Tag: Eddy Soeparno

  • MPR: Presiden komitmen tangani lingkungan undang Pandawara Group

    MPR: Presiden komitmen tangani lingkungan undang Pandawara Group

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengapresiasi komitmen pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto dalam menangani persoalan lingkungan, termasuk dengan mengundang kelompok pemuda aktivis lingkungan Pandawara Group ke Istana Negara untuk berdiskusi mengenai permasalahan sampah di Indonesia.

    “Apresiasi saya untuk Presiden Prabowo yang memberikan perhatian serius terhadap isu sampah dan mengajak anak-anak muda seperti Pandawara Group untuk terlibat dalam solusi nyata. Ini langkah progresif yang harus kita dukung,” kata Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Dia menilai sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian khusus kepada persoalan sampah agar tidak terus berulang menjadi masalah lingkungan.

    “Menurut saya Indonesia sudah masuk dalam kategori darurat sampah. Saat ini Indonesia menghasilkan 56 juta ton sampah per tahun dengan didominasi oleh sampah makanan dan plastik. Dari 56 juta ton, sementara ini yang terkelola baru 40 persen,” ujarnya.

    Menurut dia, Pandawara Group yang diinisiatori anak-anak muda menjadi contoh inspirasi bahwa gerakan aksi nyata masyarakat sipil di tingkat akar rumput mampu membawa perubahan.

    Untuk itu, dia meyakini pertemuan Presiden Prabowo dengan Pandawara Group akan menghasilkan langkah-langkah strategis yang dapat diterapkan, baik dalam bentuk regulasi maupun aksi nyata di lapangan.

    “Pemerintah perlu mendukung inisiatif seperti ini dengan kebijakan yang mempermudah dan memperkuat peran komunitas dalam menjaga lingkungan,” ucapnya.

    Dia pun mengingatkan bahwa kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan dunia usaha sangat penting dalam mengatasi masalah sampah.

    Bahkan, lanjut dia, MPR membuka lebar ruang kolaborasi dengan Pandawara Group untuk mengatasi permasalahan sampah sekaligus mencegah dampak perubahan lingkungan di tanah air.

    “Isu sampah bukan hanya soal kebersihan, tetapi juga menyangkut keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kita perlu sinergi semua pihak agar Indonesia bisa bebas dari darurat sampah,” kata anggota Komisi XII DPR RI itu.

    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto memanggil kelompok pemuda peduli lingkungan, Pandawara Group, ke Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (11/3), salah satunya untuk membahas isu lingkungan dan sampah.

    Presiden RI Prabowo Subianto berencana menggandeng Pandawara Group untuk mengadakan aktivitas skala besar guna mengatasi persoalan tata kelola sampah di Indonesia.

    “Jadi, ada satu activity dengan skala yang masif yang memang bertujuan untuk mengatasi permasalahan sampah dari hulu ke hilir. Itu aja garis besarnya,” kata salah satu anggota Pandawara Group, Gilang Rahma, usai bertemu dengan Presiden Prabowo di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa (11/3).

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Eddy Soeparno Sebut Masa Jabatan Ketum Parpol Ranah Internal Partai

    Eddy Soeparno Sebut Masa Jabatan Ketum Parpol Ranah Internal Partai

    Jakarta

    Wakil Ketua Umum PAN Eddy Soeparno merespons pengajuan gugatan terhadap Undang-undang Partai Politik ke Mahkamah Konstitusi, khususnya terkait pembatasan masa jabatan Ketua Umum Partai Politik. Menurut Eddy, jabatan Ketum Parpol merupakan ranah internal partai.

    “Saya telah membaca materi permohonan yang disampaikan pemohon ke MK, namun demikian menurut pandangan saya urusan jabatan Ketum Parpol adalah ranah internal karena sudah ada aturannya dalam AD/ART Partai,” ungkap Eddy dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).

    Eddy menjelaskan masing-masing partai politik memiliki mekanisme sendiri dalam pemilihan Ketum Parpol yang diatur dalam AD/ART yang dibahas di kongres partai.

    “Pemilihan Ketum parpol dilakukan melalui proses demokrasi di internal masing-masing parpol. Jadi, karena masa jabatan Ketum parpol dan mekanisme pemilihannya sudah diatur dlm AD/ART setiap parpol, saya merasa bahwa gugatan di MK tersebut menjadi tidak relevan,” tambahnya.

    Masing-masing partai memiliki situasi, latar belakang dan konteks serta kebutuhan yang berbeda untuk menentukan masa jabatan ketua umum partai. Eddy meyakinkan PAN adalah partai yang menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam penentuan ketua umum dan juga masa jabatannya.

    “Situasi setiap partai berbeda dan karena itu masing-masing memiliki cara dan mekanisme yang diatur dalam AD/ART dengan tetap menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dan musyawarah mufakat,” imbuhnya.

