evaluasi menyeluruh, dan investigasi independen.
    Jika reformasi dilakukan dengan transparan, MBG masih bisa diselamatkan sebagai program strategis yang membanggakan.
    Namun, jika pemerintah memilih jalan pintas dengan retorika kosong dan perbaikan kosmetik, MBG berpotensi tercatat sebagai kegagalan monumental dalam sejarah kebijakan sosial Indonesia.
    Dan bagi Presiden Prabowo, kegagalan ini bisa berbalik menjadi bom waktu politik yang merusak legitimasi kepemimpinannya sejak tahun pertama berkuasa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Nazlira Alhabsy: Jokowi Lebih Rakus dari Ken Arok, Fir’aun pun Usap Dada Lihat Kisruh Ijazah Gibran

    Nazlira Alhabsy: Jokowi Lebih Rakus dari Ken Arok, Fir’aun pun Usap Dada Lihat Kisruh Ijazah Gibran

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengacara sekaligus pegiat media sosial, Nazlira Alhabsy, kembali berkomentar tentang kisruh ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka yang kian ramai diperbincangkan publik.

    Ia melontarkan sindiran keras dengan membandingkan mantan Presiden Jokowi dengan sosok Ken Arok dan Fir’aun.

    Dikatakan Nazlira, jika melihat caranya mengurus polemik ijazah Gibran, Jokowi sudah seakan merasa memiliki Indonesia melebihi Ken Arok memiliki Kerajaan Singasari maupun Fir’aun dengan Mesirnya.

    Ia bahkan menyindir bahwa apa pun bisa dilegalkan demi sang anak.

    “Jangankan sertifikat bimbel, bahkan daun pisang di tangan Gibran dapat disulap Jokowi menjadi ijazah sarjana,” ujar Nazlira di X @Naz_lira (21/9/2025).

    Lanjut Nazlira, hal itu bisa dilakukan lantaran Jokowi memberikan titah kepada “Empu Menteri Guru” atau Mendikbud agar menyetarakan syarat-syarat tertentu dengan gelar strata-1.

    Lebih jauh, Nazlira menyinggung kisah Ken Arok yang kerap digambarkan sebagai simbol ambisi, pengkhianatan, dan perjalanan dari rakyat jelata menjadi raja meski penuh kontroversi moral.

    Namun, dalam pandangannya, Jokowi justru sudah melampaui sisi amoral Ken Arok.

    Ia menekankan bahwa Ken Arok hanya berkuasa selama lima tahun.

    Sementara Jokowi sudah sepuluh tahun berkuasa dan masih menunjukkan kerakusan serta ambisi untuk membangun dinasti politik.

    Kata Nazlira, ambisi itu terlihat jelas dalam upaya berbagai cara agar Gibran bisa menduduki singgasana kekuasaan yang sebelumnya telah dinikmati Jokowi.

    Nazlira bilang bahwa seandainya Ken Arok dan Fir’aun masih hidup, keduanya pun akan mengusap dada.

  • IKN tak akan Pernah Beralih Menjadi Kota Pemerintahan

    IKN tak akan Pernah Beralih Menjadi Kota Pemerintahan

    GELORA.CO – Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Saidiman Ahmad menilai, istilah kota politik yang kini disematkan pada Ibu Kota Nusantara (IKN) yang ada di Kalimantan Timur sebagai sinyal bila provinsi tersebut tak akan pernah menjadi pusat pemerintahan.

    “Istilah itu justru menunjukkan ibu kota pemerintahan kemungkinan tidak akan berpindah dari Jakarta ke IKN dalam waktu dekat,” kata Saidiman kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Minggu (21/9/2025).

    Bahkan, sambung dia, hal ini kemungkinan tidak akan terjadi sampai berakhirnya pemerintahan Prabowo-Gibran.

    Meski begitu, Saidiman mengaku masih heran dengan istilah Ibu Kota Politik pada IKN ini. “Istilah Ibu Kota Politik itu masih belum jelas dan ambigu,” tegasnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai Ibu Kota Politik pada tahun 2028.

    Penetapan ini melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025. Keputusan tersebut diundangkan pada 30 Juni 2025.

