Tag: Budi Prasetyo

  • KPK Sita Mobil Mazda hingga 1 Unit Rumah pada Kasus Korupsi Kuota Haji

    KPK Sita Mobil Mazda hingga 1 Unit Rumah pada Kasus Korupsi Kuota Haji

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita mobil Madza CX-3 hingga satu unit rumah di wilayah Jabodetabek yang diduga terkait kasus korupsi kuota haji 2023-2024.

    Penyitaan dilakukan pada hari Senin (17/11/2025). Selain itu, KPK juga menyita beberapa unit sepeda motor.

    “Penyidik melakukan kegiatan penyitaan berupa 1 bidang rumah berlokasi di wilayah Jabodetabek beserta dengan surat/bukti kepemilikannya; 1 unit Mobil bermerk Madza CX-3; 2 unit sepeda motor berjenis Vespa Sprint Iget 150 dan Honda PCX,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (19/11/2025).

    Penyitaan berasal dari salah satu pihak swasta yang diduga harta-hartanya dari hasil dugaan korupsi kuota haji. Namun Budi belum bisa menyampaikan secara detail siapa sosok yang memiliki harta tersebut.

    Budi mengatakan penyitaan bertujuan untuk kebutuhan penyidikan sekaligus langkah awal optimalisasi asset recovery.

    Secara garis besar kasus ini merupakan dugaan penyelewengan pembagian kuota haji era Presiden ke-7 Joko Widodo. Pada 2023, dia bertemu dengan pemerintah Arab Saudi agar Indonesia memperoleh kuota haji tambahan. Alhasil pemerintah Arab Saudi memberikan 20 ribu kuota haji tambahan.

    Pembagian kuota berdasarkan aturan sebesar 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. KPK menduga para asosiasi dan travel yang mengetahui informasi itu menghubungi Kementerian Agama untuk mengatur pembagian kuota.

    Pembagian berubah menjadi 50% kuota haji reguler dan 50% kuota haji khusus. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 tahun 2024 yang diteken oleh mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

    Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji, mulai dari proses pembagian kuota dan aliran dana. Kasus ini naik ke tahap penyidikan pada 9 September 2025.

    KPK mengendus adanya transaksi jual-beli kuota haji, di mana kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta dan haji furoda mencapai Rp1 miliar.

  • Berkas Lengkap, 8 Tersangka Pemerasan TKA Kemenaker Siap Disidang

    Berkas Lengkap, 8 Tersangka Pemerasan TKA Kemenaker Siap Disidang

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan perkembangan terbaru penanganan kasus dugaan korupsi pemerasan dalam pengurusan rencana pnggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). 

    Penyidik KPK resmi melakukan tahap dua, yakni menyerahkan para tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU) untuk kemudian disidangkan di Pengadilan Tipikor.

    “Hari ini, penyidik melakukan tahap dua, yaitu penyerahan tersangka dan barang bukti kepada JPU terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengurusan RPTKA di Kemenaker,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (19/11/2025).

    Menurut Budi, ada empat tersangka yang diserahkan ke JPU hari ini. Proses ini melanjutkan penyerahan tahap pertama pada 12 November 2025, ketika empat tersangka lainnya telah diserahkan. Dengan demikian, delapan tersangka kini siap menghadapi proses hukum lebih lanjut.

    Daftar tersangka yang diserahkan KPK ke JPU (19 November 2025):
    1. Gatot Widiartono, koordinator analisis dan pengendalian penggunaan TKA (2021-2025).
    2. Putri Citra Wahyoe, petugas hotline RPTKA (2019-2024) dan verifikator RPTKA (2024-2025).
    3. Jamal Shodiqin, analis TU Direktorat PPTKA (2019-2024) dan pengantar kerja ahli pertama (2024-2025).
    4. Alfa Eshad, pengantar kerja ahli muda Kemenaker (2018-2025).

    Tersangka yang diserahkan pada 12 November 2025:
    1. Suhartono, dirjen binapenta dan PKK (2020-2023).
    2. Haryanto, direktur PPTKA (2019-2024), dirjen binapenta dan PKK (2024-2025), kini staf ahli menteri.
    3. Wisnu Pramono, direktur PPTKA (2017-2019).
    4. Devi Angraeni, direktur PPTKA (2024-2025).