    “Disertasi doktoral saya tentang upaya PAN memperkuat kelembagaan partainya agar bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat. Saya yakin semua partai melakukan hal yang sama sebagai adaptasi terhadap kondisi eksternal yang semakin dinamis,” tuturnya.

    Dilihat dari situs MK, Senin (10/3), gugatan itu telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 22/PUU-XXIII/2025. Dalam permohonannya, Edward menggugat sejumlah pasal.

    Dalam permohonannya, Edward menyebut selama ini tidak ada pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik. Padahal, katanya, partai politik merupakan pilar demokrasi.

    (anl/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Mengupas Miskonsepsi dan Fakta di Balik Kasus Pertamina

    Mengupas Miskonsepsi dan Fakta di Balik Kasus Pertamina

    Mengupas Miskonsepsi dan Fakta di Balik Kasus Pertamina
    Tim Redaksi
     
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Dugaan korupsi di PT
    Pertamina
    (Persero) dan anak perusahaannya mengguncang publik. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus yang diduga merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun tersebut.
    Isu yang mencuat terkait Pertamina tidak hanya soal korupsi, tetapi juga mengenai istilah “oplosan” bahan bakar yang memicu kebingungan masyarakat.
    Dalam
    talkshow
    “Industrial Summit 2025: Kasus Pertamina vs Kepercayaan Publik” yang disiarkan langsung oleh
    Kompas TV
    , Rabu (5/3/2025), lima narasumber memberikan pandangan mengenai kasus itu dari berbagai sudut.
    Mereka adalah Pakar Konversi Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Pendiri Lokataru Haris Azhar, Anggota Komisi XII DPR RI Eddy Soeparno, Chief Executive Officer (CEO) & Co-Founder Katadata Metta Dharmasaputra, dan Anggota Dewan
    Energi
    Nasional (DEN) Eri Purnomohadi.
    Di tengah berbagai spekulasi berkembang, Tri berupaya memberikan pemahaman lebih jernih mengenai proses
    blending
    dalam produksi
    bahan bakar minyak
    (
    BBM
    ).
    Menurutnya,
    blending
    adalah praktik umum dan sah di seluruh dunia. Tujuannya, mencapai spesifikasi tertentu pada BBM. Proses ini tidak sekadar mencampur BBM dengan Ron yang berbeda, tetapi juga mempertimbangkan berbagai parameter penting, seperti massa jenis, viskositas, dan kadar sulfur. 
    “Kalau misalnya RON 92 dicampur dengan RON 90, hasilnya adalah RON 91. Jika ini dijual sebagai Pertalite, konsumen diuntungkan karena kinerja kendaraannya membaik,” jelas Tri. 
    Tri menegaskan,
    blending
    tidak hanya dilakukan di kilang minyak, tetapi juga di terminal bahan bakar minyak (TBBM). Misalnya, dalam pembuatan solar B40. Pencampuran biodiesel dan solar dilakukan di TBBM, bukan di kilang. 
    Hal tersebut menunjukkan, pencampuran bahan bakar di luar kilang adalah hal lazim dan diatur dalam regulasi. 
    Lebih lanjut, Tri juga menyoroti peran aditif deterjen dalam Pertamax yang tidak ada pada Pertalite. Aditif ini berfungsi menjaga kebersihan katup mesin, mencegah pemborosan bahan bakar, dan mengurangi emisi gas buang. 
    Jika benar terjadi pengoplosan Pertalite dengan Pertamax, seharusnya ada perubahan kinerja mesin yang terasa oleh konsumen. Tri mencontohkan, tarikan kendaraan yang lebih berat dan konsumsi bahan bakar lebih boros. 
    Selain itu, pewarnaan bahan bakar juga memiliki fungsi penting sebagai penanda visual dan tidak memengaruhi kualitas BBM. Warna juga berfungsi sebagai kontrol di SPBU untuk memastikan konsumen mendapatkan produk sesuai dengan dispenser. Proses ini diawasi dengan ketat dan harus melalui tahapan sertifikasi sesuai dengan regulasi yang berlaku. 
    Pernyataan itu sekaligus meredakan kekhawatiran publik mengenai tuduhan “oplosan” yang berkembang di media sosial. Tri memastikan bahwa proses
    blending
    yang benar tidak akan merugikan konsumen, justru bisa meningkatkan performa kendaraan.
    “Jika benar terjadi pengoplosan dalam skala besar, publik pasti akan merasakan dampaknya dan hal ini sangat mungkin akan menjadi viral, seperti kejadian-kejadian sebelumnya yang cepat terungkap melalui laporan masyarakat,” tuturnya. 
    Keresahan juga disampaikan Metta. Ia menyoroti pentingnya penggunaan istilah tepat dalam pemberitaan kasus tersebut. 
    Menurutnya, penggunaan kata “oplosan” dalam konteks BBM sangat berpotensi memicu keresahan publik. Pasalnya, istilah tersebut biasanya dikaitkan dengan tindakan ilegal atau curang. 