    “Perencanaan dan pembangunan kawasan, serta pemindahan ke Ibu Kota Nusantara dilaksanakan sebagai upaya mendukung terwujudnya Ibu Kota Nusantara menjadi ibu kota politik di tahun 2028,” tulis dalam beleid dikutip di Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Lebih lanjut, Prabowo kemudian mendetailkan target pelaksanaan pembangunan IKN dengan berfokus pada Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan sekitarnya.

    Pertama, luas area Kawasan Inti Pusat Pemerintahan Ibu Kota Nusantara dan sekitarnya yang terbangun mencapai 800-850 hektar.

    Kedua, persentase pembangunan gedung/perkantoran di Ibu Kota Nusantara mencapai 20 persen.

    Ketiga, persentase pembangunan hunian/rumah tangga yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan di Ibu Kota Nusantara mencapai 50 persen.

    Keempat, cakupan ketersediaan sarana prasarana dasar kawasan Ibu Kota Nusantara mencapai 50 persen.

    Kelima, indeks aksesibilitas dan konektivitas kawasan lbu Kota Nusantara menjadi 0,74.

    Dalam beleid itu juga menyebut untuk terbangunnya kawasan inti pusat pemerintahan Ibu Kota Nusantara dan sekitarnya, dilakukan perencanaan dan penataan ruang Kawasan Inti Ibu Kota, pembangunan gedung/ perkantoran di Ibu Kota Nusantara.

    Kemudian, pembangunan hunian/rumah tangga layak, terjangkau, dan berkelanjutan di lbu Kota Nusantara, pembangunan sarana prasarana pendukung lbu Kota Nusantara, serta pembangunan aksesibilitas dan konektivitas Ibu Kota Nusantara.

    Sementara, terselenggaranya pemindahan dan penyelenggaraan pemerintahan di Ibu Kota Nusantara, tergambarkan pada pertama jumlah pemindahan dan/atau penugasan ASN ke Ibu Kota Nusantara mencapai 1.700-4.100 orang dan cakupan layanan kota cerdas kawasan Ibu Kota Nusantara yang mencapai 25 persen.

    Untuk terselenggaranya pemindahan dan penyelenggaraan pemerintahan di lbu Kota Nusantara, dilakukan diantaranya pemindahan ASN/hankam ke Ibu Kota Nusantara serta penyelenggaraan sistem pemerintahan cerdas lbu Kota Nusantara.

  • Dapat Data Baru soal Riwayat Pendidikan Wapres Gibran dari Australia, Dokter Tifa: Ampun Gusti Allah

    Dapat Data Baru soal Riwayat Pendidikan Wapres Gibran dari Australia, Dokter Tifa: Ampun Gusti Allah

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial, Dokter Tifa terus memberikan pembahasan soal riwayat pendidikan dari Wakil Presiden (Wapres), Gibran Rakanuming Raka.

    Kali ini yang disoroti oleh Dokter Tifa terkait beberapa kemungkinan yang bisa hadir dari riwayat pendidikan Wapres Gibran.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, ia menyebut beberapa kemungkinan bisa hadir.

    Seperti riwayat pendidikan Gibran disebut sangat problematik, rawan scam, potensial fake.

    Ia berani bicara terkait hal ini karena mengaku mendapatkan tambahan data terbaru soal isu ini.

    “Riwayat pendidikan Gibran sangat problematik, rawan scam, potensial fake,” tulisnya dikutip Minggu (21/9/2025).

    “Barusan dapat tambahan data fresh dari Australia yang bikin saya geleng kepala,” tuturnya.

    Dokter Tifa pun lanjut dengan menyindir terkait isu ijazah palsu mantan Presiden Joko Widodo yang sudah berproses sangat lama.

    Dan kini muncul pembahasan dan pertanyaan besar soal riwayat pendidikan untuk Wakil Presiden yang saat ini menjabat.

    “Negara ini sudah bermusibah dengan Presiden berijazah palsu 10 tahun,” sebutnya.

    “Masa kita masih tahan dengan penderitaan 5 tahun ke depan gara-gara amburadulitas pendidikan Wapres?