    KPK sebelumnya juga menetapkan mantan Sekjen Kemenaker, Hery Sudarmanto, sebagai tersangka kesembilan berdasarkan sprindik yang diterbitkan Oktober 2025.

    Dalam penyidikan, KPK mengungkap uang hasil pemerasan terhadap TKA mencapai Rp 85 miliar, meningkat dari rilis awal sebesar Rp 53,7 miliar.

    Dana tersebut dikumpulkan selama 2019-2024 dan kemudian didistribusikan secara bervariasi kepada para tersangka. Sebanyak Rp 8,94 miliar di antaranya bahkan dibagikan kepada 85 pegawai Direktorat PPTKA dengan modus “uang dua mingguan”.

  • KPK Kaji Putusan MK Soal Jabatan Sipil Diisi Polisi Aktif

    KPK Kaji Putusan MK Soal Jabatan Sipil Diisi Polisi Aktif

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto buka suara mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota kepolisian aktif menduduki jabatan sipil. Setyo yang merupakan purnawirawan Polri menyebut putusan tersebut sedang dikaji secara mendalam oleh internal KPK.

    “Putusan MK sementara ini menjadi telaahan Biro Hukum KPK untuk memastikan posisinya seperti apa,” ujarnya di Jakarta, Rabu (19/11/2025).

    Selain itu, KPK juga menunggu hasil analisis Mabes Polri yang akan menjadi acuan dalam mengimplementasikan putusan tersebut. “Kita tunggu juga dari Mabes Polri dan kementerian lain yang berkaitan dengan putusan MK. Nanti hasilnya seperti apa, itu akan dijalankan,” jelas Setyo.

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo juga menegaskan KPK tengah menganalisis secara serius dampak putusan MK terhadap struktur SDM dan kinerja lembaga. Analisis tersebut dilakukan untuk memastikan apakah ada jabatan yang terdampak langsung.

    Menurut Budi, KPK selama ini didukung banyak SDM dari institusi lain, seperti kejaksaan, kepolisian, serta kementerian dan lembaga negara. Mereka mengisi berbagai posisi strategis, tidak hanya dalam penindakan tetapi juga pendidikan, pencegahan, supervisi, hingga kesekjenan.

    “Putusan MK tentu punya implikasi karena KPK tidak hanya soal penyelidikan dan penyidikan. Ada divisi pendidikan, keuangan, pengolahan barang negara, data dan informasi, kehumasan, dan lainnya,” jelasnya.

    Budi memastikan proses analisis terus berjalan dan hasilnya akan diumumkan kepada publik setelah rampung.

  • KPK Panggil 9 Bos Travel Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji Hari Ini

    KPK Panggil 9 Bos Travel Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji Hari Ini

    Jakarta

    KPK memeriksa sembilan saksi terkait kasus dugaan korupsi kuota haji periode 2023-2024. Saksi yang diperiksa merupakan pimpinan perusahaan travel.

    “KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (19/11/2025).

    Budi menuturkan, pemeriksaan saksi digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. Saksi yang diperiksa diantaranya:

    1. Muhammad Syafii Antonio selaku Direktur Utama PT Tauba Zakka Atkia

    2. Iwan Tigor Hamsana selaku Direktur PT Aril Buana Wisata

    4. Salmin Alweyni selaku Direktur Utama PT Mideast Express

    5. H Mohammad selaku Direktur PT Oranye Patria Wisata

    7. Nurbethi selaku Direktur PT Asia Utama Wisata

    8. Shady selaku Direktur PT Khalifa Wisata

    9. Laila Machmud selaku Direktur PT Nabila Surabaya Perdana

    Kasus dugaan korupsi yang diusut KPK ini terkait pembagian tambahan 20 ribu jemaah untuk kuota haji tahun 2024 atau saat Yaqut Cholil Qoumas menjabat Menteri Agama. Kuota tambahan itu didapat Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo (Jokowi), melakukan lobi-lobi ke Arab Saudi. Kuota tambahan itu ditujukan untuk mengurangi antrean atau masa tunggu jemaah haji reguler Indonesia yang bisa mencapai 20 tahun bahkan lebih.