    Blending
    itu sah dan diatur dalam regulasi. Kita tidak pernah menyebut
    cappuccino
    sebagai ‘
    oplosan
    kopi’. Sama halnya dengan
    blending
    BBM. Sebaiknya, kita menggunakan istilah yang lebih tepat, seperti ‘pencampuran’ atau ‘
    blending
    ‘,” tekan Metta.
    Metta juga mengingatkan bahwa penggunaan istilah yang salah bisa memicu distorsi opini publik. Ia khawatir jika narasi negatif ini terus berkembang, masyarakat bisa terprovokasi dan melakukan tindakan di luar kendali, seperti yang pernah terjadi pada kasus pajak Gayus Tambunan di masa lalu. 
    Saat itu, seluruh pegawai pajak terkena stigma negatif. Padahal tidak semua terlibat dalam kasus tersebut. 
    Lebih lanjut, Metta menekankan peran penting media dalam menjaga narasi tetap seimbang dan berbasis data. Ia mendorong agar media tidak sekadar mengikuti arus opini di media sosial, tetapi memberikan edukasi kepada publik mengenai perbedaan
    blending
    dan oplosan sesuai konteks teknis dan regulasi yang ada. 
    Namun, tidak hanya sekadar narasi yang tepat, pengawasan dalam pengadaan dan distribusi BBM juga menjadi elemen penting untuk memastikan
    transparansi
    dan mencegah penyimpangan. 
    Selain masalah teknis mengenai
    blending
    , isu transparansi dalam pengadaan dan distribusi BBM juga menjadi perhatian utama para narasumber. Berbagai aspek pengawasan disoroti, mulai dari proses impor, mekanisme kompensasi, hingga keterbatasan kapasitas kilang dalam negeri. 
    Haris mengungkapkan adanya indikasi manipulasi dalam proses impor BBM oleh Pertamina. Ia menyebut data Kementerian ESDM yang menunjukkan impor RON 90 dari Singapura. Padahal, negara tersebut hanya memproduksi BBM dengan RON 92, 95, dan 97. 
    Hal itu memicu dugaan adanya manipulasi administrasi dan penggelembungan harga yang berpotensi memberikan keuntungan besar kepada pihak tertentu melalui selisih kompensasi yang dibayarkan pemerintah. 
    Lebih jauh, Haris juga mengusulkan agar para tersangka dalam kasus tersebut bisa menjadi
    whistleblower
    atau
    justice collaborator
    . Langkah ini penting untuk membantu membuka praktik-praktik mafia migas di Indonesia yang, menurutnya, bukan isu baru. 
    Dengan adanya
    whistleblower
    , proses hukum dapat lebih terarah dan berpotensi mengungkap aktor utama di balik kasus ini. 
    Isu transparansi juga mencuat dalam mekanisme kompensasi pengadaan BBM. Eddy menjelaskan, mekanisme kompensasi pengadaan BBM melibatkan Kementerian Keuangan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam proses verifikasi sebelum kompensasi dibayarkan kepada Pertamina.
    Meski pengawasan cukup ketat, Eddy menyoroti masih ada celah yang bisa dimanfaatkan oknum tertentu. Ia pun mendorong agar pengawasan internal di Pertamina diperkuat, khususnya melalui peran komisaris yang harus lebih proaktif dan tidak sekadar menjadi “penonton” dalam pengawasan operasional perusahaan. 
    Eddy juga menekankan pentingnya audit menyeluruh terhadap produksi dan kapasitas kilang Pertamina agar tidak ada celah dalam pengadaan BBM. 
    Sementara itu, Eri menyoroti keterbatasan kapasitas kilang dalam negeri sebagai alasan utama mengapa Indonesia masih mengimpor BBM. Kilang dalam negeri hanya mampu memproses sekitar 600.000 barel per hari, sedangkan kebutuhan nasional mencapai hampir dua kali lipatnya.
    Eri menilai, selama kapasitas kilang belum memadai, impor BBM tak terhindarkan. Namun, yang menjadi perhatian utamanya adalah kurangnya transparansi dalam proses impornya. 
    “Impor BBM memang tidak bisa dihindari karena keterbatasan kilang dalam negeri. Tetapi, yang menjadi masalah adalah ketidaktransparanan dalam proses impornya,” tegasnya. 
    Sebagai solusi, Eri mengusulkan pembangunan kilang baru dengan kapasitas 500.000 barel per hari untuk meningkatkan kemandirian
    energi
    dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM. 
    Selain itu, pembentukan cadangan penyangga energi nasional juga diperlukan untuk menjaga stabilitas pasokan energi di masa depan.
    Kelima narasumber sepakat bahwa kasus itu perlu segera dibawa ke persidangan terbuka. Selain untuk memastikan transparansi, persidangan terbuka juga akan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai tata kelola energi yang baik. 
    Dengan langkah konkret berupa sidang terbuka dan reformasi struktural, diharapkan pula kepercayaan publik terhadap Pertamina dan BUMN lainnya dapat kembali pulih. 
    “Jangan sampai kasus ini hanya ganti pemain, tetapi sistemnya tetap sama. Kita butuh reformasi struktural, baik di Pertamina maupun dalam regulasi pengawasan impor BBM,” ucap Haris. 
    Hal senada turut disampaikan Metta. Ia mendukung ide diadakannya sidang terbuka. Menurutnya, transparansi adalah kunci untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Pertamina dan BUMN pada umumnya. 
    Selain itu, ia berharap, proses hukum tidak dicampuradukkan dengan kepentingan politik agar hasilnya benar-benar obyektif dan dapat dipercaya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MPR: Pertamina perlu tim independen guna tingkatkan kepercayaan publik