    “Ampun Gusti Allah,” pungkasnya. (Erfyansyah/fajar)

  • Ramalan Jayabaya 08 dan Warisan Goro Jokowi ke Gibran

    Ramalan Jayabaya 08 dan Warisan Goro Jokowi ke Gibran

    GELORA.CO -Ramalan politik di Indonesia selalu menyimpan daya tarik tersendiri. Salah satunya adalah ramalan Jayabaya, pujangga Jawa kuno, yang hingga kini masih sering dijadikan bahan perbincangan serius maupun guyonan politik.

    Dalam ramalan itu disebutkan, pemimpin Nusantara akan memiliki nama dengan akhiran No-To-No-Go-Ro. Frasa ini dimaknai sebagai noto nogoro, yang berarti “menata negara”. Meski sekilas terdengar simbolis, pola tersebut diyakini sebagian kalangan tetap relevan hingga hari ini.

    Jika ditelusuri, benang merah itu memang tampak pada sejumlah presiden RI. Soekarno, presiden pertama, menutup namanya dengan “No”. Soeharto, presiden kedua, berakhir dengan “To”. Lalu Susilo Bambang Yudhoyono kembali menghadirkan akhiran “No” pada era kepemimpinannya. 

    Bahkan Joko Widodo pun kerap dimasukkan dalam pola tersebut. Alasannya, nama asli Jokowi saat lahir adalah Mulyono sebelum kemudian diganti menjadi Joko Widodo.

    “No lagi; Mulyono. Kenapa Mulyono? Jokowi itu saat lahir nama aslinya Mulyono, karena berulang kali sakit-sakitan ibunya lalu mengganti nama jadi Joko Widodo. Jadi Jokowi masuknya di No; Mulyono,” terang mantan politikus Gerindra Arief Poyuono saat berbincang dengan RMOL, seperti dikutip kembali pada Minggu, 21 September 2025.

    Namun, pola ini kerap menimbulkan pertanyaan ketika menyentuh nama Presiden Habibie, Gus Dur, dan Megawati. Ketiganya tidak dimasukkan ke dalam rangkaian karena dianggap memimpin dalam periode singkat, kurang dari lima tahun.

    Kini publik kembali berspekulasi apakah Presiden ke-8, Prabowo Subianto, masuk dalam kerangka ramalan Jayabaya? Dari sisi nama memang tidak persis cocok. Tapi namanya juga ramalan?”kadang pas, kadang harus dipas-paskan agar sesuai kenyataan.

    Lebih jauh, sebagian penafsir menyebut bahwa suku kata “Goro” dalam ramalan bukanlah tanda akhiran nama, melainkan gambaran situasi ketika seorang pemimpin berkuasa. Dalam bahasa Jawa, goro berarti dusta atau kebohongan. 

    Sementara goro-goro kerap dimaknai sebagai huru-hara atau kekacauan. Dua tafsir ini saling berkaitan yaitu kebohongan bisa menjadi pemantik utama munculnya kegaduhan sosial maupun politik.

    Lalu, di manakah posisi Joko Widodo dalam konteks ramalan ini?

    Beberapa penafsir meyakini Jokowi berada di fase goro. Mereka menilai, sejak awal kepemimpinannya sudah tampak bayangan potensi kekacauan, berupa kekecewaan, pengkhianatan, hingga kemarahan publik. Kondisi inilah yang oleh sebagian kalangan disebut sebagai goro-goro, sebuah masa penuh gejolak yang mengiringi kepemimpinan.

    Meski Jokowi kini telah lengser, sebagian kalangan percaya bahwa “warisan goro” itu tidak berhenti begitu saja. Aura itu diyakini berpindah ke putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.

    Apakah tafsir ini benar adanya atau sekadar ramalan yang dipaksakan agar selaras dengan realitas politik, hanya waktu yang bisa menjawab. 

    Namun satu hal pasti ramalan Jayabaya akan terus hidup di ruang obrolan politik Indonesia, dari warung kopi hingga ruang seminar, sebagai jalinan antara mitos, sejarah, dan drama kekuasaan.