    Sebelum adanya kuota tambahan, Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221.000 jemaah pada tahun 2024. Setelah ditambah, total kuota haji RI tahun 2024 menjadi 241.000. Namun, kuota tambahan itu malah dibagi rata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

    Padahal, UU Haji mengatur kuota haji khusus hanya 8% dari total kuota haji Indonesia. Akhirnya, Indonesia menggunakan kuota 213.320 untuk jemaah haji reguler dan 27.680 untuk jemaah haji khusus pada tahun 2024.

    KPK menyebut kebijakan era Yaqut itu membuat 8.400 orang jemaah haji reguler yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya bisa berangkat setelah ada kuota tambahan tahun 2024 malah gagal berangkat. KPK pun menyebut ada dugaan awal kerugian negara Rp 1 triliun dalam kasus ini. KPK telah menyita rumah, mobil hingga uang dolar terkait kasus ini.

    Meski demikian, KPK belum menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi kuota haji. KPK sejauh ini mencegah tiga orang ke luar negeri, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks Stafsus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan bos Maktour, Fuad Hasan Masyhur. Pencegahan dilakukan karena ketiganya di Indonesia dibutuhkan sebagai saksi untuk penyidikan perkara tersebut.

    Seiring proses penyidikan berjalan, KPK menyatakan telah menerima pengembalian uang dari sejumlah pihak terkait kasus ini. Uang itu diduga merupakan ‘uang percepatan’ yang awalnya telah disetor ke oknum Kemenag. Uang itu diduga dikembalikan lagi ke pihak travel oleh oknum Kemenag yang ketakutan dengan panitia khusus atau pansus haji DPR tahun 2024.

    (azh/azh)