    MPR: Pertamina perlu tim independen guna tingkatkan kepercayaan publik

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengemukakan bahwa PT Pertamina (Persero) perlu membentuk tim independen guna meningkatkan kepercayaan publik setelah munculnya pengungkapan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Menurut Eddy, tim independen tersebut tetap dibutuhkan guna menguatkan pernyataan direksi Pertamina yang telah menjelaskan dan memohon maaf kepada publik terkait kasus tersebut. Tim independen bertujuan melakukan penyelidikan internal yang hasilnya dipublikasikan kepada masyarakat.

    “Jika tim independen dibentuk dan berisikan pakar dari kalangan akademisi, ahli kilang, pakar di industri hidrokarbon, dan lainnya, tentu hasil pengkajian yang mereka kelak umumkan akan semakin meredakan kekecewaan masyarakat sehingga kepercayaan publik kepada Pertamina bisa sepenuhnya pulih,” ujar Eddy dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Selain membentuk tim independen, Eddy mengatakan Pertamina perlu memperkokoh sistem pengawasan internal di PT Pertamina Patra Niaga melalui penguatan peran dan fungsi dewan komisaris.

    “Penempatan figur komisaris yang berintegritas dengan rekam jejak di sektor minyak dan gas bumi atau manajemen risiko, baik praktis maupun akademis, tentu akan membantu proses pemulihan kepercayaan masyarakat kepada Pertamina secara keseluruhan,” ujarnya.

    Ia berharap kasus dugaan megakorupsi atau praktik koruptif dalam bentuk apa pun tidak terjadi lagi di badan usaha milik negara (BUMN), apalagi BUMN kelas dunia seperti Pertamina.

    “Pertamina adalah world class company yang menjadi kebanggaan nasional. Sudah sepantasnya Pertamina menjadi contoh bagi BUMN lainnya dengan menerapkan tata kelola perseroan yang terbaik dan tidak tercela,” katanya.

    Eddy menyatakan optimistis bahwa kasus korupsi di Pertamina itu dapat menjadi pelajaran untuk seluruh BUMN untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan amanah.

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Wakil Ketua MPR apresiasi penjelasan dan permohonan maaf Pertamina

    Wakil Ketua MPR apresiasi penjelasan dan permohonan maaf Pertamina

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno mengapresiasi penjelasan, dan permohonan maaf jajaran direksi PT Pertamina (Persero) kepada publik terhadap keresahan masyarakat karena kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang.

    Eddy menyampaikan bahwa penjelasan direksi Pertamina yang meyakinkan masyarakat mengenai bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax yang dijual saat ini tidak seperti yang dikhawatirkan patut diapresiasi karena dinilai meredam keresahan masyarakat.

    “Penjelasan bahwa BBM jenis Pertamax yang dijual benar adanya, dan tidak ditemukan jenis oplosan yang dikhawatirkan selama ini juga mulai meredam keresahan masyarakat,” ujar Eddy dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.

    Sementara itu, dia mengatakan bahwa dirinya mengapresiasi Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri yang menyampaikan permohonan maaf dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/3).

    “Saya menghargai permintaan maaf terbuka yang disampaikan Dirut Pertamina karena mengakui kesalahan disertai komitmen untuk memperbaiki kinerja perseroan ke depan,” ujarnya.

    Pada kesempatan sebelumnya, Simon menyatakan bahwa Pertamina meyakini dan menyadari kasus korupsi yang terjadi pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam kurun waktu 2018-2023 telah membuat resah masyarakat.

    “Saya, Simon Aloysius Mantiri, sebagai Direktur Utama PT Pertamina, menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh rakyat Indonesia atas peristiwa yang terjadi beberapa hari terakhir ini,” ujar Simon di Jakarta, Senin (3/3).

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pemerintah Diminta Percepat Green Jobs untuk Anak Muda dan Transparansi Pengelolaan Energi Nasional – Halaman all

    Pemerintah Diminta Percepat Green Jobs untuk Anak Muda dan Transparansi Pengelolaan Energi Nasional – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Youth Energy Council (YeC), yang lebih dikenal sebagai Dewan Energi dan Lingkungan Nasional, menemui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI untuk menyampaikan aspirasi anak muda Indonesia untuk adanya pekerjaan di sektor hijau (green jobs) dan pengelolaan energi nasional yang transparan dan akuntabel. 

    Hal tersebut secara resmi dirumuskan dalam lima poin kebijakan dan diserahkan langsung kepada Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Eddy Soeparno di Senayan, Jakarta Pusat.

    Hadir dalam audiensi ini, YeC Chairman, Fadli Rahman, serta para tokoh muda pendiri YeC lain, yang juga aktif di sektor energi dan lingkungan, yaitu Ferro Ferizka  (Founder Pijar Foundation), Billy Mambrassar (Founder Containder), dan Arfan Arlanda (Founder Jejakin). 

    Mereka menegaskan bahwa gerakan ini tidak hanya datang dari kalangan organisasi atau komunitas pemuda, tetapi juga dari para inovator dan pelaku industri yang peduli terhadap masa depan energi Indonesia.

    “YeC mendorong pemerintah untuk segera mengambil langkah nyata dalam sektor energi dan lingkungan yang merupakan keinginan anak muda Indonesia,” kata YeC Chairman Fadli Rahman dalam keterangannya, Kamis (6/3/2025).

    Aspirasi ini dirumuskan setelah YeC mengadakan kunjungan ke berbagai daerah di Indonesia, mengadakan forum diskusi bersama hampir 1.000 anak muda sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap keberlanjutan energi dan kualitas lingkungan di Indonesia. 

    Dari hasil forum diskusi tersebut, Chairman YeC menyerahkan white papper yang berisi 5 isu atau poin yang harus diselesaikan oleh pemerintah saat ini yang menjadi keresahan anak muda.

    Pertama yakni Transparansi Tata Kelola Energi: Mencegah Korupsi dan Inefisiensi

    “Poin utama yang disampaikan dalam audiensi ini adalah tuntutan YeC terhadap transparansi dalam tata kelola energi nasional. Mereka menyoroti bagaimana sektor energi di Indonesia masih rentan terhadap inefisiensi dan kurangnya keterbukaan dalam pengelolaan sumber daya serta distribusi subsidi energi,” kata Fadli.

    Menurut Fadli, pemerintah harus lebih serius dalam memastikan bahwa kebijakan energi dikelola dengan transparan dan berbasis data yang akurat.

    “Industri energi adalah sektor yang sangat strategis dan menjadi tulang punggung ekonomi nasional. Namun, jika tata kelolanya tidak transparan, kita tidak hanya kehilangan potensi investasi besar di energi terbarukan, tetapi juga berisiko mengalami kebocoran anggaran yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk pengembangan infrastruktur energi hijau,” ujar Pemuda yang juga merupakan Direktur Strategis Pertamina NRE ini.

    Dia juga menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan sistem yang lebih terbuka dalam distribusi subsidi energi dan pengalokasian investasi di sektor energi terbarukan. 

    “Kami menuntut keterbukaan data terkait subsidi energi, proyek infrastruktur, serta skema investasi di sektor energi terbarukan agar masyarakat dapat mengawal penggunaan anggaran negara secara lebih transparan,” tambahnya.

    Billy Mambarasar selaku Sekretaris Jendral YeC yang juga pendiri Start Up Containder, juga menyoroti perlunya percepatan transisi ke energi bersih dengan kebijakan yang lebih akuntabel.

    “Kita tidak bisa terus-menerus mengandalkan energi fosil jika ingin mencapai target Net Zero Emission 2060. Perlu ada strategi nasional yang jelas, terukur, dan berbasis data dalam pengembangan energi terbarukan, agar Indonesia tidak tertinggal dibandingkan negara lain,” jelas Billy.

    Kedua yakni Polusi Udara dan Sampah: Krisis yang Kian Mendesak

    Selain itu, YeC menyoroti buruknya pengelolaan sampah yang berkontribusi besar terhadap polusi udara. 

    Kualitas udara di kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung semakin memburuk akibat pembakaran sampah yang tidak terkendali serta pengelolaan limbah yang masih tradisional.

    Menurut YeC, solusi utama untuk mengatasi masalah ini adalah meningkatkan kapasitas ekonomi sirkular serta mendorong industri untuk lebih aktif dalam daur ulang dan pengolahan sampah secara berkelanjutan.

    “Pemerintah harus lebih serius dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang lebih modern, termasuk teknologi waste-to-energy. Sebagian besar sampah di Indonesia masih berakhir di TPA tanpa ada solusi jangka panjang, padahal di negara lain, sampah bisa menjadi sumber energi alternatif,” kata dia.

    Arfanda selaku Pendiri Start Up JEJAKIN, yang menjabat sebagai Wakil Ketua YeC bidang lingkungan menekankan pentingnya insentif bagi industri daur ulang agar lebih banyak perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan limbah secara bertanggung jawab.