  • KPK-Kejagung Saling Limpahkan Kasus Pengadaan Minyak Mentah dan Google Cloud

    KPK-Kejagung Saling Limpahkan Kasus Pengadaan Minyak Mentah dan Google Cloud

    KPK-Kejagung Saling Limpahkan Kasus Pengadaan Minyak Mentah dan Google Cloud
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) diketahui mengusut sejumlah kasus dugaan korupsi yang hampir bersinggungan.
    Dua di antaranya adalah kasus dugaan
    korupsi minyak mentah
    dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) dan dugaan korupsi Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi era Nadiem Makarim.
    Namun, Ketua
    KPK
    Setyo Budiyanto dalam pernyataan terbarunya mengungkapkan bahwa penyelidikan dua kasus tersebut akhirnya bakal fokus ditangani oleh satu penegak hukum.
    KPK menyerahkan penyelidikan kasus dugaan korupsi Google Cloud di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi yang terjadi saat pandemi Covid-19, ke
    Kejagung
    .
    Setyo mengungkapkan, kasus itu dilimpahkan karena sangat beririsan dengan kasus dugaan korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook yang diusut Kejagung.
    “Dari hasil koordinasi untuk (penyelidikan) Google Cloud itu, nanti penanganannya akan diserahkan kepada Kejaksaan Agung,” kata Setyo Budiyanto di Bogor, Jawa Barat, Selasa (18/11/2025).
    “Karena irisannya sangat besar dengan proses Chromebook yang sudah ditangani oleh Kejaksaan Agung,” ujarnya lagi.
    Apalagi, dia menyebut, penyelidikan Google Cloud dan kasus pengadaan Chromebook terjadi dalam periode yang sama.
    “Dan karena konstruksi perkaranya, kemudian karena tempusnya dan lain-lain, semuanya memang harus diserahkan. Ya, itu yang terjadi,” katanya.
    Namun, Setyo membantah jika disebut KPK dan Kejagung saling tukar dalam penanganan kasus korupsi.
    Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK tengah mengusut pembayaran terhadap Google Cloud.
    Sebab, saat Pandemi Covid-19, dilakukan pengadaan Google Cloud untuk menyimpan data dari seluruh sekolah di Indonesia yang menyelenggarakan kegiatan belajar secara daring.
    “Waktu itu kita ingat zaman Covid-19, ya pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud. Google Cloud-nya,” kata Asep, di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Kamis, 24 Juli 2025.
    “Di Google Cloud itu kita kan bayar, nah ini yang sedang kita dalami,” ujar Asep.
    Namun, KPK belum menjelaskan duduk perkara
    kasus Google Cloud
    dengan lebih rinci karena kasus ini masih dalam penyelidikan.
    Sementara itu, Kejagung diketahui mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek tahun 2019–2022.
    Bahkan, Kejagung menetapkan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan korupsi tersebut pada 4 September 2025.
    Jika KPK melimpahkan penyelidikan kasus Google Cloud ke Kejagung, Korps Adhyaksa menyerahkan pengusutan kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Trading Limited (Petral)/Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES) periode tahun 2009-2015 ke Lembaga Antirasuah.
    “Karena kan mereka (Kejagung) juga ternyata terinformasi mereka juga melakukan kegiatan yang sama. Nah, tapi karena tahu bahwa KPK sudah menerbitkan surat perintah penyidikan, sudah melakukan pemeriksaan-pemeriksaan, maka penanganannya dari Kejaksaan dilimpahkan,” kata Setyo.
    Meski sudah dilimpahkan, Setyo mengatakan, KPK tetap berkoordinasi dengan Kejagung terkait pengusutan kasus tersebut.
    Namun, Setyo mengungkapkan, perkara tersebut belum memiliki tersangka karena masih surat perintah penyidikan (sprindik) umum.
    “Jadi sementara masih sprindik umum. Sekali lagi kan ini ada di negara lain, supaya yang didapatkan oleh penyidik itu utuh, ada dokumen, dokumen yang kami dapatkan nanti akan kami sinkronkan dengan dokumen yang ada di beberapa tempat,” ujarnya.
    Kemudian, Setyo mengatakan kerugian negara dalam perkara ini cukup besar. Tetapi, dia belum mengungkapkan besaran kerugian negara.
    “Saya detailnya lupa ya, tapi ya cukup besar sekali lah (kerugian negaranya). Ya, pastinya seperti itu. Besar lah, cukup besar,” katanya.
    Sebelumnya, Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan, pengusutan kasus minyak mentah itu dilakukan setelah ditemukan kerugian negara setelah melakukan pengembangan dua kasus, yaitu, kasus suap pengadaan katalis di PT Pertamina (persero) tahun anggaran 2012-2014 dengan salah satu tersangka Direktur Pengolahan PT Pertamina Chrisna Damayanto.
    Kemudian, kasus pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang pada periode 2012-2014, dengan tersangka Bambang Irianto selaku Direktur Petral.
    “Dalam penyidikan dua perkara tersebut, penyidik menemukan adanya dugaan tindak pidana korupsi lainnya berupa kerugian negara yang diakibatkan dari pengadaan minyak mentah dan produk jadi kilang pada periode 2009-2015,” ujar Budi.
    Sementara itu, Kejagung belum lama ini Kejagung juga telah menaikkan status kasus itu ke penyidikan karena telah diterbitkan surat perintah penyidikan (sprindik).
    “Terkait penyidikan dalam dugaan TPK (tindak pidana korupsi) di Petral memang Kejaksaan Agung sudah menerbitkan siprindik terhadap perkara tersebut,” kata Anang saat konferensi pers di Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (10/11/2025).
    Kemudian, Anang menyebut, penyidik mengusut adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan minyak mentah tersebut pada periode tahun 2008-2015.
    “Periodesasinya dari 2008-2015,” ujarnya.
    Namun, belum dijelaskan detail perihal penyelidikan kasus dugaan korupsi tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Belum Ada Keterlibatan dalam Kasus Korupsi Jalan Sumut

    Belum Ada Keterlibatan dalam Kasus Korupsi Jalan Sumut

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa belum menemukan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution dalam kasus kasus dugaan suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Sumut dan proyek di Satuan Kerja PJN Wilayah 1 Sumut.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, merespons akan banyaknya desakan dari masyarakat untuk memeriksa Bobby dalam kasus ini. 

    Adapun, dalam persidangan terdakwa dari pihak swasta, Majelis Hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menghadirkan Bobby.