    “Kami membutuhkan lebih banyak investasi di sektor ini, serta regulasi yang lebih ketat terhadap industri yang menghasilkan limbah berbahaya,” tambah Arfan.

    Ketiga, Percepatan Green Jobs: Janji yang Harus Direalisasikan

    YeC juga menegaskan bahwa kebijakan ini telah dirumuskan oleh Dewan Pakar YeC, yang terdiri dari ilmuwan dan insinyur berpengalaman. 

    Salah satu sorotan utama dalam rekomendasi ini adalah percepatan penciptaan Green Jobs yang masih jauh dari target pemerintah.

    YeC menekankan bahwa tanpa kesiapan tenaga kerja hijau, transisi energi hanya akan menjadi wacana belaka. 

    “Banyak negara di Asia Tenggara seperti Vietnam dan Filipina telah mulai mengintegrasikan tenaga kerja hijau dalam strategi industrinya, sementara di Indonesia, langkah tersebut masih berjalan lambat,” katanya.

    Keempat yakni Ketersediaan LPG dan BBM yang Berkualitas: Energi untuk Semua

    Kelangkaan LPG dan isu kualitas BBM yang masih belum optimal juga menjadi perhatian utama dalam rekomendasi ini. 

    YeC menyoroti perlunya distribusi LPG yang lebih merata ke daerah terpencil serta percepatan implementasi BBM ramah lingkungan dengan standar Euro 5 atau Euro 6.

    Kelima, Banjir dan Krisis Iklim: Perlu Mitigasi Jangka Panjang

    Dalam beberapa tahun terakhir, banjir semakin sering melanda berbagai daerah di Indonesia. 

    YeC menekankan bahwa mitigasi banjir tidak bisa hanya mengandalkan proyek drainase, tetapi harus mencakup upaya rehabilitasi lingkungan dan penguatan resiliensi ekosistem.

    Salah satu penyebab utama banjir adalah deforestasi dan alih fungsi lahan yang tidak terkendali. 

    “Pemerintah diharapkan lebih tegas dalam menjaga kawasan hutan lindung dan daerah resapan air, serta meningkatkan investasi dalam restorasi ekosistem sungai dan hutan bakau,” kata Arfan.

    Selanjutnya, sebagai organisasi pemuda yang telah menjangkau lebih dari 10.000 anggota di seluruh Indonesia, YeC menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan energi dan lingkungan, khususnya 5 poin utama yang sudah diserahkan kepada Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno.

    “Kami akan terus mendesak pemerintah agar rekomendasi ini tidak hanya menjadi wacana, tetapi benar-benar diimplementasikan. Anak muda harus berperan aktif dalam menentukan masa depan energi dan lingkungan Indonesia,” tutur Fadli Rahman.

     

  • Eddy Soeparno Minta Keekonomian Proyek DME Pengganti LPG Dikaji Cermat

    Eddy Soeparno Minta Keekonomian Proyek DME Pengganti LPG Dikaji Cermat

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR dari Fraksi PAN Eddy Soeparno mengapresiasi terobosan hilirisasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME). Namun, Eddy menyampaikan catatan mengenai pentingnya kebijakan ini memperhatikan keekonomian dari produk utamanya.

    Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa dari 21 proyek hilirisasi yang akan dipercepat Presiden Prabowo, proyek gasifikasi batu bara menjadi Dimethyl Ether atau pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG) menjadi yang terbesar.

    “Ketika menjadi pimpinan Komisi VII DPR dari tahun 2019-2024, saya mendalami proses hilirisasi batubara menjadi DME dan kami terbentur pada kendala utama yakni keekonomian dari produk jadinya,” kata Eddy dalam keterangan tertulis, Kamis (6/3/2025).

    Dia menjelaskan bahan baku yang digunakan untuk diproses menjadi DME adalah batubara dengan kandungan kalori yang baik sehingga biaya yang dibutuhkan cukup tinggi.

    “Karena feedstock batubara yang digunakan berkalori 4000 – 4200, biaya bahan bakunya relatif tinggi. Sehingga ketika melalui proses produksi menjadi DME, harga barang jadinya menjadi mahal dan bahkan dalam hitungan kami bisa lebih mahal daripada impor LPG. Padahal tujuan kita memproduksi DME adalah justru untuk mensubstitusi penggunaan LPG,” tuturnya.

    Eddy menjelaskan kendala dan perhitungan keekonomian pada saat itu yang membuat kebijakan hilirisasi batubara ini akhirnya tidak berlanjut.

    “Kendala keekonomian ini membuat dua BUMN kita, serta salah satu perusahaan batubara swasta nasional membatalkan investasi dengan perusahaan Airproducts dari Amerika yang memang ahli dalam proses hilirisasi batubara,” ungkapnya.

    Karena itu ke depan, Eddy mengusulkan agar para pengambil kebijakan melakukan kajian lebih lanjut untuk memastikan agar keekonomian produk DME lebih murah dibandingkan LPG.