    “Sampai dengan saat ini belum (menemukan). Jadi kita fokus di dalam pihak-pihak yang diduga melakukan siap pihak pemberi dan juga pihak-pihak yang diduga menerima suap terkait dengan proyek jalan pengadaan jalan,” kata Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK pada Senin, 17 November 2025.

    Ia menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga mengetahui perkara ini.

    “Kita pahami dalam proses penyidikan KPK juga telah melakukan pemanggilan terhadap sejumlah saksi untuk melengkapi informasi dan data yang dibutuhkan oleh penyidik,” jelas Budi.

    Lebih lanjut, ia menyebut perkara dugaan suap ini telah lengkap berdasarkan keterangan para saksi dan barang bukti, sehingga KPK telah melimpahkan perkara ini ke Pengadilan Tipikor Medan.

    Sebagai informasi, sejumlah desakan terhadap KPK muncul, salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

    ICW meminta agar KPK memeriksa dan menghadirkan Bobby dalam persidangan.

    Adapun, ICW juga meminta kepada KPK untuk mengembangkan perkara ini dengan mendalami keterlibatan Bobby berdasarkan dengan fakta persidangan.

  • KPK Geber Pemeriksaan Saksi Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Iklan di Bank BJB (BJBR)

    KPK Geber Pemeriksaan Saksi Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Iklan di Bank BJB (BJBR)

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB) untuk periode 2021–2023. Fokus terbaru penyidik tertuju pada biaya promosi yang diduga menjadi salah satu penyebab timbulnya kerugian negara.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa pendalaman tersebut dilakukan saat pemeriksaan terhadap Kepala Grup Manajemen Vendor Bank BJB Pusat, M. Aryana Wibawa Jaka, yang dipanggil sebagai saksi pada 17 November 2025.

    “Dalam pemeriksaan kali ini, penyidik mendalami terkait penetapan harga perkiraan sendiri (HPS), metode pengadaan, serta biaya promosi yang kemudian mengakibatkan timbulnya kerugian negara,” ujar Budi dikutip dari Antara, Selasa (18/11/2025).

    Perkara dugaan korupsi pengadaan iklan ini telah memasuki tahap penetapan tersangka. Pada 13 Maret 2025, penyidik menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Bank BJB Widi Hartoto (WH).

    Tiga lainnya merupakan pengendali agensi yang terlibat dalam proses pengadaan, yakni Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik (SUH), serta pengendali Cipta Karya Sukses Bersama, Sophan Jaya Kusuma (SJK).

    KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai sekitar Rp222 miliar. Selain pemeriksaan saksi, sejumlah penyelidikan lapangan telah dilakukan. Pada 10 Maret 2025, KPK menggeledah rumah Mantan Gubernur Ridwan Kamil terkait penyidikan kasus yang sama. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti, termasuk sepeda motor dan mobil.

  • KPK Klaim Belum Temukan Keterlibatan Bobby Nasution di Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut

    KPK Klaim Belum Temukan Keterlibatan Bobby Nasution di Kasus Korupsi Proyek Jalan Sumut

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim belum ada keterlibatan Bobby Nasution dalam kasus korupsi proyek jalan di Provinsi Sumatera Utara.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan nama Gubernur Sumatera Utara itu belum terendus. Selain itu, penyidik masih fokus pada kasus suap yang berawal dari operasi tangkap tangan (OTT).

    “Sampai dengan saat ini belum (ada keterlibatan Bobby Nasution, red). Jadi kita fokus di dalam pihak-pihak yang diduga melakukan suap pihak pemberi dan juga pihak-pihak yang diduga menerima suap terkait dengan proyek pengadaan jalan,” kata Budi kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 17 November. 

    Meski begitu, Budi memastikan proses hukum yang berjalan sesuai aturan. Ini sekaligus membantah adanya kepala satuan tugas (kasatgas) penyidikan KPK yang menghalangi pemanggilan Bobby.

    Adapun informasi ini pernah diungkapkan oleh salah satu peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Zararah Azhim Syah yang didasari laporan investigasi sebuah media.

     

    “Kami yakinkan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terkait dengan perkara tersebut berjalan secara baik,” tegas Budi.