    Kajian ini penting untuk memastikan kebijakan hilirisasi batubara dapat mengurangi impor dan memperkuat ketahanan energi nasional.

    “Jika impor LPG masih lebih murah dibandingkan produksi DME, ada baiknya kita mengkaji peningkatan kapasitas produksi LPG dalam negeri ketimbang membangun fasilitas produksi DME. Paling tidak hal ini akan mengurangi impor LPG secara signifikan sehingga tidak menguras devisa kita. Jika di masa mendatang teknologi produksi DME menjadi lebih terjangkau, kita bisa melangkah untuk melakukan hilirisasi batubara,” tutupnya.

    (akd/ega)

  • Waka MPR Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Harus Diiringi Transisi Energi

    Waka MPR Sebut Target Pertumbuhan Ekonomi Harus Diiringi Transisi Energi

    Jakarta

    Wakil Ketua MPR RI Fraksi PAN Eddy Soeparno menuturkan Indonesia memiliki target ambisius untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam rangka mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. Namun, pertumbuhan ekonomi yang tinggi harus dibangun dengan pondasi yang berkelanjutan, salah satunya melalui transisi menuju energi terbarukan.

    “Saat ini kita tidak lagi menghadapi dampak perubahan iklim. Tapi lebih daripada itu kita menghadapi krisis iklim dan karena itu harus dihadapi dengan manajemen krisis,” jelas Eddy, dalam keterangannya, Jumat (28/2/2025).

    “Harus diingat bahwa saat ini transisi energi bukan sekadar pilihan, tetapi sudah menjadi kebutuhan,” sambungnya.

    Dalam acara MPR RI Goes to Campus di Universitas Bakrie, di hadapan Guru Besar dan Mahasiswa Universitas Bakrie, Eddy menyampaikan saat ini dampak perubahan iklim semakin terasa dengan kenaikan suhu yang terjadi di beberapa kota seperti Jakarta, Bogor, Depok dan Semarang. Seiring dengan kenaikan suhu, kualitas udara juga semakin menurun ditandai dengan Air Quality Index yang buruk.

    “Jika kita ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% secara berkelanjutan, kita harus segera beralih ke energi terbarukan. Jika tidak, kita akan terus menghadapi dampak buruk dari perubahan iklim, termasuk bencana alam, polusi udara, dan ketidakstabilan ekonomi akibat fluktuasi harga energi fosil,” ujar Eddy.

    Dalam konteks konstitusi, Eddy menekankan hak atas lingkungan hidup yang sehat sudah diatur dalam Pasal 28H ayat 1 UUD 1945, yang menyatakan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu, transisi energi adalah upaya negara menjamin hak konstitusional rakyatnya.

    “Kita tidak bisa menutup mata terhadap dampak polusi udara dan krisis iklim yang sudah kita rasakan hari ini. Negara wajib memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan lingkungan yang sehat,” tegas Doktor Ilmu Politik UI itu.

    Di hadapan mahasiswa Universitas Bakrie, Eddy mengajak kampus untuk berkolaborasi dengan MPR RI dalam merumuskan kebijakan energi yang berbasis riset. Menurut Eddy, mahasiswa adalah agen perubahan.

    “Saya ingin Universitas Bakrie ikut aktif memberikan usulan kebijakan berbasis riset dari kampus. MPR akan memfasilitasi keikutsertaan kampus dalam aspek kebijakan, legislasi, dan pengawasan. Ini adalah kesempatan bagi akademisi untuk berkontribusi langsung dalam membentuk masa depan energi Indonesia,” pungkasnya.

    (anl/ega)

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Pimpinan MPR yakin distribusi BBM tak terganggu kasus Pertamina

    Pimpinan MPR yakin distribusi BBM tak terganggu kasus Pertamina

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno meyakini distribusi bahan bakar minyak (BBM) menjelang Ramadhan 1446 Hijriah tidak terganggu usai terungkap kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah pada PT Pertamina Subholding dan kontraktor kontrak kerja sama.

    “Pertamina bekerja berdasarkan sistem dan mekanisme yang baku, bukan pada orang per orang. Karena itu, kami yakin tidak akan ada gejolak, gangguan, atau hambatan terkait distribusi BBM dalam rangka persiapan Ramadhan dan Idul Fitri,” kata dia dalam keterangan diterima di Jakarta, Kamis.

    Menurut Eddy, Pertamina memiliki prosedur ketat ketika terdapat direksi maupun jajaran yang tidak bisa menjalankan tugas.

    “Sebagai perusahaan dengan reputasi internasional, saya yakin dalam waktu dekat, pihak Pertamina akan menetapkan pejabat atau pelaksana tugas yang akan melaksanakan tugas dirut, baik Patra Niaga maupun International Shipping, mengingat transportasi dan distribusi BBM sangat vital bagi perekonomian nasional,” ujarnya.