    “Dan dari perkara yang berangkat dari kegiatan tangkap tangan ini kemudian tim juga secara maraton melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan juga penggeledahan di sejumlah lokasi.”

    Diberitakan sebelumnya, Peneliti ICW, Zararah Azhim Syah saat melakukan aksi di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada hari ini, 14 November. Dugaan kepala satgas KPK takut memeriksa Bobby ini diketahui dari pemberitaan media nasional.

     

    “Penyidik KPK bahkan sudah mengusulkan kepada ketua satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby. Tapi, ketiga kepala satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” kata Zararah kepada wartawan di lokasi.

    Meski begitu, Zararah tak mengungkap siapa kasatgas yang dimaksud. Namun, dari berbagai informasi yang dikumpulkan, salah satunya adalah Rossa Purbo Bekti.

    Zararah berharap KPK segera mengusut keterlibatan Bobby dalam kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. Apalagi, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Medan sudah minta Bobby dihadirkan dalam persidangan. 

    Pengembangan kasus ini, kata dia, juga harus dilakukan seperti dugaan korupsi lainnya. Jangan sampai ada kesan KPK ketakutan dengan Bobby Nasution.

    “Contohnya kasus E-KTP, kasus korupsi mantan Menpora itu juga dikembangkan dari fakta yang ada di persidangan,” tegasnya.

    “Maka harusnya pada kasus ini, apabila ada petunjuk baru dari persidangan, KPK seharusnya mengembangkan kasus gitu. Jadi membuka kasus baru. Nah, ini jangankan mengembangkan kasus tapi untuk memeriksa Bobby saja tidak berani begitu,” sambung dia.

    Lagipula, peranan Bobby juga harusnya terendus oleh KPK setelah ada informasi pergeseran anggaran menggunakan Peraturan Gubernur (Pergub).

    “Bobby itu terlibat pada tahap perencanaan, mengganti APBD Sumut sebanyak empat kali, untuk memasukkan proyek pembangunan ini. Padahal sebelumnya itu tidak termasuk kebutuhan Provinsi Sumut, tidak pernah ada di APBD Sumut, berarti kan tidak butuh,” ungkap Zararah.

    Majelis Hakim PN Medan beberapa waktu lalu diketahui minta jaksa KPK menghadirkan Bobby Nasution sebagai saksi. Perintah ini disampaikan setelah Muhammad Haldun selaku Sekretaris Dinas PUPR Sumut yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan mengungkap pergeseran anggaran melalui Peraturan Gubernur (Pergub) untuk pelaksanaan proyek pembangunan jalan.

    Ketika itu, Haldun menerangkan anggaran dua jalan yang menjadi objek korupsi, yakni ruas Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Padang Lawas Utara dengan total nilai Rp165 miliar tak dialokasikan dalam APBD murni 2025. Proyek ini dibiayai dari dana sejumlah dinas yang dilegalkan melalui Pergub.

    Mendengar kesaksian ini, Hakim Khamozaro Waruwu minta Bobby dihadirkan. “Kalau ada risiko terhadap pergeseran anggaran, siapa yang bertanggung jawab? Ketika mekanisme pergeseran anggaran tidak berjalan maka gubernur harus bertanggung jawab,” ujarnya.

    Selain Bobby, hakim juga meminta jaksa menghadirkan Pj Sekretaris Daerah Sumut saat itu, Effendy Pohan, untuk dimintai keterangan mengenai dasar hukum Pergub yang disebut telah diubah hingga enam kali.

    Adapun itu, hakim mengadili dua terdakwa dari pihak swasta, yaitu Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup, Muhammad Akhirun Piliang dan Direktur PT Rona Mora, Muhammad Rayhan Dulasmi.

    Kasus ini juga menjerat eks Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting yang disebut sebagai orang dekat Bobby Nasution. Hanya saja, dia belum disidangkan karena berkas belum dilimpahkan ke pengadilan.

  • Kasus Jalan Sumut, KPK Belum Temukan Keterlibatan Bobby

    Kasus Jalan Sumut, KPK Belum Temukan Keterlibatan Bobby

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum memanggil Gubernur Sumatra Utara Bobby Nasution terkait kasus dugaan korupsi proyek jalan di provinsi tersebut.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pihaknya belum menemukan keterlibatan menantu Joko Widodo itu sehingga sampai saat ini Bobby belum dipanggil untuk diperiksa.

    “Sampai saat ini belum. Kita fokus di pihak yang diduga melakukan suap dan penerima terkait dengan proyek pengadaan jalan,” ujar Budi di Gedung Merah Putih dikutip Selasa (18/11/2025).

    Namun, Budi menyampaikan pihaknya telah memanggil sejumlah pihak yang dianggap mengetahui perkara tersebut untuk melengkapi informasi.

    Lembaga antirasuah juga masih mencermati perkembangan dalam kasus ini, meskipun Bobby direncanakan hadir dalam persidangan Tipikor.

    Budi menjelaskan proses penyidikan sudah dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan dilimpahkan. Bahkan, katanya, pelimpahan sudah ditahap kedua baik dari pihak pemberi maupun penerima.

    “Kluster pemberi sudah berjalan sidangnya kemudian kluster penerima ini kita sedang menunggu penetapan jadwal sidangnya dari PN Medan,” ucap Budi.

    Nantinya JPU akan menghadirkan barang bukti, tersangka, dan saksi ahli untuk memperkuat pembuktian dari yang didakwakan.

    Diketahui, kasus ini menyeret mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Medan Topan Obaja Ginting, Rasuli Efendi Siregar (RES) adalah Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut dan Heliyanto merupakan PPK Satker PJN Wilayah I Sumut. Berkas persidangan telah dilimpahkan pada 12 November 2025.

    “Hari ini, Rabu (12/11), Tim JPU KPK melimpahkan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait suap proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatra dan proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatra Utara, ke PN Tipikor Medan atas nama Tersangka Topan Obaja Ginting, Rasuli dan Heliyanto,” pungkas Budi.

    Dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan itu senilai Rp231,8 miliar di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumut. Topan diduga mengatur untuk memenangkan perusahaan swasta guna menangani proyek tersebut. Dari pengkondisian ini, Topan mendapat janji fee Rp8 miliar.

  • KPK Masih Telaah Implikasi Putusan MK soal Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    KPK Masih Telaah Implikasi Putusan MK soal Larangan Polisi Isi Jabatan Sipil

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menganalisis putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai anggota polisi dilarang mengisi jabatan sipil.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan pihaknya masih menelaah implikasi putusan tersebut terhadap jabatan anggota kepolisian di KPK.

    “Pasca putusan itu tim biro hukum KPK langsung melakukan analisis untuk mempelajari terkait dengan implikasi dari putusan itu tehadap KPK dengan jabatan-jabatan yang ada di KPK,” kata Budi dalam keterangannya, Selasa (18/11/2025).

    Sampai saat ini, kata Budi, proses analisis masih terus berlangsung di mana hasilnya akan disampaikan ke Publik. Sebab, sumber daya manusia di KPK terdiri dari berbagai instansi. 

    Dia menyebutkan, pegawai KPK berasal dari instansi mengisi bidang pengolahan data, pencegahan korupsi, pengolahan barang milik negara, hingga kehumasan tata usaha.

    “Selain dari insan-insan komisi, KPK mendapatkan dukungan sumber daya manusia dari institusi lain, dari kejaksaan, dari kepolisian, kementerian [dan] lembaga,” ujar Budi.

    Budi juga merespons terkait Ketua KPK Setyo Budiyanto yang sebelumnya diberitakan masih aktif sebagai anggota Polisi.

    Budi menjelaskan bahwa Setyo sudah purnawirawan atau tidak aktif di struktural Polri sehingga Setyo secara penuh bekerja di ruang lingkup Komisi Pemberantasan Korupsi.

    “Setyo Budianto juga per 1 Juli 2025 juga sudah masuk menjadi purnawirawan atau purna tugas, artinya putusan MK tidak ada implikasi terhadap status dari ketua KPK,” tegas Budi.

    Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) tidak dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian selama masih berstatus aktif.

    Penegasan ini tertuang dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025, yang menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.