    Di samping itu, Eddy mengatakan bahwa kasus rasuah dapat menggerus kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan BUMN yang berperan sentral dalam penyediaan kebutuhan esensial masyarakat tersebut.

    Oleh sebab itu, ia mendorong Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Dewan Komisaris Pertamina, baik induk maupun anak perusahaan, untuk lebih proaktif melakukan pengawasan internal supaya kejadian serupa tidak terulang kembali.

    Terlebih, tambah dia, direksi BUMN secara rata-rata menerima kompensasi dan fasilitas yang memadai dari perusahaan tempat bernaung.

    “Karenanya, tidak ada alasan bagi para Direksi BUMN untuk menyalahgunakan kewenangannya untuk hal-hal negatif, seperti memperkaya diri, memanfaatkan pengaruh dan lain-lain. Mari kita bekerja secara berintegritas sesuai tugas yang diemban,” demikian Eddy.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) sebelumnya mengungkap kasus dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada tahun 2018–2023.

    Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka, yakni Riva Siahaan (RS) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, dan Yoki Firnandi (YF) selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

    Kemudian, Agus Purwono (AP) selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga.

    Tersangka lainnya, yakni Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Hisar Sitanggang
    Copyright © ANTARA 2025

  • MPR: Transportasi listrik-pengurangan LPG percepat transisi energi

    MPR: Transportasi listrik-pengurangan LPG percepat transisi energi

    “Transformasi menuju kendaraan listrik, khususnya transportasi publik dan kendaraan pribadi, penggantian LPG dengan kompor induksi, serta pengembangan infrastruktur gas domestik yang lebih luas, juga untuk mengganti gas LPG 3 kg, akan turut mengurang

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno menyebut transformasi transportasi publik berbasis listrik hingga pengurangan ketergantungan pada LPG harus segera direalisasikan guna mempercepat proses transisi energi.

    Menurut dia, elektrifikasi massal di berbagai sektor menjadi faktor kunci untuk memastikan transisi energi yang berjalan optimal.

    “Transformasi menuju kendaraan listrik, khususnya transportasi publik dan kendaraan pribadi, penggantian LPG dengan kompor induksi, serta pengembangan infrastruktur gas domestik yang lebih luas, juga untuk mengganti gas LPG 3 kg, akan turut mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil dalam waktu tiga sampai lima tahun mendatang,” kata Eddy dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Dia juga mendorong penggunaan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, seperti biodiesel B40, biofuel untuk BBM mobil dan sepeda motor, serta produksi sustainable aviation fuel (SAF) untuk sektor penerbangan.

    Dia memandang pengembangan sektor kelistrikan yang berbasis energi bersih merupakan langkah krusial bagi Indonesia dalam mencapai target net zero emission (NZE) pada 2060.

    “Harus diingat, pertumbuhan ekonomi dengan tambahan pasokan energi yang akan diproyeksikan meningkat, harus sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mengupayakan dan mewujudkan net zero emission (NZE) di tahun 2060 atau lebih awal,” ucapnya.

    Dalam jangka menengah, Eddy menyoroti bahwa pengembangan teknologi di bidang penangkapan karbon (carbon capture storage), serta energi baru seperti hidrogen, amonia, dan nuklir perlu mendapatkan perhatian khusus karena potensi besar yang dimiliki Indonesia.

    “Selain itu, pemanfaatan teknologi CCS, serta energi baru seperti hidrogen dan amonia diharapkan dapat berkontribusi signifikan dalam mengurangi emisi karbon industri kelistrikan,” katanya.

    Dia pun menilai Indonesia akan beralih dari sumber energi fosil menjadi energi terbarukan secara bertahap, hingga tercapai keseimbangan antara pasokan energi fosil dengan energi terbarukan di tahun 2035.

    “Dan bahkan di tahun 2040 bauran energi terbarukan sudah mencapai hampir 60 persen dari bauran energi nasional,” ujarnya.

    Langkah tersebut, kata dia, menegaskan komitmen Indonesia dalam mempercepat transisi energi guna mencapai ketahanan energi yang berkelanjutan.

    “Percepatan pembangunan pembangkit listrik tenaga air dan geothermal, serta pengembangan energi terbarukan seperti tenaga surya, laut, dan angin, akan memainkan peran vital dalam memenuhi kebutuhan energi nasional,” katanya.

    Di sisi lain, dia menekankan bahwa transisi energi membutuhkan pula kolaborasi dengan lembaga perbankan dan keuangan guna membiayai berbagai proyek pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).

    Di samping itu, ujarnya lagi, penerapan pajak karbon dalam waktu dekat juga akan mendukung program pengurangan emisi karena ada “efek jera” bagi para emiten karbon.

    “Dengan strategi yang lebih terarah dan dukungan kebijakan yang kuat, Indonesia kini berada di jalur yang lebih jelas dalam membangun sistem energi yang lebih bersih, efisien, dan berkelanjutan,” kata anggota Komisi XII DPR RI itu.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025